Ditemukan 33119 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Salah satu bahaya Ssik di industri garmen adalah pajanan panas yang berasal dari alat kerja yang digunakan (setrika boiler/listrik dan rnesin press). Kondisi lingkxmgan kexja yang panas dapat mempengaruhi performansi kelja yang pada akhimya meningkatkan beban kelja dan mempemepat munculnya kelelahan dan keluhan subjektif sena menurunkan produktifitas kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi hubungan pajanan panas di lingkungan kelja dengan tingkat kelelahan pekenja di bagian produksi PT. Fokus Garmindo. Populasi penelitian ini adalah selumh pekerja di PT. Folcus Garmindo, dan sebagai sampel yaitu pekelja yang mclakukan pekeljaan di bagian ironing dan printing PT. Fokus Garmindo beljumlah 53 responden, sampel diambil secara Nonrandom Sampling berdasarkan Kuota. Rancangan desain studi yaitu crosssectional dengan deskriptif analitik. Data diambil dengan 2 (dua) cara yaitu melakukan pengukuran dan wawancam dengan kuesioner. Analisa data pada penelitian ini mcnggmmakan analisa uji statistik yang ada di FKM. Hasil penelitian diperoleh, rata-rata pajanan panas yang dilihat dad Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di lingkungan kerja adalah 30,14°C dcngan pajanan panas (ISBB) terendah adalah 28,9°C dan pajanan panas (ISBB) tertinggi adalah 32,1°C. Hasil tingkat kelelahan mcnunjukkan, sebagian besar rcsponden mengalami kelelahan ringan yaitu sebanyak 47 orang (88,7%), sedangkan responden yang mcngalami kelelahan sedang ada 6 orang (11,3%). Berdasarkan analisis hubungan didapatkan nilai p=0,028, berarti pada alpha 5% terlihat ada hublmgan yang signiikan rata-:ata pajanan panas di lingkungan kenja dengan tingkat keleIahan. Analisis mullivariat menunjukkan, variabel yang berhubungan bermakna (signiiikan) dan mempunyai pengamh paling besar tcrhadap tingkat kelelahan adalah variabel pajanan panas di lingkungan kelja. Odds Raiio (OR) dari pajanan panas didapat 4,403, artinya responden yang terpajau pauas lebih besar dari 30,14°C di lingkungan kerjanya akan berisiko 4 (empat) kali lebih besar mcngalami kelelahan dibandingkzm responden yang terpajan panas lebih kecil dari 30,14°C di lingkungan kegia selama 8 jam kerja. Kesimpulan penelitian ini adalah pajanan panas di lingkungan kerja merupakan faktor yang paling dominan dan mempunyai pengamh paiing besar terhadap tingkat kelelahan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengambi] kebijakan terutama masalah kesehatan pekegia, khususnya untuk meminirnalisasi dampak akibat dari pajanan panas di lingkungan kerja
One of physical hazard in garment industry is heat exposure from boiler/electrical iron and press machine. Hot working environment can influence work performance which cause increase work load and fatigue complaining and reduce productivity. Objective of the research to 'rind out and evaluate correlation between heat exposure in the workplace with fatigue of workers at PT. Fokus Garmindo. Population of the research is all workers at PT. Fokus Garmindo, and as sample is workers who work in ironing and printing area of PT. Fokus Garmindo are 53 respondent. Sample is calculated with nonrandom sampling quota. Design study is cross sectional and descriptive analysis. Data is collected by two ways, to measure and interview with questionnaire. Data analysis use statistic analysis at FKM. Result of the research, average of heat exposure which is measured from Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) index in the workplace is 30,14°C, the lowest of WBGT is 28,9°C and the highest of WBGT is 32,1°C. Result of fatigue level showed that almost all respondent has light fatigue 47 person (88,7%) and found only 6 person (11,3%) has moderate fatigue. According to the analysis, found p value = 0,028, mean that on 5% alpha there was signiticant relationship between heat exposure in the workplace with fatigue level. Multivariate analysis, found that heat exposure in the workplace is the most significant and has biggest influence to fatigue level (Odds Ratio (OR)= 4,403). Respondent who is influenced by heat exposure more than 3O,14°C has 4 (four) times more risk to fatigue level compare to respondent who is influenced by heat exposure less than 30,14°C for 8 working hours. Conclusion of the research, heat exposure is the most dominant factor and has biggest influence to fatigue level. This research result is expected can help the company to taking policy on workers health, particularly to minimize eH`ect of heat exposure in the workplace.
Stres kerja merupakan masalah yang signifikan di sektor minyak dan gas bumi (migas), yang dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisik pekerja, serta menurunkan kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi dan faktor-faktor risiko stres kerja pada pekerja unit produksi I dan II di PT XYZ pada tahun 2024. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional dan melibatkan 120 responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan uji bivariat untuk menilai hubungan antara faktor risiko dan stres kerja. Analisis dilakukan menggunakan uji Chi-square, perhitungan Prevalence Ratio (PR), dan CI 95%.
Hasil menunjukkan 50% pekerja mengalami stres kerja. Faktor yang berhubungan signifikan meliputi: tingkat pendidikan (p=0,003; PR=2,200; CI 95%: 1,179–2,700), masa kerja >5 tahun (p=0,011; PR=5,954; CI 95%: 0,912–38,893), status menikah (p=0,000; PR=4,171; CI 95%: 1,969–8,835), dukungan sosial buruk (p=0,044; PR=1,505; CI 95%: 1,032–2,196), otonomi kerja rendah (p=0,001; PR=2,000; CI 95%: 1,341–2,984), dan hubungan interpersonal buruk (p=0,033; PR=1,806; CI 95%: 1,019–3,200). Variabel yang tidak signifikan: usia (p=0,096), budaya organisasi (p=1,000), dan sumber daya (p=0,096). Determinan utama stres kerja adalah masa kerja, status pernikahan, tingkat pendidikan, dukungan sosial, otonomi pekerjaan, dan hubungan interpersonal.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap faktor-faktor individu dan psikososial dalam mengelola stres kerja di sektor migas. Program dukungan sosial, peningkatan otonomi kerja, dan perbaikan hubungan interpersonal dapat mengurangi stres kerja di lingkungan ini.
Work-related stress is a significant issue in the oil and gas (migas) sector, impacting workers' mental and physical health as well as their performance. This study aims to analyze the prevalence and risk factors of work-related stress among workers in production units I and II at PT XYZ in 2024. The study used a quantitative cross-sectional design involving 120 respondents. Data were collected through questionnaires and analyzed using bivariate tests to assess the relationship between risk factors and work-related stress. The analysis included Chi-square tests, Prevalence Ratio (PR), and 95% Confidence Interval (CI). Results showed that 50% of workers experienced work stress. Significant associated factors included educational level (p=0.003; PR=2.200; 95% CI: 1.179–2.700), work duration >5 years (p=0.011; PR=5.954; 95% CI: 0.912–38.893), marital status (p=0.000; PR=4.171; 95% CI: 1.969–8.835), poor social support (p=0.044; PR=1.505; 95% CI: 1.032–2.196), low job autonomy (p=0.001; PR=2.000; 95% CI: 1.341–2.984), and poor interpersonal relationships (p=0.033; PR=1.806; 95% CI: 1.019–3.200). Non-significant factors included age (p=0.096), organizational culture (p=1.000), and resources (p=0.096). This study highlights the importance of addressing individual and psychosocial factors in managing work-related stress in the migas sector. Social support programs, increased job autonomy, and improved interpersonal relationships can help reduce work stress in this environment.
Kelelahan kerja (fatigue) merupakan sebuah kondisi dimana seorang pekerja/tenaga kerja tidak bekerja secara maksimal dan mengalami penurunan produktivitas. International Labour Organization (ILO) (2016) mengatakan bahwa sebanyak 32% pekerja/tenaga kerja mengalami kasus kelelahan kerja. Selain itu, 27% pekerja/tenaga kerja mengalami kasus kelelahan kerja berat dan 18,3% pekerja/tenaga kerja mengalami kasus kelelahan kerja sedang. Kelelahan kerja juga akan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja, peningkatan risiko pekerja/tenaga kerja melakukan kesalahan, dan peningkatan risiko terjadinya kecelakaan kerja. Desain penelitian pada penelitian ini adalah cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko kelelahan kerja pada pekerja/tenaga kerja pengelasan di industri minyak dan gas bumi dengan pendekatan kuantitatif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 97 pekerja/tenaga kerja welder di PT XYZ. Metode pengambilan data dengan melakukan pengisian kuesioner kepada responden dan melakukan pengukuran menggunakan alat oxymeter, lux meter, sound level meter, dan thermometer dan humidity meter. Data akan diolah secara deskriptif dan inferensial untuk melihat gambaran dan hubungan dari setiap variabel. Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor individu (usia, masa kerja, kebiasaan merokok, dan waktu istirahat), faktor pekerja/tenaga kerjaan (beban kerja fisik, beban kerja mental, dan durasi kerja harian), dan faktor lingkungan kerja (kebisingan, pencahayaan, dan suhu). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok (OR=3.100 (1.253 – 7.672)), waktu istirahat (OR=5.913 (2.314–15.110)) , beban kerja fisik (OR=3.529 (1.509 - 8.256)), beban kerja mental (OR=2.658 (1.144–6.180)), kebisingan (OR=4.370 (1.844 – 10.354)), dan suhu (OR=4.083 (1.386-12.031)) dengan kejadian kelelahan kerja pada welder di PT. XYZ Sedangkan variabel usia, masa kerja, durasi kerja harian, dan pencahayaan tidak menunjukan adanya hubungan dengan kejadian kelelahan kerja pada welder di PT.XYZ. Kata Kunci: Kelelahan kerja, pekerja/tenaga kerja welder, industri minyak gas dan bumi
Work fatigue is a condition where a worker does not work optimally and experiences decreased productivity. The International Labor Organization (ILO) (2016) said that as many as 32% of workers experience work fatigue. In addition, 27% of workers experience severe work fatigue and 18.3% of workers experience moderate work fatigue. Work fatigue can also cause decreased work productivity, increased risk of workers making mistakes, and increased risk of work accidents. The research design in this study was cross-sectional. The purpose of this study was to analyze the risk factors for work fatigue in welding workers in the oil and gas industry using a quantitative approach. The sample in this study was 97 welder workers at PT XYZ. The data collection method was by filling out questionnaires to respondents and taking measurements using an oxymeter, lux meter, sound level meter, and thermometer & humidity meter. The data will be processed descriptively and inferentially to see the picture and relationship of each variable. The independent variables in this study were individual factors (age, length of service, smoking habits, and rest time), work factors (physical workload, mental workload, and daily work duration), and work environment factors (noise, lighting, and temperature). The results showed that there was a significant relationship between smoking habits (OR=3.100 (1.253 – 7.672)), rest time (OR=5.913 (2.314–15.110)), physical workload (OR=3.529 (1.509 - 8.256)), mental workload (OR=2.658 (1.144–6.180)), noise (OR=4.370 (1.844 – 10.354)), and temperature (OR=4.083 (1.386-12.031)) with the occurrence of work fatigue in welders at PT. XYZ Meanwhile, the variables of age, length of service, daily work duration, and lighting did not show any relationship with the occurrence of work fatigue in welders at PT.XYZ. Keywords: Work fatigue, welder workers, oil and gas
