Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 34940 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Madiya Safira; Pembimbing: Lhuri Dwianti Rahmartani; Penguji: Rizka Maulida, Syafirah Hardani
Abstrak:

Latar belakang: Praktik Pemotongan/Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Prevalensi P2GP di Indonesia yang dilaporkan tahun 2021 mencapai 50,5% pada perempuan berusia 15–49 tahun, dengan 55,0% anak mereka juga mengalami P2GP. Peningkatan prevalensi dari generasi sebelumnya ke generasi saat ini menandakan masalah ini belum sepenuhnya teratasi. Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian P2GP pada anak dari ibu berusia 15–64 tahun di Indonesia tahun 2024 dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Penelitian ini menggunakan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2024 dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini terdiri dari 5.653 perempuan berusia 15–64 tahun yang memiliki anak perempuan hidup dan tinggal serumah . Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan regresi logistik sederhana. Hasil: Prevalensi P2GP pada anak di Indonesia sebesar 47,9%. Faktor individu yang berasosiasi positif dengan P2GP pada anak meliputi usia ibu 55–64 tahun (dibandingkan usia ibu 15-24 tahun) (OR = 1,38, 95% CI: 1,02–1,87), pendidikan ibu tingkat dasar (dibandingkan tingkat tinggi) (OR = 1,20; 95% CI: 1,01–1,41), pendidikan ayah tingkat dasar dan menengah (dibandingkan tingkat tinggi) (OR = 1,40; 95% CI: 1,16–1,69), ibu beragama Islam (dibandingkan lainnya) (OR = 83,58; 95% CI: 44,65–156,44), status ekonomi terendah hingga menengah (dibandingkan teratas) (OR = 1,58; 95% CI: 1,34–1,88), ibu tidak bekerja (OR = 1,15; 95% CI: 1,04–1,28), serta ibu dengan riwayat P2GP serta tidak tahu/tidak ingat dan tidak menjawab (dibandingkan tanpa riwayat P2GP) (OR = 134,37; 95% CI: 106,36–169,76) dan mendukung kelanjutan P2GP dan tidak tahu (dibandingkan mendukung penghentian) (OR = 36,89; 95% CI: 31,27–43,52). Faktor komunitas yang berasosiasi positif dengan P2GP pada anak adalah wilayah dengan keberadaan P2GP (dibandingkan tanpa keberadaan P2GP) (OR = 22,62; 95% CI: 19,58–26,12) serta tinggal di wilayah Kalimantan (OR = 1,94; 95% CI: 1,54–2,44), Maluku (OR = 2,05; 95% CI: 1,29–3,24), Sulawesi (OR = 1,61; 95% CI: 1,32–1,97), dan Sumatra (OR = 2,70; 95% CI: 2,35–3,09) (dibandingkan Jawa). Sementara itu, tinggal di perdesaan (OR = 0,82; 95% CI: 0,72 – 0,91) serta di Kepulauan Sunda Kecil (OR = 0,36; 95% CI: 0,27–0,49) dan Papua (OR = 0,27; 95% CI: 0,16–0,43) (dibandingkan Jawa) berasosiasi negatif dengan P2GP pada anak. Kesimpulan: Penghapusan P2GP memerlukan penegakan regulasi, perluasan akses pendidikan kesehatan reproduksi komprehensif, pengawasan fasilitas kesehatan, kolaborasi dengan tokoh agama, pemberdayaan perempuan oleh pemerintah, serta penolakan aktif terhadap P2GP oleh masyarakat.


Background: Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) is a violation of women’s human rights as it provides no health benefits and interferes with the natural functions of the female body. In Indonesia, the prevalence of FGM/C in 2021 reached 50.5% among women aged 15–49 years, with 55.0% of their daughters also having undergone the practice. The increased prevalence from the previous generation to the current one indicates that this issue remains unresolved.  Objective: To describe the prevalence of FGM/C among daughters of women aged 15–64 years in Indonesia in 2024 and the associated factors.  Methods: This study used data from the 2024 National Survey on Women’s Life Experiences with a cross-sectional design. The sample consisted of 5.653 women aged 15–64 years who had at least one living daughter residing in the same household. Data were analyzed using Chi-square and logistic regression tests.  Results: The prevalence of FGM/C in children in Indonesia is 47.9%. Individual factors positively associated with FGM/C in children include: maternal age 55–64 years (compared to 15–24 years) (OR = 1.38; 95% CI: 1.02–1.87), maternal primary education (compared to higher education) (OR = 1.20; 95% CI: 1.01–1.41), paternal primary and secondary education (compared to higher education) (OR = 1.40; 95% CI: 1.16–1.69), Muslim mothers (compared to others) (OR = 83.58; 95% CI: 44.65–156.44), lowest to middle economic status (compared to the highest) (OR = 1.58; 95% CI: 1.34–1.88), unemployed mothers (OR = 1.15; 95% CI: 1.04–1.28), mothers with a history of FGM/C and who did not know/did not remember and did not respond (compared to those without a history) (OR = 134.37; 95% CI: 106.36–169.76), and mothers who support the continuation of FGM/C and are unsure (compared to those who support its discontinuation) (OR = 36.89; 95% CI: 31.27–43.52). Community-level factors positively associated with FGM/C in children include: living in areas where FGM/C is practiced (compared to areas where it is not) (OR = 22.62; 95% CI: 19.58–26.12), and residing in Kalimantan (OR = 1.94; 95% CI: 1.54–2.44), Maluku (OR = 2.05; 95% CI: 1.29–3.24), Sulawesi (OR = 1.61; 95% CI: 1.32–1.97), and Sumatra (OR = 2.70; 95% CI: 2.35–3.09) (compared to Jawa). Meanwhile, living in rural areas (OR = 0,82; 95% CI: 0,72 – 0,91), the Lesser Sunda Islands (OR = 0,36; 95% CI: 0,27–0,49), and Papua (OR = 0,27; 95% CI: 0,16–0,43) is negatively associated with FGM/C in children (compared to Java).  Conclusion: Efforts to eliminate FGM/C in Indonesia require enforcement of current regulations, expansion of access to comprehensive reproductive health education, health facility oversight, intersectoral collaboration including religious leaders, the empowerment of women, and active public rejection of FGM/C.

Read More
S-11942
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Melvin Ezekiel; Pembimbing: Rizka Maulida; Penguji: Lhuri Dwianti Rahmartani, Nia Reviani
Abstrak:

Latar belakang: Inisiasi seksual adalah indikator utama dari kesehatan dan kesejahteraan seksual remaja. Sebagai kejadian transisi pada hidup individu, inisiasi seksual idealnya terjadi secara terencana atas persetujuan seluruh pihak yang melakukannya dengan relasi yang setara. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat berbagai risiko yang menyertai inisiasi seksual, terutama apabila dilakukan pada usia yang lebih awal.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan menemukan gambaran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan inisiasi seksual pada remaja laki-laki dan remaja perempuan di Indonesia.
Metode: Dengan menggunakan desain potong lintang, penelitian ini melakukan analisis chi square dan regresi logistik terhadap 6.005 sampel remaja berusia 13 s.d. 17 tahun yang diperoleh dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2024. Terdapat tiga belas variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu inisiasi seksual sebagai variabel dependen; gender sebagai variabel penstratifikasi; serta status pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan terkait HIV, konsumsi alkohol, konsumsi NAPZA, struktur keluarga, dukungan keluarga, status sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat berpacaran, dan dukungan teman sebagai variabel independen. Adapun inisiasi seksual dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pengalaman hubungan seksual pertama kali.
Hasil: Sebanyak 1,0% remaja berusia 13 s.d. 17 tahun di Indonesia pernah mengalami inisiasi seksual dengan rincian 0,7% pada remaja laki-laki dan 1,4% pada remaja perempuan. Penelitian ini juga menemukan bahwa determinan dari inisiasi seksual pada remaja meliputi status bekerja pada remaja laki-laki (aOR: 5,30; 95% CI: 1,75—16,09); pernah mengonsumsi alkohol seumur hidup pada remaja secara gabungan (aOR: 7,30; 95% CI: 3,71—14,33), remaja laki-laki (aOR: 9,17; 95% CI: 3,06—27,44), dan remaja perempuan (aOR: 5,71; 95% CI: 1,59—20,54); status telah menikah pada remaja secara gabungan (aOR: 1.059,50; 95% CI: 226,60—4.953,98) dan remaja perempuan (aOR: 451,08; 95% CI: 76,84—2.648,17); dan riwayat pernah berpacaran pada remaja secara gabungan (aOR: 9,51; 95% CI: 4,21—21,45), remaja laki-laki (aOR: 6,81; 95% CI: 1,68—27,70), dan remaja perempuan (aOR: 8,67; 95% CI: 3,13—24,06). Adapun status sosial ekonomi rendah-sedang memiliki hubungan negatif dengan inisiasi seksual pada remaja secara keseluruhan (aOR: 0,44; 95% CI: 0,21—0,93; P value = 0,030) dan remaja laki-laki (aOR: 0,15; 95% CI: 0,06—0,43; P value < 0,001).
Kesimpulan: Faktor individu, situasional, keluarga, dan relasi berkaitan dengan inisiasi seksual. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam intervensi yang meliputi pendidikan seksualitas yang komprehensif, pemberian layanan kesehatan reproduksi remaja, dan penegakan hukum. Penelitian dengan desain longitudinal diperlukan untuk memastikan ada/tidaknya hubungan kausalitas antarvariabel.


Background: Sexual initiation is the core indicator for adolescent sexual health and well-being. As a transition event on adolescents’ life, sexual initiation is ideally performed with plan and consent from each of the parties involved and within an equal relation. However, previous studies have shown that there are increased risks that follow sexual initiation, especially if it happens early. Aim: This study aimed to describe and identify factors related to sexual initiation on male and female adolescents in Indonesia. Methods: Using cross-sectional design, this study was analyzed using chi square and logistic regression analysis on 6.005 samples of adolescents ranging from 13 to 17 years old accessed from National Survey of Life Experiences of Children and Adolescents 2024. This study focuses on sexual initiation as dependent variable; gender as stratifying variable; educational status, working status, knowledge about HIV, alcohol use, drug use, family structure, family support, socioeconomic status, marital status, dating history and peer support as indendent variables. Sexual initiation, in this study, is defined as the experience of first sexual intercourse.  Results: One percent (1,0%) of adolescents in Indonesia have had their first sexual intercourse. The percentage is ranging from 0,7% on male adolescents and 1,4% on female adolescents. This research also finds that the determinants of sexual initiation on adolescents are male adolescents who are currently working (aOR: 5,30; 95% CI: 1,75—16,09); have consumed alcohol in lifetime on both adolescents (aOR: 7,30; 95% CI: 3,71—14,33), male adolescents (aOR: 9,17; 95% CI: 3,06—27,44), and female adolescents (aOR: 5,71; 95% CI: 1,59—20,54) who have consumed alcohol in lifetime; being married on adolescents cumulatively (aOR: 1.059,50; 95% CI: 226,60—4.953,98) and female adolescents (aOR: 451,08; 95% CI: 76,84—2.648,17); and ever dated someone on both adolescents(aOR: 9,51; 95% CI: 4,21—21,45), male adolescents (aOR: 6,81; 95% CI: 1,68—27,70), and female adolescents (aOR: 8,67; 95% CI: 3,13—24,06). Low-middle socioeconomic status is negatively associated with sexual initiation on both adolescents (aOR: 0,44; 95% CI: 0,21—0,93) and male adolescents (aOR: 0,15; 95% CI: 0,06—0,43; P value < 0,001). Conclusion: Individual, situasional, family and relational factors are related to sexual initiation. These factors should be considered during interventions that include comprehensive sexuality education, adolescent reproductive health service and law enforcement. Researches with longitudinal nature are required to identify the presence of causal associations between variables.

Read More
S-12140
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rodiah; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Renti Mahkota, Ari Purbowati
Abstrak: Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok tertinggi di Asia Tenggara. Perokok perempuan di Indonesia mengalami peningkatan. Merokok pada perempuan memiliki banyak dampak pada kesehatan seperti risiko terkena penyakit kronis, penyebab kematian hingga menambah beban masalah kesehatan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perokok perempuan di Indonesia tahun 2012 dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan denganya yang bersifat kuantitatif dengan desain studi potong lintang menggunakan analisis chi-square dan regresi logistik sederhana. Populasi pada penelitian ini adalah wanita usia subur usia 19-49 tahun di Indonesia tahun 2012 yang berjumlah 45.607 responden dengan jumlah sampel 44.501 responden yang datanya lengkap dan menggunakan data sekunder yaitu data SDKI tahun 2012.Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara umur, status pendidikan, wilayah tempat tinggal, status pekerjaan, status perkawinan, dan paparan media massa dengan perilaku merokok responden. Responden umur 45-49 tahun memiliki POR (95% CI)= 3,272 (2,693-3,975), tidak sekolah dengan POR (95% CI)= 9,321 (7,123-12,198) dan kuintil kekayaan terbawah POR (95% CI)= 2,542 (2,091-3,091) terhadap perilaku merokok. Kata Kunci: Perilaku Merokok, Perempuan, Indonesia Indonesia is the country with the highest number of smokers in Southeast Asia. Female smokers in Indonesia have increased. Smoking in women has many health effects such as the risk of chronic illness, the cause of death so that it can increase the burden of health problems of Indonesian society in the future. This study aims to examine the description of female smokers in Indonesia in 2012 and what factors relate to them that are quantitative with cross sectional study design using chisquare analysis and logistic regression. The population in this study were women aged 19-49 years old in Indonesia in 2012 which amounted to 45,607 respondents with a total sample of 44,501 respondents whose data is complete and using secondary data SDKI 2012. The results of the study found that there was a statistically significant relationship between age, education status, residence area, employment status, marital status, and exposure to mass media with respondents' smoking behavior. Respondents age 45-49 years have POR (95% CI) = 3,272 (2,693-3,975), not school with POR (95% CI) = 9,321 (7,123-12,198) and lowest wealth quintile POR (95% CI) = 2,542 (2,091-3,091) to smoking behavior. Keywords: Smoking Behavior, Woman, Indonesia
Read More
S-9520
Depok : FKM-UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sri Nurjanah; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Rizka Maulida, Ananda
Abstrak: Menurut WHO, sampai saat ini penyakit tidak menular merupakan penyakit penyebab kematian utama karena menyumbang 71% kematian dari seluruh kematian secara global. Di Indonesia, angka PTM kian meningkat diiringi oleh hipertensi. Menurut riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan jenis kelamin, lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Salah satu faktor yang berkontribusi dalam hal ini yaitu defisiensi hormon esterogen pada wanita terutama di usia menopause. Selain itu, kejadian hipertensi pun lebih sering terjadi di wilayah perkotaan dibanding pedesaan. Hipertensi sendiri merupakan silent killer yang dapat meningkatkan risiko penyakit stroke, ginjal kronis, penyakit jantung, dan retinopati. Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko hipertensi antara lain usia, riwayat hipertensi keluarga, status hiperkolesterolemia, status hiperglikemia, indeks masa tubuh, perilaku merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sayur dan buah, dan perilaku aktivitas fisik. Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui proporsi dan hubungan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi pada perempuan usia menopause di DKI Jakarta tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square pada nilai α=0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia, riwayat hipertensi keluarga, hiperkolesterolemia, hiperglikemia, indeks masa tubuh, konsumsi alkohol, dan konsumsi sayur dan buah pada kejadian hipertensi. Diperlukan adanya upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit ini mengingat banyaknya penelitian yang mengkaitkan faktor risiko di atas dengan kejadian hipertensi.
Kata Kunci : Hipertensi, Faktor Risiko, Perempuan Usia Menopause
Read More
S-9905
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwi Rahmadini; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Helda, Rina Herarti, Dian Kristiani Irawaty
Abstrak:
Pernikahan dini didefinisikan sebagai perkawinan seorang anak perempuan atau laki-laki sebelum usia 18 tahun. Pernikahan dini memiliki lebih banyak implikasi negatif terhadap kelangsungan hidup remaja yang mengalaminya seperti kematian ibu, kanker serviks, ketidakmampuan ibu untuk mengambil keputusan untuk kepemilikan anak/penggunaan kontasepsi dan lainnya. Usia pernikahan yang semakin dini akan berdampak pada kesehatan ibu dan anaknya, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tren dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini pada perempuan muda usia 15-24 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data berasal dari sata sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah WUS berusia 15-24 tahun yang sudah menikah berjumlah 4.075 responden. Data dianalisis menggunakan regresi cox untuk mengetahui prevalensi rasio pernikahan dini dengan variabel yang di duga sebagai fakto risiko. Signifikansi dinilai dengan melihat rentang kepercayaan (confident interval/CI) 95%.

Early marriage is defined as the marriage of a girl or boy before the age of 18. Early marriage has more negative implications for adolescent survival. An earlier marriage age will have an impact on the health of the mother and child, as well as increase morbidity and mortality. This study was conducted to determine trends and factors associated with early marriage in young women aged 15-24 years in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with data sources derived from the secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey. The sample of this study was WUS aged 15-24 years who were married totaling 4,075 respondents. Data were analyzed using cox regression to determine the prevalence of the ratio of early marriage with the variables suspected as risk factors. Significance was assessed by looking at the 95% confident interval (CI). Meanwhile, to analyze trends, survey data were used from 1987 to 2017. The results of this study show that the trend of early marriage among women 15-24 years of age in Indonesia has decreased, namely 57.8% to 40.0%. From the analysis, it was found that 40.0% of respondents who were married were aged <18 years. Based on the results of the analysis, it was found that current age, age at first sexual intercourse, education level, internet exposure, age differences with partners, and differences in education levels with partners are all factors that influence a person in deciding to marry at a young age or not. . In this case, it can be seen that the level of education has the highest rate as a risk factor for early marriage so that strengthening the educational factor is needed to reduce the rate of early marriage among women in Indonesia.

Read More
T-5827
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Salvita Fitriani; Pembimbing: Nasrin Kodim; Penguji: Renti Mahkota, Fally Senewe, Sahat Omposunggu
T-2242
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Siti Naziyati Nur Haliza; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Asep Surahman
Abstrak:
Berdasarkan data United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), terdapat 540.000 orang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 2023, dengan 26.000 kematian terkait HIV dan 24.000 kasus baru ditemukan pada tahun yang sama. Dengan tingginya tingkat prevalensi HIV di Indonesia, pengobatan antiretroviral (ARV) menjadi sangat penting dalam upaya penanggulangan. Namun, data WHO menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% pasien penyakit kronis, termasuk HIV, yang patuh terhadap pengobatan yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kepatuhan terhadap pengobatan ARV dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di UOBK dr. Slamet tahun 2024. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong-lintang (cross-sectional). Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat untuk melihat hubungan antara kepatuhan minum obat ARV dan kualitas hidup ODHA. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa mayoritas responden dengan kepatuhan tinggi terhadap pengobatan ARV memiliki kualitas hidup yang baik sebesar 91,7%. Sebaliknya, mayoritas responden dengan kepatuhan rendah terhadap pengobatan ARV memiliki kualitas hidup yang buruk sebesar 69,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat ARV dengan kualitas hidup ODHA di UOBK dr. Slamet Kabupaten Garut, dengan nilai Prevalence Ratio (PR) 1,328 (95% CI 1,091 – 1,618) dan 2,964 (95% CI 2,150 – 4,085). Artinya, responden dengan kepatuhan minum obat ARV sedang dan rendah memiliki kemungkinan 1,328 dan 2,964 kali lebih besar secara berurutan untuk memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan responden yang memiliki kepatuhan tinggi terhadap pengobatan ARV. Kepatuhan terhadap pengobatan ARV memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup ODHA. Peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan ARV diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA di UOBK dr. Slamet Kabupaten Garut.

According to the United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), there were 540,000 people living with HIV in Indonesia in 2023, with 26,000 HIV-related deaths and 24,000 new cases discovered in the same year. With the high prevalence of HIV in Indonesia, antiretroviral (ARV) treatment plays a crucial role in managing the epidemic. However, WHO data indicates that only about 50% of patients with chronic diseases, including HIV, adhere to the prescribed treatment. This study aims to analyze the relationship between adherence to ARV therapy and the quality of life of people living with HIV/AIDS (PLWHA) at UOBK dr. Slamet in 2024. This study is an observational analytic study conducted using a cross-sectional method. Data analysis was performed univariately and bivariately to examine the relationship between adherence to ARV medication and the quality of life of PLWHA. The analysis found that the majority of respondents with high adherence to ARV therapy had a good quality of life, accounting for 91.7%. Conversely, the majority of respondents with low adherence to ARV therapy had a poor quality of life, accounting for 69.1%. There was a significant relationship between adherence to ARV medication and the quality of life of PLWHA at UOBK dr. Slamet, Garut Regency, with a Prevalence Ratio (PR) of 1.328 (95% CI 1.091 – 1.618) and 2.964 (95% CI 2.150 – 4.085). This indicates that respondents with moderate and low adherence to ARV therapy were 1.328 and 2.964 times more likely, respectively, to have a poor quality of life compared to respondents with high adherence to ARV therapy. Adherence to ARV therapy is significantly associated with the quality of life of PLWHA. Improving adherence to ARV therapy is expected to enhance the quality of life of PLWHA at UOBK dr. Slamet, Garut Regency.
Read More
S-11787
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ika Fitri Alfiani; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Rahmadewi
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan terhadap pemberian makanan prelakteal pada bayi usia 0-23 bula di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 dengan rancangan studi potong lintang. sampel penelitian yaitu ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 6.425. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Read More
S-10543
Depok : FKM-UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fitriah Siti Nurjanah; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Dwi Gayatri, Elvieda Sariawati
Abstrak: Secara global setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian hampir sebanyak 1 juta pada anak usia dibawah 5 tahun. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun (Baduta). Period prevalence pneumonia pada anak Baduta berdasarkan data Riskesdas 2013 sebesar 1,7%. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak baduta di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas tahun 2013. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masingmasing variabel yang diteliti, dan analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan berhubungan secara statistik dengan kejadian pneumonia pada baduta: umur 13-23 bulan berisiko 1,7 dibandingkan umur 0-12 bulan, tidak diberikan kolostrum (OR=1,742; 95% CI= 1,140-2,664), belum diberikan imunisasi campak karena umur anak (OR= 0,548; 95% CI= 0,388-0,773), tinggal di perdesaan (OR=1,448; 95% CI= 1,093-1,919), ada asap hasil pembakaran (OR=1,511; 95% CI= 1,142-1,998), ventilasi ruangan masak/dapur kurang (OR=1,829; 95% CI= 1,279-2,614), dan status sosial ekonomi rendah (OR=1,807). Belum dapat disimpulkan hubungan yang pasti bermakna secara statistik karena analisis dilakukan sampai bivariat, perlu dilakukan analisis multivariat.
Kata kunci: Pneumonia, Baduta, Indonesia, Riskesdas 2013
Read More
S-8688
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Caprina Runggu Hasiholan; Pembimbing: Dwi Gayatri; Penguji: Krisnawati Bantas, Nies Andekayani, Maya Trisiswati
Abstrak: Di Indonesia, peningkatan kasus HIV(+) terjadi secara substantif pada tahun-tahunterakhir, khususnya pada lelaki seks dengan lelaki (LSL). Tujuan studi ini adalahmengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV(+) pada LSL. Penelitianini dilakukan studi cross sectional untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungandengan HIV(+) pada LSL di Kota Makassar, Tangerang dan Yogyakarta, Indonesiadan dampak dari faktor risiko yang dominan, dengan menggunakan data SurveiTerpadu Biologi dan Perilaku Tahun 2013. Analisis regresi logistik dilakukan untukmenilai faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV(+). Prevalensi HIV(+) padaLSL dalam studi ini sebesar 17,19%. Memiliki setidaknya 2 pasangan seks lelakipada bulan terakhir berhubungan dengan peningkatan risiko HIV(+) (adjusted OR2,43; 95% CI: 1,15-5,13). LSL dengan banyak pasangan seksual lelaki akanmeningkatkan risiko terinfeksi HIV(+). Dampak potensial menjadi HIV(+) padaLSL dengan banyak pasangan seks lelaki sebesar 70,8%. Sementara itu penggunaankondom inkonsisten menjadi faktor protektif kemungkinan disebabkan olehketerbatasan studi di mana pemakaian kondom konsisten pada pasangan seks tidaktetap belum dapat menggambarkan penggunaan kondom konsisten pada pasangantetap, waria, pelanggan dan pasangan membeli seks, kemungkinan adanya biaspewawancara, bias normatif, clever hans effect bias, dan bias insidens-prevalens.Memfokuskan promosi setia pada satu pasangan seksual; konseling dan testing HIVpada LSL dan pasangannya, termasuk lakukan tes HIV rutin setiap 6 bulan padaLSL dengan HIV(-) akan efektif mengurangi angka penularan HIV. Pelatihanpewawancara, pewawancara yang tepat, penelitian lebih lanjut tentang kesalahanpemakain kondom disarankan untuk meminimalkan bias.Kata kunci: HIV(+), LSL, pasangan seks lelaki.
Read More
T-4762
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive