Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Musyarifatun Farahiyah, Nurjazuli, Onny Setiani
BPK Vol.42, No.1
Jakarta : Balitbangkes Depkes RI, 2014
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aneke Theresia Kapoh; Pembimbing: Helda; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Lukman Hakim, Yuliandri
Abstrak:

Latar Belakang: Di Indonesia, malaria masih merupakan penyakit menular dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia, terdapat 443.530 kejadian malaria pada tahun 2022, dan tercatat 71 kasus kematian terkait malaria. Sesuai antisipasi, tujuan pemberantasan malaria semakin maju, dengan 372 dari 514 kabupaten dan kota berpeluang bebas malaria pada akhir tahun 2022. Hanya ada satu kabupaten yang penularan malarianya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, dan itulah Purworejo di Jawa Tengah. Karena malaria adalah penyakit yang bersifat lokal, maka diperlukan upaya pengendalian lokal. Sebagian besar penyakit malaria disebabkan oleh variabel perilaku dan lingkungan. Dalam epidemiologi, analisis spasial sangat berguna untuk menentukan pengelompokan penyakit dan menilai prevalensi penyakit dalam kaitannya dengan lokasi geografis. Tujuan: memahami unsur-unsur yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit malaria di Kabupaten Purworejo serta gambaran spasial kejadian tersebut Metode: Angka kejadian malaria di Kabupaten Purworejo pada tahun 2022 akan dideskripsikan dan dipetakan dengan menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif ini. Badan Pusat Statistik (BPS), badan informasi geografis, dan data sekunder laporan malaria Kabupaten Purwerejo menjadi sumber data yang dimanfaatkan. Alat QGIS 3.10, STATA 17, dan GEODA digunakan untuk pengumpulan dan pemrosesan data. Koordinat data geografis setiap kasus tersedia, dan analisis statistik dilakukan untuk menentukan distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel faktor risiko yang mempengaruhi kejadian malaria serta melakukan analisis spasial untuk menentukan pola geografis penyebaran penyakit. . Hasil: Berdasarkan karakteristik demografi dan pemeriksaan malaria kasus terbanyak ditemukan pada usia 18-45 tahun (51,05%),  Berdasarkan jenis kelamin persentasi jumlah laki-laki ditemukan lebih banyak dari Perempuan (64,87%), pekerjaan yang terbanyak adalah petani (78%) pemeriksaan terbanyak dilakukan dengan mikroskop (99%), Jenis parasite terbanyak adalah Falciparum (85,48%), berdasarkan klasifikasi sumber penularan yang terbanyak merupakan kasus indigenous (83,61%) dan kasus terbanyak ditemukan pada puskesmas Kaligesing. (33,96%). Berdasarkan analisis univariat variabel independent kasus malaria tahun 2022 Kabupaten Purworejo  rata rata jumlah curah hujan adalah 3209,25 dengan nilai terendah adalah 2971 dan nilai tertinggi adalah 4217. Ratarata Kelembaban adalah 87, 75 dengan nilai terendah adalah 84% dan tertinggi adalah 89%. Jika dilihat dari kepadatan penduduk maka kepadatan penduduk terendah adalah 427 jiwa/km2 dan tertinggi adalah 1669 jiwa/km2. Berdasarkan ketinggian memiliki ratarata 64,9375 mdpl dengan terendah adalah 12 mdpl dan tertinggi adalah 213 mdpl. Berdasarkan wilayah kasus di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kasus malaria bila dilihat dari penyebarannya memiliki gambaran dengan pola spasial. Peta buffer jangkauan pusat layananan dengan jarak 1000 m dari puskesmas terdapat 241 (56,4%)dari 427 kasus malaria. Kasus malaria pada tahun 2022 terdapat pada daerah denganketinggian wilayah diatas 18 mdpl atau berada diantara 18-213 mdpl. Berdasarkan curahhujan terlihat pada peta 98% kasus berada pada jumlah curah hujan yang lebih rendah(2971 mm) dan 2% berada pada jumlah curah hujan yang lebih tinggi. Sebagian besarkasus 2022 (98%) tersebar pada daerah yang kepadatan penduduknya yang terendah yaitu427-608/km2   namun Sebagian kasus (2%) terdapat juga pada daerah dengan kepadatanpenduduk yang paling tinggi yaitu kepadatan penduduk 929-1669.km2. Pada Peta terlihatbahwa 98% kasus malaria berada pada kelembaban 89% dan 2% kasus berada padakelembaban 84%. Pada Analisa indeks moran ditemukan I = 0,124 dengan E(I) =-0,0667,dan P=0,04 yang menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif. I>E(I) menunjukkanbahwa polanya adalah mengelompok. Autokorelasi spasial penyebaran malariaKabupaten Purworejo terlihat bahwa penyebaran kasus malaria tahun 2022 terdapatautokorelasi spasial positif. Berdasarkan nilai I dan E(I) menunjukkan bahwa polapenyebarannya adalah mengelompok. Nilai P  =0,03 yang lebih kecil dari alpha makahipotesis Ho ditolak berdasarka uji yang telah dilakukan ini yang berarti terdapatautokorelasi spasial kejadian malaria tahun 2022. peta LISA cluster terlihat bahwa adasatu kecamatan dengan kasus malaria tinggi  dikelilingi oleh kecamatan yang memilikikasus malaria yang tinggi yaitu  kecamatan Kaligesing. Terdapat 2 wilayah kecamatandengan kasus rendah yang disekelilingnya terdapat kecamatan yang memiliki kasus yangtinggi yaitu kecamatan Loano dan Bagelan. Pada kuadran 3 menunjukkan lokasi pengamatan kecamatan yang memiliki kasus yang rendah yang sekelilingnya adalahkecamatan yang memiliki kasus rendah juga yaitu kecamatan kemiri. Pada Kuadranempat tidak ditemukan kecamatan tinggi dikelilingi kecamatan rendah. Berdasarkananalisa Spasial Error Model di atas terlihat bahwa faktor lingkungan mempengaruhipenyebaran penyakit malaria di Kabupaten Purworejo. Faktor ketinggian wilayah,kepadatan penduduk, curah hujan dan kelembaban mempengaruhi penyebaran kasusmalaria di Kabupaten Purworejo. Kata kunci: Malaria, analisis spasial


 

Read More
T-7117
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Candraditya Dwaya Putra; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Fatma Lestari, Hendra, Muthia Ashifa, Sudi Astono
Abstrak: tenaga kerja merupakan aset yang berharga bagi kegiatan ekonomi, oleh karena itu kesehatan dan keselamatan manusia saat bekerja harus di lindungi. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hak para pekerja dan merupakan hak asasi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecelakaan kerja menggunakan analisis spasial di perusahaan tambang PT X dengan bantuan analisis statistik spasial yaitu Getis-Ord (Gi*). Getis (Gi*) merupakan salah satu metode statistik spasial untuk menentukan hotspot pada suatu area berdasarkan pengelompokkan spasial dari data insiden. Hasil penelitian menunjukkan insiden paling sering terjadi di jalan hauling yang paling sering disebabkan oleh buruknya maintenance dengan nilai z score 3,21 dan operator tidak mentaati peraturan yang telah ditetapkan dengan nilas z score 3,022. Kata Kunci : Analisis Spasial, Hotspot, analisis statistik spasial Labor is a valuable asset for economic activity, therefore human health and safety work must protected. Occupational safety and health is the right of workers and is a basic human right. This study aims to examine occupational accidents using spatial analysis in PT. X mining companies with spatial statistical analysis of Getis-Ord (Gi*). Getis (Gi*) is one of the spatial statistical methods for determining hotspot in an area based on spatial grouping of incident data. The results showed that incidents were most frequent on hauling roads most often caused by poor maintenance with z score of 3.21 and the operator did not comply with the established rules with z score of 3.02 Kata Kunci : Spatial Analysis, Hotspot, spatial statistical analysis
Read More
T-4923
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Gita Maharani; PembimbingL: Milla Herdayati; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Dion Zein Nuridzin
Abstrak:
Latar Belakang.  Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Jawa Barat dengan beban kasus TB tertinggi yang dilaporkan pada Tahun 2022 yaitu berjumlah 15.433 kasus serta prevalensi yang mencapai 413/100.000 penduduk. Hal ini menunjukan upaya penurunan prevalensi TB di daerah Jawa Barat masih kurang baik. Metode. Metode yang digunakan meliputi uji korelasi Spearman dan analisis spasial overlay terhadap data sekunder tahun 2022 dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. Variabel yang dianalisis meliputi proporsi tenaga kesehatan, rasio puskesmas cakupan imunisasi BCG, proporsi penduduk miskin, pendidikan rendah, PHBS, balita gizi buruk, kepadatan penduduk, pengelolaan air dan makanan, pengelolaan sampah, serta kualitas udara dalam rumah tangga. Kesimpulan. Variabel yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan kasus TB adalah penduduk miskin (R = 0.492) (P = 0.001). Sementara variabel lain menunjukkan korelasi lemah dan tidak signifikan. Analisis spasial overlay mengungkapkan pola sebaran TB yang cenderung tinggi di wilayah dengan kombinasi kerentanan sosial dan lingkungan yang juga tinggi, seperti Jonggol, Sukaraja, dan Parung.


Background. Bogor regency is one of the regions in West Java with the highest reported TB burden in 2022, totaling 15,433 cases with a prevalence of 413 per 100,000 population. Indicating that TB prevalence reduction efforts in West Java remain suboptimal. Methods. This study employed Spearman correlation test and spatial overlay analysis on secondary data from 2022, covering 40 sub-districts in Bogor Regency. The analyzed variables included the proportion of healthcare workers, ratio of health facilities, BCG immunization coverage, proportion of poor population, low education levels, PHBS, malnourished children, population density, hygienic management of water and food, household waste management, and indoor air quality. Conclusion. The variable significantly associated with TB cases was the proportion of poor population (R = 0.492; P = 0.001) The spatial overlay analysis revealed that TB distribution tended to be higher in areas with a combination of high social and environmental vulnerability, such as Jonggol, Sukaraja, and Parung.
Read More
S-12142
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rajesh Kumar Das,; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Syahrizal Syarif, Hariadi Wibisono, Puhilan
Abstrak: COVID-19 yang dimulai dari kota Wuhan China pada Desember 2019 telah menyebabkan jutaan infeksi di seluruh dunia. Di Indonesia, dua kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020 dan respons utama untuk mengendalikan penularan virus adalah deklarasi pembatasan sosial berskala besar atau disingkat dengan PSBB. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tren epidemiologi, peran PSBB dalam penurunan kasus serta sebaran spasial kasus terkonfirmasi COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. Desain penelitian terdiri dari studi ekologi dan studi kasus-seri yang mengeksplorasi tren epidemiologi dan distribusi COVID-19 di DKI Jakarta berdasarkan data surveilans sekunder. Hasil penelitian menunjukkan tren epidemiologis COVID-19 meningkat. Berdasarkan data yang dianalisis antara Maret hingga Desember 2020, Jakarta Pusat adalah kotamadya yang paling terkena dampak di antara semua kotamadya lain di provinsi ini. Angka kejadian dan angka kematian kasus adalah yang tertinggi dan berbeda secara signifikan dengan kota lainnya. Pemberlakuan PSBB berperan positif dalam menurunkan rata-rata kasus harian COVID-19 meskipun asosiasinya tidak signifikan. Terdapat autokorelasi spasial positif COVID-19 dengan kelurahan tetangga di kota tersebut. Ada lima belas hotspots COVID- 19 di berbagai wilayah Jakarta, tetapi sebagian besar berada di Jakarta Barat.
COVID-19 that started from Wuhan city of China in December 2019 has caused millions of worldwide infections. In Indonesia, the first two cases were reported on 2 March 2020 and the major response to control the virus transmission was the declaration of large-scale social restrictions, or PSBB. The main objective of this study was to identify the epidemiological trends, role of PSBB in reducing the cases as well as the spatial distribution of the confirmed cases of COVID-19 in DKI Jakarta province. The study design comprised an ecological and case-series study exploring the epidemiological trends and distribution of COVID-19 in DKI Jakarta based on secondary surveillance data. The results showed an increasing epidemiological trend of COVID- 19. Based on the data analysed between March and December 2020, Central Jakarta was the municipality most affected among all other municipalities in the province. The incidence rate as well as case fatality rate was the highest and differed significantly with other municipalities. The implementation of PSBB played a positive role in reducing the average daily COVID-19 cases despite the fact that the association was not significant. There was a positive spatial autocorrelation of COVID-19 with the neighboring kelurahan in the city. There were fifteen COVID-19 hotspots in different parts of Jakarta but majority of them were based in West Jakarta
Read More
T-6266
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nayaka Nayottama Pamadi; Pembimbing: Kemal Nazaruddi Siregar; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Atmiroseva
Abstrak:
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Terlebih, adanya pandemi COVID berimbas kepada berkurangnya progress dan penanganan TB di tahun 2021. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui kondisi tuberkulosis dan melihat hubungan spasial yang ada pada kasus TB dengan faktor-faktor risikonya di salah satu wilayah dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia; Pulau Jawa, di tingkat kabupaten/kota. Peneliti membagi faktor risiko kedalam dua kelompok, yaitu faktor geografis seperti rata-rata ketinggian, suhu tahunan, dan kelembaban tahunan, serta faktor sosiodemografi yang mencakup kepadatan penduduk/densitas, jumlah fasilitas kesehatan, dan rata-rata usia diagnosis. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pola mengelompok di seluruh variabel; Proporsi TB, Jumlah Fasilitas Kesehatan, Rata-Rata Umur Diagnosis, Kepadatan Penduduk, Ketinggian Rata-Rata, Suhu, dan Kelembaban tahunan. Peneliti kemudian menguji signifikansi dan menemukan adanya hubungan spasial pada Rata-Rata Umur Diagnosis, Kepadatan Penduduk, Ketinggian Rata-Rata, Suhu, dan Kelembaban tahunan, sedangkan tidak ditemukan adanya hubungan spasial antara jumlah fasilitas kesehatan dengan proporsi TB. Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rekomendasi dalam alokasi sumber daya penanganan TB, dan sebagai kesempatan bagi penelitian selanjutnya untuk menggali lebih jauh mengenai hubungan kompleks antara TB dengan faktor-faktor risikonya.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that’s still pose as problem for public health in Indonesia. Moreover, the COVID pandemic has an impact on reducing TB care and progress in 2021. Therefore, the researcher want to know the latest condition of tuberculosis and see the spatial relationship between TB cases and their risk factors in one of the regions with the highest number of cases in Indonesia; Java, at the district/city level. Researchers divided risk factors into two groups, namely geographical factors such as average altitude, annual temperature, and annual humidity, and sociodemographic factors which include population density/density, number of health facilities, and average age of diagnosis. The results of this study indicate that there is a clustering pattern across all variables; Proportion of TB, Number of Health Facilities, Average Age at Diagnosis, Population Density, Average Altitude, Temperature, and Annual Humidity. The researcher then tested for significance and found a spatial relationship to mean age at diagnosis, population density, average height, temperature and annual humidity, while no spatial relationship was found between the number of health facilities and the proportion of TB. The results of this study can be used as a recommendation in the allocation of TB treatment resources, and as an opportunity for further research to explore further the complex relationship between TB and its risk factors.
Read More
S-11334
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ardhi Arsala Rahmani; Promotor: Dewi Susanna; Kopromotor: Tris Eryando; Penguji: Besral, Ririn Arminsih Wulandari, R. Azizah, Suwito, Ermi Ndoen
Abstrak:
Latar belakang: Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui vektor nyamuk Anopheles. Kedua organisme tersebut merupakan makhluk hidup dengan daya tahan hidup dan kapasitas yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, termasuk iklim. Oleh karena itu, berubahnya iklim akibat pemanasan global telah diasosiasikan dengan distribusi malaria global. Tujuan: Penelitian ini mengeksplorasi seberapa jauh hubungan antara faktor iklim dan kejadian malaria di kota dan kabupaten di Indonesia selama periode 2000-2020 untuk menginformasikan kebijakan pengendalian malaria yang berketahanan iklim. Metode: Dengan membangun variabel laten atau konstruk iklim yang terdiri dari indikator meteorologi yaitu suhu, curah hujan, kecepatan angin, dan kelembapan relatif yang didapatkan dari data NASA Langley Research Center (LaRC), serta menggabungkan variabel perancu sosiodemografis (pengeluaran rumah tangga, IPM, tingkat urbanisasi) dan geografis (Normalized Difference Vegetation Index, dan topografi), studi ini menawarkan analisis komprehensif tentang asosiasi mereka terhadap kejadian malaria (dari data Malaria Atlas Project dan Kementerian Kesehatan) melalui Structural Equation Modeling (SEM). Hasil: Temuan penelitian menunjukkan asosiasi antara iklim dan malaria. Kendati demikian, analisis Structural Equation Modeling (SEM) yang digunakan penelitian ini menunjukkan bahwa bobot faktor untuk iklim relatif kecil dan menunjukkan bahwa hubungannya tidak substansial dibandingkan dengan variabel lain. Analisis tambahan yang berfokus pada peristiwa cuaca ekstrem, yang diidentifikasi oleh nilai ekstrem indikator iklim, menunjukkan bahwa peristiwa tersebut secara signifikan mempengaruhi kasus malaria. Kesimpulan: Hal ini menekankan pentingnya mempertimbangkan cuaca ekstrem dalam perancangan dan pelaksanaan program pengendalian dan eliminasi malaria. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun kondisi iklim umum memiliki efek langsung yang terbatas pada kejadian malaria, peristiwa cuaca ekstrem memainkan peran penting.

Background: Malaria is a diseases caused by the parasite Plasmodium and spread by a vector, the Anopheles mosquito. The two independent organisms capacity to infect and survival are independently affected by their environmental surroundings, including climate. Therefore, the global warming induced climatic change have previously been associated with the changing global distribution of malaria. Aims: This research explores the extent of the relationship between climatic factors and malaria incidence in cities and regencies in Indonesia over the period 2000-2020 to inform malaria control policies that are climate-resilient. Methods: By constructing a climate construct as latent variable consisting of meteorological indicators such as temperature, precipitation, wind speed, and relative humidity from the NASA Langley Research Center (LaRC), and incorporating sociodemographic confounders (household expenditure, HDI, urbanization rate) and geographic confounders (Normalized Difference Vegetation Index and topography), this study offers a comprehensive analysis of their association with malaria cases (using data from the Malaria Atlas Project and Ministry of Health) through Structural Equation Modeling (SEM). Results: The study findings show an association between climate and malaria, with maximum and average climate constructs showing a negative association with malaria incidence, while minimum climate constructs show a positive association. That being said, the Structural Equation Modeling (SEM) analysis used in this research indicates that the factor loadings for climate are relatively small, indicating that the relationship is not substantial compared to other variables. Additional analysis focusing on extreme weather events, identified by extreme values of climate indicators, shows that these events significantly affect malaria cases. Conclusion: This underscores the importance of considering extreme weather in the design and implementation of malaria control and elimination programs.This research concludes that while general climatic conditions have limited direct effects on malaria incidence, extreme weather events play an important role.
Read More
D-525
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurwirah Verliyanti; Pembimbing: Umar Fahmi Achmadi; Penguji: Dewi Susanna, John Marbun, Sri Anggraini
T-4252
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Khairiah; Pembimbing: Helda; Penguji: Wahyu Septiono, Hidayat Nuh Ghazali Djajuli
Abstrak:

Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan menjadi tantangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2024, Kota Depok mencatat 5.040 kasus dengue (IR 266/100.000 penduduk) dengan 13 kematian (CFR 0,25%), jauh melebihi target nasional (IR ≤10/100.000). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian dengue secara spasial di Kota Depok tahun 2024 dengan menggunakan pendekatan mix-method. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional untuk pendekatan kuantitatif dengan data sekunder dan pendekatan explanatory untuk kualitatif melalui wawancara mendalam. Analisis spasial dilakukan menggunakan perangkat lunak QGIS dan GeoDa. Variabel yang dianalisis meliputi jenis kelamin, usia, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta angka bebas jentik (ABJ). Kasus dengue menunjukkan pola spasial mengelompok dengan autokorelasi spasial pada variabel-variabel yang diteliti. Model Spatial Error Model (SEM) memberikan hasil terbaik dengan nilai AIC terendah (657,88) dan R² sebesar 0,276. Efek spasial eror sebesar 37,4% menunjukkan pengaruh dari wilayah sekitar terhadap penyebaran kasus dengue. Kepadatan penduduk ditemukan sebagai variabel signifikan yang berhubungan dengan kejadian dengue. Wilayah prioritas untuk intervensi meliputi Kelurahan Bedahan, Rangkapan Jaya Baru, Depok Jaya, Mampang, dan Cisalak. Pendekatan spasial efektif dalam mengidentifikasi wilayah risiko tinggi dengue dan variabel yang memengaruhi penyebarannya. Disarankan agar intervensi dengue lebih difokuskan pada wilayah dengan kepadatan tinggi, peningkatan edukasi PHBS, integrasi analisis spasial dalam perencanaan program, serta koordinasi lintas sektor. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengendalian dengue yang berbasis data dan wilayah.


 

Dengue is a viral infection transmitted by Aedes aegypti mosquitoes and remains a significant public health threat in Indonesia. In 2024, the city of Depok reported 5,040 dengue cases (IR 266/100,000 population) and 13 deaths (CFR 0.25%), far exceeding the national target of IR ≤10/100,000. This study aims to spatially analyze the risk factors associated with dengue incidence in Depok City in 2024 using a mixed-methods approach. A cross-sectional ecological design was used for the quantitative component, supported by secondary data, while the qualitative component followed an explanatory design through in-depth interviews. Spatial analysis was conducted using QGIS and GeoDa. The variables analyzed included gender, age, population density, household-level Clean and Healthy Living Behavior (PHBS), and larva-free index (ABJ). Dengue cases exhibited a clustered spatial pattern with spatial autocorrelation across the studied variables. The Spatial Error Model (SEM) yielded the best performance with the lowest AIC (657.88) and R² of 0.276. A spatial error effect of 37.4% indicated that neighboring areas influence dengue transmission. Among all variables, population density was significantly associated with dengue incidence. Priority intervention areas identified were Bedahan, Rangkapan Jaya Baru, Depok Jaya, Mampang, and Cisalak sub-districts. A spatial approach is effective in identifying high-risk areas and key factors influencing dengue transmission. It is recommended that dengue prevention programs prioritize high-density areas, strengthen PHBS education, integrate spatial analysis into health program planning, and enhance cross-sector coordination. These strategies are expected to improve the effectiveness of dengue control efforts based on spatial and epidemiological data.

Read More
T-7282
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratu Intan Puspita; Pembimbing: Al Asyary; Penguji: Umar Fahmi Achmadi, Rony Darmawansyah Alnur
Abstrak:
Diare masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia karena menjadi salah satu penyebab utama kematian pada balita. Tingkat kejadian diare pada balita di Jawa Barat, khususnya di Kota Bogor masih cukup tinggi. Diare juga termasuk dalam 10 penyakit menular terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cakupan pemberian ASI eksklusif, penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan sabun, penggunaan jamban sehat, dan kepadatan penduduk terhadap kejadian diare pada balita di Puskesmas Sindang Barang tahun 2019-2022. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend serta analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pemberian ASI eksklusif (p = 0,000), penggunaan air bersih (p = 0,045), penggunaan jamban sehat (p = 0,006), dan kepadatan penduduk (p = 0,007) dengan kejadian diare pada balita. Sementara untuk variabel mencuci tangan dengan sabun menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan peta analisis spasial tidak terlihat pola yang konsisten. Namun, kejadian diare pada balita cenderung lebih sering terjadi di wilayah kelurahan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam pencegahan dan pengendalian diare, terutama di wilayah kelurahan dengan kepadatan penduduk yang tinggi.

Diarrhea remains a health issue in Indonesia as it is one of the leading causes of death among toddlers. Diarrhea remains highly prevalent among toddlers in West Java, specifically in Bogor City. Diarrhea is also among the top ten most common infectious diseases in the working area of Sindang Barang Public Health Center, West Bogor District. This study aims to investigate the correlation between the coverage of exclusive breastfeeding, use of clean water, handwashing with soap, use of healthy latrines, and population density with the incidence of diarrhea in toddlers in Sindang Barang Public Health Center 2019-2022. The study uses ecological time trend study methods and spatial analysis. The results reveal a significant relationship between variables such as exclusive breastfeeding (p = 0.000), use of clean water (p = 0.045), use of healthy latrines (p = 0.006), and population density (p = 0.007) with the incidence of diarrhea in toddlers. However, handwashing with soap does not show a significant relationship with the incidence of diarrhea in toddlers. The spatial analysis map does not exhibit a consistent pattern. However, the occurrence of diarrhea in toddlers tends to be more frequent in urban village areas with high population density. Therefore, more intensive efforts are required for the prevention and control of diarrhea, especially in densely populated urban village areas.
Read More
S-11321
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive