Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 38713 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Nurhayati; Pembimbing: Lukman Hakim Tarigan Penguji: Nuning, Ratna Djuwita, Dien Emawati, I Made Setiawan
T-2966
Depok : FKM-UI, 2008
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lila Kesuma Hairani; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Rina Fithri Anni B.
S-5794
Depok : FKM-UI, 2009
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Selma Eliana Karamy; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah, Rizky Hasby
Abstrak:
Infeksi klamidia merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling umum terjadi secara global. WPS, terutama di daerah perkotaan, menghadapi risiko infeksi yang lebih tinggi karena lingkungan kerja serta gaya hidup yang berisiko. Jakarta merupakan kota yang memiliki karakteristik kosmopolitan dan perkotaan dengan industri seks yang aktif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2018-2019. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Ukuran asosiasi yang digunakan adalah prevalence ratio (PR). Dari 283 WPS yang dilibatkan dalam penelitian, positivity rate infeksi klamidia di Kota Jakarta Barat mencapai 42.8%. Berdasarkan analisis bivariat, Faktor risiko yang signifikan terhadap infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat meliputi usia yang lebih muda, status cerai, dan jumlah pelanggan per minggu sebanyak ≥ 5 orang. Lama bekerja selama ≥ 10 tahun juga menjadi faktor signifikan yang bersifat protektif. Tingginya angka infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat menekankan perlunya memperkuat penjangkauan kepada WPS untuk memberi informasi dan edukasi mengenai IMS dan menganjurkan WPS agar melakukan pemeriksaan secara rutin, terutama bagi WPS yang berusia muda.

Chlamydia is one of the most common sexually transmitted infections globally. Female sex workers (FSW), especially in urban areas, face a higher risk of infection due to their risky work environment and lifestyle. Jakarta is a city that has cosmopolitan and urban characteristics with an active sex industry. This research was conducted to determine the factors associated with the incidence of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta. The research was conducted using a cross-sectional design by analyzing data from the 2018-2019 Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS). The data were analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Prevalence ratio (PR) was used as the measure of association. Of the 283 FSWs involved in the study, the positivity rate of chlamydia infection in West Jakarta reached 42.8%. Based on the bivariate analysis, significant risk factors for chlamydia infection among FSWs in West Jakarta include younger age, divorced status, and having ≥ 5 customers per week. Length of work for ≥ 10 years is also a significant factor that is protective. The high rate of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta highlights the need to increase outreach to FSWs in order to educate them about STIs and encourage them to perform regular screenings, especially for young FSWs.
Read More
S-11244
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hesti Purnama Sari; Pembimbing: Krisnawati Bantas
S-3430
Depok : FKM-UI, 2003
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muhammad Habibi Syahidi; Pembimbing: Dwi Gayatri; Penguji: Krisnawati Bantas, Susi Salwati
S-8381
Depok : FKM UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ita Perwira; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Tri Yunis Wahyono, Helda, Endang Burni
Abstrak:

Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan dunia saat ini termasuk di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 dilaporkan 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang (CFR 0,89%). Tingginya jumlah rawat inap di rumah sakit ini juga menjadi beban yang cukup besar. Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lama rawat inap pada pasien yang terinfeksi virus dengue di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur. Metode: Menggunakan desain potong lintang (cross-sectional). Hasil: Jumlah kasus infeksi dengue di RSUP Persahabatan tahun 2010 adalah 2168. Didapatkan subjek 450 orang dari total 633 subjek yang tercatat selama 1 Januari - 31 Juni 2010. Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh 4 variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan lama rawat inap pasien yang terinfeksi virus dengue yaitu lama sakit sebelum masuk RS (p=0.000, OR=0.229, 95% CI 0.134-0.392), penyulit (p=0.003, OR = 2.050, CI 95% : 1.276 ? 3.293),jumlah trombosit (p=0.013, OR=2.585, 95% CI 1.220-5.478) dan jumlah leukosit (p=0.024, OR=1.624, 95% CI 1.065-2.475). Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan lama rawat inap adalah jumlah trombosit. Dari hasil tersebut disarankan agar klinisi dan akademisi perlu meningkatkan standar pelayanan penyakit yang lebih efektif dan efisien pada pasien yang terinfeksi virus dengue.


 

Background: Dengue fever remains as health problem in the world, especially in tropic and sub-tropic zone include Indonesia. DKI Jakarta province in 2009 was reported 158.912 cases with mortality rate 1.420 cases (CFR 0,89%). Very high of hospitalization rate in the hospital due to dengue infection increase the burden for the government and community. Objective: to find out factors affect to the hospitalization days in patients with dengue virus infection in Persahabatan Hospital, East Jakarta Method: This study was implemented using cross-sectional design. Result: There was 450 subject from total 633 cases reported during 1 January - 31 June 2010. Based on bivariate analysis there is 4 variable which has significant correlation with hospitalization days in patients with dengue virus infection in Persahabatan Hospital. They are days of sick before hospitalized (p=0.000, OR=0.229, 95% CI 0.134-0.392), complication (p=0.003, OR = 2.050, CI 95% : 1.276 ? 3.293), trombocyte (p=0.013, OR=2.585, 95% CI 1.220-5.478), leucocyte (p=0.024, OR=1.624, 95% CI 1.065-2.475). Dominant variable which has significant correlation with hospitalization days is trombocyte. From those result, suggestion for clinician and academician are to increase services standart to be more effective and efficient for patients with dengue virus infection.

Read More
T-3458
Depok : FKM-UI, 2011
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dine Dyan Indriani; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Syahrizal, Pratono
Abstrak:
Infeksi Menular Seksual memiliki dampak besar pada kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh dunia. Lebih dari 30 bakteri, virus dan parasit yang berbeda diketahui ditularkan melalui kontak seksual, termasuk seks vaginal, anal dan oral. Mayoritas pasien sifilis adalah laki-laki sebesar 54%. Jumlah kasus PIMS pada LSL sebesar 6.997 orang (Kemenkes, 2022). Pada tahun 2023 Jawa Barat memiliki jumlah kasus sifilis sebesar 3.186. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian sifilis yang dikelompokkan menjadi faktor biologis dan demografi, faktor perilaku, faktor health access, dan social environment. Penelitian ini merupakan studi cross sectional menggunakan data sekunder bersumber dari data STBP 2018/2019. Hasil pada penelitian ini adalah 11,33% responden positif sifilis. Responden HIV+ 27%, Hepatitis B+ 5 % dan 0,2% Hepatitis C+, respoden menjual seks 34% dan membeli seks 10%. Sebanyak 78% tidak melakukan pemeriksaan IMS, 56% tidak melakukan pengobatan IMS, 70,1% responden tidak terpapar informasi, dan 65% tinggal bersama pasangan/keluarga. Pada hasil analisis didapatkan faktor yang memiliki pengaruh adalah status HIV ((PR=2,77; 1,815-4,250) dan tingaal bersama teman/pasangan pria/waria (PR= 1,181; 0,555-2,512) dan tinggal sendirian (PR= 2,1; 1,338-3,289) cenderung lebih berisiko menderita sifilis dibandingkan responden yang tingga Bersama keluarga/pasangan Wanita

Sexually Transmitted Infections have a major impact on sexual and reproductive health worldwide. More than 30 different bacteria, viruses and parasites are known to be transmitted through sexual contact, including vaginal, anal and oral sex. The majority of syphilis patients are men, 54%. The number of PIMS cases among MSM is 6,997 people (Ministry of Health, 2022). In 2023, West Java have a total of 3,186 syphilis cases. This study aims to determine the factors that influence the incidence of syphilis which are grouped into biological and demographic factors, behavioral factors, health access factors, and social environment. This research is a cross sectional study using secondary data sourced from 2018/2019 IBST data. The results of this study were that 11.33% of respondents were positive for syphilis. 27% of respondents were HIV+, 5% Hepatitis B+ and 0.2% Hepatitis C+, 34% of respondents sold sex and 10% bought sex. As many as 78% did not undergo STI testing, 56% did not undergo STI treatment, 70.1% of respondents were not exposed to information, and 65% lived with their partner/family. In the results of the analysis, it was found that the factors that had an influence were HIV status ((PR=2.77; 1.815-4.250) and living with a male/transgender friend/partner (PR= 1.181; 0.555-2.512) and living alone (PR= 2.1 ; 1,338-3,289) tend to be more at risk of suffering from syphilis than respondents who live with their family/partner.
Read More
T-6866
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rahmi Marisa; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Nining Mularsih
Abstrak:
Laki-laki Seks laki-laki (LSL) memiliki risiko yang lebih tinggi tertular HIV 26 kali lebih tinggi dibanding populasi umum. Prevalensi HIV usia dewasa antara 15-49 tahun di Indonesia adalah 0,7% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi HIV pada kelompok LSL di puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari aplikasi App.prepid.org, SIHA dan rekam medis pasien di Puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta. Populasi penelitian adalah semua LSL yang dilayani di puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta, sampel 408 orang adalah seseorang LSL, berusia >17 tahun yang diperiksa data di aplikasi App.prepid.org, SIHA dan rekam medis nya lengkap. Variabel yang diteliti antara lain penggunaan PrEP, usia, tingkat pendidikan, penggunaan kondom, status HIV pasangan tetap, status HIV pasangan lainnya, riwayat IMS dalam 6 bulan terakhir. Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menggunakan SPSS, untuk uji statistic p-value < 0,05 menunjukkan faktor Pendidikan perguruan tinggi (HR 0,028 CI 95% 0,002-0,486) dan penggunaan kondom (HR 0,205 CI 95% 0,026-1,624) menurunkan risiko infeksi HIV sedangkan status pasangan tetap ODHIV (HR 2,990 CI 95% 0,829-10,792) dan riwayat IMS dalam 6 bulan terakhir (HR 4,872 CI 95% 1,681-14,119) dapat mengingkatkan risiko terinfeksi HIV.

Men sex men (MSM) have a 26 times higher risk of HIV infection than the general population. The prevalence of HIV among adults aged 15-49 in Indonesia is 0,7% by 2022. This research aims to identify factors associated with the incidence of HIV infection in the MSM group in the puskesmas that provide PrEP services in Jakarta. The study uses a retrospective cohort design using secondary data from the App.prepid.org application, SIHA and medical records of patients in Puskesmas who provide PrEP services in Jakarta. The population of the study is all MSMs served in the PrEP service in Jakarta, the sample of 408 people is someone MSM, aged >17 years who examined the data in the app.preped.org, SIHA and his complete medical records. The variables studied include PrEP use, age, education level, condom use, history of a spouse staying with PLHIV, other spouse status unknown, history of STIs in the last 6 months. Research results based on multivariate analysis using SPSS, for a statistical test p-value < 0,05 showed that college education level (HR 0.028 CI 95% 0.002-0.486) and condom use (HR 0.205 CI 95% 0.026-1.624) reduced the risk of HIV infection while permanent partner status of PLHIV (HR 2.990 CI 95% 0.829-10.792) and history of STIs in the last 6 months (HR 4.872 CI 95% 1.681-14.119) can increase the risk of HIV infection.
Read More
T-7100
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sri Cahyaningrum; Pembimbing:Syarif, Syahizal; Penguji: Renti Mahkota, Ajie Mulia Avisena
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian filariasis di Papua Barat tahun 2015. Metodologi penelitian: menggunakan studi case control dengan data primer. Besar sampel sebanyak 565 responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2015 di Papua Barat. Penduduk di Papua Barat yang berusia 13-50 tahun dan telah diperiksa antigenaemia filariasis dipilih sebagai populasi studi. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan software SPSS 13 untuk menganalisis chi-square pada uji bivariat, menganalisis komponen: p-value; OR; 95% CI, dan uji multivariat dengan regresi logistik model prediksi. Hasil: Sampel terdiri dari 113 sebagai kasus dan 452 kontrol. Kemudian kelompok kasus dan kontrol tersebut dihubungkan dengan faktor-faktor risiko. Terdapat hubungan yang bermakna pada faktor sosiodemografi pada variabel suku (Suku asli OR=7,4; 95% CI 3,347-16,239); faktor lingkungan fisik pada variabel pembagian wilayah urban-rural (rural OR=8,1; 95%CI 4,839-13,468), topografi rawa (OR=5,4; 95%CI 3,058-9,377), dan topografi lain (kebun/bukit OR=4,6; 95%CI 2,980-7,162); faktor perilaku pada variabel membiarkan nyamuk saat keluar malam (tidak membiarkan OR=2,4; 95%CI 1,443-3,965), memakai baju panjang saat tidur (tidak memakai OR=4,1; 95% CI 1,454-11,512), dan memakai selimut saat tidur (tidak memakai OR=5,7; 95%CI 1,761-18,583); faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan pada variabel jarak rumah-puskesmas (≥ 1 km OR=3,3; 95%CI 2,108-5,090). Pada faktor lingkungan biologi dan pengetahuan, tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik. Faktor risiko dominan adalah variabel pembagian wilayah urban-rural (rural OR=6,3; 95%CI 3,659- 10,615) dan jarak rumah-puskesmas (≥ 1 km OR=2,2; 95%CI 1,343-3,575). Simpulan: faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan pada variabel pembagian wilayah urban-rural merupakan faktor risiko paling dominan yang mempengaruhi kejadian filariasis di Papua Barat. Saran: Masyarakat rural Provinsi Papua Barat perlu lebih diperhatikan dalam hal sosialisasi tentang dampak filariasis sehingga dapat melakukan pencegahan; Mengalokasikan sumber daya lebih banyak untuk masyarakat rural; Melakukan pemetaan filariasis dan evaluasi POPM lebih banyak pada masyarakat rural; dan Memberdayakan masyarakat yang berjarak ≥ 1 km dengan puskesmas dalam mendukung program filariasis pada POPM dan tatalaksana kasus. Kata kunci: filariasis, faktor risiko, case control, Papua Barat.
Read More
S-8759
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arifah Sarwenda; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Ridho Ichsan Syaini, Bai Kusnadi
Abstrak:
Hipertensi masih menjadi masalah utama penyakit tidak menular baik secara global maupun nasional. Tahun 2019 hipertensi berkontribusi terhadap 10,8 juta kematian dan 235 juta kecacatan di dunia. Hipertensi terus mengalami peningkatan di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2013 (29,4%) hingga tahun 2018 (39,51%). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan faktor risiko level individu, rumah tangga, dan Kab/Kota secara bersamaan terhadap kejadian hipertensi. Desain penelitian ini adalah cross-sectional study dengan teknik analisis multilevel, dan pengumpulan data dilakukan secara sekunder. Penelitian ini dilaksanakan dari Maret-Juni 2024. Penelitian ini menggunakan total sampling sebanyak 46438 responden dari data survey Riskesdas 2018. Penelitian ini menunjukkan bahwa level individu merupakan level yang paling besar kontribusinya terhadap kejadian hipertensi (VPC=75,79%), adapun faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipertensi diantaranya faktor umur (umur≥60; OR=17,57), pendidikan (pendidikan rendah; OR=1,31), dan gangguan mental emosional/GME (individu dengan GME; OR=1,10). Kemudian diikuti oleh level rumah tangga (VPC=29,40%), dan kontribusi paling kecil yaitu level kabupaten/kota (VPC=4,81%), hasil analisis terhadap variabel-variabel kontekstual di level rumah tangga dan level kabupaten/kota menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap kejadian hipertensi. Penelitian ini merekomendasikan program intervensi lebih difokuskan pada faktor-faktor di level individu yaitu berdasarkan kelompok usia, meningkatkan edukasi/kampanye terkait hipertensi, dan intervensi terhadap GME di masyarakat.

Hypertension remains a major non-communicable disease problem both globally and nationally. In 2019, hypertension contributed to 10.8 million deaths and 235 million disabilities in the world. Hypertension continues to increase in West Java Province from 2013 (29.4%) to 2018 (39.51%). This study aims to analyze the role of individual, household, and district/city-level risk factors simultaneously on the incidence of hypertension. The design of this study was a cross-sectional study with multilevel analysis techniques, and data collection was carried out secondarily. This study was conducted from March to June 2024. This study used a total sampling of 46438 respondents from the 2018 Riskesdas survey data. This study shows that the individual level is the level that contributes the most to the incidence of hypertension (VPC=75.79%), while the factors that increase the risk of hypertension include age (age ≥60; OR=17.57), education (low education; OR=1.31), and mental-emotional disorders/MED (individuals with MED; OR=1.10). Then followed by the household level (VPC=29.40%), and the smallest contribution is the district/city level (VPC=4.81%), the results of the analysis of contextual variables at the household level and district/city level showed no significant influence on the incidence of hypertension. This study recommends that intervention programs focus more on factors at the individual level, namely interventions based on age groups, improving education/campaigns related to hypertension, and interventions on mental-emotional disorders in the community.
Read More
T-7108
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive