Ditemukan 31567 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Diah Adni Fauziah; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Pandu Riono, Tri Yunis Miko, Ingan Ukur Tarigan
Abstrak:
Prevalensi merokok pada remaja lebih tinggi dibandingkan kelompok dewasakarena remaja merupakan masa transisi yang cenderung tidak stabil psikologisnya.Hasil Global Youth Tobacco Survey tahun 2014 melaporkan konsumsi tembakaupada remaja sebesar 20,3%, yaitu 19,4% perokok saat ini dan 2,1% bukan perokok.Distres emosional pada remaja dilaporkan memiliki hubungan terhadap perilakumerokok. Penelitian ini mempelajari besar efek distres emosional terhadap perilakumerokok remaja di Indonesia. Data survei Riskesdas 2013 dianalisis denganmenggunakan regresi logistik berganda dengan mempertimbangkan desain survei.Variabel confounding yaitu umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan kepalarumah tangga, sosial ekonomi keluarga, dan anggota rumah tangga yang merokok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa odds remaja yang merokok mengalami distresemosional sebesar 1,82 kali dibandingkan dengan remaja yang tidak merokoksetelah dikontrol oleh variabel umur, pendidikan kepala rumah tangga, tempattinggal, dan sosial ekonomi (OR=1,82; 95% CI 1,66-1,99). Odds remaja yangmerokok mengalami distres emosional sebesar 1,82 kali dibandingkan denganremaja yang tidak merokok setelah dikontrol oleh variabel umur, pendidikan kepalarumah tangga, tempat tinggal, dan sosial ekonomi.Kata kunci: Perilaku merokok, Distres, Remaja.
Read More
T-4624
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Azkia Ikrima; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Helda, Ajeng Tias Endarti, Yuslely Usman
Abstrak:
Gangguan mental emosional merupakan gangguan kesehatan yang terjadi di seluruh negara yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan dapat terjadi pada seluruh kalangan usia. Lansia merupakan salah satu kelompok usia berisiko terkena gangguan mental emosional sebagai akibat dari berkurangnya kemampuan fisik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Studi ini menggunakan desain cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah seluruh lansia yang tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional secara statistik (p = 0,000<0,05), dengan tingkat ketergantungan ringan (PR = 2,021, 95% CI (1,936-2,109)), ketergantungan sedang (PR = 3,189, 95% CI (2,818-3,610)), ketergantungan berat (PR = 3,350, 95% CI (2,920-3,843), dan ketergantungan total (PR = 2,770, 95% CI (2,419-3,173)) setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan jumlah riwayat penyakit kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional baik setelah di kontrol oleh variabel pendidikan dan jumlah riwayat penyakit kronis.
Emotional mental disorders are health problems that occur in all countries that can affect a person's quality of life and can occur in all age groups. Elderly is one of the age groups at risk for mental-emotional disorders as a result of reduced physical ability to carry out daily activities. Therefore, this study aims to determine the relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders that are influenced by other variables. This study used a cross-sectional design. The subjects of this study were all elderly people who were recorded in the 2018 Riset Kesehatan Dasar who met the inclusion criteria. The results showed that there was a statistically significant relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders (p = 0.000 <0.05), with a mild degree of dependence (PR = 2.021, 95% CI (1.936-2.109)), moderate dependence (PR = 3.189, 95% CI (2.818-3.610)), severe dependence (PR = 3.350, 95% CI (2.920-3.843), and total dependence (PR = 2.770, 95% CI (2.419-3.173)) after being controlled by variable education and the number of history of chronic disease.So it can be concluded that there is a relationship between the level of physical disability with mental emotional disorders after being controlled by the education variable and the number of history of chronic disease.
Read More
Emotional mental disorders are health problems that occur in all countries that can affect a person's quality of life and can occur in all age groups. Elderly is one of the age groups at risk for mental-emotional disorders as a result of reduced physical ability to carry out daily activities. Therefore, this study aims to determine the relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders that are influenced by other variables. This study used a cross-sectional design. The subjects of this study were all elderly people who were recorded in the 2018 Riset Kesehatan Dasar who met the inclusion criteria. The results showed that there was a statistically significant relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders (p = 0.000 <0.05), with a mild degree of dependence (PR = 2.021, 95% CI (1.936-2.109)), moderate dependence (PR = 3.189, 95% CI (2.818-3.610)), severe dependence (PR = 3.350, 95% CI (2.920-3.843), and total dependence (PR = 2.770, 95% CI (2.419-3.173)) after being controlled by variable education and the number of history of chronic disease.So it can be concluded that there is a relationship between the level of physical disability with mental emotional disorders after being controlled by the education variable and the number of history of chronic disease.
T-6496
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Rangga Pusmaika; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Sudarto Ronoatmodjo, Flourisa Julian Sudrajat, Linda Siti Rohaeti
Abstrak:
Di usia remaja dengan keterampilan hidup yang belum memadai dapat menyebabkan remaja berperilaku seksual hingga melakukan hubungan seksual. Hal ini dapat menempatkan remaja pada risiko terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), Infeksi menular seksual (IMS) dan kehamilan yang tidak diinginkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh wilayah tempat tinggal terhadap perilaku seksual pada remaja di Indonesia dengan menganalisis data sekunder Survey Demografi Kesehatan Indonesia-Kesehatan reproduksi Remaja (SDKI-KRR) tahun 2012. Sampel sebanyak 19.868 remaja yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan multivariable (regresi logistik). Hasil penelitian menunjukkan perilaku potensial seks berisiko pada remaja di Indonesia sebesar 19,65%, hubungan seksual pertama kali 42,67% dilakukan di rumah (rumah sendiri dan rumah pasangan), 90,27% melakukan hubungan seksual pertama kali dengan pacar. Hasil penelitian juga menunjukkan 20,94% remaja perkotaan berperilaku potensial berisiko (cOR 0,82; OR; 0,95). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan wilayah tempat tinggal terhadap perilaku seksual remaja. Hasil analisis stratifikasi dengan status ekonomi keluarga menunjukkan bahwa Remaja di perkotaan dengan status ekonomi terbawah terdapat beda efek yang sangat kecil untuk berperilaku potensial seks berisiko dibandingkan remaja di perkotaan dengan status ekonomi teratas. Peningkatan keterlibatan pemerintah, dinas pendidikan dan kesehatan untuk dapat memberikan informasi terkait kesehatan reproduksi khusunya seksualitas yang tepat dan merata bagi remaja.
Kata kunci: Pedesaan, Perilaku Seksual Remaja, Perkotaan.
Read More
Kata kunci: Pedesaan, Perilaku Seksual Remaja, Perkotaan.
T-4969
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Siti Khusnul Chotimah; Pembimbing: Helda; Penguji: Wahyono, Tri Yunis Miko, Felly Philipus Senewe
Abstrak:
Gangguan kesehatan mental yang merupakan gejala awal kesehatan jiwa khususnya depresi memberikan kontribusi yang besar bagi beban penyakit. Depresi menjadi beban penyakit nomor tiga di seluruh dunia, menempati urutan kedelapan di negara-negara berkembang, dan menempati urutan pertama pada negara dengan penghasilan menengah keatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia Perdesaan di Indonesia. Design study yang digunakan adalah cross-sectional menggunakan data lanjutan dari hasil Riskesdas 2013 dengan sampel lansia berusia ≥60 tahun yang berada di wiayah Perdesaan di Indonesia dan memiliki data variabel lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 49246 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur lansia ≥75 tahun berisiko 1.7 kali (95%CI=1.614- 1.809), perempuan berisiko 1.4 kali (95%CI=1.364-1.517), status perkawinan yang tidak menikah berisiko 1.7 kali (95%CI=1.370-2.201), pendidikan rendah berisiko 3.1 kali (95%CI=1.965-4.710), tidak bekerja berisiko 2.2 kali (95%CI=2.060-2.218), status sosial ekonomi terbawah berisiko 1.8 kali (95%CI=1.633-2.138), status gizi kurang berisiko 1.6 kali (95%CI=1.500-1.706), memiliki penyakit kronis berisiko 1.9 kali (95%CI=1.783-1.984), mengalami disabilitas berisiko 8 kali (95%CI=7.446-8.727), kurang aktifitas fisik perminggu berisiko 1.6 kali (95%CI=1.468-1.759), dan tidak merokok memproteksi 0.6 kali (95%CI =0.619-0.711) untuk mengalami gangguan mental emosional didaerah Perdesaan. Kesimpulan, bagi lansia sebaiknya mempunyai aktifitas baik dirumah ataupun diluar rumah, menerapkan pola hidup sehat agar menurunkan faktor risiko gangguan mental emosional dan mendekatkan diri kepada Allah SWT agar hati dan jiwa tentram, serta berpikir positive. Kata Kunci : Gangguan Mental Emosional, Faktor Risiko, Lansia, Perdesaan.
Read More
S-9173
Depok : FKM UI, 2016
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Inggita Suci Wulan Sari; Pembimbing: Nurhayati A Prihartono; Penguji: Yovsyah, Muh Danial Umar
S-8766
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Tiara Irene Putri; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Putri Bungsu, Wira Hartiti
Abstrak:
Prevalensi gangguan mental emosional atau distres psikologik di Indonesia semakin bertambah seiring dengan semakin tuanya kelompok umur. Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan dari adanya gangguan mental emosional ini adalah hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi antara pra-lansia dan lansia di Indonesia setelah dikontrol variabel kovariat. Desain studi potong lintang, dengan menggunakan data riskesdas 2013. Sampel penelitian pra-lansia (45-59 tahun) dan lansia (≥60 tahun) yang memiliki data variabel lengkap sebesar 149175 sampel. Variabel kovariat penelitian umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, perilaku merokok. Hubungan variabel dinilai dengan analisis bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan persentase penduduk dengan gangguan mental emosional yang mengalami hipertensi 44,2%. Faktor-faktor terbesar yang berhubungan dengan hipertensi gangguan mental emosional (OR = 1,604; CI=1,539-1,672), Kelompok Umur Lansia (OR = 2,684; CI = 2,624-2,745), Cerai (OR=2,153; CI=2,093-2,215), tidak bekerja (OR=2,472; CI=2,365- 2,583) dan tingkat pendidikan rendah (OR=1,626; CI=1,543-1,715). Pra-lansia dan lansia dengan gangguan mental emosional memiliki peluang 1,297 kali lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dibandingkan pra-lansia dan lansia yang tidak mengalami gangguan mental emosional setelah dikontrol dengan variabel kovariat. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan lebih banyak variabel kovariat.
Read More
S-9943
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Iwany Amalliah Badruddin; Pembimbing: Nuning Maria Kiptiyah; Penguji: Nurhayati Adnan, Magdarina D Agtini, Dede Anwar Musadad
Abstrak:
Karies gigi merupakan masalah kesehatan global dan penyakit gigi paling tinggi prevalensinya. Perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan pola konsumsi adalah salah satu etiologi karies gigi. Tujuan penelitian adalah mendapatkan nilai besar risiko karies gigi dan perilaku kesehatan gigi. Disain studi cross-sectional menggunakan data Riskesdas 2013. Jumlah sampel 5.496 anak usia 12 tahun. Prevalensi karies adalah 50,4%. Besar risiko anak yang memiliki kombinasi kedua perilaku tidak baik, adalah 1,99 kali (95% CI: 1,20-3,30) untuk mendapat karies dibanding anak dengan kombinasi perilaku baik. Sedangkan risiko anak yang memiliki kebiasaan menyikat gigi tidak pada waktu yang benar sebesar 1,75 kali (1,06-2,87), dan anak yang memiliki kebiasaan makan manis sering sebesar 1,27 kali (95% CI: 0,53-3,02) untuk mendapat karies. Untuk menurunkan angka kejadian karies gigi, diharapkan masyarakat dan pemerintah dapat bersama-sama aktif membentuk perilaku kesehatan gigi yang baik melalui program-program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit gigi. Kata kunci: pengalaman karies gigi, perilaku kesehatan gigi, Riskesdas 2013
Read More
T-4484
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Chandra Ilham El Anwary Junior; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Penguji: Syahrizal Syarif, Lina R. Mangaweang
Abstrak:
Remaja merupakan kelompok usia yang penting bagi bangsa. Namun, remaja rentan mengalami masalah mental, salah satunya gangguan mental emosional. Dari data Riskesdas 2018, didapatkan prevalensi gangguan mental emosional usia remaja 15-24 tahun sebesar 10%. Angka ini diatas angka prevalensi nasional. Sementara itu, Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah usia produktif tertinggi sei-Indonesia termasuk ke dalam 10 besar Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi seIndonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan mental emosional pada remaja usia 15-24 tahun di Jawa Barat pada tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah studi cross-sectional dengan data lanjutan dari hasil Riskesdas 2018. Sampel yang digunakan pada penelitian ini ialah seluruh penduduk di wilayah Provinsi Jawa Barat yang berusia 15-24 tahun yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018 dan memiliki data lengkap. Total sampel pada penelitian ini, yaitu sebesar 10561 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada remaja usia 15-24 tahun di Jawa Barat sebesar 11,2%. Prevalensi gangguan mental emosional tertinggi ditemukan pada remaja berjenis kelamin perempuan (13,3%), tingkat pendidikan rendah (11,7%), telah bercerai (12,2%), tidak bekerja (11,5%), status gizi yang kurus (13,8%), memiliki riwayat penyakit tidak menular (22,4%), mantan perokok (16,4%), dan mengonsumsi alkohol (27,0%). Berdasarkan hasil analisis multivariat, faktor yang paling dominan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gangguan mental emosional, ialah konsumsi alkohol (PR = 2,43, 95%CI: 1,92-3,06). Kemudian, diikuti dengan jenis kelamin, perilaku merokok, riwayat penyakit tidak menular, dan status pekerjaan.
Kata kunci: Gangguan Mental Emosional, Faktor-faktor, Remaja, Jawa Barat
Adolescents are an important age group for the nation. However, adolescents are prone to experiencing mental problems, one of which is emotional mental disorders. From the 2018 Riskesdas data, the prevalence of mental emotional disorders in adolescents 15-24 years was 10%. This figure is above the national prevalence rate. Meanwhile, West Java Province, which has the highest number of productive ages in Indonesia, is among the top 10 provinces with the highest prevalence of emotional mental disorders in Indonesia. This study aims to determine the relationship between factors associated with the incidence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java in 2018. The study design used was a cross-sectional study with follow-up data from the results of the 2018 Riskesdas. Samples used in this study are all residents in West Java Province aged 15-24 years who have been interviewed in Riskesdas 2018 and have complete data. The total sample in this study, amounting to 10561 samples. The results of this study indicate the prevalence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java by 11.2%. The highest prevalence of mental emotional disorders was found in female adolescents (13.3%), low education level (11.7%), divorced (12.2%), unemployed (11.5%), underweight nutritional status (13.8%), had a history of non-communicable diseases (22.4%), were former smokers (16.4%), and consumed alcohol (27.0%). Based on the results of multivariate analysis, the most dominant risk factor has a significant relationship with the incidence of mental emotional disorders, is alcohol consumption (PR = 2,43, 95%CI: 1,92-3,06). Then, followed by gender, smoking behavior, history of non-communicable diseases, and employment status.
Key words: Emotional Mental Disorder, Determinants, Adolescents, West Java
Read More
Kata kunci: Gangguan Mental Emosional, Faktor-faktor, Remaja, Jawa Barat
Adolescents are an important age group for the nation. However, adolescents are prone to experiencing mental problems, one of which is emotional mental disorders. From the 2018 Riskesdas data, the prevalence of mental emotional disorders in adolescents 15-24 years was 10%. This figure is above the national prevalence rate. Meanwhile, West Java Province, which has the highest number of productive ages in Indonesia, is among the top 10 provinces with the highest prevalence of emotional mental disorders in Indonesia. This study aims to determine the relationship between factors associated with the incidence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java in 2018. The study design used was a cross-sectional study with follow-up data from the results of the 2018 Riskesdas. Samples used in this study are all residents in West Java Province aged 15-24 years who have been interviewed in Riskesdas 2018 and have complete data. The total sample in this study, amounting to 10561 samples. The results of this study indicate the prevalence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java by 11.2%. The highest prevalence of mental emotional disorders was found in female adolescents (13.3%), low education level (11.7%), divorced (12.2%), unemployed (11.5%), underweight nutritional status (13.8%), had a history of non-communicable diseases (22.4%), were former smokers (16.4%), and consumed alcohol (27.0%). Based on the results of multivariate analysis, the most dominant risk factor has a significant relationship with the incidence of mental emotional disorders, is alcohol consumption (PR = 2,43, 95%CI: 1,92-3,06). Then, followed by gender, smoking behavior, history of non-communicable diseases, and employment status.
Key words: Emotional Mental Disorder, Determinants, Adolescents, West Java
S-10313
Depok : FKM UI, 2020
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Sri Sukamti; Pembimbing: Pandu \Riono; Penguji: Sudarto Ronoatmodjo, Riskiyana, Erna Mulati
T-3380
Depok : FKM-UI, 2011
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Irene Anastasia; Pembimbing: Nasrin Kodim; Penguji: Krisnawati Bantas, Budi Raharjo
T-4191
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
