Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 36238 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Saila Hadayna;cPembimbing: Penguji: Sudarto Ronoatmodjo, Iram Barida, Suparmi
Abstrak:
Tren cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih belum optimal. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara frekuensi kunjungan antenatal care (ANC) sesuai standar dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu dengan bayi usia 0–23 bulan berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Desain penelitian adalah cross sectional dengan analisis regresi Cox untuk menghitung prevalence ratio (PR) dan mengontrol variabel kovariat. Hasil menunjukkan proporsi ASI eksklusif pada bayi usia 0–5 bulan sebesar 47,10%, dan pada kelompok usia 6–23 bulan sebesar 64,90%, dengan 2,52% di antaranya mengalami keterlambatan pemberian MPASI. Kunjungan ANC ≥6 kali berhubungan signifikan dengan praktik ASI eksklusif pada bayi usia 0–5 bulan (PR adj: 3,01; 95% CI: 2,12–4,27), namun tidak signifikan pada usia 6–23 bulan. Temuan ini menekankan pentingnya edukasi menyusui berkelanjutan sejak kehamilan dan perlunya penguatan indikator pengukuran waktu pemberian MPASI dalam surveilans nasional. 

The exclusive breastfeeding coverage trend in Indonesia remains suboptimal. The objective of this study was to examine the relationship between the frequency of standardized antenatal care (ANC) visits and the practices of exclusive breastfeeding among mothers with infants aged 0–23 months. This investigation utilized the 2023 Indonesia Health Survey (SKI) to conduct its analysis. This cross-sectional study employed modified Cox regression to estimate prevalence ratios (PR) and adjusted for covariates. The results indicated that 47.10% of infants aged 0–5 months were exclusively breastfed, and 64.90% of those aged 6–23 months had a history of exclusive breastfeeding, with 2.52% experiencing delayed complementary feeding. A significant association was identified between ANC visits with a p-value of at least 6 and exclusive breastfeeding in the 0–5 months group (PR adj: 3.01; 95% CI: 2.12–4.27). However, no such association was observed in the 6–23 months group. These findings underscore the necessity for the incorporation of sustained breastfeeding education initiatives beginning in pregnancy, along with the integration of MPASI timing into national monitoring indicators.

Read More
T-7377
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Monika Sani Turnip; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Sutanto Priyo Hastono, Wahyu Septiono, Arief Maulana, Tiska Yumeida
Abstrak:

Angka kematian bayi akibat makrosomia meningkat 0,1% menurut Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2017. Sementara itu, komplikasi persalinan ibu meningkat dari 35% pada tahun 2012 menjadi 41% pada tahun 2017. Dengan menggunakan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, penelitian ini menyelidiki hubungan antara pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dan variabel kejadian makrosomia dengan faktor pembaur (confounding) yakni Umur Ibu, Pekerjaan Ibu, Lokasi Tempat Tinggal Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Status Sosial Ekonomi, Tempat Pemeriksaan saat kehamilan, dan Tenaga Pemeriksaan Kehamilan. Penelitian ini memakai metode penelitian kuantitatif observasional analitik melalui teknik cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen memiliki korelasi yang signifikan dengan variabel dependen, yaitu kualitas pemeriksaan kehamilan dengan standar 10T yang dilakukan pada pasien ibu hamil dengan faktor konfounding-nya status pekerjaan ibu, daerah tempat tinggal ibu, dan tempat pemeriksaan kehamilan serta variabel interaksi antara daerah tempat tinggal dengan kuantitas ANC. Hasil analisis menunjukkan ibu yang tidak mendapatkan kualitas pemeriksaan kehamilan yang sesuai standar berisiko 1,304 (95% CI 1,096-1,551) kali memiliki bayi makrosomia dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan kualitas pemeriksaan kehamilan yang sesuai standar. Pada faktor konfounding yang paling berisiko pada kejadian makrosomia adalah daerah tempat tinggal dengan POR=1,692 (95% CI 1,358- 2,109) artinya ibu yang tinggal di desa berisiko 1,692 kali memiliki bayi makrosomia dibandingkan ibu tinggal di kota. Kata kunci: Antenatal Care, Makrosomia, SDKI 2017


 

The infant mortality rate due to macrosomia increased by 0.1% according to the 2017 Indonesian Demographic Health Survey Data. Meanwhile, maternal birth complications increased from 35% in 2012 to 41% in 2017. Using data from the Indonesian Demographic and Health Survey, this research investigate the relationship between antenatal care and macrosomia incidence variables with confounding factors, namely maternal age, maternal occupation, maternal residence location, maternal education level, socio-economic status, examination location during pregnancy, and prenatal examination personnel. This research uses quantitative observational analytical research methods using cross-sectional techniques. The results of the study show that the independent variable has a significant correlation with the dependent variable, namely the quality of pregnancy examinations with the 10T standard carried out on pregnant women with the confounding factors being the mother's employment status, the area where the mother lives, and the place of pregnancy examination as well as the interaction variable between regions. residence with ANC quantity. The results of the analysis show that mothers who do not receive quality pregnancy checks that meet standards have a 1.304 (95% CI 1.096-1.551) risk of having macrosomia babies compared to mothers who get quality pregnancy checks that meet standards. The confounding factor that is most at risk for the incidence of macrosomia is the area of residence with POR=1.692 (95% CI 1.358-2.109) meaning that mothers who live in villages are 1.692 times more likely to have macrosomia babies than mothers who live in cities. Keywords: Antenatal Care, Macrosomia, IDHS

 

 

Read More
T-7124
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Meirica Rosaline Safitri; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Helda, Iram Barida Maisya, Septyana Choirunisa
Abstrak:
Komplikasi persalinan merupakan salah satu penyumbang morbiditas maternal di Indonesia. Kualitas kunjungan antenatal care (ANC) berperan penting dalam pencegahan komplikasi, namun bukti empiris di tingkat populasi nasional masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kunjungan ANC sesuai standar dengan kejadian komplikasi persalinan di Indonesia menggunakan data Survei Kesehatan Indonesia 2023. Standar K4 didefinisikan sebagai minimal empat kali kunjungan ANC selama kehamilan, sedangkan K6 mengikuti jumlah kunjungan standar enam kali Permenkes 21 Tahun 2021 yang menambahkan pemeriksaan dokter dan ultrasonografi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah perempuan usia 10–54 tahun yang memiliki riwayat persalinan tunggal pada periode 1 Januari 2018 sampai 25 September 2023. Kriteria eksklusi adalah ibu yang mengalami keguguran dan responden dengan data yang tidak lengkap pada variabel utama, serta data komplikasi yang tidak valid. Desain penelitian adalah potong lintang dan analisis dilakukan menggunakan uji chi-square untuk bivariat serta regresi Cox constant time untuk multivariat guna memperoleh Prevalence Ratio (PR) dengan interval kepercayaan 95%. Kovariat yang dikontrol meliputi usia ibu, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, lokasi tempat tinggal, klasifikasi wilayah berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia,  paritas, faktor risiko kehamilan, tempat persalinan, penolong persalinan, metode persalinan, gangguan kehamilan, dan pengetahuan tanda bahaya. Hasil menunjukkan proporsi komplikasi persalinan sebesar 21,9%, dengan cakupan ANC K4 sebesar 45,55% dan ANC K6 sebesar 5,35%. Model akhir menunjukkan bahwa kelompok ANC tidak sesuai standar memiliki risiko komplikasi lebih rendah (aPR = 0,855; 95% CI: 0,819–0,891; p<0,001), dan kelompok tidak ANC lebih rendah daripada kedua kelompok (aPR = 0,327; 95% CI: 0,277–0,387;p<0,001). Ditemukan efek modifikasi oleh gangguan kehamilan dan interaksi ANC dengan gangguan kehamilan. Hasil juga ini menunjukkan adanya confounding by indication, di mana ibu berisiko tinggi lebih cenderung melakukan kunjungan ANC. Mutu ANC secara agregat belum menunjukkan efek protektif konsisten terhadap komplikasi persalinan.

Delivery complications represent one of the leading contributors to maternal morbidity in Indonesia. The quality of antenatal care (ANC) visits plays an essential role in preventing complications; however, empirical evidence at the national population level remains limited. This study aims to analyze the association between standardized ANC visits and delivery complications in Indonesia using data from the 2023 Indonesian Health Survey (SKI). The K4 standard was defined as a minimum of four ANC visits during pregnancy, while K6 followed the Ministry of Health Regulation No. 21 of 2021 requiring six visits including physician examinations and ultrasound assessments. The inclusion criteria were women aged 10–54 years with singleton live births between January 1, 2018 and September 25, 2023. Exclusion criteria included women who experienced miscarriage and respondents with incomplete data on key variables or invalid complication data. This cross-sectional study utilized chi-square tests for bivariate analysis and Cox regression constant time models for multivariate analysis to calculate prevalence ratios (PR) with 95% confidence intervals. Covariates controlled included maternal age, education, employment, socioeconomic status, place of residence, Human Development Index (HDI)-based regional classification, parity, pregnancy risk factors, place of delivery, delivery attendant, delivery method, pregnancy complaints, and danger sign knowledge. The results showed a proportion of delivery complications of 21.9%, with ANC K4 coverage at 45.55% and ANC K6 at 5.35%. The final model indicated that mothers with inadequate ANC had a lower risk of complications (aPR = 0.855; 95% CI: 0.819–0.891; p < 0.001), and those with no ANC had an even lower risk (aPR = 0.327; 95% CI: 0.277–0.387; p < 0.001). An effect modification by pregnancy-related disorders and an interaction between ANC and pregnancy-related disorders were observed. These findings also suggest the presence of confounding by indication, where high-risk mothers are more likely to seek ANC visits. Overall, the aggregate quality of ANC has not shown a consistent protective effect against delivery complications.

Read More
T-7309
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ade Mulya Nasrun; Pembimbing: Helda; Penguji: Mondastri Korib Sudaryo, Tri Yunis Miko, Rima Damayanti, Diah Puspita Sari
Abstrak: Ada hubungan antara frekuensi antenatal care (ANC) dengan kematian neonatal di Indonesia. Bagi ibu hamil agar melakukan antenatal care (ANC) minimal 4 kali selama masa kehamilan sesuai anjuran pemerintah dan WHO dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan kehamilan dasar sehingga memiliki motivasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan janin. Sehingga dapat menurunkan angka kematian neonatal di Indonesia
Read More
T-5613
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Izzah Dienillah Saragih; Pembimbing: YOvsyah; Penguji: Tri YHunis Miko Wahyono, Kasmiyati, Yeni Tri Herwanto,
Abstrak: BBLR merupakan salah satu indikator penting untuk menggambarkan kesehatan masyarakat. Di Indonesia, prevalensi BBLR mengalami stagnanisasi bahkan meningkat yaitu 6,7% pada 2007 menjadi 7,3% pada 2012. Banyak faktor yang memengaruhi BBLR, salah satunya adalah pelayanan ANC. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan frekuensi dan kualitas pelayanan ANC terhadap kejadian BBLR dengan menggunakan data SDKI 2012. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang dengan menggunakan kuesioner SDKI 2012. Study participant dalam studi ini sebanyak 13.413 Hasil analisis ditemukan prevalensi BBLR sebesar 6,9%. Karateristik BBLR lahir dengan berat badan rata-rata yaitu 2055,11 gr dan berat badan terendah lahir dengan berat 700 gr. Faktor yang secara statitstik berhubungan dengan BBLR adalah frekuensi, kualitas ANC, pekerjaan ibu pendidikan ibu, komplikasi kehamilan, paritas, dan status ekonomi. Dari hasil analisis logistic regression ditemukan ibu dengan riwayat komplikasi kehamilan serta mendapatkan frekuensi ANC yang buruk, memiliki risiko melahirkan BBLR 2,772 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami riwayat komplikasi kehamilan dan mendapatkan frekuensi ANC yang baik. Serta ibu yang mendapatkan kualitas pelayanan antenatal dengan kualitas buruk berisiko 1,126 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan kualitas pelayanan antenatal baik setelah dikontrol variabel frekuensi ANC. Namun, hasil analisis ini menunjukkan bahwa hubungan frekuensi dan kualitas ANC dengan BBLR tidak signifikan dengan mempertimbangkan p value >0,05 dan CI rentangnya melewati angka 1. Terdapat potensi bias seleksi yang besar dimana missing pada studi partisipan sebanyak 19%. Kata Kunci: BBLR, Frekuensi dan Kualitas, Antenatal Care LBW is one of indicators to describe public health. In Indonesia, the prevalence of LBW increased by 6.7% in 2007 to 7.3% in 2012. Many factors affect the LBW, one of which is the ANC. This study aims to see the relationship of frequency and quality of ANC service to the occurrence of LBW by using data of SDKI 2012. This is a cross sectional study using the questionnaire SDKI 2012. Study participant in this study as many as 13,413. The results showed the prevalence of LBW by 6.9% . Characteristics of LBW was born with an average body weight of 2055.11 gr and the lowest is 700 gr. Factors that are statistically associated with LBW are frequency, ANC quality, maternal education, work, pregnancy complications, parity, and economic status. From the results of logistic regression analysis found that women with a history of complications and lack of ANC frequency, has a risk of giving birth to LBW 2,772 times to mothers who had no pregnancy complication and had good ANC. As well as mothers who received quality antenatal service with poor quality 1.126 times larger to give birth to LBW with mothers who have good quality antenatal care after controlled by ANC frequency. However, the results of this analysis show that the relationship of frequency and quality of ANC to BBLR is not significant with p value> 0,05 and CI range exceeds the number 1. There is a large selection potential bias which showed by 19% missing data from eligible population. Keywords: Low Birthweight, Frequency and Quality, Antenatal Care
Read More
T-4904
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ranti Safa Marwa; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Sumarti
Abstrak:
ASI adalah sumber nutrisi terbaik untuk bayi. WHO dan UNICEF merekomendasikan agar bayi diberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan. ASI eksklusif berperan penting dalam meningkatkan daya tahan tubuh serta mendukung proses perkembangan otak dan fisik bayi. Namun, menurut data SDKI 2017, hanya sebagian (52%) anak di bawah enam bulan mendapatkan ASI eksklusif. Pemeriksaan kehamilan menjadi titik masuk yang ideal bagi tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi terkait praktik pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemeriksaan kehamilan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 dengan desain studi cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah ibu berumur 15-49 tahun di Indonesia yang memiliki anak terakhir umur 0-5 bulan pada saat wawancara SDKI 2017 dilakukan, masih tinggal bersama anaknya, serta memiliki data yang lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase praktik pemberian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 51,9% dan persentase pemeriksaan kehamilan ≥ 4 kali sebesar 88,4%. Terdapat hubungan antara pemeriksaan kehamilan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Ibu yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 kali memiliki peluang 1,67 kali lebih tinggi untuk melakukan praktik pemberian ASI eksklusif dibandingkan ibu yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan < 4 kali (PR = 1,67; 95% CI 1,24–2,26). Pendidikan ibu, pekerjaan ibu, serta status ekonomi berpotensi menjadi confounding pada hubungan antara pemeriksaan kehamilan dengan praktik pemberian ASI eksklusif. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan cakupan praktik pemberian ASI eksklusif dan pemeriksaan kehamilan di Indonesia seperti meningkatkan pemanfaatan media sosial sebagai sarana promosi kesehatan, mengoptimalkan konseling laktasi pada pemeriksaan kehamilan, mengoptimalkan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusui, mengadakan program kelas ibu hamil secara rutin, pelatihan dan pemberdayaan kader mengenai pemberian ASI eksklusif, memberikan apresiasi kepada ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan konseling laktasi saat pemeriksaan kehamilan.

Breast milk is the best source of nutrition for infants. WHO and UNICEF recommend that infants should be exclusively breastfed for the first six months of life. Exclusive breastfeeding plays an important role in increasing the body's immune system and supporting infants' brain and physical development. However, according to the 2017 IDHS data, only half (52%) of children under six months are exclusively breastfed. Antenatal care is an ideal entry point for health workers to provide education regarding the practice of exclusive breastfeeding. Therefore, this study aims to determine the association between antenatal care and the practice of exclusive breastfeeding in Indonesia. This study used IDHS 2017 data with a cross-sectional study design. The sample of the study were mothers aged 15-49 years in Indonesia who had their last child aged 0-5 months at the time of the 2017 IDHS interview, still lived with their children, and had complete data. The results showed that the percentage of exclusive breastfeeding practices in Indonesia is 51.9% and the percentage of antenatal care ≥ 4 times is 88.4%. There is an association between antenatal care and the practice of exclusive breastfeeding in Indonesia. Mothers who attended antenatal care ≥ 4 times were 1.67 times more likely to practice exclusive breastfeeding than mothers who attended antenatal care < 4 times (PR = 1,67; 95% CI 1,24–2,26). Mother’s education, occupation, and economic status is the potential confounding in the association between antenatal care and exclusive breastfeeding practices. Various efforts need to be made to increase the scope of the practice of exclusive breastfeeding and antenatal care in Indonesia, such as increasing the use of social media as a media of health promotion, optimizing lactation counselling during antenatal care, optimizing counselling for pregnant women and breastfeeding mothers, conducting routine classes for pregnant women, training and empowering cadres about exclusive breastfeeding practices, giving appreciation to mothers who have succeeded in exclusive breastfeeding, and monitoring and evaluating the implementation of lactation counselling during antenatal care.
Read More
S-11339
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nugrahani Meika Narvianti; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Helda, Asti Praborini, Dian Kristiani Irawaty
Abstrak: Rendahnya angka ASI eksklusif merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia, angka cakupan ASI Eksklusif adalah 52,5%. Angka tersebut masih dibawah target renstra Kemenkes 2020-2024 untuk cakupan ASI Eksklusif yaitu 69%. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data SDKI 2017. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak terakhir kurang dari 6 bulan, memiliki data lengkap dan tidak memiliki data inkonsisten berjumlah 1.494 responden. Data dianalisis menggunakan cox regresi untuk mengetahui prevalen rasio penggunaan botol susu dengan dot dan status ASI Eksklusif. Crude dan adjusted prevalen rasio akan dinilai pada penelitian ini. Signifikansi dinilai dengan melihat rentang kepercayaan 95%. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa penggunaan botol susu dengan dot meningkatkan resiko untuk tidak ASI Eksklusif. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya penggunaan dot agar bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dapat ditekan.
The low rate of exclusive breastfeeding is a public health problem in Indonesia. The rate of exclusive breastfeeding coverage in Indonesia is 52.5%. This rate is below the Ministry of Health's target at 2020-2024 aims for the exclusive breastfeeding rate as much as 69%. The sample comes from the "Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)" in 2017, including mothers of infants less than six months whose data was complete and consistent. The sample was 1,494 respondents. Data were analyzed using Cox regression to determine the prevalence of bottle-feeding and exclusive breastfeeding status. The author analyzed the crude and adjusted prevalence ratios. The analysis of significance is using confidence range at 95% This study found that using bottle-feeding increases the risk of not exclusively breastfed among infants aged less than six months in Indonesia
Read More
T-5979
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Defi Amalia Setia Ningrum; Pembimbing: Krisnawati Bantas, Ratna Djuwita; Penguji: Yovsyah; Bai Kusnadi, Yemima Ester
Abstrak: Meningkatnya prevalensi kegemukan pada anak dan rendahnya proporsi pemberian ASI eksklusif di Indonesia merupakan dasar dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens kegemukan pada anak dan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian kegemukan pada anak
Read More
T-5670
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Andi Karnila; Pembimbing: Krisnawanti Bantas, Yovsyah; Penguji: Mugia Bayu Raharja, Nida Rohmawati
Abstrak: Pemberian ASI ekslusif direkomendasikan hingga anak berusia 6 bulan. Kurangnya pemberian ASI ekslusif merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas bayi dan anak. Berbagai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ekslusif diantaranya depresi, inisiasi menyusui dini, wilayah tempat tinggal, status bekerja dan status pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan depresi postpartum dengan pemberian ASI ekslusif pada anak 0-5 bulan di Indonesia berdasarkan data SDKI 2017.
Read More
T-5546
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Husna Ashlihatul Latifah; Pembimbing: Trisari Anggondowati; Penguji: Lhuri Dwianti Rahmartani, Agus Triwinarto
Abstrak:
Indonesia menargetkan penurunan stunting menjadi 14,2% pada 2029. Namun, upaya tersebut masih menghadapi tantangan besar berupa kompleksitas beban ganda malnutrisi serta praktik pemberian makan pada anak usia 6-23 bulan yang belum optimal. Pada tingkat individu, seorang anak bisa mengalami lebih dari satu masalah malnutrisi sekaligus atau disebut dengan malnutrisi ganda. Belum banyak studi yang mengkaji malnutrisi ganda pada tingkat individu di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi hubungan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan malnutrisi ganda pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan data sekunder Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Malnutrisi ganda yang dikaji adalah kombinasi stunting-wasting (pendek dan gizi kurang) dan stunting-overweight (pendek dan gizi lebih), sedangkan praktik MP-ASI dikaji berdasarkan indikator Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) dari WHO dan UNICEF. Data dari total 69.884 anak dianalisis untuk analisis stunting-wasting dan 72.158 anak untuk analisis stunting-overweight setelah kelengkapan data diperiksa dan nilai ekstrem dikeluarkan. Analisis data dilakukan menggunakan regresi logistik ganda untuk mendapatkan nilai adjusted prevalence odds ratio (aPOR). Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi stunting-wasting dan stunting-overweight secara berturut-turut sebesar 2,7% dan 0,7%. Sebanyak 50,9% anak memenuhi minimum keragaman makanan, 83,5% anak memenuhi minimum frekuensi makan, 45,3% anak memenuhi standar minimum konsumsi makan, 72,5% anak mengonsumsi ikan, telur, atau daging, 24,9% anak mengonsumsi minuman manis, serta 21,6% anak tidak mengonsumsi buah dan sayur sama sekali. Indikator konsumsi minuman manis serta zero konsumsi buah dan sayur berhubungan signifikan terhadap kedua bentuk malnutrisi ganda. Anak yang tidak mengonsumsi minuman manis memiliki penurunan risiko stunting-wasting sebesar 10% (aPOR: 0,90; 95% CI: 0,81–0,996) dan stunting-overweight sebesar 31% (aPOR: 0,69; 95% CI: 0,57–0,84) dibandingkan anak yang mengonsumsi minuman manis. Anak yang mengonsumsi buah dan sayur memiliki penurunan risiko stunting-wasting sebesar 20% (aPOR: 0,80; 95% CI: 0,71–0,90) dan stunting-overweight sebesar 29% (aPOR: 0,71; 95% CI: 0,57–0,89) dibandingkan anak yang tidak mengonsumsi buah dan sayur sama sekali. Temuan tersebut menekankan pentingnya peningkatan keragaman dan kualitas MP-ASI dan makanan dalam program pemberian makan anak yang dilakukan pemerintah disertai perluasan edukasi dan penguatan sistem label gizi pada minuman manis untuk mencegah malnutrisi ganda pada anak.

Indonesia has targeted a reduction in stunting prevalence to 14,2% in 2029. However, this effort still faces major challenges such as the complexity of the double burden of malnutrition and suboptimal feeding practices during the first 1000 days of life. At individual level, a child can experience more than one malnutrition problem at once, which called the double burden of malnutrition. Limited studies have examined the double burden of malnutrition at individual level in Indonesia. Therefore, this study was conducted to identify the association of complementary feeding practices and the double burden of malnutrition among children aged 6-23 months in Indonesia. This was a cross-sectional study using secondary data from the 2022 Indonesia Nutritional Status Survey. The double burden of malnutrition was assessed in forms of coexisting stunting-wasting and stunting-overweight, while complementary feeding practices was measured based on WHO and UNICEF IYCF indicators. A total of 69.884 children were analyzed for stunting-wasting and 72.158 children for stunting-overweight after meeting data completeness and no extreme values. Multiple logistic regression analysis was conducted to estimated asjusted prevalence odds ratio (aPOR). This study found the prevalence of stunting-wasting and stunting-overweight was 2.7% and 0.7%, respectively. Among the children, 50.9% met the minimum dietary diversity (MDD), 83.5% met the minimum meal frequency (MMF), 45.3% met the minimum acceptable diet (MAD), 72.5% consumed eggs and flesh foods (EFF), 24.9% consumed sweet beverages (SwB), and 21.6% had zero consumption of fruits and vegetables (ZVF). SwB and ZVF indicators were significantly associated with both forms of the double burden of malnutrition. Children who did not consume sweet beverages had a 10% lower risk of stunting-wasting (aPOR: 0.90; 95% CI: 0.81–0.996) and a 31% lower risk of stunting-overweight (aPOR: 0.69; 95% CI: 0.57–0.84) compared to children who consume sweet beverages. Meanwhile, children who consumed fruits and vegetables had a 20% lower risk of stunting-wasting (aPOR: 0.80; 95% CI: 0.71–0.90) and a 29% lower risk of stunting-overweight (aPOR: 0.71; 95% CI: 0.57–0.89) than those with zero intake of fruits and vegetables. These findings highlight the importance of improving the diversity and quality of foods provided in government programs, along with strengthening nutrition education and sweet beverages nutrition labeling policies to prevent the double burden of malnutrition among children.
Read More
S-12107
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive