Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Detria Idha; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Putri Bungsu, Titi Indriyati
Abstrak:
Read More
Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia dan di Indonesia endemitas malaria paling tinggi masih terpusat di wilayah Timur Indonesia seperti Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Indonesia bagian Timur (Analisis Riskesdas 2018). Desain penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data dari Riskesdas 2018. Lokasi penelitian ini yaitu seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 34 provinsi. Sampel pada penelitain ini yaitu total dari populasi berdasarkan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) di Indonesia sebanyak 3169 sampel. Data pada penelitian ini menggunakan analisis univariate dan bivariate menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menjukan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian malaria (p= 0,04 OR=2,11 (0,77-5,79)), tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian malaria (p=0,88 OR=0, 89(0,46-1,75)), tidak ada hubungan antara pekerjaan (p=0,15 OR=0,49(0,18-1,31), pendidikan (p=0,14 OR=0,81(0,40-1,65), wilayah tempat tinggal (p=0,432 OR=1,45(0,67-3,11), penggunaan kelambu (p=0,62 OR=0,782(0,38-1,57), penggunaan repelan (p=0,533 OR=1,329(0,66-2,68), penggunaan alat pembasmi nyamuk elektrik p=o,89 OR=1,393(0,33-5,84) dengan kejadian malaria. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mengapa masih terdapat kasus malaria di Indonesia terutama Indonesia bagian Timur yang masih endemis tinggi
Malaria is still a health problem in the world and in Indonesia malaria endemicity is still concentrated in Eastern Indonesia such as Papua, West Papua, and East Nusa Tenggara. This study aims to determine the factors associated with malaria incidence in Eastern Indonesia (Analysis data of Riskesdas 2018)). This study use cross sectional design study and using data from Riskesdas 2018. The location of this study is all 34 provinces in Indonesia. The sample in this study is the total population based on the Rapid Diagnostic Test (RDT) examination in Indonesia totaling 3169 samples. The type of data in this study is secondary data from Riskesdas 2018. Data analysis in this study was univariate analysis with descriptive, and bivariate analysis using chi-square test with 95% CI and prevalence ratio (PR). The results of this study showed that there was a relationship between age and malaria incidence (p = 0.04 OR = 2.11 (0.77-5.79)), there was no relationship between gender and malaria incidence (p = 0.88 OR = 0.89 (0.46-1.75)), there was no relationship between employment (p = 0.15 OR = 0.49 (0.18-1.31)), education (p=0.14 OR=0.81(0.40-1.65), area of residence (p=0.432 OR=1.45(0.67-3.11), use of mosquito nets (p=0.62 OR=0.782(0.38-1.57), use of repellant (p=0.533 OR=1.329(0.66-2.68), use of electric mosquito repellent p=o.89 OR=1.393(0.33-5.84) with malaria incidence. Further research needs to be done regarding why there are still malaria cases in Indonesia, especially eastern Indonesia, which is still highly endemic.
S-11534
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Tria Yuni Kartika; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Laila Fitria, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Read More
Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia di Indonesia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian balita dan terus menempati posisi teratas penyebab kematian pada balita. Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia pada balita sebesar 4,8%. Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua yang berada di wilayah Indonesia Timur memiliki prevalensi pneumonia pada balita melebihi angka nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor (faktor lingkungan rumah, karakteristik balita, dan karakteristik ibu balita) yang berhubungan dengan gejala pneumonia pada balita di Wilayah Indonesia Timur. Data yang digunakan bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dengan sampel sebanyak 191 balita. Desain yang digunakan adalah cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi gejala pneumonia pada balita di wilayah Indonesia Timur adalah sebesar 14,1%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan rumah, karakteristik balita, dan karakteristik ibu balita dengan gejala pneumonia pada balita. Terdapat 4 variabel yang memiliki risiko lebih tingi bagi balita untuk memiliki gejala pneumonia, yaitu jenis dinding (OR=1,64), status imunisasi (OR=1,83), pemberian vitamin A (OR=1,83), dan pendidikan ibu (OR=1,96).
Pneumonia is an acute respiratory infection that affects the lung tissue (alveoli). Pneumonia in Indonesia is still one of the main causes of under-five deaths and continues to occupy the top position as the cause of under-five deaths. According to the 2018 Riskesdas, the prevalence of pneumonia in children under-five is 4.8%. The provinces of East Nusa Tenggara, West Papua and Papua, which are in the eastern part of Indonesia, have a prevalence of pneumonia in children under-five exceeding the national figure. This study aims to analyze the factors (home environment factors, characteristics of children under-five, and characteristics of mothers) that are associated with the symptoms of pneumonia in children under-five in Eastern Indonesia Region. The data used comes from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) with a sample of 191 children under-five. The design used is cross-sectional. The results showed that the proportion of pneumonia symptoms in children under-five in Eastern Indonesia was 14.1%. There is no significant relationship between home environmental factors, the characteristics of children under-five, and characteristics of mothers with pneumonia symptoms in children under-five. There are 4 variables that have a higher risk for children under-five to have pneumonia symptoms, namely the type of wall (OR=1.64), immunization status (OR=1.83), administration of vitamin A (OR=1.83), and mother's education (OR=1.96).
S-11189
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Dinar Andaru Mukti; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Trisari Anggondowati, Wahyu Septiono, Maryati Sutarno, Zamhir Setiawan
Abstrak:
Read More
Kebutuhan Keluarga Berencana (KB) yang tidak terpenuhi (unmet need) masih menjadi kendala utama KB di banyak negara dan juga Indonesia. Permasalahan yang dihadapi Indonesia antara lain tingginya angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi serta adanya disparitas antar wilayah karena belum meratanya pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi. Misalnya, angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di kawasan Indonesia timur cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan Indonesia barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan determinan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di kedua kawasan tersebut. Penelitian menggunakan data sekunder pemutakhiran pendataan keluarga dari BKKBN tahun 2022. Sebanyak 337.623 Pasangan Usia Subur (PUS) di kawasan Indonesia timur dan 1.564.437 PUS di kawasan Indonesia barat merupakan sampel pada penelitian ini. Regresi logistik ganda digunakan untuk menentukan hubungan antara umur istri, pekerjaan istri, pendidikan istri, pendidikan suami, jumlah anak hidup, kepesertaan JKN/asuransi kesehatan, keterpaparan informasi dari petugas, keterpaparan informasi dari media, dan jumlah anak ideal. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi sebanyak 17,7% di kawasan Indonesia timur dan 13,3% di kawasan Indonesia barat. Di kedua daerah, umur istri, pendidikan istri, pendidikan suami, jumlah anak hidup, kepesertaan JKN/asuransi kesehatan, keterpaparan informasi dari petugas, keterpaparan informasi dari media, dan jumlah anak ideal berhubungan dengan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi. Sedangkan untuk kawasan Indonesia barat, status pekerjaan istri juga berhubungan dengan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi. Determinan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di kawasan Indonesia timur dan barat hampir seluruhnya sama sehingga program-program untuk mengatasi kebutuhan KB yang tidak terpenuhi tidak perlu berbeda.
Unmet need for family planning is still a major obstacle to family planning in many countries, including Indonesia. Problems faced by Indonesia include high rates of unmet need for family planning and disparities between regions due to uneven implementation of family planning and reproductive health programmes. For example, the unmet need for family planning in eastern Indonesia tends to be higher than in western Indonesia. This study aims to determine the differences in the determinants of unmet need for family planning in the two regions. The study used secondary data from the family data record update from BKKBN in 2022. A total of 337,623 fertile ages couples in eastern Indonesia and 1,564,437 fertile ages couples in western Indonesia were sampled. Multiple logistic regression was used to determine the association between wife's age, wife's occupation, wife's education, husband's education, number of living children, JKN/health insurance participation, exposure to information from staff, exposure to information from the media, and ideal number of children. Unmet need for family planning was 17.7% in eastern Indonesia and 13.3% in western Indonesia. In both regions, wife's age, wife's education, husband's education, number of living children, JKN/health insurance participation, exposure to information from staff, exposure to information from the media, and ideal number of children were associated with unmet need for family planning. For western Indonesia, wife's employment status was also associated with unmet need for family planning. The determinants of unmet need for family planning in eastern and western Indonesia are almost entirely the same, so programmes to address unmet need for family planning do not need to be different.
T-7013
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Rachma Wenidayanti Prasetyo; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Trisari Anggondowati, Ratna Djuwita, Iram Barida Maisya
Abstrak:
Read More
Stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Terjadi penurunan angka stunting tiap tahunnya, namun masih jauh dari target yang telah ditetapkan secara nasional. Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih jauh tertinggal dari segi akses layanan dasar seperti kesehatan maupun pendidikan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data berasal dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Populasi dalam penelitian ini adalah balita berusia 6 – 59 bulan yang berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Stunting dalam penelitian ini didefinisikan sebagai apabila nilai perhitungan z-score < - 2 SD. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, stratifikasi dan multivariat menggunakan cox regression untuk menghitung nilai PR. Prevalensi stunting paling tinggi di Kawasan Timur Indonesia berada di provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar 36,43%. Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan stunting adalah usia anak, jenis kelamin anak, berat badan lahir, panjang badan lahir, akses layanan kesehatan, akses Air Minum, akses Sanitasi dan indeks pembangunan manusia dengan faktor yang paling dominan adalah akses layanan kesehatan (PR = 1,36; 95% CI = 1,25 – 1,48). Stunting di Kawasan Timur Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai upaya pencegahan dari stunting.
Stunting remains a major public health issue in Indonesia. Although the national stunting rate has declined each year, it is still far from the target set by the government. The Eastern Indonesia Region (Kawasan Timur Indonesia/KTI) continues to lag behind in terms of access to basic services such as healthcare and education. This study employed a cross-sectional analytical design. The data were sourced from the 2023 Indonesia Health Survey (SKI). The study population consisted of children under five years old (aged 6–59 months) living in Eastern Indonesia. Stunting was defined as having a height-for-age z-score below -2 standard deviations. Analysis included univariate, bivariate, stratified, and multivariate approaches using Cox regression to estimate prevalence ratios (PR). The highest prevalence of stunting in Eastern Indonesia was found in East Nusa Tenggara Province, at 36.43%. Factors significantly associated with stunting included child’s age, sex, birth weight, birth length, access to health services, access to drinking water, sanitation access, and the Human Development Index. The most dominant factor was access to health services (PR = 1.36; 95% CI = 1.25–1.48). The prevalence of stunting in Eastern Indonesia remains considerably higher compared to Western Indonesia, highlighting the need for further research as part of efforts to prevent stunting.
T-7345
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
