Ditemukan 36471 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Dalam era globalisasi tumbuhnya rumah sakit menyebabkan terjadinya kompetisi antar rumah sakit yang makin keras untuk dapat merebut pasar yang semakin terbuka lebar. Hal ini mendorong pihak rumah rumah sakit maupun stakeholder untuk menghitung secara riil berapa biaya pelayanan yang dibutuhkan sehingga dapat menjadi alat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan tanpa mengurangi mutu pelayanan yang diberikan, yaitu dengan melakukan analisis perhitungan biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran biaya satuan tindakan appendiktomi akut di kamar operasi rumah sakit X dengan menghitung biaya langsung dan tidak langsung yang terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian operational research dan bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder rumah sakit tahun 2010 di RS X Jakarta. Metode perhitungan biaya menggunakan metode ABC (Activity Based Costing) dan distribusi sederhana. Metode ABC untuk mengalokasikan biaya langsung dengan menghitung biaya dari kegiatan yang terjadi menggunakan cost driver berdasarkan waktu kegiatan. Metode distribusi sederhana untuk mengalokasikan biaya tidak langsung yang secara tidak langsung terlibat dalam pelayanan appendiktomi dengan melakukan pendistribusian biaya dari unit penunjang ke unit produksi (kamar operasi). Biaya satuan aktual appendiktomi sebesar Rp. 5.344.551,48,- dan biaya satuan normatif sebesar Rp. 5.312.912,-. Biaya operasional jasa medis dan paramedis merupakan biaya yang terbesar.
In an era of growing globalization of the hospital which led to competition among hospitals is increasingly more difficult to capture the wide open market. This prompted the hospital as well as the stakeholders to quantify how much the real cost of services is needed, and could be a reference tool in health care financing without reducing the quality of service provided by analyzing the cost calculation. The objective of this study is to determine the amount of unit cost in acute appendectomy surgery at operating room of hospital X by calculating the direct costs and indirect costs. This research type is operational research and descriptive analysis by using secondary data from hospital X Jakarta for the year 2010. Methods of cost calculation are ABC (Activity Based Costing) and simple distribution. ABC method is used for allocating direct costs by calculating the cost of activities that occur using time-based cost driver activity. Simple distribution method is used for allocating indirect costs that are not directly involved in appendectomy service by distribution of unit costs which supports the production unit (operating room). Actual unit cost of appendectomy surgery is Rp. 5.344.551,48, - and normative unit cost is Rp. 5.312.912, -. Operational costs of medical and paramedical consumable materials become the largest consumption.
Bisnis perumahsakitan mengalamj perubahan mendasar berkaitan dengan peningkatan daya saing rumah sakit dalam meraih pangsa pasar pada saat ini dan masa mendatang. Salah satu produk rumah sakit yang sangat berkembang sejak tahu 80-an adalah rawat jalan. Bedah rawat jalan (BRJ) merupakan bagian dari layanan rawat jalan yang saat ini merupakan Iayanan yang terus meningkat karena banyak memberikan keuntungan seperti biaya yang lebih murah, rendahnya tingkat infeksi, berkurangnya kecemasan pasien dan pasien merasa lebih nyaman. Di Amerika BRJ mencapai 70-75 % dari seluruh pembedahan. Di Indonesia BRJ teiah dilakukan diberbagai rumah sakit tetapi umumnya belum menjadi Iayanan yang terencana baik, hanya merupakan pelayanan baru atau tarnbahan yang diadakan karena adanya kebutuhan dari masyarakat dan belum ada pelaporan tersendiri untuk pelayanan ini. Melihat potensi layanan ini di masa mendatang dan untuk mengetahui bagaimana sebaiknya pelayanan ini diberikan dilakukan penelitian di RS Haji Jakarla mengingat angka pelayanan BRJ masih rendah dan untuk mendapatkan gambaran kesiapan rumah sakit terutama kamar bedah dalam melaksanakan BRJ. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dukungan manajemen, kesiapan SDM baik dokter maupun perawat, dan kesiapan fasilitas untuk mendukung pelayanan BRJ. Juga dinilai kesiapan kamar bedah melaksanakan pelayanan ini dibandingkan standar yang ada. Peneiitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Informasi yang didapat berupa data primer melalui wawancara mendaiam dan observasi dan data sekunder melalui telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan kamar bedah secara umum telah siap melakukan pelayanan BRJ., tetapi dukungan manajemen masih belum maksimal. Dari segi SDM baik perawat dan dokter siap melakukan pelayanan BRJ. Dari fasilitas dan layanan pendukung layak melakukan BRJ. Saran kepada manajemen adalah selain BRJ dicantunkan dalam rencana strategis berikutnya, harus dibuat konsep dan disain BRJ yang biak dan dijabarkan dalam pelaksanaan strategi serta ada evaluasi untuk tindakan koreksi.
The hospital businesses are having a basic changes linked by the increased hospital competition abilities in reaching the market-section nowadays and future. One of the Hospitals products which is very popular since 80's is the ambulatory care. Ambulatory surgery is a part of the ambulatory care programs which is popular because it gives a lot of benefits to the hospital and the patients, such as cheaper , low-infection level, less of anxiety and the patients feels more comfortable. In United State ambulatory surgery achievement till 70-75 % from whole surgery. ln Indonesia ambulatory surgery have done by various hospital but generally the care not to be good planned, only the new care because the people need the service and not yet different report for the care. Observe the potential this care for future and how the good standar for this practice, had done study at Haji Hospital Jakarta keep in mind ambulatory surgery achievement still low and for observe readiness operathing theater bring about the ambulatory surgery. The aim of the study is to find out management support, human resources readiness whether nurse or doctor, and facility readiness to support the ambulatory surgery. Operating theater readiness also to be compare with available standard. The study using a qualitative approach, and the information obtained are a primary data from in-depth interview and observation, and secondary data from documents review. The study found that generally operating theater ready for servicing ambulatory surgery, but management support not yet maximum. From human resources whether nurse or doctor is ready to serve. From facility and service support good too. Suggestion for management is ambulatory surgery persisten included in the strategic planning furthermore and must be made ambulatory surgery concept and design and conversion to the realize strategi and evaluation have to made for corrective action.
Penelitian ini dilatarbelakangi dari hasil pemeriksaan angka kuman yang positif jamur dan bakteri stapilococcus sp di Ruang Bedah Rumah Sakit X. Meskipun intervensi terhadap fisik bangunan sudah dilakukan untuk menghilangkan jamur dan bakteri, namun pada pemeriksaan ulang setelah dilakukan intervensi hasil pemeriksaan angka kuman masih positif bakteri stapilococcus sp. Dari hasil temuan ini penulis mengkaitkan adanya kesalahan pada tata ruang dan lingkungan kamar bedah Rumah Sakit X. Faktor lain yang menyebabkan kajian terhadap tata ruang dan lingkungan kamar bedah ini menjadi penting untuk dilakukan adalah adanya motivasi dari pihak manajemen untuk melakukan pengembangan Unit Kamar Bedah dalam waktu dekat yang disesuaikan dengan standar pelayanan kamar bedah yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Oleh karenanya sebuah kajian awal perlu dilakukan untuk mengetahui pada bagian mana saja yang perlu dilakukan revisi terhadap tata ruang dan lingkungan di Unit Kamar Bedah sehingga dalam pelaksanaan pengembangan dapat berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran. Rancangan penelitian yang dipilih adalah pendekatan kualitatif dengan i menggunakan analisis komparatif yang dilakukan dengan cara menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan terhadap kondisi tata ruang dan lingkungan kamar bedah yang dibandingkan dengan pedoman, peraturan dan standar pelayanan kamar bedah yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada 6 (enam) standar tata ruang dan lingkungan yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu 1) standar zoning, 2) standar bentuk, karakteristik dan komposisi, 3) standar hubungan antar ruang, 4) standar alur, proses dan tata letak, 5) standar fungsi dan aktivitas, 6) standar prasarana serta ditambah 1 (satu) standar pendukung yaitu 7) standar peralatan. Pencapaian persentase (%) pemenuhan tiap standarnya dihitung dengan membandingkan jumlah parameter yang memenuhi standar dengan total parameter yang dipersyaratkan dikalikan 100 %. Dari hasil penilaian ini selanjutnya dilakukan analisa isi (content analysis) dan konsensus bersama dengan stake holder Rumah Sakit X untuk menghasilkan beberapa rekomendasi terhadap pemecahan masalah terkait dengan tata ruang dan lingkungan kamar bedah. Akhir dari penelitian ini telah disimpulkan beberapa rekomendasi berdasarkan hasil pencapaian pemenuhan tiap standar dan hasil konsensus dengan stake holder Rumah Sakit X pada bagian mana saja yang menjadi prioritas untuk dilakukan pengembangan terkait dengan tata ruang dan lingkungan kamar bedah yang dibagi berdasarkan term waktu target realisasi yaitu : 1. Kegiatan pengembangan yang dapat dilakukan dalam waktu dekat (target realisasi bulan Juli 2011) 2. Kegiatan pengembangan yang dapat dilakukan 2 – 3 bulan kedepan (target realisasi Agustus – September 2011) 3. Dan Kegiatan pengembangan yang dapat dilakukan 3 – 4 bulan kedepan (target realisasi Oktober – Desember 2011) Kata Kunci : Tata Ruang dan Lingkungan, Kamar Bedah
The research is motivated from the results of a positive germ numbers of fungi and bacteria stapilococcus sp in Departement of Surgerry from X Hospital. Despite the intervention of the physical building has been done to eliminate fungi and bacteria, but on re-examination after the examination results of the intervention rate is still positive bacteria germs stapilococcus sp. From these findings the authors relate the presence of errors in environmental and spatial from Departement of Surgerry. Another factor that led to the study of environment and spatial anlysis is becoming an important thing to do is the motivation of the management to do the Departement of Surgerry development in the near future that are tailored to the operating room service standards set by the Indonesian Ministry of Health. Therefore an initial assessment needs to be done to find out on which part needs to be done and revisions to the spatial environment in Departement of Surgerry in the implementation of development so it can run effectively, efficiently and on target. The study design chosen was a qualitative approach using comparative analysis is done by finding similarities and differences of environmental and spatial conditions of the operating room compared with the guidelines, regulations and standards for operating room services are set by the Ministry of Health Republic of Indonesia. There are 6 (six) environmental and spatial standards that are used to assess: 1) zoning standards, 2) form, characteristics and composition standard 3) the standard relationship between space, 4) workflow, process and lay out standard 5) functions and activities standard 6) infrastructure standard as well as plus 1 (one) standard that is supporting 7) standard equipment. Attainment percentage (%) compliance with each standard is calculated by comparing the number of parameters that meet the standards required for a total of parameters multiplied by 100%. From the results of this assessment is then performed content analysis (content analysis) and consensus with stakeholders, X Hospital to produce some recommendations towards solving problems associated with environmental and spatial operating room. End of this research has concluded several recommendations based on the achievement of each standard compliance and the results of consensus with stakeholders X Hospital on which parts are the priorities to be done related to spatial development and operating room environments that are shared by the realization that term target time : 1. Development activities thar can be done in the near future (target realization of July 2011 2. Development activities that can be performed 2-3 months (target realization of August-September 2011 3. And development activities that can be performed 3-4 months (target realization of October-December 2011 Keyword: The Environment and Spatial Planning, Departement of Surgerry
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Kamar Bedah RS Husada tanggal 11- 17 Desember 2012. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif kuantitatif-kualitataif, analisa data kuantitatif dengan menggunakan metode Time and motion study, dimana aktifitas perawat bedah diteliti pada kegiatan perioperatif, serta kegiatan diluar operasi. Kemudian dengan menggunakan metode Formula Unit Ruang Bedah dihitung jumlah kebutuhan perawat bedah berdasarkan beban kerja. Penelititan kuatitatif dengan wawancara mendalam mengenai kompetensi yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perawat bedah, kepada 3 responden yaitu Kepala Bagian Bedah, Kepala Perawat, dan perawat bedah di Instalasi Kamar Bedah untuk mengetahui jumlah kebutuhan berdasarkan kompetensi perawat bedah.
Research was conducted at the Hospital Surgery Room Installation Husada on 11 to 17 December 2012. Research conducted a quantitative-qualitative descriptive research, quantitative data analysis using the Time and motion study, which investigated the activities of a surgical nurse perioperative events and activities outside of surgery. Then using the Formula Unit Ruang Bedah calculated amount need based surgical nurse workload. Qualitative research in-depth interviews about the competence of the knowledge, skills, and attitudes of surgical nurses, to the third respondent, Head of Department of Surgery, Head Nurse Installation, and surgical nurse at Surgical Room Installation.
Efficiency with quality control and cost control can be done by applying thecalculation of the hospital cost of treatment based on clinical pathways.In theimplementation of the National Health Insurance beginning on January 1, 2014,application of INA rates CBG managed by Health BPJS polemical to the hospital,because of some cases, tariffs applied to experience the difference in rates.Differences also occur in tariff rates between treatment classes. Seeing this, theauthors conducted a study in Tangerang district general hospital in April 2014.This study aimed to obtain the cost of treatment based on clinical pathwaysapendiktomi surgery and analyze the difference between the cost of treatmentclasses at the same rate compares with rates hospitals and INA CBG. Thisresearch is quantitative with qualitative approach through cross sectional dataretrieval. From the results, the difference in the price paid for the same service(cost Shifting) in the calculation of the cost of treatment based on clinicalpathways difference in cost to be borne by the patient or the guarantor is the onlytreatment room accommodation costs. The difference between the cost of the classis as follows: cost of treatment of Class II to Class I medical expenses by 3% andthe cost of treatment of Class II to Class III medical expenses by 3%. Given thiscalculation, the hospital and BPJS is expected to have guideline calculations tarifftreatment between classes based on the calculation of the cost of treatment basedon clinical pathways.
