Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 29753 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Harvina Sawitri; Pembimbing: Sabarinah B Prasetyo; Iwan Ariawan; Penguji: R. Sutiawan, Wenita Indrasari, Eli Winardi
Abstrak:

Narkotika dan obat-obatan terlarang merupakan permasalahan global saat ini. 3,3-6,1% penduduk dunia menggunakan obat-obatan terlarang. Di Indonesia 1,99 % penduduknya menggunakan narkotika dan obat-obatan terlarang dan 7% dari jumlah tersebut merupakan pengguna narkoba suntik. Pemakaian narkoba dapat mengakibatkan bermacam-macam gangguan mental dan perilaku dan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit. Sedangkan pemakaian jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba suntik dapat meningkatkan angka infeksi HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C. Karena penggunaan narkoba suntik mengakibatkan banyak dampak buruk, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi hal ini. Harm reduction (pengurangan dampak buruk) merupakan salah satu upaya penanggulangan narkoba. Program ini telah terbukti dapat menurunkan angka pemakaian narkoba dengan menyuntik. Desain penelitian ini adalah menggunakan desain potong lintang dengan mempertimbangkan variabel waktu. Analisis yang digunakan adalah analisis survival menggunakan metode Kaplan Meier untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen dan untuk pemodelan multivariatnya dilakukan dengan Regresi Cox. Sampel penelitian ini adalah 268 pengguna narkoba suntik pada Survei Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia tahun 2008 yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional. Pada lama pemakaian narkoba suntik pada responden, waktu paling sedikit adalah 3 bulan dan waktu paling lama adalah 348 bulan (29 tahun). Umur paling muda pengguna narkoba suntik adalah 15 tahun dan paling tua 44 tahun. Faktor yang berhubungan dengan berhenti pakai narkoba suntik adalah umur, jenis kelamin, mengikuti rehabilitasi, tidak pernah mengikuti detoksifikasi, tidak pernah melakukan pengobatan sendiri, dan anggota keluarga tidak ada yang pakai narkoba. Tinggal bersama keluarga mempunyai peluang 1,50 kali lebih cepat untuk berhenti pakai narkoba suntik, pengguna narkoba suntik yang bekerja mempunyai peluang 1,24 kali lebih cepat untuk berhenti pakai narkoba suntik, pengguna narkoba suntik yang hanya menggunakan 2 zat atau kurang mempunyai peluang 1,68 kali lebih cepat untuk berhenti pakai narkoba suntik, dan pada pengguna narkoba suntik yang tidak tahu frekuensi menyuntik peluangnya 2,07 kali lebih cepat untuk berhenti pakai narkoba suntik. Mengikuti program harm reduction atau tidak mempunyai peluang yang sama untuk berhenti pakai narkoba suntik. Hal ini disebabkan karena belum optimalnya pelaksanaan program harm reduction dan keterampilan petugas penjangkauan yang belum adekuat. Oleh karena itu sasaran program sebaiknya dilakukan pada umur sedini mungkin dan laki-laki juga menjadi fokus utama. Harm reduction perlu dioptimalkan lagi programnya secara menyeluruh dengan tidak hanya berfokus pada beberapa program tertentu. Karena kalau secara jangkauan, sebagian besar pengguna narkoba telah dapat menjangkau program, tetapi hasil yang didapatkan belum memenuhi target program. Perlu adanya peningkatan konseling secara individu antara petugas penjangkauan dengan pengguna narkoba untuk lebih memotivasi pengguna narkoba supaya dapat merubah perilakunya dari berisiko menjadi tidak berisiko.


Narcotics and illegal drugs is a global problem. About 3.3 to 6.1% of world population uses illegal drugs. In Indonesia, 1.99% of the population using drugs and illicit drugs and 7% of them are injecting drug users. Drug uses can lead to many mental and behavioral disorders and caused various diseases. And using drugs with needles in intravenous can increase the rate of HIV infection, Hepatitis B and Hepatitis C. Because of injection drug use caused many adverse effects, therefore there is a need for efforts to tackle this. Harm reduction is one of drugs prevention. This program has been shown can reduce the number of injecting drug use. The design of this study is use a cross-sectional design with time variable into the consideration. This analysis used survival analysis which Kaplan-Meier is used to see the relationship between the dependent and independent variables for modeling and multivariat performed with Cox regression. The research sample is 268 injecting drug users in Indonesian Survey on Drug Abuse conducted in 2008 by BNN. At the time of injecting drug use among respondents, the time is at least 3 months and a maximum was 348 months (29 years). The youngest age of injecting drug users is 15 years old and the oldest is 44 years. Factors associated with cessation of injecting drug use is age, sex, join rehabilitation, never join detoxification, didn?t have self eficacy, and no family member who used drugs. Living with family has chances 1.50 times faster to stop injecting drug use, injecting drug users who have a job 1.24 times faster to stop injecting drug use, injecting drug users who only use two substances have a chance of 1.68 times faster to stop injecting drug use and injecting drug users who do not know the frequency of injecting has chances 2.07 times faster to stop injecting drug use. Register to harm reduction program or not have the same opportunities to stop injecting drug use. This is due to non optimal implementation of harm reduction programs and the skills of outreach workers who have not been adequate. Therefore, the target of program should be done at the earliest possible age and men are also a major focus. Harm reduction programs need to be optimized more thoroughly by not only focusing on a particular program. Because in range, the majority of drug addicts have been able to reach the program, but the results obtained do not meet program targets. Need for increased counseling to individuals between the outreach workers to better motivate drug addicts in order to change the behavior of the risk to no risk.

Read More
T-3565
Depok : FKM-UI, 2012
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Berdita; Pembimbing: Budi Utomo; Penguji: Toha Muhaimin, Wenita Indrasari
S-6303
Depok : FKM-UI, 2011
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mustikawati; Pembimbing: Budi Utomo; Penguji: Besral, Endang Mulyani
Abstrak: Perilaku merokok, minum alkohol, penggunaan narkoba, dan seks pranikah merupakan perilaku berisiko kesehatan. Persepsi dan pengetahuan remaja terkait perilaku berisiko dapat dibentuk melalui mitra diskusi yang dipilih remaja untuk mendapatkan informasi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan pemilihan mitra diskusi terhadap perilaku berisiko kesehatan remaja. variabel dependen yang digunakan yaitu perilaku merokok, minum alkohol, penggunaan narkoba, dan hubungan seks pranikah. Pada penelitian ini mitra diskusi yang dimaksud yaitu ibu/ayah/wali, pacar, teman sekolah/kampus, teman luar sekolah/kampus, guru, dan tidak pernah bercerita digunakan sebagai variabel independen. Tingkat pendidikan, wilayah tinggal, jenis kelamin, keberadaan teman berisiko, dan aktivitas remaja sebagai variabel kontrol. Analisis data menggunakan Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba pada Kelompok Pelajar dna Mahasiswa di 18 Provinsi tahun 2016. Populasi penelitian yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan yang sedang menempuh pendidikan ditingkat SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi (PT). Hasil analisis memperlihatkan bahwa mitra diskusi berhubungan dnegan perilaku remaja. Remaja yang berdiskusi dengan pacar dan teman akan meningkatkan risiko terhadap berbagai perilaku berisiko. Diskusi dengan ibu/ayah/wali dan guru memiliki peranan penting untuk mencegah perilaku berisiko pada remaja. kualitas mitra diskusi dan informasi yang diterima perlu menjadi pertimbangan untuk membantu remaja terhindar dari perilaku negatif. Keterlibatan ibu perlu dalam upaya penanggulangan perilaku berisiko.
Read More
S-9972
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Afmi Fitriyana; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Besral, Rahmadewi
T-3964
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Raysa Arma Mutiarani; Pembimbing: Indang Trihandini; Penguji: Popy Yuniar, Rio Jayusman
Abstrak:

Latar Belakang: Penggunaan rokok elektrik meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir dan sering diklaim sebagai alternatif lebih aman dari rokok konvensional, bahkan sebagai alat bantu berhenti merokok. Namun, klaim ini belum terbukti secara konsisten, terutama pada kelompok perokok konvensional harian usia produktif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara penggunaan rokok elektrik dengan keberhasilan berhenti merokok pada perokok konvensional harian usia 20–44 tahun di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2021. Analisis dilakukan pada responden berusia 20–44 tahun yang merupakan perokok konvensional harian dan pernah mencoba berhenti merokok. Variabel dependen adalah keberhasilan berhenti merokok, sedangkan variabel independen adalah penggunaan rokok elektrik. Analisis multivariabel dilakukan dengan regresi logistik berganda.
Hasil: Setelah dikontrol oleh variabel confounder (jenis kelamin, status ekonomi, status merokok keluarga dan teman, serta larangan merokok di rumah), penggunaan rokok elektrik harian berhubungan positif dan signifikan dengan keberhasilan berhenti merokok (AOR = 10,37; 95% CI = 2,14-50,33; p < 0,004), sedangkan penggunaan kadang-kadang tidak signifikan, meskipun arah hubungannya positif (AOR = 1,71; 95% CI = 0,45–6,46; p = 0,427).
Kesimpulan: Penggunaan rokok elektrik secara harian dapat menjadi alat bantu yang mendukung keberhasilan berhenti merokok jika digunakan secara konsisten. Namun, peran lingkungan dan sosial juga tetap menjadi faktor penting yang mendorong keberhasilan berhenti merokok. Penemuan ini dapat menjadi dasar dalam merancang kebijakan pengendalian tembakau dan strategi berhenti merokok berbasis bukti di Indonesia.


Background: The use of electronic cigarettes has increased significantly over the past decade and is often perceived as a safer alternative to conventional cigarettes, even as a smoking cessation aid. However, its effectiveness in Indonesia remains inconsistent, particularly among daily conventional smokers in the productive age group. This study aims to identify the association between e-cigarette use and successful smoking cessation among daily conventional smokers aged 20–44 years in Indonesia. Methods: This quantitative study employed a cross-sectional design using secondary data from the 2021 Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia. The analysis focused on respondents aged 20–44 years who were daily conventional smokers and had attempted to quit smoking. The dependent variable was successful smoking cessation, while the independent variable was e-cigarette use. Multivariable analysis was conducted using multiple logistic regression. Results: After controlling for confounding variables (gender, economic status, household and peer smoking status, and household smoking restrictions), daily e-cigarette use was positively and significantly associated with successful smoking cessation (AOR = 10.37; 95% CI = 2.14–50.33; p < 0.004), whereas occasional use was not statistically significant, although the direction of the association was positive (AOR = 1.71; 95% CI = 0.45–6.46; p = 0.427). Conclusion: Daily e-cigarette use may serve as a supportive tool for successful smoking cessation if used consistently. However, environmental and social factors also remain critical contributors to cessation success. These findings can serve as a foundation for developing evidence-based tobacco control policies and smoking cessation strategies in Indonesia.

Read More
S-11973
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ida Nolita Tukayo; Pembimbing: Sabarinah Prasetyo; Penguji: Sudijanto Kamso, Tri Yunis Miko Wahyono, Titik Respati
T-3898
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurul Huriah Astuti; Pembimbing: Sutanto Priyo Hastono; Penguji: Besral, Endang Mulyani, Prijo Sidipratomo
Abstrak: Abstrak

Tujuan dan Metode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi merokok dengan lama waktu sampai mulai menyalahgunakan ganja. Sampel penelitian ini adalah 10.379 pelajar/mahasiswa perokok, dengan 708 penyalahguna ganja. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kesintasan regresi Cox with time dependent covariats.

Hasil Penelitian. Berdasarkan frekuensi merokok, median waktu ketahanan dari mulai pertama kali merokok sampai menyalahgunakan ganja menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok merokok rutin dengan kelompok merokok tidak rutin, masing-masing 2 tahun. Hasil uji wilcoxon menyimpulkan ada perbedaan ketahanan menyalahgunakan ganja antara kelompok jarang merokok dengan kelompok perokok berfrekuensi <5 - >35 batang/minggu. Analisis multivariat menunjukkan pola semakin banyak jumlah batang rokok yang dikonsumsi, semakin besar nilai risiko untuk menyalahgunakan ganja setelah dikontrol oleh variabel confounder (riwayat minum alkohol, keluarga terpajan alkohol dan atau narkoba, pernah terpisah orangtua minimal enam bulan, dan pengaruh teman sebaya). Risiko untuk terjadinya penyalahgunaan ganja pada pelajar/mahasiswa yang merokok dengan frekuensi <5 - 7 batang/minggu adalah 2.5 lebih besar daripada pelajar/mahasiswa yang jarang merokok. Sedangkan risiko untuk terjadinya penyalahgunaan ganja pada pelajar/mahasiswa yang merokok dengan frekuensi >7 - 35 batang/minggu adalah 4.0 kali lebih cepat daripada pelajar/mahasiswa yang jarang merokok. Sementara, risiko untuk terjadinya penyalahgunaan ganja pada pelajar/mahasiswa yang merokok dengan frekuensi >35 batang/minggu adalah 4.5 kali lebih cepat daripada pelajar/mahasiswa yang jarang merokok.

Kesimpulan. Frekuensi merokok mempengaruhi besarnya risiko untuk menyalahgunakan ganja. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dikonsumsi, semakin besar risiko untuk menyalahgunakan ganja.


Objective. The purpose of this study was to know the relationship between cigarette smoking frequency with long time to start cannabis use. A sample of 10.379 student smokers, with 708 cannabis users was used. Cox regression with time dependent covariats was analyzed as study method.

Results. Based on the frequency of cigarette smoking, the median of survival time from initial smoking to cannabis use showed no difference among regular smoking group with non regular smoking group, each 2 years. Wilcoxon test result concluded that there were difference of survival cannabis use between non regular smoking group with smokers groups which regular cigarette smoking <5 - >35 cigarette/week. Multivariate analysis showed patterns that the more the number of cigarettes consumed, the greater risk to cannabis use, after controlled by the confounder variables (history of alcohol drinking, family exposed to alcohol and or drugs, separated parents at least six months, and the influence of peers). Risk to cannabis use among students who cigarette smokers <5 ? 7 cigarette/week was 2.5 greater than students who non regular smoking. Risk to cannabis use among students who cigarette smokers <7 ? 35 cigarette/week was 4.0 greater than students who non regular smoking. Risk to cannabis use among students who cigarette smokers <35 cigarette/week was 4.5 greater than students who non regular smoking.

Conclusion. Frequency of smoking influences the risk of cannabis use. The more the number of cigarette consumed, the greater risk to cannabis use.

Read More
T-3937
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Viola Karenina Handayani; Pembimbing: Besral; Penguji: Milla Herdayati, Juni Astaty Nainggolan
Abstrak: Human Immunodeficiency Virus (HVI) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat global, dimana pada akhir tahun 2020 diperkirakan ada sekitar 37,7 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV. Di Indonesia hingga Maret 2021 terdapat 427.201 orang dengan HIV dimana 89,7% terjadi pada usia subur (15-49 tahun). Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah penderita HIV terbanyak, yaitu 71.473 orang. Tingginya tingkat perilaku diskriminatif terhadap orang dengan HIV berdampak pada keengganan untuk melakukan tes HIV dan berobat serta cenderung menyembunyikan status penyakitnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan perilaku diskriminatif terhadap orang dengan HIV di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan sampel sebanyak 1.354 responden, laki-laki dan perempuan berusia 15-49 tahun, pernah mendengar tentang HIV, dan berdomisili di Provinsi DKI Jakarta. Regresi logistik multivariat diterapkan untuk menentukan determinan perilaku diskriminatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku diskriminatif terhadap orang dengan HIV di Provinsi DKI Jakarta sebesar 30,3%. Berdasarkan model regresi logistik multivariat, usia yang lebih muda, tingkat pendidikan yang lebih rendah, tidak terpapar media massa, dan pengetahuan yang kurang komprehensif merupakan variabel yang berhubungan bermakna dengan perilaku diskriminatif terhadap orang dengan HIV (p-value kurang dari 0,10). Usia merupakan variabel yang paling berhubungan, usia 15-24 tahun memiliki risiko 1,58 (95% CI = 1,12 - 2,16) untuk melakukan diskriminasi terhadap orang dengan HIV dibandingkan dengan usia 35-49 tahun setelah dikendalikan oleh pendidikan, paparan sumber informasi , dan pengetahuan yang komprehensif. Direkomendasikan untuk mengintensifkan penyebaran informasi HIV/AIDS, khususnya terkait penularan HIV/AIDS, dengan memperkuat kerjasama berbagai pihak untuk meningkatkan pengetahuan dan jangkauan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta.
Human Immunodeficiency Virus (HVI) is still a global public health problem, where by the end of 2020 it is estimated that there are around 37.7 million people in the world living with HIV. In Indonesia until March 2021, there were 427,201 people with HIV of which 89.7% occurred in the fertile age (15-49 years). The Province of Jakarta became the province with the highest number of people with the HIV, which was 71,473 people. The high level of discriminatory behavior towards people with HIV has an impact on the reluctance to do HIV tests and seek treatment and tends to hide their disease status. The purpose of this study was to determine the determinants of discriminatory behavior toward people with HIV in Jakarta Province. This study used a cross-sectional study design with a sample of 1,354 respondents, male and female aged 15-49 years, had heard of HIV, and domiciled in Jakarta Province. The multivariate logistic regression was applied to determine the determinants of discriminatory behavior. The results of this study indicate that the discriminatory behavior against people with HIV in Jakarta Province is 30.3%. Based on the multivariate logistic regression model, the younger age, lower educational level, un-exposed to mass media, and lack of comprehensive knowledge are variables significantly related to discriminatory behavior towards people with HIV (p-value less than 0.10). Age is the most related variable, age 15-24 years have a risk of 1.58 (95% CI = 1.12 - 2.16) to discriminate against towards people with HIV compared to age 35-49 years after being controlled by education, exposure to information sources, and comprehensive knowledge. It recommended that intensify the dissemination of information on HIV/AIDS, especially related to the transmission of HIV/AIDS, by strengthening the collaboration of various parties to increase knowledge and reach of society in DKI Jakarta Province.
Read More
S-10986
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Deta Anit Fitriyan; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Rahmadewi; Tris Eryando
Abstrak: Salah satu faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan program KB adalah meningkatnya jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi dan berkurangnya jumlah unmet need kontrasepsi. Diketahui bahwa persentase unmet need kontrasepsi di NTT (17,6%) dan DIY (6,3%) merupakan angka tertinggi dan terendah diantara sepuluh provinsi penyangga utama KB nasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa saja determinan unmet need kontrasepsi di NTT dan DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Populasi pada penelitian ini adalah Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun di NTT dan DIY. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 1.043 wanita (513 di NTT dan 530 di DIY). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi wanita yang mengalami unmet need kontrasepsi di NTT adalah 17,6% dimana 9,8% adalah untuk penjarangan dan 7,7% untuk pembatasan. Sementara itu, proporsi wanita yang mengalami unmet need kontrasepsi di DIY adalah 6,3% dimana 1,8% untuk penjarangan dan 4,4% untuk pembatasan. Faktor yang berhubungan dengan unmet need kontrasepsi di NTT adalah diskusi dengan suami (RO= 1,790; 95%CI=1,24-2,58). Sementara itu, tidak ada faktor yang berhubungan dengan unmet need kontrasepsi di DIY.
One of the factors that can increase the success of the family planning program is the increasing number of women who use contraception and the reduced number of unmet need for contraception. It is known that the percentage of unmet need for contraception in NTT (17.6%) and DIY (6.3%) is the highest and lowest among the ten main national family planning provinces. This study was conducted to determine whether there are determinants of the unmet need for contraception in NTT and DIY. This study is a quantitative study with a cross-sectional design and uses secondary data from the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017. The number of samples in this study was 1,043 women (513 in NTT and 530 in DIY). The results showed that the proportion of women experiencing unmet need for contraception in NTT was 17.6%, of which 9.8% were for thinning and 7.7% for restriction. Meanwhile, the proportion of women who experienced unmet need for contraception in Yogyakarta was 6.3%, of which 1.8% for thinning and 4.4% for restriction. Factors related to unmet need for contraception in NTT were discussions with husbands (RO = 1.790; 95%CI = 1.24-2.58). Meanwhile, there are no factors related to the unmet need for contraception in DIY.
Read More
S-11093
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rany Kamilla Yulianti; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Milla Herdayati, Lina Widyastuti
Abstrak:
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu langkah untuk menurunkan angka fertilitas total. Namun, pada penggunaannya terdapat dinamika seperti putus pakai, penggantian atau peralihan metode, dan kegagalan kontrasepsi. Kejadian putus pakai kontrasepsi dapat berdampak pada peningkatkan risiko kematian ibu. Provinsi Banten dan Jambi merupakan dua provinsi dengan proporsi putus pakai kontrasepsi yang cukup berbeda. Sebagian besar putus pakai kontrasepsi terjadi pada kontrasepsi modern, seperti suntik dan pil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui putus pakai suatu jenis alat/cara KB dan putus pakai kontrasepsi modern di Banten dan Jambi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang serta menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang telah menikah dan tinggal di provinsi Banten dan Jambi. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 1013 responden untuk suatu jenis alat/cara KB dan 939 untuk kontrasepsi modern di Banten dan 630 responden untuk suatu jenis alat/cara KB dan 579 untuk kontrasepsi modern di Jambi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa putus pakai suatu jenis/alat KB memiliki proporsi sebanyak 34,3% di provinsi Banten dan 61% di provinsi Jambi. Selain itu, putus pakai kontrasepsi modern memiliki proporsi sebanyak 35% di provinsi Banten dan 63,9% di provinsi Jambi. Faktor yang berhubungan dengan putus pakai suatu jenis alat/cara kontrasepsi di provinsi Banten adalah efek samping penggunaan kontrasepsi (RO= 0,850; 95% SK: 1,029-3,331) sedangkan di provinsi Jambi adalah status ekonomi (RO= 0,289; 95% SK: 0,086-0,973), status pekerjaan (RO= 2,164; 95% SK: 1,312-3,569), tempat tinggal (RO= 3,088; 95% SK: 1,691-5,641), Jenis metode KB (RO= 0,253; 95% SK: 0,111-0,574), konseling oleh tenaga kesehatan (RO= 1,942; 95% SK: 1,132-3,331), dan jumlah anak hidup (0,753 (95% SK: 0,569-0,997)). Faktor yang berhubungan dengan kejadian putus pakai kontrasepsi modern di Banten adalah pendidikan (RO= 3,219; 95% SK: 1,044-9,929) sedangkan di provinsi Banten adalah jenis metode KB (RO= 0,179; 95% SK: 0,084-0,381) dan konseling oleh tenaga kesehatan (RO= 1,996; 95% SK: 1,101-3,620).

The use of contraception is a crucial measure in reducing the total fertility rate. However, its usage exhibits dynamics such as discontinuation, method switching or switching, and contraceptive failure. Discontinuation of contraception can lead to an increased risk of maternal mortality. According to the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) results, there is a significant disparity in contraceptive discontinuation rates between Banten and Jambi provinces, where Banten has a low percentage (39.3%) and Jambi has a considerably higher percentage (63%). Most discontinuations occur with modern contraceptives such as injections and pills. Hence, this research aims to understand the discontinuation rates of specific contraceptive methods and modern contraceptives in Banten and Jambi. This study employs a quantitative method with a cross-sectional study design utilizing secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey. The population comprises married women of reproductive age residing in Banten and Jambi provinces. The sample size consists of 1,013 respondents for a specific contraceptive method and 939 for modern contraceptives in Banten, and 630 respondents for a specific contraceptive method and 579 for modern contraceptives in Jambi. The research findings indicate that discontinuation of a specific contraceptive method stands at 34.3% in Banten and 61% in Jambi. Furthermore, discontinuation of modern contraceptives is observed at 35% in Banten and 63.9% in Jambi. Factors associated with discontinuation of a specific contraceptive method in Banten are contraceptive side effects (OR = 0.850; 95% CI: 1.029-3.331), while in Jambi, they are economic status (OR = 0.289; 95% CI: 0.086-0.973), employment status (OR = 2.164; 95% CI: 1.312-3.569), place of residence (OR = 3.088; 95% CI: 1.691-5.641), type of contraceptive method (OR = 0.253; 95% CI: 0.111-0.574), counseling by health worker (OR = 1.942; 95% CI: 1.132-3.331), and number of living children (0.753 (95% CI: 0.569-0.997)). Factors associated with discontinuation of modern contraceptives in Banten are education (OR = 3.219; 95% CI: 1.044-9.929), while in Jambi, are the type of contraceptive method (OR = 0.179; 95% CI: 0.084-0.381) and counseling by health worker (OR = 1.996; 95% CI: 1.101-3.620).
Read More
S-11515
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive