Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 35747 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Ade Nurlina; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Nurhayati Adnan; Penguji: Victoria Indrawati, Nanang Ruhyana
Abstrak: Perkembangan infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) di dunia sangatprogresif. Sejak ditemukan di dunia tahun 1981 sampai dengan tahun 2016 jumlahpenderitanya telah mencapai puluhan juta jiwa. Jumlah penderita baru infeksi HIV diKabupaten Cirebon memiliki kecenderungan yang sama dengan kondisi dunia. Padatahun 2017 jumlah penderita baru meningkat 50% dibanding tahun 2009. PenyebaranInfeksi HIV masih terkonsentrasi pada populasi kunci dengan pola transmisi utamamelalui hubungan seks tidak aman. Upaya pencegahan primer yang dilakukan adalahdeteksi dini status HIV seseorang dan konseling terhadap faktor risiko yang dimilikimelalui kegiatan Voluntary Counselling And Testing (VCT). Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui besarnya hubungan antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIVpada Klien VCT Di Kabupaten Cirebon.Penelitian ini menggunakan desain cross sectional menggunakan data sekunderkegiatan VCT tahun 2017. Populasi penelitian ini adalah klien yang berkunjung padakegiatan VCT, melakukan konseling pra test, tes HIV dan konseling pasca menerimahasil tes. Klien yang berkunjung terdiri dari terdiri dari populasi kunci (gay/LSL, ,penasun, penjaja seks (PS), pelanggan PS, waria, dan WBP) serta pasien TB danpasangan risti. Dilakukan analisis regresi logistik untuk mendapatkan estimasi besarhubungan antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIV setelah dikendalikanvariabel kovariat.Proporsi infeksi hiv pada klien VCT di Kabupaten Cirebon tahun 2017 sebesar3,0%, sedangkan proporsi perilaku seks berisiko sebesar 80,4%. Didapatkan besarhubungan (POR) antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIV pada klien VCT diKabupaten Cirebon sebesar 2,23 (95% CI ; 1,019-4,899) setelah dikendalikan jeniskelamin.Proporsi perilaku seks berisiko pada klien VCT sangat tinggi, klien VCT yangmelakukan perilaku seks berisiko berpeluang terinfeksi HIV sebesar 2,23 kalidibandingkan dengan klien VCT yang tidak melakukan perilaku seks berisiko.Direkomendasikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon agar dapatmeningkatkan kegiatan promotif dan preventif yang bertujuan untuk memberikanpengetahuan dan keterampilan pencegahan infeksi HIV kepada masyarakat , melakukanpelatihan petugas lapangan dalam hal tehnik advokasi dan regulasi, meningkatkanfrekuensi kegiatan VCT pada populasi kunci dan meningkatkan durasi serta kualitaskonseling dalam kegiatan VCT.Kata kunci:HIV, VCT, Perilaku seks berisiko, Kabupaten Cirebon
The progression of Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection in theworld is very progressive. Since found in 1981 until 2016 the number of cases hasreached tens of millions of lives. The number of new HIV infections in CirebonRegency has the same as the condition of the world. In 2017 the number of new casesincreased by 50% compared to 2009. The spread of HIV infection is still concentratedin the key population with the main transmission pattern through unsafe sex. Primaryprevention undertaken are early detection of a HIV status and counselling of riskfactors through Voluntary Counseling and Testing (VCT) activities. This study aims todetermine the magnitude of the association between risky sexual behavior with HIVinfection on VCT Clients in Cirebon Regency.This was cross sectional study using secondary data of VCT in 2017. Thepopulation is clients who visit VCT clinic, doing pre-test counselling, HIV test andpost-test counselling. Clients are key populations (gay / MSM, customer sex workers,IDUs, sex workers, transgender, and prisoners), TB patients and legaly sex partner.Logistic regression analysis was used to estimate association between risky sexbehavior and HIV infection after controlled covariate variables.Nearly 3.0%. (85/2,858) of tested clients were positif HIV and 80.4%(2,299/2.858) client had risky sexual behavior. There was a significant associationbetween risky sex behavior and HIV infection on VCT clients in Cirebon Regency(Adjusted POR=2.23 (1.019-4.899) after controlling to gender.The proportion of risky sex behaviors in VCT clients is very high, VCT clientswho engage in sex-risk behaviors had a risk of 2.23 times for HIV infection comparedto VCT clients who do not engage in risky sexual behavior. It is recommended to theCirebon Health Office to improve promotive and preventive programs to enhancingcommunity knowledge and skills in preventing HIV infection, conducting outreachtraining in terms of regulatory and advocacy techniques, increasing the frequency ofVCT and improving the duration and quality of counselling in VCT.Key words:HIV, VCT, Risky sexual behavior, Cirebon Regency.
Read More
T-5137
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lyda Amalia; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah, Dwi Sulistyowati
Abstrak: HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena terus terjadi peningkatan kasus setiap tahunnya. Berdasarkan Infodatin AIDS 2016, bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi. Dari tahun 2014 sampai tahun 2016, terjadi peningkatan insiden HIV di Puskesmas Kecamatan Tanah Abang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui determinan yang berhubungan dengan status HIV/AIDS pasien di Poli VCT (Voluntary Counselling and Testing) Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari data pasien di Poli VCT yang sudah terinput ke SIHA (Sistem Informasi HIV dan AIDS) pada bulan Januari sampai Desember tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel seluruh pasien di Poli VCT yang memenuhi kriteria inklusi. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel adalah 1229 sampel. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei tahun 2018 di Puskesmas Kecamatan Tanah Abang. Analisis dalam penelitian ini adalah univariat, bivariat dan stratifikasi. Hasil analisis menunjukan variabel yang berhubungan bermakna dengan status HIV/AIDS adalah jenis kelamin (P= 0,000), tingkat pendidikan (P= 0,007), pekerjaan (P= 0,025), status perkawinan (P= 0,009 dan P=0,022), status penyakit sifilis (P= 0,000), hubungan anal seks berisiko (P= 0,032), dan bergantian peralatan suntik (P= 0,000). Variabel jenis kelamin merupakan variabel confounding pada hubungan vagina seks berisiko dengan status HIV/AIDS (P-Interaksi= 0,371 , Perubahan PR= 11,36%). Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status penyakit sifilis, hubungan anal seks berisiko, bergantian peralatan suntik dengan status HIV/AIDS, dan jenis kelamin merupakan variabel confounding pada hubungan vagina seks berisiko dengan status HIV/AIDS.
Kata Kunci : Pasien di Poli VCT; Determinan HIV/AIDS, Status HIV/AIDS

HIV/AIDS is a serious public health problem because its incidence continues to raise each year. Based on AIDS Infodatin 2016, it is found that DKI Jakarta is the province with the highest number of HIV cases. Since 2014 to 2016, there is an increased of incidence of HIV in Primary Health Center Tanah Abang. The purpose of this study is to know the determinants related to HIV / AIDS patients status at VCT (Voluntary Counseling and Testing) Primary Health Center Tanah Abang in 2017. This study used a secondary data derived from patient data in Polyclinic VCT which had been computed to SIHA (System Information on HIV and AIDS) from January to December 2017. This study used a crosssectional design with a sample of all patients in VCT Polyclinic who met the inclusion criteria. The sampling method used is total sampling with total sample is 1229 samples. The study was conducted from April to May 2018 at Primary Health Center Tanah Abang. The analysis in this study is univariate, bivariate and stratification. The results of the analysis showed significant variables with HIV/AIDS status were sex (P = 0,000), education level (P = 0.007), occupation (P = 0.009), marital status (P = 0.009 and P = 0.022), syphilis status (P = 0.000), risky anal sex relationship (P = 0.032), and sharing injection equipment (P = 0,000). Sex variables are confounding variables in risky vaginal sex relationship with HIV/AIDS status (P-Interaction = 0.371, PR change = 11.36%). This study concluded that there is a relationship between sex, education level, occupation, marital status, syphilis status, risky anal sex relationship, sharing injection equipment with HIV/AIDS status, and sex is a confounding variable on risky vaginal sex relationship with status HIV/AIDS.
Keywords: VCT Patients; Determinants of HIV/AIDS; HIV/AIDS Status
Read More
S-9869
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arnoldus Tiniap; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Penguji: Yovsyah, Victoria Indrawati, Sutrisna Aang
Abstrak:

ABSTRAK Prevalensi HIV pada populasi umum di Tanah Papua telah mencapai 2,4 persen dan jalur penularan utama melalui hubungan seksual. Hal ini didukung dengan tingginya perilaku seksual berisiko yang terjadi di tengah masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara usia pertama kali berhubungan seks dengan risiko terinfeksi HIV pada klien klinik VCT RSUD Manokwari Provinsi Papua Barat. Desain studi yang digunakan adalah kasus-kontrol dengan jumlah sampel 180 orang. Populasi studi adalah mereka yang berusia 15 tahun keatas, berisiko secara seksual, dan bukan pekerja seks komersial. Penelitian dilakukan pada bulan juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang melakukan hubungan seks pertama pada usia kurang dari 20 tahun berisiko 1,36 kali (95%CI: 0,63-2,98) untuk terinfeksi HIV dibanding yang melakukannya pada usia 20 tahun atau lebih, meskipun hubungannya tidak signifikan. Variabel lain yang berhubungan secara signifikan adalah mereka yang memiliki pasangan seks dua atau lebih, pasangan tidak tahu apakah pasangannya memiliki pasangan seks lain (OR 3,23), dan tidak pernah menggunakan kondom (OR 6,45), serta berstatus kawin atau cerai (OR 3,00). Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukkan bagi stakeholders di Manokwari dalam mencarikan solusi terkait fenomena yang terjadi.


 Abstract HIV prevalence in the general population in Papua has reached into 2.4 percent and the main route of transmission was through sexual intercourse. This situation is supported by the high risk sexual behavior that often occurs in the community. The purpose of this study was to identify the correlation between age at first sex with the risk of HIV infection in VCT clinic clients Manokwari Hospital West Papua provinci. This study used case control design with total sample of 180 respondents. The inclusion criteria of the sample were those aged 15 years or older, sexually active, non-commercial sex workers. The data was recruited in June 2012. The result shows that those who had first sex at the aged of 20 years or less had 1.36 times risk of HIV infection (95% CI: 0.63-2.98) than those who did at age 20 years old or more, although the correlation was not significant. Variables that significantly correlated to risk of HIV infection were those who had 2 or more sexual partners, the couple who do not know that their partner had other sexual partners (OR 3.23), and never using condoms (OR 6.45), and also those who are married or divorced. This study is expected to be endorsed to stakeholders in Manokwari in order to find problem solving related to the phenomena.

Read More
T-3601
Depok : FKM-UI, 2012
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fitri Indrawati; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Triyunis Miko Wahyono, Zulmely
Abstrak:
Perilaku seks berisiko merupakan media penularan HIV yang utama dikalangan populasi kunci seperti populasi waria. Faktor risiko kejadian HIV positif pada perilaku seks waria adalah lama melakukan seks anal, konsistensi penggunaan kondom, jumlah pasangan seks, menjual seks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku seks berisiko tersebut dengan kejadian HIV positif. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, menggunakan data sekunder Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2018-2019 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan jumlah responden waria sebanyak 3116. STBP tersebut menggunakan Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) sebagai metode sampling responden waria. Sampel penelitian ini diperoleh dengan menggunakan total sampling dari populasi eligible. Informasi terkait perilaku sek berisiko diperoleh melalui interview yang menggunakan kuesioner terstandar dan status HIV diperoleh melalui pemeriksaan serologis meggunakan rapid test. Metode analisis yang digunakan adalah chi-square dan cox regression model. Penelitian menemukan bahwa waria yang memiliki perilaku seks berisiko tinggi berpeluang terinfeksi HIV sebesar 1,45 kali (PR adjusted = 1,45; CI 95% 1,16-1,81) dibandingkan dengan waria yang memiliki perilaku seks berisiko rendah.

The most important risk factor as a primary driver of HIV infection in transgender population is risky sex behavior such as duration of anal sex, consistency of condom use, number of partner sex and selling sex. This study was aimed to investigate association between risky sex behavior and HIV among transgender population in Indonesia 2018-2019. This study was done as secondary data analysis from a national cross-sectional study, namely the Intergrated Biological and Behavior Survey (IBBS) 2018-2019, done by the Ministry of Health of Republic of Indonesia. In this IBBS, Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) were used. All of eligible population were to be study participants of this study. Risky sex behaviors was assessed through guided interview, while HIV infection was determined by series of rapid serologic test. Association, between risky sex behavior and HIV, using PR (prevalent ratio), was analyzed using chi-square test and cox regression model. This study found that transgenders with high risk sex behavior were 1.45 times more likely (95% CI 1,16-1,81) to get HIV infection as compared to transgenders with low risk sex behavior.

Read More
T-5848
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Prima Kartika Esti; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji : Ratna Djuwita, Mondastri Korib Sudaryo, Helen Dewi Prameswari
Abstrak:

ABSTRAK

Latar belakang: Epidemi HIV secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pada tahun 2011 terdapat 2.5 juta (2.2 – 2.8 juta) kasus baru infeksi HIV di seluruh dunia, dengan kamatian karena AIDS mencapai 1.7 juta jiwa. Penularan infeksi HIV di Indonesia saat ini terutama melalui hubungan seks heteroseksual terutama terjadi dari WPS kepada pelanggan seks komersial, yaitu kelompok lelaki berperilaku risiko tinggi. Populasi ini merupakan jembatan penularan infeksi HIV (bridging population) dari populasi risiko tinggi ke populasi umum. Data menunjukkan jumlah laki-laki di Indonesia yang menjadi klien WPS lebih banyak dibandingkan pengguna napza suntik dan kelompok MSM (men who have sex with men). Prevalensi HIV pada kelompok LBT meningkat 7 kali lipat dari 0.1% (STBP 2007) menjadi 0.7% (STBP 2011). Keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena infeksi HIV. Sebagian besar IMS akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital yang memudahkan masuknya HIV. Infeksi menular seksual dengan gejala ulkus genital, misalnya sifilis, menyebabkan kemudahan terkena infeksi HIV meningkat 4 – 6 kali. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor perilaku seks yang berhubungan dengan infeksi HIV dengan mempertimbangkan penyakit sifilis sebagai efek modifikasi, pada populasi LBT 12 kabupaten/kota di Indonesia.

Metode: cross sectional, analisis data hasil STBP 2011.

Hasil: Prevalensi HIV pada LBT sebesar 0.7%, LBT dengan perilaku seks berisiko rendah sebesar 91.5%. Perilaku seks risiko tinggi terdapat pada 6.6% LBT dan 1.9% di antaranya berperilaku seks risiko sedang. Prevalensi LBT yang mengaku setia pada pasangan sebesar 49.8%. Kejadian infeksi HIV berhubungan secara signifikan dengan riwayat hubungan seks dengan WPS, setia pada pasangan, jumlah WPS dalam 1 tahun terakhir, penggunaan napza suntik, serta keluhan IMS. Keberadaan sifilis tidak memodifikasi efek perilaku seks terhadap infeksi HIV, karena kejadiannya kecil. Pada analisis multivariat didapat perilaku seks yang berisiko untuk tertular HIV adalah pernah berhubungan dengan WPS memiliki risiko tertular HIV dengan OR 2.113(0.883-5.052) dan pernah berhubungan dengan casual partner memiliki OR sebesar 1.347(0.506-3.589) setelah dikontrol dengan variabel penggunaan napza suntik dan keluhan IMS.


ABSTRACT

Background: Global HIV epidemic still reveal serious public health issue. In 2011 there was 2.5 million (2.2 – 2.8 million) HIV new cases worldwide with mortality reach 1.7 million people. Heterosexual transmission of HIV in Indonesia mainly occurs from FSW to their clients, which is identifying as high risk men (HRM). HRM population is HIV transmission bridging population from high to low risk population. Data shows FSW’s clients amounted much more than the IDUs or MSM. HIV prevalence in HRM had been increased 7 times from 0.1% (IBBS 2007) to 0.7% (IBBS 2011). The presence of STD increases risk of HIV infection, so that STD is believed as HIV infection cofactor. Most STD caused inflammation and genital mucosa/skin damage which make HIV infection easier. Genital ulcer disease, such as syphilis, raised HIV infection 4-6 times. This study aims to see sexual behavior effect on HIV infection with regard of syphilis as modification effect on HRM population in 12 districts in Indonesia.

Method: Cross sectional. The IBBS 2011 data analyses.

Result: HIV prevalence among HRM amounted 0.7%. Of 91.5% HRM have low risk of sexual behavior, 1.9% medium risk, and 6.6% experience high risk sexual behavior. 49.8% HRM was faithful. There was significant association between HIV infection and having sex with FSW, faithfulness, the amount of FSW in 1 year, injecting drug user, and the presence of STI symptoms. The presence of syphilis has not modified the association between sexual behavior and HIV infection, statistically. Multivariate analyses founded that having sex with FSW and/or casual partner were risky sexual behavior with OR of being infected by HIV were 2.113(0.883-5.052) and 1.347(0.506-3.589) respectively, after being controlled with variables injecting drug user and the presence of STI symptoms.

Read More
T-4011
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rivi Maharani Amri; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Mondastri Korib Sudaryo, Victoria Indrawati
S-9606
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Liana Rica Mon Via; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Syahrizal, Rizky Hasby, B. Bayu Sabdo Kusumo
Abstrak: HIV masih menjadi masalah kesehatan global. Pelanggan WPS merupakan salah satu populasi kunci penyebaran HIV. Penggunaan kondom secara konsisten menjadi cara efektif pencegahan HIV dan IMS pada kelompok ini. Angka konsistensi penggunaan kondom kelompok ini masih rendah, yaitu: 35,82% pada konsistensi kategori 1 (selalu atau sering menggunakan kondom), dan 21,10% pada konsistensi kategori 2 (selalu menggunakan kondom). Konsistensi penggunaan kondom dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah persepsi berisiko tertular HIV. Pada kelompok pelanggan diketahui yang mempunyai persepsi merasa berisiko tertular HIV adalah 45,37%. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain cross sectional untuk mengetahui hubungan persepsi berisiko tertular HIV dengan konsistensi penggunaan kondom pada pelanggan WPS yang menggunakan data STBP 2018-2019, dilaksanakan di 24 kabupaten/ kota di 16 provinsi di Indonesia pada tahun 2018 sampai 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 4743 orang. Hasil penelitian menunjukkan: pada konsistensi penggunaan kondom kategori 1, terdapat hubungan signifikan antara persepsi berisiko tertular HIV dengan konsistensi penggunaan kondom dimana pelanggan WPS yang memiliki persepsi merasa berisiko tertular HIV memiliki kecenderungan 1,60 kali lebih tinggi untuk konsisten menggunakan kondom saat berhubungan seks dibandingkan yang memiliki persepsi merasa tidak berisiko setelah dikontrol oleh variabel umur pertama kali berhubungan seks dan pengetahuan tentang efektivitas kondom (PR=1,60, 95% CI=1,28-1,99). Sedangkan pada konsistensi penggunaan kondom kategori 2, terdapat hubungan signifikan antara persepsi berisiko tertular HIV dengan konsistensi penggunaan kondom dimana pelanggan WPS yang memiliki persepsi merasa berisiko tertular HIV memiliki kecenderungan 1,46 kali lebih tinggi untuk konsisten menggunakan kondom saat berhubungan seks dibandingkan yang memiliki persepsi merasa tidak berisiko setelah dikontrol oleh variabel umur pertama kali berhubungan seks dan pengetahuan tentang efektivitas kondom (PR=1,46, 95% CI=1,10-1,94). Pemberlakuan perda kewajiban kondom di lokalisasi dengan sanksi yang tegas disertai kerjasama sinergis antar lintas sektor, updating pemetaan berkala lokalisasi yang belum terjangkau disertai penyuluhan tentang HIV/ AIDS dan efektivitas kondom, diseminasi informasi untuk membentuk persepsi berisiko dan perilaku konsisten menggunakan kondom, penerapan manajemen penyediaan kondom di lokalisasi perlu dipertimbangkan untuk mengurangi kejadian HIV terutama di kelompok pelanggan WPS.
HIV is still a global health problem. FSW customers are one of the key populations spreading HIV. Consistent condom use is an effective way of preventing HIV and STI in this group. The consistency rate of condom use in this group is still low, namely: 35.82% in category 1 consistency (always or often using condoms), and 21.10% in category 2 consistency (always using condoms). The consistency of condom use is influenced by several factors, one of which is the perception of risk of contracting HIV. In the group of known customers who have a perception of feeling at risk of contracting HIV is 45.37%. This study is a quantitative cross-sectional design study to determine the relationship between perception of risk of contracting HIV with consistency of condom use in FSW customers using IBBS data 2018-2019, carried out in 24 regencies/cities in 16 provinces in Indonesia from 2018 to 2019 with a total sample of 4743 people. The results showed: in the consistency of category 1 condom use, there was a significant relationship between the perception of risk of contracting HIV and the consistency of condom use where FSW customers who had a perception of feeling at risk of contracting HIV had a 1.60 times higher tendency to consistently use condoms during sex than those who had a perception of feeling no risk after being controlled by the age variable of first intercourse sex and knowledge of condom effectiveness (PR=1.60, 95% CI=1.28-1.99). Meanwhile, in the consistency of category 2 condom use, there was a significant relationship between the perception of risk of contracting HIV and the consistency of condom use where FSW customers who had a perception of feeling at risk of contracting HIV had a 1.46 times higher tendency to consistently use condoms during sex than those who had a perception of feeling no risk after being controlled by age variables for the first time having sex and knowledge of condom effectiveness (PR=1.46, 95% CI=1.10-1.94). The implementation of mandatory condom localization bylaws with strict sanctions accompanied by synergistic cooperation between cross-sectors, updating the periodic mapping of unreached localizations accompanied by counseling on HIV/AIDS and condom effectiveness, dissemination of information to form risk perceptions and consistent behavior using condoms, the implementation of condom provision management in localization needs to be considered to reduce the incidence of HIV especially in FSW customer groups.
Read More
T-6683
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Diany Teksa Maharani; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah, Nurjannah Sulaiman
Abstrak: Proyeksi pada tahun 2030 adalah terjadinya penurunan terhadap angka kematian akibat penyakit menular pada populasi di dunia, sedangkan penyakit akibat HIV/AIDS akan mengalami peningkatan yang jumlahnya dipengaruhi oleh aksesibilitas masyarakat terhadap pengobatan ARV dan upaya pencegahan penularan HIV/ AIDS. Kelompok paling rentan rentan terhadap infeksi HIV adalah usia muda. Banyak usia muda terlibat dalam perilaku seksual berisiko karena pengambilan perilaku berisiko pada kelompok ini. Di antara LSL muda, tingkat infeksi HIV yang tinggi disebabkan oleh perilaku seks berisiko. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor perilaku seks berisiko HIV/ AIDS pada LSL usia muda yakni 15-24 tahun. Faktor risiko meliputi usia, pendidikan, pengetahuan, keterpajanan informasi kesehatan, usia hubungan seks pertama, layanan tes HIV, layanan kesehatan lain, konsumsi alkohol, dan konsumsi NAPZA. Penelitian menggunakan data sekunder STBP 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah kros seksional dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji kai kuadrat α = 0,05. Hasil didapatkan terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan (p value=0,001; PR=1,4; CI=1,3-2,5), layanan tes HIV (p value=0,000; PR=1,7; CI=2,0-3,4), layanan pencegahan lain (p value=0,000; PR=1,6; CI=1,9-3,2), dan konsumsi alkohol (p value=0,009; PR=1,2; CI=1,1-1,8) dengan perilaku seks berisiko HIV/ AIDS.
Kata Kunci: perilaku seks berisiko HIV/ AIDS, usia muda, LSL

The projection in 2030 is decreased number of deaths from infectious diseases in the world's population, while diseases caused by HIV / AIDS will increase is influenced by public accessibility to ARV treatment and efforts to prevent transmission of HIV / AIDS. The most vulnerable group vulnerable to HIV infection are young people. Many young people engage in risky sexual behavior because of risky behaviors decision in this group. Among young MSM, high rates of HIV infection are caused by risky sexual behavior. The purpose of this study is to determine the factors of risky sexual behavior of HIV/ AIDS in young MSM age 15-24 years. Risk factors include age, education, knowledge, exposure to health information, age of first sex, HIV testing service, other health service, alcohol consumption, and drug consumption. The study utilize secondary STBP 2018 data. The research design use cross sectional with univariate and bivariate analyzes with chi square test α = 0.05. The results show that there are significant relationship between knowledge (p value=0,001; PR=1,4; CI=1,3-2,5); HIV test service (p value=0,000; PR=1,7; CI=2,0-3,4), other health service prevention (p value=0,000; PR=1,6; CI=1,9-3,2), and alcohol consumption (p value=0,009; PR=1,2; CI=1,1-1,8) with risky sexual behavior of HIV / AIDS.
Keywords: HIV/ AIDS risky sexual behavior, young age, MSM
Read More
S-10311
Depok : FKM UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shinta Devita Astiti; Pembibing: Nurhayati A. Prihartono; Penguji: Yovsyah, Mondastri Korib Sudaryo, Toni Wandra
T-3440
Depok : FKM UI, 2011
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maratul Arifatuddina; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Nurjannah
Abstrak: Penelitian ini menggunakan data STBP 2018-2019 dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian yaitu seorang yang secara biologis laki-laki dan dikenali sebagai Waria berumur 15 tahun atau lebih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berujumlah 2.357. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Read More
S-10532
Depok : FKM-UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive