Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 34603 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Teimi Meil Siska; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Martini, Dadan Erwand
S-8788
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Vonny Rachmawati; Pembimbing: Hadi Pratomo
M-1588
Depok : FKM UI, 2003
D3 - Laporan Magang   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Elya Mariana; Pembimbing: Caroline Endah Wuryaningsih
M-1572
Depok : FKM UI, 2003
D3 - Laporan Magang   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nabilla Dhisti Priyasdamaranti; Pembimbing: Dadan Erwandi; Penguji: Ridwan Zahdi Sjaaf, Hanny Harjulianti
Abstrak: Perawat merupakan profesi dengan tingkat burnout yang tinggi, menurut Montgomery et al (2010) setidaknya 1 dari 3 perawat mengalami burnout. Burnout merupakan masalah yang cukup serius karena diasosiasikan dengan berbagai kosekuensi negatif baik bagi pekerja, keluarganya, klien, maupun bagi organisasi tempat ia bekerja. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor psikososial apa saja yang berpengaruh terhadap burnouti pada perawat di ruang rawat inap. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional, lokasi penelitian dilakukan di RSAU dr. Esnawan Antariksa pada tahun 2017. Populasi penelitian ini sebanyak 129 orang dengan sampel sebanyak 74 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang disusun oleh penulis dengan mengadopsi kuesioner dari COPSOQ II, QPS Nordic, dan Oldenburg Burnout Inventory. Hasil uji univariat penelitian ini menunjukan bahwa proporsi kelompok responden yang paling besar yaitu berusia ± 30 tahun (58.1%), berjenis kelamin perempuan (89.2%), berpendidikan DIII (87.8%), berstatus menikah (75.7%), dan masa kerja < 10 tahun (75.7%). Hasil uji bivariat didapatkan bahwa beban emosional (p = 0.02; r = 0.360), tekanan peran (p = 0.000; r = 0.820), dukungan sosial (p= 0.000; r = -0.623), serta penghargaan&pengakuan (p= 0.000; r = -0.657) memiliki hubungan yang signifikan terhadap burnout. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor psikososial yang bersifat job demand (beban emosional dan tekanan peran) memiliki hubungan yang berpola positif terhadap burnout, sedangkan faktor psikososisal yang bersifat job resource (dukungan sosial dan penghargaan&pengakuan) memiliki hubungan yang berpola negatif terhadap burnout.

Nurse is one of the profession with high level of burnout, Montgomery et al (2010) state at least 1 out of three nurses will have burnout at some point in their career. Burnout is a serious problem and associates with negative outcomes for the worker, their family, their clients, and for the organization it self. Therefore, this research is conducted to evaluate the determinant factors and their correlation with burnout. This research used cross sectional method, located in RSAU dr. Esnawan Antariksa on 2017. Population of this study is 129 people, and the sample is 74 respondents. Data was collected by questionnaire that is adapted from COPSOQ II, QPS Nordic, and Oldenburg Burnout Inventory. Univariate analysis showed by highest proportion among its group, age > 30 years old (58.1%), woman (89.2%), DIII (87.8%), married (75.7%), and tenure < 10 years (75.7%). Bivariate analysis showed that emotional demand (p=0.02; r = 0.360), role stress (p=0.000; r = 0.820), social support (p=0.000; r = -0.623), and reward & recognition (p= 0.000; r = -0.657) has significant correlation with burnout.
The result of this study showed that job demand (emotional demand and role stress) have a positive correlation with burnout, while job resource (social support and reward & recognition) have a negative correlation with burnout.
Read More
S-9317
Depok : FKM UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nursanti; Pembimbing: Hendra; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Laksita Ri Hastiti, Katherina Welong, Fera Liza
Abstrak:
Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan selama 24 jam sehari, sangat membutuhkan kesiapan fisik, mental dan waktu. Hal ini berpotensi menyebabkan kelelahan kerja, yang berdampak pada penurunan kewaspadaan dan konsentrasi, terganggunya pengambilan keputusan dan terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko tingkat kelelahan kerja subjektif pada perawat di RS.Otak DR.Drs. M. Hatta Bukittinggi Sumatera Barat tahun 2024. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 100 orang perawat yang dihitung menggunakan rumus simple random sampling. Responden pada penelitian ini mencakup perawat pada 5 unit kerja yang dihitung secara proporsional. Pengukuran kelelahan kerja dengan kuesioner SSRT(Subjective Self Rating Test) dari IFRC; beban kerja mental dengan kuesioner NASA-TLX (National Aeronautics & Space Administration Task Load Indeks); untuk peran, kontrol dan kepuasan kerja dengan kuesioner COPSOG (Copenhagen Psychosocial Questionnaire) III; pengukuran pencahayaan dengan lux meter; dan karakterik individu dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 79% perawat mengalami tingkat kelelahan kerja ringan dan tingkat kelelahan kerja sedang (21%). Terdapat 3 Faktor risiko yang dianalisis untuk melihat hubungannya dengan tingkat kelelahan kerja yaitu faktor risiko karakteristik individu, faktor risiko terkait pekerjaan dan faktor lingkungan kerja (pencahayaan). Dari faktor risiko karakteristik individu yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kelelahan kerja adalah usia (p 0,013; OR = 6,82), status gizi kategori gemuk (p 0,020; OR = 3,77), durasi tidur (p 0,050; OR = 3,14). Untuk faktor risiko terkait pekerjaan yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kelelahan kerja adalah shift kerja siang (p 0,028; OR 4,69) dan beban kerja (p < 0,001). Sedangkan untuk faktor lingkungan kerja : pencahayaan didapatkan hasil sesuai dengan standar (100%) sehingga tidak dapat dinilai hubungannya dengan tingkat kelelahan kerja. Kesimpulan didapatkan bahwa sebagian besar perawat mengalami tingkat kelelahan kerja ringan (79%) dan faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan adalah usia, status gizi gemuk, durasi tidur, shift kerja siang dan beban kerja. Penerapan manajemen kelelahan/fatigue manajement seperti promosi kesehatan dan peningkatan pengetahuan melalui pelatihan, pengawasan jadwal kerja, pengaturan beban kerja, diet gizi seimbang, pentingnya mendapatkan pemulihan antarshift/istirahat tidur adekuat, olahraga rutin dan teratur, skrining kelelahan secara berkala diharapkan dapat mencegah meningkatnya tingkat kelelahan kerja.

Nurses, in providing 24-hour nursing care, require physical readiness, mental preparedness, and time. This can potentially lead to work fatigue, which impacts alertness and concentration, disrupts decision-making, and increases the risk of errors or workplace accidents. This study aims to analyze the risk factors for the subjective level of work fatigue among nurses at RS.Otak DR.Drs. M. Hatta Bukittinggi, West Sumatra, in 2024. The study uses a cross-sectional design involving 100 nurses, calculated using the simple random sampling formula. Respondents in this study include nurses from 5 work units, calculated proportionally. Work fatigue was measured using the SSRT (Subjective Self Rating Test) questionnaire from IFRC; workload was measured using the NASA-TLX (National Aeronautics & Space Administration Task Load Index) questionnaire; roles, control, and job satisfaction were assessed using the COPSOG (Copenhagen Psychosocial Questionnaire) III; lighting was measured with a lux meter; and individual characteristics were assessed using a questionnaire. The results showed that 79% of nurses experienced mild work fatigue and 21% experienced moderate work fatigue. Three risk factors were analyzed for their relationship with the level of work fatigue: individual characteristics, work-related factors, and work environment factors (lighting). Among individual characteristics, the factors significantly associated with work fatigue were age (p = 0.013; OR = 6.82), nutritional status categorized as overweight (p = 0.020; OR = 3.77), and sleep duration (p = 0.050; OR = 3.14). For work-related factors, significant associations with work fatigue were found for daytime shifts (p = 0.028; OR = 4.69) and workload (p < 0.001). Regarding the work environment factor: lighting was found to meet the standard (100%), hence its relationship with work fatigue could not be assessed. The conclusion is that the majority of nurses experience mild work fatigue (79%), and the significant risk factors are age, overweight nutritional status, sleep duration, daytime shifts, and workload. Implementing fatigue management strategies such as health promotion and knowledge enhancement through training, monitoring work schedules, managing workload, maintaining a balanced diet, ensuring adequate rest between shifts, regular exercise, and periodic fatigue screening are expected to prevent an increase in work fatigue levels.
Read More
T-7073
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hendro Yulieanto; Pembimbing: Joedo Prihartono; Penguji: Herman Mulijadi, Dewi S. Soemarko
Abstrak:

LATAR BELAKANG : Penerbang yang mengawaki pesawat tempur canggih memiliki peluang besar untuk terpajan gaya + Gz tinggi dengan durasi yang cukup lama (High Sustained G). Untuk mengurangi bahaya pajanan gaya ini, penerbang tempur harus melakukan Anti G Straining Maneuver (AGSM), padahal dikeluhkan bahwa AGSM yang harus dilakukan berulang-ulang dengan intensitas tinggi cepat mengakibatkan kelelahan. Diyakini bahwa tingkat kesamaptaan otot yang baik akan meningkatkan kemampuan penerbang bertahan terhadap High Sustained G.HIPOTESIS : Penelitian ini bertujuan membuktikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dan durasi ketahanan tehadap High Sustained G.METODE : Subyek dipajankan terhadap gaya +8 Gz dan diinstruksikan untuk bertahan selama mungkin sampai merasakan kelelahan, dalam latihan Simulated Air Combat Maneuver (SACM) dengan Human Centrifiige. Ketahanan penerbang dinilai dengan lamanya durasi bertahan. Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) subyek dinilai dengan prosedur test kesamaptaan jasmani yang diberlakukan di TNT AU.HASIL : Dari 25 orang pilot yang semula mengikuti penelitian ini, 2 orang dikeluarkan karena mengalami mabuk gerak yang parah. Rata-rata umur dan jam terbang subyek adalah 28,0 (SD 3,4) tahun dan 501,4 (SD 232,3) jam. Ditemukan adanya hubungan yang kuat antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dengan durasi bertahan terhadap High Sustained G (r = 0,76 ; p < 0,01). Repetisi gerakan Push up dalam tes samapta B memiliki hubungan yang sangat kuat dengan durasi ketahanan terhadap High Sustained G (r = 0,85., p < 0,01).KESIMPULAN Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dapat digunakan untuk memprediksi durasi bertahan terhadap High Sustained G di kalangan penerbang tempur TNT AU. Latihan beban dengan fokus pada kelompok otot dada kemungkinan akan dapat mengurangi kelelahan yang terjadi saat melakukan AGSM.


 

BACKGROUND : Fighter pilots flying high performance airera is are often subjected to high levels of headword (+ Gz) acceleration. In order to reduce dangerous effect of this type of acceleration pilots must perform the Anti G Straining Maneuver (AGSM), eventhough there are a number of complaints that this repeated and high intensity maneuver is perceived very fatiguing. It seems that a good muscle fitness will increase pilot's High Sustained G enduranceHYPOTHESIS: This study aimed to define correlations between muscle fitness levels and High Sustained G durations.METHODS : Subjects were exposed to +8 Gz plateaus during a Human Centrifuge Simulated Air Combat Maneuver (SACM) until volitional fatigue. High Sustained G endurances were evaluated by measuring the exposure durations. Muscle fitness levels were determined using a standardized test protocol of Indonesian Air Force.RESULTS : Twenty five pilots participated in this study. Because of severe motion sickness 2 pilots were eliminated. Their age and flying hours averaged 28,0 (SD 3,4) years and 501,4 (SD 232,3) hours. Strong correlation was found between muscle fitness levels and High Sustained G durations (r = 0,75 ; p < 0,01). Push up test item had a very strong correlation with High Sustained G durations (r = 0,85 ; p < 0,01).CONCLUSION The results indicate that the muscle fitness levels can be used to predict High Sustained G durations performed by Indonesian Air Force fighter pilots during SACM. Weight training focused on chest muscle groups may reduce fatigue while performing AGSM.

Read More
T-1522
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wahyu Kartikaningrum; Pembimbing: Zulkifli Djunaidi
S-3640
Depok : FKM-UI, 2004
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Firman Joni; Pembimbing: Zulkifli Djunaidi; Penguji: Fatma Lestari, Doni Hikmat Ramdhan, Radilah, Jati Berandini
Abstrak:

Rumah sakit memberikan pelayanan jasa kesehatan memiliki peranan penting dan strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dampak negatif dari kegiatan pelayanan rumah sakit adalah menghasilkan limbah. Untuk dapat menerapkan pengelolaan dan monitoring limbah secara komprehensif dan tepat guna, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan manajemen risiko yang diawali dengan identifikasi dan analisis risiko. Untuk mengetahui seberapa besar risiko yang terjadi pada pengelolaan limbah medis tajam, penulis mencoba untuk menganalisis tingkat risiko pada pengelolaan limbah medis tajam di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo. Hasil penelitian menunjukkan alat medis tajam yang paling banyak digunakan adalah spuit 62 %, sedangkan tingkat risiko pada pengelolaan limbah medis tajam berada pada level priority 3 – priority 1. Kata Kunci : Penilaian risiko, limbah medis, limbah medis tajam.


 

The hospital provides health services which have an important and strategic role in accelerating the improvement of public health level. The negative impact of the activities of hospital services is hazardous waste. To be able to implement management and monitoring of waste in a comprehensive and appropriate, an effort that can be done is through risk management approach that begins with the identification and risk analysis. To find out how big the risk that occurs in sharp medical waste management, the author tries to analyze the level of risk in sharp medical waste management at the Navy Hospital Dr. Mintohardjo. The results showed a sharp medical instrument is the most widely used syringes 62%, while the level of risk at the sharp medical waste management at the level of priority 3 - priority 1. Key words : Risk analysis, medical waste, sharps medical waste.

Read More
T-3459
Depok : FKM-UI, 2011
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sudrajat; Pembimbing: Chandra Satrya; Penguji: Baiduri, Supriadi
S-4755
Depok : FKM-UI, 2006
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eva Laelasari; Pembimbing: L Meily Kurniawidjaja; Penguji: Dadan Erwandi, Mila Tejamaya, Harimat Hendrawan
Abstrak: Faktor karakteristik pekerjaan dan situasional yang berhubungan dengan stres kerja pegawai fungsional umum adalah beban kerja, jam kerja, gaya manajemen, hubungan interpersonal, ergonomi, dan perjalanan, sedangkan pada pegawai fungsional peneliti adalah beban kerja, rutinitas, gaya manajemen, aturan kerja, ergonomi, interaksi antara keluarga dan pekerjaan, dan perjalanan. Hal yang berkaitan dengan konteks pekerjaan juga dapat menyebabkan stres kerja pegawai. Diperlukan penanggulangan stres yang komprehensif untuk pegawai dan instansi untuk mengurangi tingkat stres pegawai. Kata kunci: fungsional umum; fungsional peneliti; jabatan; stres kerja; tingkat stres
Read More
T-4463
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive