Ditemukan 29176 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Syifa Kumala Sari Dewi; Pembimbing: Wahyu Kurnia Yusrin Putra; Penguji: Fathimah Sulistyowati Sigit, Teguh Jati Prasetyo
Abstrak:
Terjadi peningkatan konsumsi sugar-sweetened beverage (SSB) di kalangan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran frekuensi konsumsi SSB dan determinan perilaku konsumsi SSB berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB) serta faktor-faktor lainnya pada mahasiswa FKM UI tahun 2025. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan pengumpulan data primer melalui kuesioner yang diisi secara mandiri oleh 158 responden yang dipilih menggunakan metode stratified random sampling. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan tabulasi silang dengan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan 75,3% responden mengkonsumsi SSB dengan frekuensi tinggi (≥ 2 kali per minggu), serta mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel konsumsi SSB dengan tingkat stres (p = 0,005; OR = 2,865; CI 95% = 1,355-6,042) dan ketersediaan SSB di tempat tinggal (p = 0,001; OR = 3,779; CI 95% = 1,730-8,256). Dengan demikian, mahasiswa FKM UI disarankan untuk lebih bijak dalam mengkonsumsi SSB dengan cara mengurangi ketersediaan SSB di tempat tinggal dan membatasi akses terhadap konsumsi SSB serta mengelola stres dengan cara-cara yang sehat.
Read More
An increase in the consumption of sugar-sweetened beverages (SSB) has been observed among students of the Faculty of Public Health, Universitas Indonesia (FKM UI) over the years. This study aims to examine the frequency of SSB consumption and the determinants of SSB consumption behavior based on the Theory of Planned Behavior (TPB), along with other factors, among FKM UI students in 2025. A cross-sectional design was employed, with primary data collected through self-administered questionnaires completed by 158 respondents selected using stratified random sampling. Cross-tabulation and the chi-square test were then undertaken to investigate the associations between the variables. The results of this study indicate that 75.3% of respondents consumed SSB at a high frequency (≥ 2 times per week), and reveal significant associations between SSB consumption and stress level (p = 0.005; OR = 2.865; 95% CI = 1.355–6.042) and the SSB availability at home (p = 0.001; OR = 3.779; 95% CI = 1.730–8.256). Therefore, FKM UI students are advised to take more attention towards their SSB consumption by reducing its availability at home or limiting access to SSB, and managing stress through healthy methods.
S-11996
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Sofie Sachaya; Pembimbing: Ahmad Syafiq; Penguji: Triyanti, Yulianti Wibowo
Abstrak:
Read More
Sugar-Sweetened Beverages (SSB) merupakan minuman berpemanis yang mengandung gula berkalori tambahan dan dapat menyebabkan resistensi insulin, penumpukan lemak, hingga obesitas yang meningkatkan risiko penyakit metabolik. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan konsumsi SSB berdasarkan karakteristik individu, faktor lingkungan, dan gaya hidup pada mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) dan non-RIK di Universitas Indonesia tahun 2025. Desain penelitian ini adalah kuantitatif cross-sectional dengan pengumpulan data melalui kuesioner daring pada 191 mahasiswa. Hasil menunjukkan bahwa 50,2% mahasiswa mengonsumsi SSB tinggi (≥6 kali/minggu), dengan proporsi lebih tinggi pada mahasiswa non-RIK (53,1%) dibanding RIK (46,8%). Konsumsi SSB secara signifikan berbeda berdasarkan sikap terhadap konsumsi SSB (p=0,007), tingkat stres (p=0,017), pengaruh iklan (p=0,022), dan kebiasaan merokok (p=0,037). Mahasiswa disarankan untuk membatasi atau tidak sama sekali mengonsumsi SSB untuk mencegah dampak negatif terhadap kesehatan metabolik.
Sugar-Sweetened Beverages (SSBs) are sweetened drinks containing added caloric sugar, which can lead to insulin resistance, fat accumulation, and obesity, increasing the risk of metabolic diseases. This study aimed to examine differences in SSB consumption based on individual characteristics, environmental factors, and lifestyle among health science (RIK) and non-health science (non-RIK) students at Universitas Indonesia in 2025. A cross-sectional quantitative design was used, with data collected through an online questionnaire completed by 191 students. The results showed that 50.2% of students had high SSB consumption (≥6 times per week), with a higher proportion among non-RIK students (53.1%) compared to RIK students (46.8%). Significant differences in SSB consumption were found based on attitudes toward SSB (p=0,007), stress levels (p=0,017), advertising influence (p=0,022), and smoking habits (p=0,037). It is recommended to limit or completely avoid the consumption of sugar-sweetened beverages (SSBs) to reduce the risk of metabolic health issues.
S-11985
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Dinda Elaphria Permatahati Betaputri; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Wahyu Kurnia Yusrin Putra, Cesilia Meti Dwiriani
Abstrak:
Sugar-sweetened beverages dengan kandungan gula tambahan yang tinggi energi namun rendah nilai gizi, jika dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan penyakit tidak menular lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan frekuensi konsumsi SSB berdasarkan status merokok, tingkat stres, karakteristik individu, dan faktor lingkungan pada mahasiswa non-kesehatan Universitas Indonesia tahun 2022. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel 221 orang. Data diambil melalui pengisian kuesioner online secara mandiri oleh responden. Data akan dianalisis secara univariat dan bivariat (chi-square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 67,4% mahasiswa non-kesehatan Universitas Indonesia mengonsumsi SSB dalam tingkat tinggi (≥2x/minggu). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan antara keterpaparan media promosi SSB, ketersediaan SSB di tempat tinggal, dan status rokok dengan tingkat konsumsi SSB. Peneliti menyarankan agar mahasiswa lebih memperhatikan jumlah SSB yang dikonsumsi dan dapat memilih alternatif minuman lain. Produsen SSB disarankan untuk dapat mencantumkan informasi nilai gizi pada SSBnya, terutama bagi perusahaan SSB waralaba. Peneliti juga menyarankan bagi pemangku kebijakan, untuk dapat mencanangkan informasi nilai gizi dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, terutama untuk mengetahui kandungan gula di dalam produk
Read More
S-10906
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nur Aulia; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Siti Arifah Pujonarti, Sada Rasmada
Abstrak:
Read More
Sugar Sweetened Beverages (SSBs) merupakan cairan yang dimaniskan dengan berbagai bentuk gula tambahan seperti corn syrup, dekstrosa, fruktosa, glukosa, sukrosa, madu dan gula yang secara alami terdapat di dalam bahan pangan namun telah dipekatkan, jika dikonsumsi secara berlebihan maka akan menyebabkan kejadian obesitas dan mengakibatkan faktor risiko lain seperti penyakit tidak menular yaitu diabetes dan penyakit kardiovaskular. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan proporsi konsumsi Sugar Sweetened Beverages (SSBs) berdasarkan konsumsi fast food, screen time, karakteristik individu, karakteristik lingkungan pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel 185 orang. Data diambil melalui pengisian kuesioner online secara mandiri oleh responden. Data akan dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 61,6% mahasiswa Universitas Indonesia mengonsumsi SSB dalam tingkat tingi (≥ 200 kkal). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan antara ketersediaan SSBs p-value 0,045 dan odds ratio OR 2,057 (1,068-3,963), pengaruh media sosial p-value 0,025 dan odds ratio OR 2,273 (1,159-4,457), konsumsi fast food p-value 0,049 dan odds ratio OR 0,514 (0,277-0,954), dan screen time p-value 0,044 dan odds ratio OR 1,986 (1,066-3,699) terhadap konsumsi SSBs. Peneliti menyarankan konsumen untuk memperhatikan konsumsi SSBs dan memilih alternatif lain agar tidak mengonsumsi SSBs berlebihan saat melakukan kegiatan luar bersama dengan teman maupun keluarga. Produsen SSBs disarankan untuk mencantumkan label gizi pangan terkait jumlah gula yang ada di produk SSBs terutama SSBs yang berbentuk warlaba. Peneliti juga menyarankan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat mencantumkan infromasi nilai gizi dalam bentuk traffic light atau penggunaan warna yang berbeda untuk membedakan kandungan zat gizi yang rendah, sedang dan juga tinggi seperti warna hijau untuk kandungan zat gizi yang rendah, warna kuning untuk kandungan zat gizi yang sedang dan warna hijau untuk kandungan zat gizi yang tinggi
Sugar Sweetened Beverages (SSBs) are liquids that are sweetened with various forms of added sugar such as corn syrup, dextrose, fructose, glucose, sucrose, honey, and sugar which are naturally found in foodstuffs but have been concentrated, if it consumes in excess, it will cause an obesity and lead to other risk factors such as infectious diseases diabetes and cardiovascular disease. The purpose of this study is to determine the differences in the proportion of consumption of Sugar Sweetened Beverages (SSBs) based on consumption of fast food, screen time, individual characteristics, environmental characteristics among the students at University of Indonesia in 2023. This study used a cross-sectional study design with a sample size of 185 respondents. Data was collected by filling online questionnaires independently by respondents. Data will be analyzed univariately and bivariate. The results showed that 61.6% of University of Indonesia students consumed high levels of SSB (≥ 200 kcal). The results of the bivariate analysis showed that there was a significant proportion difference between the availability of SSBs p-value 0.045 and odds ratio OR 2.057 (1.068-3.963), social media influence p-value 0.025 and odds ratio OR 2.273 (1.159-4.457), consumption of fast-food p -value 0.049 and odds ratio OR 0.514 (0.277-0.954), and screen time p-value 0.044 and odds ratio OR 1.986 (1.066-3.699) for consumption of SSBs. Researchers suggest consumers to pay attention to consumption of SSBs and choose other alternatives to avoid heavy consumption of SSBs when doing outdoor activities with friends or family. SSBs producers are advised to put food nutrition labels related to the amount of sugar in SSBs products, especially SSBs in the form of franchises. Researchers also suggest that the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) can put nutritional value information in the form of traffic lights or the use of different colors to distinguish low, medium, and high nutrient content such as green for low nutrient content, yellow for medium nutrient content and green for high nutrient content.
S-11237
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Alya Dzihni Nafisah; Pembimbing: Wahyu Kurnia Yusrin Putra; Penguji: Triyanti, Eti Rohati
S-12123
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Safira Diva Aranis; Pembimbing: Wahyu Kurnia Yusrin Putra; Penguji: Asih Setiarini, Teguh Jati Prasetyo
Abstrak:
Read More
Sugar-Sweetened Beverages (SSB) atau biasa dikenal sebagai minuman berpemanis merupakan minuman yang mengandung gula tambahan. Konsumsi SSB yang berlebihan dapat berdampak pada kesehatan. Beberapa dampak yang ditimbulkan SSB adalah obesitas, fatty liver, diabetes tipe II, hipertensi, penyakit jantung, defisiensi zat gizi, dan karies gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan proporsi konsumsi Sugar-Sweetened Beverages berdasarkan faktor individu dan faktor lingkungan pada mahasiswa FKM UI tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 194 orang. Data diambil melalui pengisian kuesioner online secara mandiri oleh responden. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 58,8% mahasiswa FKM UI mengonsumsi SSB tingkat tinggi yaitu ≥ 6 kali/minggu. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan antara pengetahuan terkait label informasi nilai gizi, efikasi diri, tingkat stres, dan ketersediaan SSB di tempat tinggal dengan konsumsi SSB. Peneliti menyarankan kepada mahasiswa untuk membatasi asukan SSB agar tidak berlebihan dengan memilih alternatif minuman lainnya.
Sugar-Sweetened Beverages (SSB) are beverages that contain added sugars. Excessive consumption of SSB can have an impact on health. Some of the effects caused by SSB include obesity, fatty liver, type II diabetes, hypertension, heart disease, nutritional deficiencies, and dental caries. The aim of this research is to determine the differences in the proportion of Sugar-Sweetened Beverages consumption based on individual and environmental factors among students of the FKM UI in 2023. This study uses a cross-sectional study design with a sample size of 194 individuals. Data was collected through self-administered online questionnaires completed by the respondents. The results indicate that 58.8% of FKM UI students consume SSB at a high level, which means they consume SSB six or more times per week. The bivariate analysis shows a significant difference in proportions between knowledge related to nutrition information labels, self-efficacy, stress levels, and the availability of SSB at home with SSB consumption. The researcher suggests that students limit their SSB intake to avoid excessive consumption by choosing alternative beverages instead.
S-11376
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Yasmin Tsabita; Pembimbing: Nurul Dina Rahmawati; Penguji: Siti Arifah Pujonarti, Khoirul Anwar
Abstrak:
Read More
Berbagai masalah gizi yang timbul pada mahasiswa dapat disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup terutama pola makan. Tidak jarang mahasiswa melewatkan waktu makan yang nantinya akan berpengaruh pada kesehatan dan performanya baik secara akademik maupun non akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan meals skipping pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia angkatan 2021-2024. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional yang melibatkan 152 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei melalui pengisian kuesioner secara online. Sebagian besar mahasiswa FKM UI memiliki kebiasaan meals skipping (78,3%). Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara variabel status tempat tinggal mahasiswa (p-value = 0,029), uang saku (p-value = 0,003), dan tingkat stres (p-value = 0,032) terhadap kebiasaan meals skipping. Setelah mengetahui hasil penelitian, mahasiswa diharapkan dapat lebih memperhatikan waktu makan utamanya, menyimpan dan menyiapkan bahan makanan agar mudah disajikan, mengatur pengeluaran dengan lebih baik, dan melakukan konseling apabila merasa stres.
Various nutritional problems experienced by college students can be caused by lifestyle changes, especially in eating patterns. It is common for students to skip meals, which can subsequently affect their health and performance, both academically and non-academically. This study aims to identify factors related to meals skipping habits among students of the Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, batch 2021-2024. A cross-sectional method was used involving 152 respondents. Data collection was conducted in May through online questionnaires. The majority of respondents have meals skipping habit (78,3%). Bivariate analysis showed significant associations between meals skipping habits and variables such as student living arrangement (p-value = 0.029), pocket money (p-value = 0.003), and stress level (p-value = 0.032). Based on these findings, students are expected to pay more attention to their meals, make meal prep for easy serving, manage their expenses better, and seek counseling if they experience stress.
S-11944
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Jesslyn Metta Santi; Pembimbing: Nurul Dina Rahmawati; Penguji: Ahmad Syafiq, Khoirul Anwar
Abstrak:
Read More
Fast food adalah jenis makanan yang sudah diolah atau dimasak dalam waktu singkat dan disajikan cepat atas dasar pesanan, dalam kondisi yang masih panas, dan dapat dibawa pergi untuk dikonsumsi di jalan. Fast food ditandai dengan kandungan gizi yang tidak seimbang, dimana sebagian besar mengandung kalori, lemak, gula dan garam yang relatif tinggi, tetapi kandungan serat rendah. Saat ini, industri fast food telah berkembang pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi pola makan remaja akibat peningkatan frekuensi konsumsi fast food. Remaja sedang mengalami perubahan dalam pola gaya hidup, seperti perilaku makan yang berubah dan pilihan makanan yang dikonsumsi cenderung tidak sehat, yaitu makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Dibuktikan dari WHO (2020) yang menyatakan bahwa 80% remaja di seluruh dunia sering mengonsumsi fast food dan Nilsen (2009) menyatakan 69% masyarakat Indonesia sering mengonsumsi fast food. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi fast food pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia angkatan 2023. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional yang melibatkan 151 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret – April 2024 dengan metode simple random sampling. Hasil penelitian menujukkan bahwa 76,2% responden mengonsumsi fast food dengan frekuensi sering (≥ 3 kali/minggu). Hasil analisis uji bivariat menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara uang saku untuk membeli fast food (p-value 0,007; OR 3,111), emotional eating (p-value 0,025; OR 3,821), jarak kampus ke gerai fast food (p-value 0,002; OR 3,600), promosi fast food (p-value 0,042; OR 2,445), dan paparan media sosial instagram (p-value <0,001; OR 28,8) dengan konsumsi fast food. Namun, tidak terdapat perbedaan signifikan antara jenis kelamin (p-value 0,370), uang saku keseluruhan (p-value 0,331), pengetahuan gizi dan fast food (p-value 1,000), peer group (p-value 0,344), online food delivery (p-value 1,000), dan jarak tempat tinggal ke gerai fast food (p-value 0,685). Setelah mengetahui hasil penelitian, diharapkan mahasiswa dapat mengonsumsi makanan yang lebih sehat dan membatasi penggunaan media sosial dan pengaruh iklan serta promosi fast food.
Fast food is a type of food that has been processed or cooked in a short time and that is served quickly on order basis, in a still hot condition, and can be taken away to be eaten in the street. Fast food is characterized by unbalanced nutritional intake, which is mostly high in calories, fat, sugar and salt, but low in fiber. Currently, the fast food industry has grown rapidly around the world, including in Indonesia. This may affect adolescents' diet due to increased frequency of fast food consumption. Adolescents are experiencing changes in lifestyle patterns such as changing dietary behavior and food choices that are consumed which are often unhealthy, such as foods that contain high amounts of sugar, salt, and fat. Evidenced by WHO (2020) which states that 80% of adolescents around the world often consume fast food and Nilsen (2009) states that 69% of people in Indonesia often consume fast food. This study aims to determine factors related to fast food consumption among students of the Faculty of Public Health, University of Indonesia class of 2023. This research was conducted using a cross-sectional method involving 151 respondents. Data collection was carried out from Maret – April 2024 using the simple random sampling. The results showed that 76,2% of respondents consumed fast food frequently (≥ 3 times/week). The results of the bivariate test analysis showed that there is a significant difference between pocket money to buy fast food (p-value 0,007; OR 3,111), emotional eating (p-value 0,025; OR 3,821), campus distance to fast food outlets (p-value 0,002; OR 3,600), fast food promotion (p-value 0,042; OR 2,445), dan of social media instagram exposure (p-value <0,001; OR 28,8) dengan konsumsi fast. However, it is no significant difference between gender (p-value 0,370), total pocket money (p-value 0,331), nutrition and fast food knowledge (p-value 1,000), peer group (p-value 0,344), online food delivery (p-value 1,000), dan residential distance to fast food outlets (p-value 0,685). After knowing the research results, it is hoped that college students can eat healthier foods and limit the use of social media and the influence of advertisements and fast food promotions.
S-11729
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nienda Biellani; Pembimbing: Wahyu Kurnia Yusrin Putra; Penguji: Ahmad Syafiq, Khoirul Anwar
Abstrak:
Read More
Kerawanan pangan terjadi ketika ketersediaan makanan yang bergizi dan aman atau kemampuan untuk memperoleh makanan menjadi terbatas atau tidak pasti karena keterbatasan ekonomi, sosial, atau fisik. Akibatnya terjadi kelaparan dan kekurangan gizi pada tingkat komunitas, rumah tangga, dan individu. Beberapa studi menunjukkan bahwa mahasiswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas sering menghadapi masalah kerawanan pangan. Masalah finansial merupakan faktor utama terjadinya kerawanan pangan di kalangan mahasiswa. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia memiliki tingkat literasi gizi paling rendah di antara fakultas lainnya sehingga lebih rentan terdampak kerawanan pangan. Penelitian mengukur perbedaan status kerawanan pangan berdasarkan tempat tinggal dan faktor-faktor yang berhubungan seperti alokasi biaya makan, sumber ketersediaan pangan, akses pangan, pendapatan pribadi, tahun kuliah, dan jenis kelamin. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner g-form pada bulan April – Mei 2025. Desain penelitian yang digunakan adalah desain studi potong lintang dan digunakan metode accidental sampling untuk memperoleh 166 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status kerawanan pangan yang signifikan berdasarkan tempat tinggal pada mahasiswa (p-value=0,001). Mahasiswa indekos (25,9%) mengalami kejadian rawan pangan lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang tinggal di rumah orang tua (11,4%). Hal ini didukung oleh perbandingan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan berdasarkan tempat tinggal. Hasil Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada alokasi biaya makan (p-value=0,003), pendapatan pribadi (p-value=0,001, dan akses pangan (p-value=0,001).
Food insecurity occurs when the availability of nutritious and safe food or the ability to acquire food becomes limited or uncertain due to economic, social, or physical constraints. As a result, hunger and malnutrition arise at the community, household, and individual levels. Several studies indicate that students pursuing university education often face food insecurity issues, with financial constraints being the primary contributing factor. Among the faculties at the University of Indonesia, Law Faculty students exhibit the lowest nutritional literacy levels, making them more vulnerable to food insecurity. This study examines differences in food insecurity status based on residence and related factors, including meal budget allocation, food sources, food access, personal income, academic year, and gender. The research was using a Google Forms questionnaire from April to May 2025. A cross-sectional study design was employed, with accidental sampling yielding 166 respondents. The findings reveal a significant difference in food insecurity status based on residence (p-value = 0.001). Boarding students (25.9%) experienced higher food insecurity compared to those living with their parents (11.4%). This disparity is further supported by significant differences in related factors based on residence. The Mann-Whitney test indicates notable variations in meal budget allocation (p-value = 0.003), personal income (p-value = 0.001), and food access (p-value = 0.001).
S-11982
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Abraham Theodore; Pembimbing: Asih Setiarini; Penguji: Diah Mulyawati Utari, Fajrinayanti
Abstrak:
Read More
Emotional eating merupakan perilaku konsumsi makanan secara berlebihan sebagai respons terhadap emosi negatif, dan dapat terjadi baik pada individu dengan berat badan normal maupun yang mengalami obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat stres, kualitas tidur, aktivitas fisik, jenis kelamin, uang saku, beban akademik, persepsi body image, dan self-esteem dengan perilaku emotional eating pada mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sebanyak 164 responden terlibat dalam penelitian melalui pengisian kuesioner daring menggunakan teknik quota sampling pada April–Mei 2025. Analisis dilakukan menggunakan uji chi-square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 59,1% responden memiliki kecenderungan Emotional eating, lalu sebagian besar responden memiliki kualitas tidur buruk (82,3%), stres sedang (53,7%), aktivitas fisik rendah (61,0%), jenis kelamin perempuan (56,1%), uang saku >Rp400.000 per minggu (62,8%), serta beban akademik tinggi (57,9%). Mayoritas juga memiliki persepsi body image positif (68,3%) dan self-esteem baik (64,6%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa semua variabel independen yang diteliti memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku emotional eating (p < 0,05). Di antara variabel-variabel tersebut, beban akademik dikonsiderasi sebagai faktor dominan yang berhubungan dengan estimasi paling presisi, nilai odds ratio (OR) menunjukkan sebesar 0,023 (95% CI: 0,002–0,257), yang menunjukkan bahwa mahasiswa dengan beban akademik tinggi berisiko 97,7% lebih besar mengalami emotional eating dibandingkan mahasiswa dengan beban akademik rendah.
Emotional eating is an effort to cope with distressing emotions is a common eating pattern in which people often consume large amounts of food even when their physical hunger is not present. This behavior can occur in individuals with normal weight and those who are overweight or obese. This study explored the relationship between stress levels, sleep quality, physical activity, gender, weekly allowance, academic workload, body image perception, and self-esteem with emotional eating among undergraduate students at the Department of Architecture, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia. A quantitative approach with a cross-sectional design was used. Data were collected through an online questionnaire between April and May 2025 using a quota sampling technique. Data analysis was performed using chi-square tests and logistic regression. The findings The results showed that 59.1% of respondents demonstrated tendencies toward emotional eating. Most participants reported poor sleep quality (82.3%), moderate stress levels (53.7%), low physical activity (61.0%), were female (56.1%), had a weekly allowance above IDR 400,000 (62.8%), and experienced high academic workload (57.9%). In addition, the majority had a positive body image perception (68.3%) and good self-esteem (64.6%). Bivariate analysis revealed that all independent variables were significantly associated with emotional eating (p < 0.05). Among these, academic workload emerged as the most dominant factor, with a precise estimate and an odds ratio (OR) of 0.023 (95% CI: 0.002–0.257), indicating that students with a high academic workload were 97.7% more likely to experience emotional eating compared to those with a low workload.
S-11917
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
