Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Kata Kunci: Implemantasi; Tele Collecting; Tunggakan Iuran; BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang
Tele Collecting activity is a form of initiative of the collection fee that has been implemented since 2017 until now. These activities focus on increasing the contribution rate. The purpose of this study is to determine the effect of Tele Collecting implementation on the compliance of independent participants in paying the contribution dues in BPJS for Health Tangerang Branch in 2018. The research was conducted using quantitative and qualitative descriptive methods. Implementation of Tele Collecting activities in BPJS for Health Branch Tangerang it is good enough. But for the achievement of the results of activities still not according to the specified target. Of the total delinquent participants, only 55.25% were called by officers with details of 23% of calls lifted and conversations took place. As for the total number of calls raised, only 53% committed to paying 2.3% of the participants actually making the payments. The main obstacle in the Tele Collecting process is the less membership update data so there are many phone numbers of participants who are not valid / inactive. In addition, for the current implementation there are obstacles to the facility in the form of providing a special room Tele Collecting. Expected improvement of Standard Operating Procedures (SOP), and membership data to support efficient implementation of Tele Collecting.
Keywords: Implemantation; Tele Collecting; Unpaid Contributions; BPJS for Health Branch Office of Tangerang
ABSTRAK Tesis ini membahas tentang analisis biaya minimal bagi pasien pecandu opioida yang menjalani perawatan di RSKO Jakarta antara terapi rumatan methadone dengan rehabilitasi berdasarkan persepsi pasien pecandu opioida yang masih aktif menjalani kedua perawatan saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi ekonomi yang bersifat deskriptif analitik dengan melakukan studi perbandingan antara terapi rumatan methadone dengan rehabilitasi melalui pendekatan retrospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: komponen biaya langsung terapi rumatan methadone dan rehabilitasi adalah biaya rawat jalan/rawat inap, biaya obat, biaya pemeriksaan laboratorium, dan biaya konsultasi dokter; komponen biaya tidak langsung terapi rumatan methadone dan rehabilitasi adalah biaya transportasi (pasien dan keluarga pasien), biaya konsumsi (pasien dan keluarga pasien), dan biaya penghasilan (pasien) yang hilang selama menjalani perawatan;biaya total terapi rumatan methadone untuk 17 orang pasien tahun 2011 dan tahun 2012 yang berhasil mencapai output 180 hari bebas opioida adalah Rp. 226.635.306,- dengan unit cost Rp.13.331.489,-; biaya total rehabilitasi untuk 17 orang pasien tahun 2011 dan tahun 2012 yang berhasil mencapai output 180 hari bebas opioida adalah Rp. 468.018.638,- dengan unit cost Rp.27.530.508,- ; sehingga dapat disimpulkan biaya terapi rumatan methadone lebih efisien dibandingkan biaya rehabilitasi, yaitu rasio biaya rehabilitasi 2 kali lebih besar dibandingkan biaya terapi rumatan methadone berdasarkan persepsi pasien dengan output/keluarannya adalah pasien penyalahguna opioida yang mampu mempertahankan abstinensia terhadap opioida selama 180 hari. Dengan demikian peneliti menyarankan kepada pihak RSKO Jakarta untuk lebih meningkatkan promosi kesehatan dan edukasi tentang terapi
ABSTRACT This thesis discusses the minimal cost analysis for patients undergoing treatment opioid aaddicts in Drug Dependency Hospital Jakarta (RSKO Jakarta) among methadone maintenance therapy with rehabilitation based on patient perception opioida addict who still actively undergoing both treatment while this research was conducted. This study is an economic evaluation that is descriptive analytic study comparison between methadone maintenance therapy with rehabilitation through a retrospective approach. The results showed that: the direct cost component of methadone maintenance therapy and rehabilitation is the cost of outpatient/inpatient care, drug costs, laboratory costs, and the cost of consulting a doctor; component of indirect cost sof methadone maintenance therapy and rehabilitation is the cost of transportation (for the patient and the patient's family), the cost of consumption (for the patient and the patient’s family), and cost of revenue(for patients) were lost during treatment (opportunity cost); total cost of methadone maintenance therapy for 17 patients in 2011 and in 2012 for output reached 180 days off reeopioida is Rp. 226.635.306,- with a unit cost Rp.13.331.489,- ; total cost of rehabilitation for 17 patients in 2011 and in 2012 for the output reached 180 days off reeopioida is Rp. 468.018.638,- with a unit cost Rp.27.530.508,- ; thus it can be concluded methadone maintenance therapy is more cost efficient than the cost of rehabilitation; the rehabilitation cost ratio of 2 times greater than the cost of methadone maintenance therapy based on the patient's perception of the output is opioida abusers patients who maintained abstinence for opioida for 180days. Thus researchers suggest to the RSKO Jakarta to further enhance health promotion and education about methadone maintenance treatment for opioid addicts and families will choose treatment for dependence opioida.
ABSTRAK Latar Belakang. Kabupaten Tangerang termasuk kabupaten yang beresiko tinggi terhadap penyalahgunaan formalin pada makanan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan formalin di Kabupaten Tangerang diduga sangat berlimpah dan harganya lebih murah dibanding bahan pengawet lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak industri makanan di wilayah Tangerang menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Penggunaan formalin ini sebenarnya dapat dicegah/dikontrol melalui pengawasan dan pengendalian penggunaan bahan tersebut oleh instansi kesehatan setempat (dinas kesehatan dan Puskesmas) bekerjasama dengan sektor lain yang terkait serta melibatkan masyarakat dan swasta. Tujuan. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya peranan Dinkes kab. Tangerang dalam manajemen pengawasan dan pengendalian formalin dalam rangka mereduksi penggunaan formalin pada makanan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu, untuk mengetahui mekanisme pengawasan dan pengendalian, sumber daya yang tersedia serta faktor-faktor apa sajakah yang dapat mendorong/memperkuat terlaksananya pengawasan dan pengendalian penggunaan formalin di Kabupaten Tangerang. Metode. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang mengkombinasikan wawancara mendalam dengan penelusuran dokumen. Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang terarah dimana variabel yang diteliti telah dibatasi dan ditentukan sebelum penelitian dilakukan. Analisis manajemen..., Hendri Hartati, FKM UI, 2006 Hasil. Program Pengawasan dan pengendalian formalin di wilayah kabupaten Tangerang telah dilakukan oleh dinas kesehatan secara rutin sejak tahun 2004, namun program ini belum intensif kecuali ketika issue adanya kandungan formalin pada makanan merebak pada tahun 2006. Ada beberapa sumberdaya yang belum mendukung antara lain: Peraturan perundangan yang belum tersosialisasi, dana yang ada terbatas, tenaga wasdal jumlahnya terbatas dan tugas rangkap. pemeriksaan sampel secara kuantitatif dilakukan di BPOM, sedangkan pemeriksaan kualitatif sudah mulai dilakukan tetapi alat pemeriksaannya baru berjumlah satu buah petugas sehingga puskesmas belum punya alat tersebut. Material sudah cukup mendukung kegiatan pelaksanaan wasdal penggunaan formalin. Skedul juga telah ada dan telah disusun baik di tingkat puskesmas Data sudah tersedia namun tidak tersusun dalam sistem informasi. Sedangkan buku pedoman kegiatan wasdal penggunaan formalin belum ada. Faktor lain yang mendukung kegiatan sudah ada yaitu kerjasama lintas sektor walaupun tidak dalam suatu kegiatan rutin, partisipasi masyarakat juga ada (pelaporan saja), dan ada supervisi yang dilakukan POM/dinkes propinsi yang lebih bersifat monitoring namun supervisi ini dinilai sudah bermanfaat dalam meningkatkan kinerja petugas. Faktor yang menghambat adalah luasnya area kerja kegiatan wasdal penyalahgunaan formalin di kabupaten Tangerang. Simpulan. Sumberdaya dan faktor pendukung untuk program pengawasan dan pengendalian formalin ini masih terbatas. Banyaknya industri makanan (UKM), jasa boga, rumah makan dan pasar di kabupaten Tangerang membuat wasdal penyalahgunaan formalin ini tidak dapat dilakukan secara intensif jika hanya mengandalkan sumberdaya yang tersedia saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya untuk peningkatan sumberdaya dan faktor-faktor yang mendukung serta mengatasi hambatan yang ada.
ABSTRACT Background. The district of Tangerang is high risk of the misuse of formaldehyde as food preservative. This phenomenon is caused by the high stock of formaldehyde and the price is cheap compare to other preservatives. Some research show that many types of food are contamined by formaldehyde. The misuse of formaldehyde can be prevented and controlled by supervision and controlling mechanism by the health institution (DHO of Tangerang and Health Centers) collaborated with other sectors (public and private) and community as well. Objectives. The aim of this study was to obtain an in-depth information on the manajemen of implementation of supervision and controlling of the misuse of formaldehyde organized by the Tangerang District Health Office. Method. This study is a descriptive using qualitative technique with District Health Office as analysis unit. In-depth interview technique and document analysis were used to collect data. The variables of this research were determined before the research conducted. Result. The study showed that the process of management had not been successfully implemented intensively except when the issue was publish on media extensively. Unintensif supervision and controlling happened due to some factors namely, lack of resources (regulation, money, personnel, laboratory, equipment, and guideline), not routine of inter-sector collaboration, and non-periodic of the supervision from province level. Analisis manajemen..., Hendri Hartati, FKM UI, 2006 Conclusion. Un-intensif supervision and controlling the misuse of formaldehyde happened due to some factors (resources were not sufficient, inter-sector collaboration were not regular, and supervision from province level was not periodic). In order to achieve the optimal supervision and controlling activity, it is suggested that the resources and supporting factors should be enhanced through many strategies.
