Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Dessy Laksyana Utami; Pembimbing: Sjahrul Meizar Nasri; Penguji: Doni Hikmat Ramdhan, Mila Tejamaya, Capt. M. Irwansyah, Julia Rantetampang
Abstrak: Sick Building Syndrome (SBS) terdiri dari berbagai gejala nonspesifik yang terjadi padapenghuni bangunan. Hal ini umumnya meningkatkan ketidakhadiran pekerja danmenyebabkan penurunan produktivitas pekerja. Berikut adalah beberapa faktor yang yangmenjadi penyebab SBS seperti: fisik, kimia, biologi dan ergonomi serta faktor psikologis.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalamruangan dengan (SBS) di kilang minyak gas. Penelitian Ini menggunakan desain cross-sectional, kunjungan lapangan untuk mengukur kualitas udara dan mengumpulkankuesioner dari para pekerja dalam waktu yang bersamaan. Berdasarkan data yang didapat80% responden mengatakan adanya masalah kesehatan yang sedang terjadi pada mata,kepala, dan hidung. 60% memiliki gejala buruk di tenggorokan, perut dan batuk, 50%mengalami gangguan gastrointestinal, 40% kelelahan dan 25% terjadi semua gejalasindrom bangunan sakit. Sebanyak 40 responden direkrut untuk belajar, dengan usia rata-rata 35 tahun (kisaran 20-55). Studi percontohan ini dibatasi oleh ukuran sampel yangkecil. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas udara denganpengukuran parameter fisik (suhu) di bawah ambang batas normal dan parameter kimia(H2S dan Formaldehyde) diatas nilai ambang batas. Adapun prevalensi SBS di kilangminyak gas ini terjadi sebanyak 10 orang 25%, selain itu disimpulkan ada hubunganantara polusi kualitas udara dengan SBS . Penelitian lebih lanjut diperlukan untukmenjawab semua masalah kesehatan dari SBS dan dampaknya terhadap pekerja tersebutdengan mengambil lebih banyak sampel untuk menguji kekuatan yang lebih baik.Kata kunci: polusi udara dalam ruangan, sindrom bangunan sakit, kesehatan kerja.
The sick building syndrome comprises of various nonspecific symptoms thatoccur in the occupants of a building.This feeling of ill health increases sicknessabsenteeism and causes a decrease in productivity of the workers. It is a multi factorialevent which may include physical, chemical, biological as well as psycological factors.The objectives was to grasp what the relationship between indoor air quality with sickbuilding syndrome (sbs) in oil gas refinery. A quantitative methodology was used, namelythrough the analytic cross-sectional design, site visits to measure air quality and collectquestionnaire from the workers in the same time. There 40 respondents were recruited tothe study, with a mean age of 35 years (range 20-55). Diagnoses were varied andrepresentive of the population. Based on data obtained from 40 respondents there were10 cases or 25% occurred sick building syndrome (> 4 symptoms). 80% of respondentsreported significant ongoing health problems in the eyes, head, and the nose. 60% hadbad symptoms in the throat, the stomach and cough, 50% had gastrointestinal disorders,and 40% with fatigue. This pilot study is limited by the small sample size. Based on theresults of the study can be drawn the conclusion that the quality of the air with 4parameters (temperature, humidity, velocity of air and dust levels) on the oil gas refinerystill below the threshold minimum value. In such circumstances, the case of sick buildingsyndrome (SBS) in the oil gas refinery occurred as many as 10 people or 25% occurredsick building syndrome , so it concluded there is a relationship between air qualitypolution with sick building syndrome (SBS). Further research is required to answer allthe health problem of sick building syndrome and the impact to such workers by takingmore samples in order to test the strength of better.Keywords: indoor air pollution, sick building syndrome, occupational health.
Read More
T-5206
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Zakia Davina Riadi; Pembimbing: Bambang Wispriyono; Penguji: Budi Haryanto, Rizal Maulana
Abstrak: PM2,5 adalah partikel halus berukuran kurang dari 2,5 mikron yang dapat terhirup hingga ke alveolus paru-paru hingga masuk ke aliran darah. Pada tahun 2023, Kota Bogor merupakan kota dengan rata-rata konsentrasi PM2,5 tertinggi di Indonesia. SMA X Kota Bogor adalah SMA yang terletak di pusat Kota Bogor. Di depan sekolah, terdapat jalan utama yang merupakan jalur lalu lintas padat yang sering dilalui kendaraan pribadi maupun umum, sehingga berpotensi menjadi sumber emisi PM2,5 dari kendaraan bermotor. Tingginya kepadatan lalu lintas di kawasan tersebut menimbulkan dugaan bahwa partikel PM2,5 dari udara ambien dapat masuk ke dalam ruang kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pajanan PM2,5 di ruang kelas dapat berdampak negatif pada fungsi kognitif dan kesehatan pernapasan siswa karena ukurannya yang kecil dan dapat terhirup hingga alveolus. Penelitian dilakukan untuk mengetahui estimasi risiko kesehatan akibat pajanan PM2,5 pada para murid di SMA X Kota Bogor tahun 2025 menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Penelitian ini mencakup pengukuran konsentrasi PM2,5 di ruang kelas menggunakan perangkat SORA (Sensor Observasi Udara), serta pengumpulan data antropometri dan pola aktivitas 94 siswa di sekolah. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2025. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi PM2,5 di SMA X Kota Bogor masih berada di bawah baku mutu sesuai Permenkes No. 2 Tahun 2023 yaitu di bawah 25 µg/m3 dengan nilai rata-rata 24,79 µg/m3. Perhitungan RQ pada seluruh titik sampel maupun tiap individu diperoleh RQ ≤ 1 sehingga dianggap tidak berisiko pada kesehatan siswa. 
PM2.5 are fine particulate matters smaller than 2.5 micrometres that can be inhaled deep into the lungs’ alveoli and enter the bloodstream. In 2023, Bogor City recorded the highest average PM2.5 concentration in Indonesia. SMA X Kota Bogor is a high school located in the center of Bogor City, adjacent to a major road with high traffic volume, making it potentially exposed to PM2.5 emissions from motor vehicles. Given the heavy traffic, there is concern that ambient PM2.5 particles may infiltrate classrooms during teaching activities. PM2.5 exposure poses risks to students' cognitive function and respiratory health due to its ability to penetrate deep into the lungs. This study aims to estimate the health risks associated with PM2.5 exposure among students at SMA X Kota Bogor in 2025 using an Environmental Health Risk Assessment approach. PM2.5 concentrations were measured in classrooms using the SORA (Sensor Observasi Udara) device, and anthropometric and activity data were collected from 94 students. Conducted in April-June 2025, the study found that the average PM2.5 concentration (24.79 µg/m3) was below the threshold set by Permenkes No. 2 Tahun 2023 (25 µg/m3). Risk Quotient (RQ) calculations showed RQ ≤ 1 for all samples and individuals, indicating no significant health risk. 
Read More
S-12007
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive