Ditemukan 32667 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Kata kunci: Meta analisis, review literature, systematic review, remaja, perilaku seksual, pengaruh teman sebaya
ABSTRAK Nama : Lhuri Dwianti Rahmartani Program Studi : Epidemiologi Peminatan : Epidemiologi Klinik Judul : Hubungan Pengetahuan tentang Fungsi Kondom dengan Penggunaannya pada Remaja Laki-laki Pelaku Hubungan Seksual Pranikah di Indonesia: Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 Peningkatan tren praktik hubungan seksual pranikah pada remaja laki-laki di Indonesia tidak disertai tindakan preventif yang adekuat. Tidak sampai 28% dari mereka yang menggunakan kondom secara konsisten. Pada populasi remaja umum di Indonesia, sebanyak 30%-nya tidak tahu bahwa kondom dapat mencegah kehamilan dan 40%-nya tidak tahu kondom dapat mencegah infeksi menular seksual (IMS). Studi potong lintang dari analisis SDKI 2012 ini berupaya melihat asosiasi pengetahuan tentang fungsi kondom terhadap penggunaan kondom pada remaja laki-laki pelaku hubungan seksual pranikah. Hasilnya, setelah memperhitungkan faktor demografis, pengetahuan kespro, dan perilaku lainnya, penggunaan kondom lebih tinggi pada responden yang memiliki pengetahuan tentang kedua fungsi kondom (PR 2,38; 95% CI 1,47 – 3,85) dibandingkan responden yang hanya tahu salah satu fungsi atau tidak tahu sama sekali. Kata kunci: Hubungan seksual pranikah, kondom, remaja, laki-laki, pengetahuan, perilaku berisiko
ABSTRACT Name : Lhuri Dwianti Rahmartani Study Program : Epidemiology Major : Clinical Epidemiology Judul : Association between Knowledge of Condom Functions and Condom Use among Sexually-active Unmarried Male Adolescents in Indonesia: Analysis of Indonesia Demographic and Health Survey 2012 The increasing trend of premarital sex among Indonesian male adolescents is not accompanied with protective behavior. Less than 28% of sexually-active unmarried male adolescents use condoms consistently. Approximately, 30% of Indonesian adolescents do not know that condoms can help prevent pregnancy and 40% of them do not know that condoms can help prevent sexually transmitted infections (STIs). This cross-sectional study using IDHS 2012 aims to see whether there is an association between knowledge on condom functions and condom use, particularly among unmarried male adolescents in Indonesia. After controlling with other covariates such as demographic, knowledge on reproductive health, and other behavior indicators, the prevalence of condom use is significantly higher in respondents who know both functions of condoms, than in respondents who only know either function or not at all (adjusted PR 2,38; 95% CI 1,47 – 3,85). Keywords: Premarital sex, condom, adolescent, male, knowledge, risky behavior
Hasil penelitian multivariat menggunakan uji regresi logistikmenunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi keluarga,daerah tempat, sikap terhadap hubungan seksual pranikah, pengaruh teman, pengalamankonsumsi alkohol, perilaku pacaran berisiko, dan perilaku merokok berhubungansignifikan dengan perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja di Indonesia. Faktorpaling dominan adalah perilaku pacaran berisiko, yaitu dengan nilai p = 0,000 dan aOR= 27,236 (95% CI: 19,979-37,129).
Kata kunci:Perilaku seksual, hubungan seksual pranikah, remaja, Indonesia.
Adolescence is an advanced phase from childhood before heading to adulthood with growth and development in biological, cognitive, psychosocial, and emotional aspects. Within the phase, adolescents have a high curiosity to try or explore new things, including risky sexual behavior in adolescents. Therefore, based on the IDHS report of 2017 on Adolescent Reproductive Health (KRR) that male and female adolescents tried to have premarital sex for the first time at the age of 15-19 years with a percentage of 8 percent for men and 2 percent for women. This study aims to determine the relationship between reproductive health education that received for the first time at school to the premarital sexual behavior of male adolescents aged 15-19 years in Indonesia. The data used in this study is IDHS data for the 2017 KRR with a total sample of 7.345 adolescents who have been adjusted by both of the inclusion and exclusion criteria of the study. This study used a cross sectional study design. The results of this study are there were 6,966 (94.8%) teenage boys aged 15-19 years who had premarital sexual intercourse, while only 379 (5.2%) teenagers who had not. Based on bivariate analysis, It was found that the variables of reproductive health education about the human reproductive system (p=0.000), family planning (p=0.000) and HIV/AIDS (p=0.002) had a significant relationship with adolescent premarital sexual behavior. In addition, variables related to adolescent premarital sexual behavior are communication with teachers (p = 0.004) and education level (p = 0.000 and 0.008). While the variable of residence did not have a significant correlation (p = 0.095).
Latar belakang: Inisiasi seksual adalah indikator utama dari kesehatan dan kesejahteraan seksual remaja. Sebagai kejadian transisi pada hidup individu, inisiasi seksual idealnya terjadi secara terencana atas persetujuan seluruh pihak yang melakukannya dengan relasi yang setara. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat berbagai risiko yang menyertai inisiasi seksual, terutama apabila dilakukan pada usia yang lebih awal.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan menemukan gambaran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan inisiasi seksual pada remaja laki-laki dan remaja perempuan di Indonesia.
Metode: Dengan menggunakan desain potong lintang, penelitian ini melakukan analisis chi square dan regresi logistik terhadap 6.005 sampel remaja berusia 13 s.d. 17 tahun yang diperoleh dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2024. Terdapat tiga belas variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu inisiasi seksual sebagai variabel dependen; gender sebagai variabel penstratifikasi; serta status pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan terkait HIV, konsumsi alkohol, konsumsi NAPZA, struktur keluarga, dukungan keluarga, status sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat berpacaran, dan dukungan teman sebagai variabel independen. Adapun inisiasi seksual dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pengalaman hubungan seksual pertama kali.
Hasil: Sebanyak 1,0% remaja berusia 13 s.d. 17 tahun di Indonesia pernah mengalami inisiasi seksual dengan rincian 0,7% pada remaja laki-laki dan 1,4% pada remaja perempuan. Penelitian ini juga menemukan bahwa determinan dari inisiasi seksual pada remaja meliputi status bekerja pada remaja laki-laki (aOR: 5,30; 95% CI: 1,75—16,09); pernah mengonsumsi alkohol seumur hidup pada remaja secara gabungan (aOR: 7,30; 95% CI: 3,71—14,33), remaja laki-laki (aOR: 9,17; 95% CI: 3,06—27,44), dan remaja perempuan (aOR: 5,71; 95% CI: 1,59—20,54); status telah menikah pada remaja secara gabungan (aOR: 1.059,50; 95% CI: 226,60—4.953,98) dan remaja perempuan (aOR: 451,08; 95% CI: 76,84—2.648,17); dan riwayat pernah berpacaran pada remaja secara gabungan (aOR: 9,51; 95% CI: 4,21—21,45), remaja laki-laki (aOR: 6,81; 95% CI: 1,68—27,70), dan remaja perempuan (aOR: 8,67; 95% CI: 3,13—24,06). Adapun status sosial ekonomi rendah-sedang memiliki hubungan negatif dengan inisiasi seksual pada remaja secara keseluruhan (aOR: 0,44; 95% CI: 0,21—0,93; P value = 0,030) dan remaja laki-laki (aOR: 0,15; 95% CI: 0,06—0,43; P value < 0,001).
Kesimpulan: Faktor individu, situasional, keluarga, dan relasi berkaitan dengan inisiasi seksual. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam intervensi yang meliputi pendidikan seksualitas yang komprehensif, pemberian layanan kesehatan reproduksi remaja, dan penegakan hukum. Penelitian dengan desain longitudinal diperlukan untuk memastikan ada/tidaknya hubungan kausalitas antarvariabel.
Background: Sexual initiation is the core indicator for adolescent sexual health and well-being. As a transition event on adolescents’ life, sexual initiation is ideally performed with plan and consent from each of the parties involved and within an equal relation. However, previous studies have shown that there are increased risks that follow sexual initiation, especially if it happens early. Aim: This study aimed to describe and identify factors related to sexual initiation on male and female adolescents in Indonesia. Methods: Using cross-sectional design, this study was analyzed using chi square and logistic regression analysis on 6.005 samples of adolescents ranging from 13 to 17 years old accessed from National Survey of Life Experiences of Children and Adolescents 2024. This study focuses on sexual initiation as dependent variable; gender as stratifying variable; educational status, working status, knowledge about HIV, alcohol use, drug use, family structure, family support, socioeconomic status, marital status, dating history and peer support as indendent variables. Sexual initiation, in this study, is defined as the experience of first sexual intercourse. Results: One percent (1,0%) of adolescents in Indonesia have had their first sexual intercourse. The percentage is ranging from 0,7% on male adolescents and 1,4% on female adolescents. This research also finds that the determinants of sexual initiation on adolescents are male adolescents who are currently working (aOR: 5,30; 95% CI: 1,75—16,09); have consumed alcohol in lifetime on both adolescents (aOR: 7,30; 95% CI: 3,71—14,33), male adolescents (aOR: 9,17; 95% CI: 3,06—27,44), and female adolescents (aOR: 5,71; 95% CI: 1,59—20,54) who have consumed alcohol in lifetime; being married on adolescents cumulatively (aOR: 1.059,50; 95% CI: 226,60—4.953,98) and female adolescents (aOR: 451,08; 95% CI: 76,84—2.648,17); and ever dated someone on both adolescents(aOR: 9,51; 95% CI: 4,21—21,45), male adolescents (aOR: 6,81; 95% CI: 1,68—27,70), and female adolescents (aOR: 8,67; 95% CI: 3,13—24,06). Low-middle socioeconomic status is negatively associated with sexual initiation on both adolescents (aOR: 0,44; 95% CI: 0,21—0,93) and male adolescents (aOR: 0,15; 95% CI: 0,06—0,43; P value < 0,001). Conclusion: Individual, situasional, family and relational factors are related to sexual initiation. These factors should be considered during interventions that include comprehensive sexuality education, adolescent reproductive health service and law enforcement. Researches with longitudinal nature are required to identify the presence of causal associations between variables.
