Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Ida Diana Sari, Rofiangatul Mubasyiroh, Sudibyo Supardi
BPK Vol.45, No.1
Jakarta : Balitbangkes Depkes RI, 2016
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwi Rahayu Balebu; Pembimbing: Zakianis; Penguji: I Made Djaja, Laila Fitria, Didik Supriyono
T-4152
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eni Istita; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Tri Krianto, Meri Safriani
Abstrak:
Tuberkulosis ditetapkan sebagai penyebab kematian akibat agen infeksi tunggal terbesar kedua di dunia pada tahun 2022. Indonesia menempati peringkat kedua kasus tuberkulosis tertinggi di dunia, dengan kasus mencapai 724.309. Pada tahun 2021-2022, terdapat peningkatan 79,61% kasus tuberkulosis di Kecamatan Cilodong, Kota Depok. Kenaikan kasus tersebut mengakibatkan tingginya risiko penularan, sehingga diperlukan perilaku kesehatan untuk mencegah penularan tuberkulosis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cilodong tahun 2024. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Data dikumpulkan dari lembar kuesioner 100 responden. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata perilaku masyarakat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis dalam skala 100 adalah 80,3. Variabel yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru meliputi jenis kelamin, pendapatan keluarga, pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat untuk bertindak, dan efikasi diri, dengan nilai-p < 0,05. Usia tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian informasi mengenai tuberkulosis paru kepada masyarakat dengan cakupan lebih luas agar dapat menekan angka kasus tuberkulosis.

Tuberculosis was the second leading cause of death from a single infectious agent globally in 2022. Indonesia ranked second worldwide for the highest number of tuberculosis cases, with 724,309 cases. In 2021-2022, there was a 79.61% increase in tuberculosis cases in Cilodong District, Depok City. This rise led to a high risk of transmission, necessitating health behaviors to prevent tuberculosis transmission. This study aims to analyze factors related to pulmonary tuberculosis transmission prevention behaviors in the working area of the UPTD Puskesmas Cilodong in 2024. The study used a quantitative method with a cross-sectional design. Data were collected from questionnaires distributed to 100 respondents. The average score for community behavior towards preventing tuberculosis transmission was 80.3 out of 100. Variables related to pulmonary tuberculosis transmission prevention behavior included gender, family income, knowledge, perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, cues to action, and self-efficacy, with a p-value < 0.05. Age did not relate to prevention behavior. Therefore, providing broader information about pulmonary tuberculosis to the society is necessary to help reduce tuberculosis cases. Public awareness and education efforts are crucial to mitigating the spread of this disease.
Read More
S-11616
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurhadi; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Helda, Alfons Maryono Letelay
Abstrak:
TB Paru menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmet global dalam SDGs. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu Jumlah semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan diantara perkiraan jumlah semua kasus TBC (insiden). Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2021 sebesar 85%. Pencapaian Cakupan Treatment (TC) Provinsi Jambi pada tahun 2021 sebesar 26,91% angka ini belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 85%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian TB paru di RSUD Raden Mattaher. Desain penelitian menggunakan Cross sectional, dengan jumlah sampel sebanuak 116 sampel. Hasil penelitian diperoleh faktor determinan terhadap kejadian TB di RSUD Raden Mattaher adalah status gizi dan status diabetes militus. Diperoleh status gizi (OR=3,12 ; 1,07 – 9,04) dan Status DM (OR=3,63 ; 1,17 – 11,27)

Pulmonary Tuberculosis (TB) has become one of the diseases whose control is a global commitment within the SDGs (Sustainable Development Goals). One of the indicators used in TB control is the Case Detection Rate (CDR), which is the number of all treated and reported TB cases among the estimated number of all TB cases (incidence). The Ministry of Health has set a minimum CDR target of 85% in 2021. The achievement of the Treatment Coverage (TC) in Jambi Province in 2021 was only 26.91%, which did not meet the set minimum target of 85%. This research aims to analyze the risk factors for pulmonary TB incidents at RSUD Raden Mattaher. The research design used in this study is Cross-sectional, with a sample size of 116. The research results revealed that the determinants for TB incidents at RSUD Raden Mattaher are nutritional status and diabetes mellitus status. The obtained odds ratio for nutritional status was 3.12 (confidence interval: 1.07 - 9.04), while for diabetes mellitus status, it was 3.63 (confidence interval: 1.17 - 11.27).
Read More
T-7154
Depok : FKM UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Elvi Debora P Panggabean; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Sudijanto Kamso, Feri Ahmadi
Abstrak: Penyakit Tuberkulosis paru masih termasuk salah satu prioritas nasional untukprogram pengendalian Tuberulosis di Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesiayang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tidak berbeda pada tahun 2007dan tahun 2013 sebesar 0,4%, (Riskesdas, 2013). Sampai saat ini, status ekonomirendah (kemiskinan) masih diduga sebagai salah satu penyebab meningkatnyabeban Tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran kasusTB Paru yang pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengaruh statusekonomi terhadap kasus TB Paru yang pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunderdari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Analisis logistik dilakukan padasampel 722.329 responden yang menjawab pertanyaan A18 (Apakah pernahdidiagnosis Tuberkulosis Paru oleh tenaga kesehatan?). Hasil penelitianmultivariabel didapatkan bahwa ada perbedaan proporsi kasus TB Paru sebesar0,1% lebih tinggi pada status ekonomi rendah dibandingkan status ekonomi tinggidi wilayah perkotaan dengan rasio odds sebesar 1,33. Sedangkan untuk wilayahperdesaan hampir tidak ditemukan beda proporsi status ekonomi rendah dibandingpada status ekonomi tinggi. Dari hasil analisis ditemukan bahwa ada perbedaanpengaruh kejadian Tuberkulosis Paru pada beda status ekonomi dengan bedawilayah. Oleh karena itu, penting dilakukan pendekatan pencegahan Tuberkulosisparu pada status ekonomi rendah di wilayah perkotaan, dimana menurut BadanPusat Statistik (BPS) proyeksi persentase penduduk di daerah perkotaancenderung akan meningkat dari tahun 2015 (53,3%) sampai 2035 (66,6%).Kata kunci: gambaran kasus tuberkulosis paru oleh tenaga kesehatan; pengaruhstatus ekonomi terhadap tuberkulosis paru.
Read More
S-9208
Depok : FKM-UI, 2016
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wendri Herman; Pembimbing: Umar Fahmi Achmadi; Dewi Susana, Emita Ajis, Ananta Rahayu
T-4135
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ira Gustina; Pembimbing: Martya Rahmaniati Makful, Sutanto Priyo Hastono, Sulistyo
Abstrak: Indonesia termasuk ke dalam kategori high burden countries untuk bebantertinggi TB dunia, menempati urutan ketiga setelah India dan Cina.Penanggulangan penyakit ini salah satunya dengan pemodelan kejadian TB Parudengan faktor-faktor risikonya dengan analisis regresi linear. Namun, belum tentucocok diterapkan disemua wilayah karena memiliki kondisi geografis yangberbeda, sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan kasus TB Paru antarawilayah satu dengan wilayah yang lainnya. Oleh karena itu, perlu dimasukkanunsur pengaruh geografis dengan pemodelan regresi linear spasial atauGeographically Weighted Regression (GWR), dalam penelitian ini untuk menilaihubungan kejadian TB Paru dengan faktor kondisi lingkungan fisik rumah,kondisi lingkungan rumah tinggal, karakteristik kependudukan, danmemanfaatkan pelayanan kesehatan terhadap kejadian TB Paru. Penelitian inimenggunakan desain studi potong lintang (cross sectional) dengan menggunakandata Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Sampel penelitian ini adalahresponden dalam Riskesdas 2010 berusia 15 tahun ke atas di Jawa Barat. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakanfaktor dominan yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di tiapKabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat kecuali Majalengka dan Pekerjaan jugaberhubungan hanya di Kabupaten Bogor.Kata kunci: TB Paru, Regresi Linear, Spasial, GWR
Indonesia is in the category of high-burden countries for the highest burden ofPulmonary Tuberculosis of the world, the third rank after India and China. Theeffort to overcome this disease is to do modeling the prevalence of PulmonaryTuberculosis using linear regression model globally. However, it is notnecessarily suitable to be applied in all areas because every area has differentgeographical condition, so it can lead to differences of TB cases between oneregion with another region. Therefore, the effect of geographic elements need tobe incorporated with linear regression modeling spatial or GeographicallyWeighted Regression (GWR). This study applied GWR model to assess theassociation of Pulmonary Tuberculosis prevalence by the physical condition of thehome environment, residential environment, demographic characteristics, andhealth care utilizing factors on the prevalence of Pulmonary Tuberculosis. Thisstudy used a cross-sectional study design using Riskesdas Data - 2010. Samples inthis study were Riskesdas 2010 respondents aged 15 years and over in West Java.The results showed that utilize of health care is the dominant factor associatedwith the prevalence of Pulmonary Tuberculosis in each district/city of West Javaexcept Majalengka, also related employement status only in Bogor Regency.Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Linear Regression, Spatial, GWR
Read More
T-4116
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Jeaneria Rushadi; Pembimbing: Dewi Susanna; Penguji: Ririn Arminsih, Endah Kusumowardani
Abstrak: Penyakit Tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di Kota Sukabumi berada di urutan ke-3 tertinggi yang ada di Provinsi Jawa Barat, yaitu mencapai 75,83%. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Kriteria kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita baru TB Paru yang berusia minimal 15 tahun dan dinyatakan positif berdasarkan konfirmasi laboratorium Puskesmas, sudah diobati dengan OAT selama sekitar 4 minggu serta bertempat tinggal di Kota Sukabumi, sedangkan kriteria kontrolnya adalah tetangga terdekat dari rumah kasus yang tidak menderita TB paru, tidak memiliki gejala klinis mirip TB paru berdasarkan konfirmasi dari petugas puskesmas, berusia minimal 15 tahun dan bertempat tinggal di Kota Sukabumi. Jumlah sampel kasus adalah 58 responden, dan kontrol 58 responden. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di Kota Sukabumi adalah jenis kelamin (OR 7,28; 95% CI 3,161-16,782), kepadatan hunian (OR 3,24; 95% CI 1,401- 7,477), pencahayaan (OR 4,06; 95% CI 1,850-8,916), keberadaan sinar matahari di dalam ruangan (OR 3,05; 95% CI 1,206-7,687), dan kebiasaan merokok (OR 7,53; 95% CI 3,227-17,564). Hasil analisis multivariat dengan menggunakaan pemodelan regresi logistik menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki, dan pencahayaan rumah kurang dari 60 lux berhubungan dengan terjadinya TB paru. Faktor risiko yang paling dominan mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi berdasarkan analisis multivariat adalah jenis kelamin laki-laki (OR 5,85; 95% CI 2,384-13,821).
Kata kunci: Faktor risiko; kasus kontrol; TB paru

Pulmonary Tuberculosis remains a major cause of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. Case Detection Rate (CDR) of pulmonary tuberculosis in Sukabumi is the 3rd highest among the cities in West Java Province, as the value reaches 75.83%. The aim of this study is to analyze the risk factor that affected pulmonary tuberculosis incident in Sukabumi in 2014. This study used a case control design, as the criteria of the case used were new pulmonary TB patients with at least 15 years old age, are sputum smear positive confirmed by the health care laboratory, has been treated with Anti- Tuberculosis Medications for about 4 weeks, and live in Sukabumi City, whereas the control criteria were nearest neighbors of the cases that neither did suffer from pulmonary tuberculosis nor have clinical symptoms similar to pulmonary tuberculosis based on the confirmation of the clinic staff, with at least 15 years old age, and live in Sukabumi City. The number of case samples and control samples were 58 respondents, respectively. The results of this study showed that the risk factors affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi were gender (OR 7.28; 95% CI 3.161-16.782), housing density (OR 3.24; 95% CI 1.401-7.477), lighting (OR 4.06; 95% CI 1.850-8.916), sunlight existence inside the house (OR 3.05; 95% CI 1.206-7.687), and smoking habit (OR 7.53; 95% CI 3.227-17.564). Multivariate analysis using multiple logistic regression model indicated that the male gender and the house lighting less than 60 lux were associated with the occurrence of pulmonary tuberculosis. The most dominant risk factor affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi was male gender (OR 5.85; 95% CI 2.384- 13.821).
Keywords : Case control; pulmonary tuberculosis; risk factor
Read More
S-8425
Depok : FKM UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Darwel; Pembimbing: Nurhayati A. Prihartono; Penguji: Yovsyah, Budi Haryanto, Sulistyo
Abstrak:

TB paru masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk di Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi. Menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi TB paru di Indonesia sebesar 400/100.000 penduduk sedangkan hasil Riskesdas 2010 sebesar 725/100.000 penduduk begitupun di Sumatera. Selain adanya sumber penular, kejadian TB paru juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan rumah (ventilasi, pencahayaan, lantai serta kepadatan hunian rumah). Rendahnya persentase rumah sehat diduga ikut memperbesar penularan TB paru di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB paru di Sumatera berbeda berdasarkan faktor umur, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal. Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang dengan sampel penelitian penduduk yang berumur diatas 15 tahun di Sumatera yang berjumlah 38.419 responden. Penderita TB paru didapatkan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak atau rongten paru. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor lingkungan fisik rumah yang berisiko terhadap kejadian TB paru di Sumatera adalah ventilasi rumah PR 1,314 (90% CI:1,034-1,670), pencahayaan PR 1,564 (90% CI:1,223-2,000) dan kepadatan hunian PR 1,029 (90% CI:0,798-1,327). Dari model akhir didapatkan bahwa hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB paru di Sumatera berbeda signifikan berdasarkan faktor umur dan jenis kelamin.


 Pulmonary tuberculosis is still a major health problem in the world, including in Indonesia as a country with a high prevalence of pulmonary tuberculosis. According to the basic medical research in 2007 obtained prevalence of pulmonary tuberculosis in Indonesia for 400/100.000 population while the results in 2010 for 725/100.000 population as did the population in Sumatera. In addition to the transmitting source, the occurence of pulmonary tuberculosis is also influenced by house environmental factors (ventilation, lighting, flooring and density of residential houses). The low percentage of healthy homes contribute to the transmission of suspected pulmonary tuberculosis in Indonesia. The purpose of this study was to determine whether the association of physical environmental conditions of the house with the occurence of pulmonary tuberculosis different by factors age, sex and area of residence in Sumatera. This study uses a cross-sectional study design with a sample of the study population over the age of 15 years in Sumatera, which amounted to 38,419 respondents. Patients with pulmonary tuberculosis diagnosis obtained by health professionals through the examination of sputum or lung rongten. From the research found that the factor of the physical environment the home is at risk on the occurence of pulmonary tuberculosis in Sumatera is ventilated house PR 1.314 (90% CI :1.034,1.670), lighting PR 1.564 (90% CI :1.223,2.000) and the density of residential PR 1.029 (90% CI :0.798,1.327). From the final model was found that the relationship of the physical environment house with pulmonary tuberculosis occurence in Sumatera different significantly by age and gender.

Read More
T-3590
Depok : FKM UI, 2012
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
R Evi Sofia Riani; Pembimbing : Putri Bungsu, Wahyono, Tri Yunis Miko; Penguji : Ritanenny ; Tjahjandi, Andang
Abstrak: Penelitian ini menggunakan disain case control untuk melihat besar risiko anak yang tidak diimunisasi BCG untuk terkena TB Paru. Kasus dan kontrol adalah anak kota Sukabumi usia 0-5 tahun yang diperoleh dari laporan rutin program TB, imunisasi, KIA dan Gizi di dinas kesehatan kota Sukabumi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa anak yang tidak diimunisasi BCG memiliki risiko 3,270 kali lebih besar untuk terkena TB paru dibandingkan anak yang diimunisasi BCG. Sedangkan hasil analisis multivariat yang memasukkan variabel kunjungan neonatal sebagai variabel interaksi dan variabel berat badan lahir sebagai confounding menunjukkan bahwa anak yang tidak diimunisasi BCG dan kunjungan neonatal < 3 kali memiliki tingkat Risiko sebesar 5,63 kali lebih tinggi untuk terkena TB paru dibandingkan anak yang diimunisasi BCG dan kunjungan neonatal =3 kali (kelompok referens). Adapun tingkat risiko anak yang tidak diimunisasi BCG dan kunjungan neonatal = 3 kali adalah sebesar 1,13 kali lebih besar untuk terkena TB paru dibandingkan kelompok referens dan anak yang diimunisasi BCG namun kunjungan neonatal<3 memiliki tingkat risiko 4,99 kali lebih besar dari kelompok referens. Dari hasil tersebut diketahui bahwa efikasi vaksin BCG tanpa interaksi adalah dengan 67% sedangkan efikasi vaksin BCG dengan interaksi adalah 82%. ini berarti, efikasi vaksin di Kota Sukabumi mengalami peningkatan dengan adanya interaksi variabel kunjungan neonatal dengan imunisasi BCG. Kata kunci: Imunisasi BCG, TB Paru anak, Tuberculosis This study used case control design to look at the risk of children not immunized with BCG for pulmonary tuberculosis. Case and control are children under 5 years old in Sukabumi City obtained from regular reports of TB program, immunization, KIA and Nutrition at health office in Sukabumi city. The result of bivariate analysis showed that children who were not immunized with BCG had a risk at 3.270 times higher to have pulmonary TB than children were immunized with BCG. While the results of multivariate analysis that included neonatal visit variables as interaction variables and born weight variables as confounding showed that children were not immunized with BCG and neonatal visits < 3 times had a Risk level at 5.63 times higher for pulmonary tuberculosis than immunized children BCG and neonatal visits = 3 times (reference group). The risk of children not immunized by BCG and neonatal visits = 3 times was 1.13 times higher for pulmonary tuberculosis than the referent group and children immunized with BCG but neonatal visits <3 had a risk level 4.99 times greater than the group Referens. From these results it is known that the efficacy of BCG vaccine without interaction is 67 % while the efficacy of BCG vaccine with interaction is 82 %. This means, the efficacy of vaccine BCG in Sukabumi City has increased with the interaction between neonatal visit variable and BCG immunization Key words: BCG Immunization, Pulmonary tuberculosis at Children, tuberculosis
Read More
T-4967
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive