Ditemukan 11276 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Kebijakan Swadana sesuai Kepmendagri no.92/1993 dan Kepres no.38/1991 memberikan kewenangan Rumah Sakit dalam penggunaan pendapatan fungsionalya secara langsung, bertujuan terciptanya manajemen Rumah Sakit yang sehat dan mandiri, peningkatan peran serta dan tanggug jawab masyarakat dan perbaikan ksejahteraan karyawan. Kemudian UU no.1/2004 dan PP no.23/2005 yang memberikan fleksibilitas bagi Rumah Sakit dalam pola pengelolaan keuangannya yang disebut Badan Layanan Umum (BLU), bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum clan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sistem pengelolaan keuangan Swadana dan BLU dalam penganggaran dan pelaksanaan anggaran yang telah diterapkan di RSUD Tangerang. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan analisis terhadap dokumen-dokumen rumah sakit dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait di Rumah Sakit. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa penganggaran dalam pengelolaan keuangan Swadana menerapkan metode hystorical budgeuing dan penyustman anggaran seeara &dim up dan menggunakan format Rencana Kerja Atiggarau (RICA), dan harus mendapatkan pengesahem Bupati dan DPRD. Sedangkan penganggaran dalam pengelolaan keuangan BLU masih menerapkan metode hystorical budgeting dan penyusunan anggaran masih swam. buuom up, sehingga dalam metode dan prosedur penyusunan anggaran antara Swadana dan BLU harnpir sama yang diterapkan di RSUD Tangerang, seharusnya RSUD Tangerang telah menerapkan penganggaran berbasis kinerja sesuai &Ivau pola pengelolaan keuangan BLU. Sedangkan format isian reneana kerja telah sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), sehingga penganggaran RSUD Tangerang telah menerapkan Reneana Bisnis dan Anggaran yang sesuai dengati penganggaran BLU, dan penganggarannya hams diketahui Bupati dan tak memerlukan pengesahaan DPRD sehingga lebih efektif. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa palaksanaan anggaran Swadana harus mendapatkan persetujuan bupati dan pengesahan DPRD, dan harus sesuai dengan digit dan keIompok anggaran dan tertuang dalam Daftar Rencana Kerja (DRK) sehingga pelaksanaan anggaran Swadana sangat strik dan tidak boleh mengadakan pergeseran anggaran, sehingga tidak efisien dan saldo anggaran harus masuk ke kas Dearah dan penggunaannya hams persetujuan Bupati dan DPRD, sehingga tidalk efektif dan produktif. Sedangkan pelaksanaan anggaran BLU sangat fleksibel karena diberikan keleluasan dalam pengelolaan keuangan path batas-batas tertentu yang dapat dikeeualikan dari ketentuan yang berlaku umum, sehingga tidak harus sesuai dengan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran),dan menerapkan praktek bisnis yang sehat yang menyelanggarakan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian la.yanan yang bemutu dan berkesimbangunan, dan dapat mengadakan perubahan anggaran dengan diketahui Bupati dan tak perlu pengesahaan DPRD sehingga lebih efektif, serta saldo anggaran dapat dipergunakan sebagai investasi/belanja modal daft dapat dimasukkan ke dalam RBA tahun anggaran beikutnya sehingga pelaksanaan anggaran lebih efisien dan produktif.
Self-financing Policy according to the Domestic Minister Decree number 9211993 and the President Decree number 38/1991 provide hospital authorities to use its functional income directly. This policy is aimed at creating healthy hospital management and its self-adjusting, as well as exagurating societies participation and reponsibilities and employees' welfare as well. In addition to the constitution number 1/2004 and the government constitution number 23/2005 that gives flexibilities to the government office in financial management, by the name of Public Services Board (Badan Layanan Umum—BLU) is aimed at increasing services to the public in the frame of increasing public welfare and educating nation way of life. This research is aimed at knowing the comparison of the Self-financiang Management System and the Public Services Institution in budgeting plan and budgeting implementation run at the Tangerang Domestic Public Hospital. The research is qualitative descriptive, in which the data collection is done through analysis of existing documents and deep interview with related persons at the hospital. From the research it is found that budgeting in self-financing management uses hystorical budgetting system by its means butt= up and uses the form of Budgeting Work Plan assigned by Bupati and legislative. In the meantime, the budgeting and financial management of BLU is still using hystorical budgeting methode by its means the buttom-up line as assigned the similarity of methode in budgeting plan between self-financing and public service board implemented at Tangerang Hospital. Meanwhile, it is a must that Tangerang Domestic Hospital already implemented performance bases budgeting inline with the financial management system of BLU. While the form of working plan should be based on Budgeting and Business Plan (Rencana Bisnis dan Anggaran-RBA) as used in BLU financial system, in which it is assigned by Bupati needless the endorsement of legislative in order to be more efective. Through this research it is found that self-financing implementation should be assigned by Bupati and endorsed by the legislative strictly bases on the digit and budgeting group as listed in working plan (Daftar Rena= Kerja-DRIC). This is assigned that the use of self-financing budget is highly strick and nomore change of budgeting. This system causes inefficiency, infective and unproductive approved by namely financial rest should be posted into domestic treasurer book keeping while its uses should be assigned by Bupati and legislative. Principly bases of BLU budgeting implementation is highly flexible by giving full authorities in using finance by the frame that is generally ak.nowleged. By this system, the use of finance is not strictly follow the Budgeting Plan Document (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-DPA). But the manager has a flexibilities to implement a healthy business ethiques by riming organization function based on good and clean management system in providing quality and continually improvement of sevices. In practice, the manager can change the budgeting plan by assigned of Bupati and not necessarily endorsement of legislative while the budgeting rest can be used as investment and put into previous year budgeting plan to be more efficien, effective and productive.
Pengdolaan obat tingkat kabupaien/kota bertujuan agar tersedianya obat dengan mum yang baic, terselzar secara merata dengan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelaynnan kesehatan dasar bagi masyarakax yang membutuhkan di unit pclayanan kesehatzm. Untuk menmpai tujuan tersebnt diperlukan dukungan manajemen, pendanaan dan sistem intformasi pengelolaan obat Serta snmber daya manusia. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kabnpateu Sawahlunto/Sijunjung adalah belum optimalnya pengelolaan obat hal ini terlihat dari banyaknya obat yang kudaluarsa, ketersediaan obat belum sesuai kebutuhan karena perencanaan kebutuhan obat belum baik, dan sistem masih manual, untuk itu diadakan penelitian Pengembangan Sistcm Infonnasi Manajemen Pcngelolaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Tahun 2007. Metodologi yang digunakan adalah berdasarkan sG:lus hidup pengembangan sistem yang tcrdiri dari tahap perencanaan, analisis, perancaugan dan pelaksanaan. Untuk tahap pelaksanaan hanya sampai pada kegiatan dokumentasi sistem. Pengujian sistem hanya dilakukan di laboratorium menggunakan data obat di Gudang Farmasi. Pengumpulan data dan informasi melalui wawancara dan observasi dokumen. Unit keuja yang menjadi obyek penelitian adalah Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Dalam penelitian ini telah dihasilkan prolotipe SIMPOP Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang dihaxapkan dapat membantu manajemen Program Obat dan Perbeknlan Kesehatan di Kahupaten, untnk meningkatkan kinelja pengelolaan obat dan mznyediakan pelaporan kc tingkat yang lebih tinggi. Kelebihan sistem yang bam adalah terscdianya sistem peringatan dini terhadap obnt yang akan kadaluarsa pada enam bulan yang akan datang secara otomatis, sehingga dengan cepat dapat dilakukan tindakan untuk antisipasinya. Kondisi yang dibutuhkan dalam implcrnentasi sistem dilapangan adalah diperlukan komitmen dari Pimpinan Dinaa Kesehatan terutama dalam hal penanggung jawab program , kebijakan pendukung siatem, atumn dan pembagian tugas yang jelas serta dukungan dana, sehingga dapat menunjang terlaksananya program dengan baik.
Drugs management at district/city level is aimed to obtain the availability of good quality drugs, equally distributed with suitable type and quantity to meet the need of primary health care. In order to achieve those objectives, the management support is required as well as financing, drugs management information system, and hrmran resources- The problem that existed on implementing the drugs management in the Health Office of Sawahlunto/Sntmjrmg District was not managed optimally yet. It was revealed liom the large amount of existing expired drugs, inappropriateness between the available drugs and need because of the need assessment of drugs was not conducted well and the system that adopted was still manual. Because of those reasons, the study of management information system development lbr drugs in the Health Oliice of Sawahlunto/Sijunjung in 2007 was conducted. The methodology that used was based on life cycle of development Qstem consisted of planning, analysis, design, and implementing stage. For the implementation stage was only conducted on system documentation System trial was conducted in the laboratory using data of drugs from the Pharmacy Warehouse. Information and data collection was conducted through interview and docrnnent observation The object of study was Pharmacy Warehouse in the Health Odice of Sawahlunto/Siiunjrmg District. The study resulted in the prototype of SIMPOP of the Health Oflice of Sawahlunto/Sntmjrmg District. It was highly expected that could help the drugs and health logistics program management to augment the performance of drugs management and to supply the accurate reporting for the higher institution level. The advantage of this new system was the availability of early waming system automatically for drugs that would be expired in the next six months, so there could be immediately conducted some efforts to anticipate. It was highly required the commitment from the head of the Health Oiiice in implementing the system specially about program manager, policy for system support, procedures, and clearly job description, and financing so that the program could nm well.
