Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 40341 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Suliyani Suwardi Pawiro; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Helda, Viny Sutriani, Juzi Delianna
Abstrak:

Infeksi Menular Seksual (IMS) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Gonore dan klamidia merupakan IMS yang banyak terjadi, dan seringkali bersifat asimtomatik, namun manifestasinya dapat menyebabkan penyakit serius lainnya secara sistemik. Sebagian besar komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL) melakukan seks anal, sehingga dianggap sebagai suatu kelompok berisiko untuk terinfeksi gonore dan klamidia. Infeksi yang sering terjadi adalah di daerah anus (proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan anal dengan proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia pada LSL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Respondent Driven Sampling. Dari 750 sampel yang ada, sampel yang eligible sebanyak 644, karena data terisi lengkap. Prevalens kasus proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia adalah sebesar 32,4%, dengan hasil bivariat yang menunjukkan bermakna secara statistik adalah variabel pendidikan, sumber pendapatan utama, dan penggunaan kondom. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal terhadap hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia. Analisis multivariat yang digunakan adalah cox regression. Hasil akhir hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia yang didapatkan setelah mengontrol penggunaan kondom serta interaksi dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal adalah prevalence ratio (PR) sebesar 1,219 (95% CI 0,883-1,681). Tingginya jumlah pasangan seks anal serta rendahnya penggunaan kondom konsisten dan dikontak oleh petugas, maka perlunya upaya kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesadaran setia pada satu pasangan, kemudahan akses kondom dan pemberian pelayanan kesehatan pada komunitas LSL untuk mencegah terinfeksi gonore dan klamidia.


Sexually Transmitted Infections (STIs) is currently still be a public health problem worldwide. Gonorrhea and chlamydia are the common STIs happen. Most cases are asymptomatic, but its manifestations can cause other serious systemic illnesses. Most men who have sex with men (MSM) having anal sex, treated as a high risk group for gonorrhea and chlamydia infection. Infection commonly occurs in the anal area (gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis). The aim of this study is to estimate the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis in MSM. Study design is crosssectional. Respondents are taken from Jakarta, Bandung, and Surabaya in 2011, by Respondent Driven Sampling method. Among 750 samples available, the eligible sample is 644 (complete data). Prevalence of gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis cases is 32,4%. Results of bivariate analysis showed statistically significant variables are education, source of income, and the use of condoms. There is interaction variables of being contacted by health workers and number of anal-sex partner to the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis. Cox regression was used for multivariate analysis. The end result is the prevalence ratio (PR) of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis after controlling confounder use of condom and interaction of being contacted by health workers and anal-sex partner number is 1,219 (95% CI 0,883-1,681). It is needed policy and collaborative action from all sectors to prevent gonorrhea and chlamydia infection by increased awareness of faithful to one partner, improve condom accessibility and delivery of health services easiness for MSM community.

Read More
T-3750
Depok : FKM UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irma AH Siahaan; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Nurjannah, Zulmely
Abstrak: Secara global, setiap tahun diperkirakan ada 6 juta kasus baru sifilis pada orang berusia 15 hingga 49 tahun. Sifilis menjadi faktor risiko diantara lelaki seks dengan lelaki (LSL) dan kelompok lain yang cenderung memiliki banyak pasangan seks. Seperti diketahui, orang yang menderita sifilis memiliki risiko tertular dan menularkan HIV lebih besar kepada orang lain. Ini karena cara penularan sifilis dan HIV memiliki kesamaan. Sebuah studi cross sectional: Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada tahun 2018-2019 dilakukan oleh Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari evaluasi program HIV AIDS di Indonesia. Penelitian dilakukan di 24 kabupaten/kota terpilih dengan jumlah sampel 3.941 LSL, pengumpulan data perilaku dilakukan dengan wawancara sementara data biologis sifilis dan HIV dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium sampel darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifilis adalah faktor risiko HIV dengan PR = 4.1 (95% CI: 3.4-4.9) Responden dengan sifilis mengalami kejadian HIV 4.5 kali lebih besar dibanding dengan responden tanpa siflis. Kombinasi sifilis, pekerjaan utama dan penggunaan kondom saat membeli seks meningkatkan risiko menjadi 4.5 (95% CI: 2.0310.03). Ada hubungan antara sifilis dan HIV. Sifilis meningkatkan risiko HIV hingga 4 kali diantara LSL. Pelibatan dan penguatan kapasitas teknis Organisasi Berbasis Komunitas (OBK) GWL dalam melakukan promosi seks aman dan pemanfaatan layanan bagi komunitas LSL serta akselerasi program IMS yang ramah populasi kunci (petugas dan alat) akan menjadi pendorong LSL untuk akses layanan secara rutin. Pencegahan sebagai pendekatan yang lebih efektif dapat dilakukan secara bersamaan mengingat bahwa Sifilis dan HIV dapat dicegah dengan cara yang sama. Sifilis diantara LSL perlu mendapatkan perhatian khusus karena jika tidak segera ditangani dampaknya akan masuk kepada populasi heteroseksual yang lebih besar.
Globally, every year there are 6 million new cases of syphilis estimated in people aged 15 to 49 years. Syphilis is a risk factor among men who have sex with men (MSM) and other groups that tend to have multiple sex partners. As is known, people who suffer from syphilis have a greater risk of contracting and transmitting HIV to others. This is because the mode of transmission of syphilis and HIV have in common. A cross sectional study: The Integrated Biological and Behavioral Survey (STBP) in 2018-2019 was conducted by the Ministry of Health as part of an evaluation of the HIV AIDS program in Indonesia. The study was conducted in 24 selected city/district with a total sample of 3,941 MSM, behavioral data collection was carried out by interview while syphilis and HIV biological data were carried out by laboratory examination of blood samples. Study showed that syphilis was a risk factor for HIV with PR = 4.1 (95% CI: 3.4-4.9). Respondents with syphilis have an incidence of HIV 4.5 times greater than respondents without syphilis. The combination of syphilis, primary occupation and the use of condoms when buying sex increases the risk to 4.5 (95% CI: 2.03-10.03). There is association between syphilis and HIV. Syphilis increases the risk of HIV up to 4 times among MSM. The involvement and strengthening of the technical capacity of the GWL Community Based Organization (CBO) in promoting safe sex and the utilization of services for MSM communities and the acceleration of STI-friendly programs for key populations (officers and tools) will be a driven of MSM for regular service access. Prevention as a more effective approach can be done simultaneously considering that both syphilis and HIV can be prevented in the same way. Syphilis among MSM needs special attention because if not treated immediately the impact will go to a larger heterosexual population.
Read More
T-5983
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fitri Indrawati; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Triyunis Miko Wahyono, Zulmely
Abstrak:
Perilaku seks berisiko merupakan media penularan HIV yang utama dikalangan populasi kunci seperti populasi waria. Faktor risiko kejadian HIV positif pada perilaku seks waria adalah lama melakukan seks anal, konsistensi penggunaan kondom, jumlah pasangan seks, menjual seks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku seks berisiko tersebut dengan kejadian HIV positif. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, menggunakan data sekunder Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2018-2019 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan jumlah responden waria sebanyak 3116. STBP tersebut menggunakan Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) sebagai metode sampling responden waria. Sampel penelitian ini diperoleh dengan menggunakan total sampling dari populasi eligible. Informasi terkait perilaku sek berisiko diperoleh melalui interview yang menggunakan kuesioner terstandar dan status HIV diperoleh melalui pemeriksaan serologis meggunakan rapid test. Metode analisis yang digunakan adalah chi-square dan cox regression model. Penelitian menemukan bahwa waria yang memiliki perilaku seks berisiko tinggi berpeluang terinfeksi HIV sebesar 1,45 kali (PR adjusted = 1,45; CI 95% 1,16-1,81) dibandingkan dengan waria yang memiliki perilaku seks berisiko rendah.

The most important risk factor as a primary driver of HIV infection in transgender population is risky sex behavior such as duration of anal sex, consistency of condom use, number of partner sex and selling sex. This study was aimed to investigate association between risky sex behavior and HIV among transgender population in Indonesia 2018-2019. This study was done as secondary data analysis from a national cross-sectional study, namely the Intergrated Biological and Behavior Survey (IBBS) 2018-2019, done by the Ministry of Health of Republic of Indonesia. In this IBBS, Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) were used. All of eligible population were to be study participants of this study. Risky sex behaviors was assessed through guided interview, while HIV infection was determined by series of rapid serologic test. Association, between risky sex behavior and HIV, using PR (prevalent ratio), was analyzed using chi-square test and cox regression model. This study found that transgenders with high risk sex behavior were 1.45 times more likely (95% CI 1,16-1,81) to get HIV infection as compared to transgenders with low risk sex behavior.

Read More
T-5848
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rivi Maharani Amri; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Mondastri Korib Sudaryo, Victoria Indrawati
S-9606
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurhayati; Pembimbing: Syahrizal Syarif; Penguji: Modastri Korib Sudaryo, Soedarto Ronoatmodjo, Tony Wandra, Zen Hafy
T-3332
Depok : FKM UI, 2011
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maulidya Mitha Rianto; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Renti Mahkota, Nurhalina Afriana
Abstrak:
Infeksi HIV (Human Immununodeficiency Virus) masih menjadi permasalahan kesehatan secara global. Di Indonesia, populasi kunci LSL merupakan populasi dengan prevalensi kasus HIV tertinggi. DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan dua provinsi dengan kasus HIV tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian HIV dan faktor yang berhubungan dengan kejadian HIV pada populasi kunci LSL di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data STBP. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian HIV pada LSL di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar 26,5%. Mayoritas LSL dalam penelitian ini adalah LSL dengan tingkat pendidikan tinggi (≥SMA/sederajat), bekerja, berusia ≥ 25 tahun, setia kepada pasangan seksual, konsisten menggunakan kondom, memiliki >1 pasangan seks, dan merasa berisiko tertular HIV. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa usia ≥ 25 tahun (PR= 1,567; 95%CI: 1,255-1,957) dan memiliki persepsi risiko tertular HIV (PR= 2,362; 95%CI: 1,690-3,302) merupakan faktor risiko dari kejadian HIV pada LSL. Oleh karena itu, diperlukan penjangkauan LSL yang lebih luas dan intervensi menggunakan sosial media dengan menargetkan kelompok usia produktif untuk meningkatkan kesadaran diri terkait risiko penularan HIV dan meningkatkan akses layanan HIV.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) infection is still a global health problem. In Indonesia, MSM is one of the key populations with is the highest HIV prevalence. DKI Jakarta and West Java are the two provinces with the highest HIV cases. This study aims to determine the prevalence of HIV and factors associated with HIV incidence in key MSM populations in DKI Jakarta and West Java. This research is a cross-sectional study using IBBS data. Data analysis was carried out descriptively and used the chi-square test. The results of the study show that the prevalence of HIV among MSM in DKI Jakarta and West Java is 26,5%. The majority of MSM in this study were MSM with a high level of education (≥high school/equivalent), employed, ≥ 25 years, loyal to sexual partners, consistently using condoms, have >1 sexual partner, and feel at risk of contracting HIV. The results of statistical analysis show that ≥ 25 years (PR= 1,567; 95%CI: 1,255-1,957) and having a perceived risk of contracting HIV (PR= 2,362; 95%CI: 1,690-3,302) are risk factors for the incidence of HIV in MSM. Therefore, wider MSM outreach and interventions using social media targeting the productive age group are needed to increase self-awareness regarding the risk of HIV transmission and increase access to HIV services.
Read More
S-11495
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shena Masyita Deviernur; Pembimbing: Nurhayati; Penguji: Putri Bungsu, Ari Wulan Sari
Abstrak: Perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi terkait HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL di 3 kota (Yogyakarta, Tangerang, Makassar) di Indonesia tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 343 LSL di 3 kota di Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dianalilsis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah 16% LSL memiliki tingkat perilaku seksusal berisiko tinggi, 30.9% LSL memiliki pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi kurang, 52.5% LSL berusia >24 tahun, 48% LSL kurang berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan HIV/AIDS, 51% LSL mendapat sumber informasi kurang. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan hubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV AIDS yaitu kurang memiliki pengetahuan HIV/AIDS (PR=2.0;95%CI 1.2-3.2), usia ≤ 24 tahun (PR=1.7 ; 95%CI 1.0-2.7), kurang berpartisipasi pada program kesehatan (PR=2.0 ; 95%CI 1.2-3.4), kurang mendapatkan sumber media informasi (PR=0.6 ; 95%CI 0.4-1.0). Hasil stratifikasi antar strata pada variabel kovariat yaitu PR lebih tinggi pada LSL berusia >24 tahun (PR=2.14 ; 95%CI 0.98-4.66), LSL yang kurang mengikuti program pelayanan kesehatan (PR=2.10; 95%CI 1.17-3.77), dan LSL yang baik mendapat media sumber informasi (PR=2.05 ; 95%CI 1.11- 3.77). Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP, memberikan edukasi sesuai dengan usia, dan memberikan sumber informasi yang lebih efektif dan massive.
Kata kunci: Lelaki Seks Lelaki (LSL), perilaku seksual berisiko, pengetahuan HIV/AIDS

Sexual risk behavior HIV/AIDS among MSM can be influenced by prevention and misconception knowledge of HIV/AIDS. This study aims to determine the relations about knowledge of HIV/AIDS and sexual risk behavior HIV/AIDS among MSM in 3 cities (Yogyakarta, Tangerang, Makassar) in Indonesia on 2013. This study used cross sectional design by using data IBBS 2013. Samples in this study were 343 MSM in 3 cities in Indonesia meet the criteria inclusion and exclusion and analyzed by univariate, bivariate, and stratification. Form the result, the percentage were 16% MSM have high risk of sexual risk behavior, 30.9% MSM have prevention and misconception knowledge less, 52.5% MSM >24 years, 48 % MSM less participate in the health services HIV/AIDS, 51% MSM less of source information. Based on analysis bivariate relationships with sexual risk behavior HIV/AIDS less having knowledge HIV/AIDS (PR = 2.0; 95%CI 1.2-3.2), age ≤ 24 years (PR= 1.7; 95%CI 1.0-2.7), less participate in the health program (PR= 2.0; 95%CI 1.2-3.4), less get media source information (PR= 0.6; 95%CI 0.4-1.0). Stratification results of the strata on the variables of covariate variable have higher PR on MSM aged >24 years (PR= 2.14; 95%CI 0.98-4.66), MSM less follow the program health service (PR = 2.10; 95%CI 1.17-3.77), and MSM got a better media source information (PR= 2.05; 95%CI 1.11-3.77). It is therefore advisable to improve program IPP back, give education in according by age, and provide a source of information that is more effective and massive.
Keywords: Men Who Have Sex with Men (MSM), sexual behavior risk HIV/AIDS, knowledge of HIV/AIDS
Read More
S-9280
Depok : FKM UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Selma Eliana Karamy; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah, Rizky Hasby
Abstrak:
Infeksi klamidia merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling umum terjadi secara global. WPS, terutama di daerah perkotaan, menghadapi risiko infeksi yang lebih tinggi karena lingkungan kerja serta gaya hidup yang berisiko. Jakarta merupakan kota yang memiliki karakteristik kosmopolitan dan perkotaan dengan industri seks yang aktif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2018-2019. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Ukuran asosiasi yang digunakan adalah prevalence ratio (PR). Dari 283 WPS yang dilibatkan dalam penelitian, positivity rate infeksi klamidia di Kota Jakarta Barat mencapai 42.8%. Berdasarkan analisis bivariat, Faktor risiko yang signifikan terhadap infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat meliputi usia yang lebih muda, status cerai, dan jumlah pelanggan per minggu sebanyak ≥ 5 orang. Lama bekerja selama ≥ 10 tahun juga menjadi faktor signifikan yang bersifat protektif. Tingginya angka infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat menekankan perlunya memperkuat penjangkauan kepada WPS untuk memberi informasi dan edukasi mengenai IMS dan menganjurkan WPS agar melakukan pemeriksaan secara rutin, terutama bagi WPS yang berusia muda.

Chlamydia is one of the most common sexually transmitted infections globally. Female sex workers (FSW), especially in urban areas, face a higher risk of infection due to their risky work environment and lifestyle. Jakarta is a city that has cosmopolitan and urban characteristics with an active sex industry. This research was conducted to determine the factors associated with the incidence of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta. The research was conducted using a cross-sectional design by analyzing data from the 2018-2019 Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS). The data were analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Prevalence ratio (PR) was used as the measure of association. Of the 283 FSWs involved in the study, the positivity rate of chlamydia infection in West Jakarta reached 42.8%. Based on the bivariate analysis, significant risk factors for chlamydia infection among FSWs in West Jakarta include younger age, divorced status, and having ≥ 5 customers per week. Length of work for ≥ 10 years is also a significant factor that is protective. The high rate of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta highlights the need to increase outreach to FSWs in order to educate them about STIs and encourage them to perform regular screenings, especially for young FSWs.
Read More
S-11244
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Endah Febri Lestari; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Helda, Endang Lukitosari, Siti Sulami
Abstrak:
Gonore masih menjadi salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) terbanyak di seluruh dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan terjadi 82 juta infeksi baru gonore .Prevalensi Gonore dan IMS lainnya tinggi pada populasi berisiko seperti pada Wanita Pekerja Seks (WPS). Menurut hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2018-2019 diketahui sebanyak 11,4% WPS terinfeksi gonore. Penggunaan kondom secara konsisten terbukti mengurangi risiko IMS, namun demikian prevalensi penggunaan kondom pada kelompok WPS masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsistensi penggunaan kondom oleh semua pasangan WPS dengan status infeksi gonore pada WPS di 6 Kabupaten/Kota. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang dilakukan pada bulai Mei-Juni 2023 dengan menggunakan data STBP 2018/2019. Sampel penelitian ini sebanyak 1.026 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti melakukan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji cox regression. Hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang semua pasangannya tidak konsisten menggunakan kondom berisiko 1,42 kali untuk terinfeksi gonore dibandingkan responden yang pasangannya konsisten menggunakan kondom setelah dikontrol umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, lokasi menjual seks, ketersediaan kondom dan konsumsi alkohol (PR=1,42;95%CI=0,98-2,08;p value=0,07). Disarankan agar pemberlakuan peraturan daerah terkait kewajiban penggunaan kondom di tempat hiburan dan lokalisasi ditegakkan dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaannya.



Gonorrhea is still one of the most sexually transmitted infections (STIs) worldwide. WHO estimate 82 million new infections of gonorrhea occured in 2020. According to the results of the Integrated Biological and Behavioral Survei (STBP) 2018/2019, it was found that 11.4% of FSW were infected with gonorrhea. Consistency of condom use has been shown to reduce the risk of STIs, however, the prevalence of condom use in the FSW group is still low. This study aims to determine the relationship between the consistency of condom use by FSW’s partners and the status of gonorrhea infection in FSW in 6 districts/cities. This study used a cross-sectional study design which was conducted from May to June 2023 using STBP 2018/2019 data. The sample for this study was 1,026 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. This study conducted univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and multivariate analysis with the Cox regression test. The results showed that respondents whose partners did not consistently used condoms had a 1.42 times risk of getting infected with gonorrhea compared to respondents whose partners consistently use condoms after adjusted by age, marital status, education level, location of selling sex, availability of condoms and alcohol consumption (PR:1.42, 95%CI:0.98-2.08, p value:0.07). It is suggested that regional regulations related to the obligation to use condoms in entertainment venues and localization be enforced by involving community leaders in their implementation.
Read More
T-6774
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Megawati A. Hutahaean; Pembimbing: Nasrin Kodim; Penguji: Toha Muhaimin, Yovsyah, Viny Sutriani
T-3202
Depok : FKM UI, 2010
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive