Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Fenny Febrianita Z; Pembimbing: Nurhayati A. Prihartono; Penguji: Yovsyah, Woro Riyadina
Abstrak:
Stroke tercatat sebagai salah satu penyebab kematian utama yang mengakibatkan sekitar 15,4% dari seluruh kematian di Indonesia. Stroke merupakan penyakit gangguan fungsi otak akibat kelainan vaskuler yang bersifat multikausal atau memiliki banyak faktor risiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan gambaran kejadian stroke berdasarkan faktor risikonya pada penduduk berusia ≥ 35 tahun di Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data Riskesdas 2007 yang menggunakan desain studi cross-sectional. Sampel dari penelitian ini adalah penduduk Provinsi Sumatera Barat berusia ≥ 35 tahun yang memiliki data variabel penelitian yang lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan, prevalensi stroke di Sumatera Barat adalah sebesar 2,0%. Prevalensi stroke tertinggi ditemukan pada penduduk berusia > 74 tahun (4,9%); menderita hipertensi (9,6%), DM (9,7%), dan penyakit jantung (6,5%); tidak pernah mengonsumsi makanan berisiko (3,7%); memiliki berat badan kurang (3,0%); kurang aktivitas fisik (4,0%); mantan perokok (5,5%); berstatus cerai mati (3,6%); tidak pernah sekolah (3,3%); dan tidak bekerja (2,8%). Untuk variabel jenis kelamin, pola makan sayur dan buah, serta pola konsumsi alkohol, tidak terdapat perbedaan prevalensi stroke antara kelompok berisiko dan tidak berisiko.
Stroke is one of leading causes of death in Indonesia, which is 15.4% of entire mortality cases. Stroke is a multicausal disease that refers to the damage of brain caused by vascular disorders. This study aims to estimate the prevalance and to describe the stroke cases due to its risk factor in population of ≥ 35 years old in Sumatera Barat. This study is a secondary data analysis of Riskesdas 2007, which uses cross-sectional survey as study design. The participants were member of population of ≥ 35 years old in Sumatera Barat who had complete variable data needed. The result showed 2% of participants were proved to have a stroke. Stroke prevalance was higher among participant aged > 74 (4,9%); having hypertension (9,6%), diabetes mellitus (9,7%), and heart disease (6,5%); never consumed of salty and fatty food (3,7%); underweight (3,0%); having low level of physical activity (4,0%); widow (3,6%); never went to school (3,3%); and not working (2,8%). For variable of gender, consumption of fruits and vegetables, and alcohol intake, there was no significant different of stroke prevalence between risk and unrisk group.
Read More
Stroke is one of leading causes of death in Indonesia, which is 15.4% of entire mortality cases. Stroke is a multicausal disease that refers to the damage of brain caused by vascular disorders. This study aims to estimate the prevalance and to describe the stroke cases due to its risk factor in population of ≥ 35 years old in Sumatera Barat. This study is a secondary data analysis of Riskesdas 2007, which uses cross-sectional survey as study design. The participants were member of population of ≥ 35 years old in Sumatera Barat who had complete variable data needed. The result showed 2% of participants were proved to have a stroke. Stroke prevalance was higher among participant aged > 74 (4,9%); having hypertension (9,6%), diabetes mellitus (9,7%), and heart disease (6,5%); never consumed of salty and fatty food (3,7%); underweight (3,0%); having low level of physical activity (4,0%); widow (3,6%); never went to school (3,3%); and not working (2,8%). For variable of gender, consumption of fruits and vegetables, and alcohol intake, there was no significant different of stroke prevalence between risk and unrisk group.
S-8517
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Elisabeth Juliana Monica; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Ahmad Syafiq, Sada Rasmada
Abstrak:
Read More
Balita merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami gizi lebih karena penambahan dan pembesaran sel lemak terjadi secara cepat. Gizi lebih terjadi karena asupan yang masuk ke dalam tubuh lebih besar daripada pengeluaran energi. Angka kejadian gizi lebih pada balita di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 10,8% melebihi angka kejadian gizi lebih balita di Indonesia, yaitu 8%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan proporsi faktor-faktor yang menyebabkan kejadian gizi lebih pada balita. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar 2018. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square dan regresi linier. Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian gizi lebih pada balita (Z-score (> +2 SD)) di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 23,9%. Hasil analisis pada faktor orang tua (IMT Ibu) menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan. Sementara faktor orang tua yang lainnya, faktor anak, dan faktor sosial ekonomi tidak menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang signifikan. Diperlukan kesadaran keluarga terutama ibu sebagai pengasuh utama balita untuk lebih memerhatikan pola konsumsi balita demi mencegah berlanjutnya kejadian gizi lebih hingga fase kehidupan selanjutnya.
Toddlers are a group that is vulnerable on getting excess nutrition because of the addition and enlargement of fat cells occurs quickly. Overnutrition occurs because of the intake that enters the body is greater than energy expenditure. The incidence of overnutrition in toddlers at South Sumatera Province, which is 10,8%, exceeds the incidence of overnutrition in Indonesia, which is 8%. This study aims to analyze the difference in the proportion of factors that cause the occurrence of overnutrition in toddlers. This research is a cross-sectional study using secondary data from Basic Health Research 2018. Bivariate analysis was carried out using chi square and linear regression test. The results of this study indicate the incidence of overnutrition in toddlers (Z-score (> +2 SD)) in South Sumatera Province, which is 23,9%. The result of the analysis on parental factors (Mother’s BMI) showed that there was a significant difference in proportion. Meanwhile, other parental factors, child factors, and socioeconomic factors did not show any significant differences in proportion. Family awareness, especially mothers as the main caregivers of toddlers, are needed to pay more attention on toddlers consumption patterns in order to prevent the continuation of overnutrition in the next phase of life.
S-11469
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ade Pahlevi Marbun; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Trisari Anggondowati, Woro Riyadina
Abstrak:
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada bayi dan balita. Penyebab diare sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko baik dari faktor balita, faktor ibu, faktor lingkungan tempat tinggal dan faktor ekonomi keluarga. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan analisis univariat, bivariat, dan stratifikasi. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2017. Sampel yang digunakan sejumlah 906 balita. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia balita (nilai p: 0,000; OR=2,54; 95%CI 1,67-3,85) dan sarana sanitasi keluarga (niai p= 0,004; OR= 1,71; 95%CI 1,19-2,47) dengan kejadian diare pada balita. Secara analisis usia balita memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada balita setelah distratifikas oleh pendidikan ibu, riwayat ASI Eksklusif, berat lahir balita, daerah tempat tinggal dan ekonomi keluarga.
Diarrhea is an infectious disease that causes death in infants and children under five. The cause of diarrhea is strongly influenced by various risk factors, including child factors and maternal, environment, and family economic factors. This study used a cross sectional study design with univariate, bivariate, and stratified analysis. The data used is secondary data from the 2017 IDHS. The sample used is 906 children under five. The result of this study indicate that there is a significant relationship between the age factor of child under five (nilai p: 0,000; OR=2,54; 95%CI 1,67-3,85) and family sanitation facilities (niai p= 0,004; OR= 1,71; 95%CI 1,19-2,47) with the incidence of diarrhea in children under five. The stratification analysis showed that there was a relation between the age of the child under five and the incidence of diarrhea in children under five according to the mother?s education, history of exclusive breastfeeding, birth weight, are of the residence and family economic.
Read More
Diarrhea is an infectious disease that causes death in infants and children under five. The cause of diarrhea is strongly influenced by various risk factors, including child factors and maternal, environment, and family economic factors. This study used a cross sectional study design with univariate, bivariate, and stratified analysis. The data used is secondary data from the 2017 IDHS. The sample used is 906 children under five. The result of this study indicate that there is a significant relationship between the age factor of child under five (nilai p: 0,000; OR=2,54; 95%CI 1,67-3,85) and family sanitation facilities (niai p= 0,004; OR= 1,71; 95%CI 1,19-2,47) with the incidence of diarrhea in children under five. The stratification analysis showed that there was a relation between the age of the child under five and the incidence of diarrhea in children under five according to the mother?s education, history of exclusive breastfeeding, birth weight, are of the residence and family economic.
S-11015
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Dyah Ayu Puspitaningsih; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Ratu Ayu Dewi Sartika, Flora Theresia
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan proporsi kejadian obesitas sentral berdasarkan faktor perilaku konsumsi dan faktor lainnya padapenduduk dewasa (usia 20-45 tahun) di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2018. Desain studi penelitian ini adalah cross sectional dengan analisis univariat dan bivariat (chi-square). Data penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2018 dengan jumlah sampel sebesar 19.757 responden dewasa usia 20-45 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk dewasa usia 20-45 tahun di Sumatera Utara pada tahun 2018, yaitu sebesar 31,4%. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perbedaan proporsi obesitas sentral yang signifikan ditemukan pada variabel usia, variabel jenis kelamin, varianel pendidikan terakhir, variabel status perkawinan, variabel status pekerjaan, variabel tipe wilayah tempat tinggal, variabel konsumsi makanan berlemak, variabel konsumsi makanan manis, variabel konsumsi minuman manis, variabel konsumsi alkohol, variabel aktivitas fisik, variabel riwayat merokok, variabel kondisi mental emosional (p value<0,05). Optimalisasi kegiatan skrinning obesitas sentral dengan menggunakan metode pengukuran lingkar perut ataupun RLPP dan kegiatan olahraga bersama di Posbindu PTM serta pelaksanaan pola hidup sehat oleh masyarakat seperti makan sesuai anjuran gizi seimbang dan aktif untuk meningkatkan waktu dan frekuensi aktivitas fisik dapat membantu pencegahan obesitas pada penduduk dewasa di Sumatera Utara.
Read More
S-10779
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Era Oktalina; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Asih Setiarini, Martya Rahmaniati, Kurnia Agustini, Dakhlan Choeron
Abstrak:
Salah satu masalah kekurangan gizi pada balita yang menjadi prioritas utama adalahstunting. Stunting pada balita diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis mulai dari awalperkembangan dimana konsekuensinya bersifat permanen. Permasalahan stunting dapatmenimbulkan efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasukberkurangnya perkembangan kognitif, fisik, kemampuan produktif dan kesehatan yangburuk, serta peningkatan risiko penyakit degeneratif. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita diProvinsi Sumatera Barat tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunderPemantauan Status Gizi Provinsi Sumatera Barat dengan desain penelitian crosssectional dan jumlah sampel 6421 balita. Pengolahan dan analisis data menggunakan ujichi-square (bivariat) dan uji regresi logistik ganda model prediksi (multivariat). Hasiluji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur balita, jeniskelamin, tinggi badan ibu, pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga dan wilayahtempat tinggal dengan stunting pada balita. Umur balita merupakan faktor yang palingdominan dengan kejadian stunting pada balita. Disarankan adanya dukungan kebijakanpeningkatan anggaran program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya penanggulanganmasalah stunting dan menyusun kegiatan program sesuai dengan kebutuhan di lapanganserta memperhatikan kebutuhan gizi anak sesuai dengan tahapan umur.Kata kunci: Stunting, Balita 0-59 bulan, Sumatera Barat
One of the nutritional problems in children under five is the main priority is stunting.Stunting in toddlers is caused by chronic malnutrition from the beginning ofdevelopment where the consequences are permanent. Stunting problems can have long-term effects on individuals and communities, including reduced cognitive, physical,productive and poor health, and an increased risk of degenerative diseases. The purposeof this study was to determine factors related to stunting incidence in toddlers in WestSumatera Province in 2017. This study uses secondary data Monitoring Nutrition Statusof West Sumatera Province with cross sectional study design and 6421 children underfive years old. Processing and data analysis using chi-square test (bivariate) andmultiple logistic regression test prediction model (multivariate). The result of statisticaltest shows that there is a significant relationship between toddler age, sex, mother'sheight, mother education, number of household member and residence area withstunting in children. Toddler age is the most dominant factor with stunting incidence intoddlers. It is recommended to support the improvement of public nutritionimprovement program budget in the effort to overcome the problem of stunting andarrange the program activity according to the need in the field and pay attention to thenutritional requirement of children according to the age stage.Keywords: Stunting, Toddler 0-59 month, West Sumatera.
Read More
One of the nutritional problems in children under five is the main priority is stunting.Stunting in toddlers is caused by chronic malnutrition from the beginning ofdevelopment where the consequences are permanent. Stunting problems can have long-term effects on individuals and communities, including reduced cognitive, physical,productive and poor health, and an increased risk of degenerative diseases. The purposeof this study was to determine factors related to stunting incidence in toddlers in WestSumatera Province in 2017. This study uses secondary data Monitoring Nutrition Statusof West Sumatera Province with cross sectional study design and 6421 children underfive years old. Processing and data analysis using chi-square test (bivariate) andmultiple logistic regression test prediction model (multivariate). The result of statisticaltest shows that there is a significant relationship between toddler age, sex, mother'sheight, mother education, number of household member and residence area withstunting in children. Toddler age is the most dominant factor with stunting incidence intoddlers. It is recommended to support the improvement of public nutritionimprovement program budget in the effort to overcome the problem of stunting andarrange the program activity according to the need in the field and pay attention to thenutritional requirement of children according to the age stage.Keywords: Stunting, Toddler 0-59 month, West Sumatera.
T-5416
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Salsabila Kurnianingtyas; Pembimbing: Ratu Ayu Dewi Sartika; Penguji: Triyanti, Armein Sjuhary Rowi
Abstrak:
Underweight merupakan suatu keadaan dimana anak tidak mencapai berat badan idealyang mengakibatkan asupan makan tidak sesuai kebutuhan anak pada umurnya.Underweight memiliki resiko terbesar di negara berkembang terhadap beban penyakit.Berdasarkan data Riskesdas 2018 prevalensi underweight di Sumatera Utara sebesar19,7% yang tergolong tinggi dibandingkan prevalensi nasional.Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengankejadian underweight pada anak usia 24-59 bulan di Sumatera Utara berdasarkan dataIFLS 5 tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional denganmenggunakan data sekunder IFLS 2014 yang dilaksanakan dari bulan Maret hingga April2020. Jumlah sampel sebanyak 280 anak usia 24-59 bulan yang berlokasi di SumateraUtara.Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa variabel yang memiliki hubungan dengan kejadianunderweight pada anak usia 24-59 bulan di Sumatera Utara adalah jenis kelamin anak(0,502; 0,292-0,862), status gizi ibu (3,962; 0,965-14,165), dan pengeluaran rokok(1,800; 1,039-3,117)Kata kunci: Sumatera Utara; underweight; usia 24-59 bulan.
Read More
S-10523
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Efriza; Promotor: Meiwita P. Budiharsana; Ko Promotor: Tris Eryando; Penguji: Sabarinah B. Prasetyo, Muhammad Nur Aidi, Dewi Susanna, Martya Rahmaniati Makful, Nana Mulyana, Harimat Hendarwan
Abstrak:
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes sp. Provinsi Sumatera Barat termasuk salah satu provinsi endemis DBD. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan pola dan model spasial determinan kasus DBD tahun 2015-2017 dengan analisis Geographically Weighted Generalized Poisson Regression (GWGPR). Hasil analisis memperlihatkan 68% kecamatan endemis DBD dan 41%-47% kecamatan dengan incidence rate > 49. Pola sebaran kasus DBD berbentuk clustered pada lokasi yang berdekatan (I>0). Teridentifikasi 18 kecamatan yang konsisten selama 3 tahun dengan jumlah kasus tinggi dan sekitarnya juga tinggi, sembilan kecamatan merupakan hot spot area dan 10 kecamatan adalah low spot area. Model GWGPR determinan kasus DBD (PHBS, rumah sehat, sarana air bersih, jamban, kepadatan penduduk, suhu, kelembaban udara dan curah hujan) mampu menjelaskan variasi naik turunnya jumlah kasus DBD sebesar 73,28%-78,61% sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain diluar model. Model GWGPR spesifik di setiap kecamatan dan dapat dijadikan rujukun menyusun strategi penanggulangan kasus DBD dan dapat direplikasi untuk monitoring dan evaluasi program.
Read More
D-434
Depok : FKM-UI, 2021
S3 - Disertasi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ratna Widia; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Popy Yuniar, Rahmadewi
Abstrak:
Permasalahan yang ditakutkan akan memiliki dampak besar pada keberhasilan program KB dalam mengendalikan jumlah penduduk Indonesia adalah kejadian putus pakai kontrasepsi. Data SDKI 2017 melaporkan sekitar 29% perempuan dengan bermacam metode kontrasepsi memutuskan untuk menyudahi penggunaan alat kontrasepsi setelah 12 bulan pemakaian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat perbedaan determinan kejadian putus pakai kontrasepsi pada wanita usia subur (15-49 tahun) antara Wilayah Barat Indonesia (Sumatera) dan Wilayah Timur Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesi tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu putus pakai kontrasepsi, sedangkan variabel independent penelitian ini adalah umur, paritas, preferensi fertilitas, tingkat pendidikan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, indeks kekayaan, metode kontrasepsi yang dihentikan, penggunaan internet, dan kepemilikan ponsel. Regresi logistic multivariable digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan putus pakai kontrasepsi di kedua wilayah tersebut. Tingkat putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera mencapai 45,7% dan di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua mencapai 41,2%. Alasan paling umum untuk seorang wanita putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah karena efek samping/masalah kesehatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan (OR 2,63) merupakan determinan terbesar terhadap putus pakai konrasepsi di Wilayah Sumatera diikuti oleh daerah tempat tinggal (OR 1,13). Sedangkan determinan terbesar terhadap putus pakai kontrasepsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah daerah tempat tinggal (OR 1,42). Konseling dan edukasi terkait metode kontrasepsi dan efek samping/masalah kesehatan yang mungkin muncul perlu digencarkan terutama pada kelompok tingkat pendidikan tinggi dan tinggal di perkotaan.
The problem that is feared will have a major impact on the success of the family planning program in controlling the population in Indonesia is the incidence of discontinuation of contraceptive use. The 2017 IDHS data reported that around 29% of women with various contraceptive methods decided to stop using contraceptives after 12 months of use. This study aim to describe the comparison of determinants of contraceptive discontinuation between the Western Region of Indonesia (Sumatera) and the Eastern Region of Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). This study uses Indonesia Demography Health Survey (IDHS) 2017. The population for this study is a women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the contraceptive discontinuation, while the independent variable of this study are age, parity, fertility preferences, level of education, occupation, area of residence, wealth index, discontinued contraceptive method, internet use, and mobile phone ownership. Multivariable logistic regression was used to identify the predictors of contraceptive discontinuation. The proportion of respondent who discontinue using contraceptive was 45,7% (Sumatera) and 41,2% (Nusa Tenggara, Maluku and Papua). The most common reason for discontinuation in Sumatra and Nusa Tenggara, Maluku, Papua is because of side effects/health problems. The results of the multivariate analysis showed that the variable level of education (OR 2,63) was the largest determinant of contraceptive discontinuation in Sumatra, followed by area of residence (OR 1,13). Meanwhile, the biggest determinant of discontinuation of contraceptive use in Nusa Tenggara, Maluku, Papua is the area of residence (OR 1,42). Counseling and education related to contraceptive methods and side effects/health problems that may arise need to be intensified, especially in the group with higher education levels and living in urban areas.
Read More
The problem that is feared will have a major impact on the success of the family planning program in controlling the population in Indonesia is the incidence of discontinuation of contraceptive use. The 2017 IDHS data reported that around 29% of women with various contraceptive methods decided to stop using contraceptives after 12 months of use. This study aim to describe the comparison of determinants of contraceptive discontinuation between the Western Region of Indonesia (Sumatera) and the Eastern Region of Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). This study uses Indonesia Demography Health Survey (IDHS) 2017. The population for this study is a women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the contraceptive discontinuation, while the independent variable of this study are age, parity, fertility preferences, level of education, occupation, area of residence, wealth index, discontinued contraceptive method, internet use, and mobile phone ownership. Multivariable logistic regression was used to identify the predictors of contraceptive discontinuation. The proportion of respondent who discontinue using contraceptive was 45,7% (Sumatera) and 41,2% (Nusa Tenggara, Maluku and Papua). The most common reason for discontinuation in Sumatra and Nusa Tenggara, Maluku, Papua is because of side effects/health problems. The results of the multivariate analysis showed that the variable level of education (OR 2,63) was the largest determinant of contraceptive discontinuation in Sumatra, followed by area of residence (OR 1,13). Meanwhile, the biggest determinant of discontinuation of contraceptive use in Nusa Tenggara, Maluku, Papua is the area of residence (OR 1,42). Counseling and education related to contraceptive methods and side effects/health problems that may arise need to be intensified, especially in the group with higher education levels and living in urban areas.
S-11027
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Diga Areta; Pembimbing: Budi Haryanto; Penguji: Al Asyary, Dewi Susanna, Dedy Irawan, Iim Ibrahim
Abstrak:
Read More
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran pernapasan atas atau bawah dengan gejala seperti batuk, sesak napas, dan demam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara titik panas (hotspot) dengan kejadian ISPA di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2023, serta menganalisis hubungan faktor iklim seperti suhu udara, kelembapan udara, dan curah hujan terhadap kejadian ISPA. Studi ini menggunakan desain observasional ekologi dengan data dari 17 kabupaten/kota di Sumatera Selatan. Data ISPA dari Dinas Kesehatan Provnsi Sumatera Selatan, data titik panas (hotspot) dari Sipongi Monitoring System dan data faktor iklim dari POWER NASA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kota Palembang memiliki jumlah kasus ISPA tertinggi (137.642 kasus), sementara kabupaten Ogan Komering Ilir mencatatkan titik panas (hotspot) terbanyak (37.295 titik). Hubungan signifikan ditemukan antara titik panas dan kejadian ISPA di beberapa wilayah, dengan variasi dipengaruhi oleh topografi dan kondisi lingkungan. Faktor iklim juga berpengaruh, di mana suhu rendah meningkatkan stabilitas virus, sedangkan suhu tinggi mendukung pertumbuhan bakteri. Kelembapan relatif rendah dan curah hujan yang rendah berhubungan dengan peningkatan kejadian ISPA. Penelitian ini menegaskan perlunya mitigasi risiko melalui pengelolaan lingkungan dan respons kesehatan yang terintegrasi.
Acute Respiratory Infection (ARI) is an infectious disease that affects the upper or lower respiratory tract and is characterized by symptoms such as coughing, shortness of breath, and fever. This study aims to analyze the relationship between hotspots and ARI incidence in South Sumatra Province in 2023, as well as the influence of climatic factors such as air temperature, humidity, and rainfall on ARI cases. The study employs an ecological observational design using data from 17 districts/cities in South Sumatra. The ARI data was sourced from the South Sumatra Provincial Health Office, hotspot data was obtained from the Sipongi Monitoring System, and climate factor data was gathered from POWER NASA. The results indicate that Palembang City reported the highest number of ARI cases (137,642), while Ogan Komering Ilir District recorded the most hotspots (37,295). Significant relationships were identified between hotspots and ARI incidence in several regions, with variations influenced by topography and environmental conditions. Climatic factors also played a role, with low temperatures increasing viral stability, while high temperatures supported bacterial growth. Low relative humidity and low rainfall were associated with a rise in ARI cases. This research underscores the need for risk mitigation through integrated environmental management and health response strategies.
T-7217
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nurul Aida Fitria; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Popy Yuniar, Popy Irawati
Abstrak:
Read More
Latar belakang: Sumatera Utara merupakan provinsi dengan persentase penggunaan IUD hanya sebesar 2,6%, angka tersebut masih sangat jauh dari target yang ditetapkan dan terjadi penurunan penggunaan kontrasepsi IUD sejak 2019 hingga 2021 di Sumatera Utara. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, terlebih Sumatera Utara termasuk provinsi penyangga program KB di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi IUD pada wanita kawin dan tinggal bersama pasangan (15-49 tahun) di Sumatera Utara. Metode: Penelitian menggunakan data sekunder SDKI tahun 2017. Kemudian dilakukan analisis data uji chi-square dan regresi logistik dengan interval kepercayaan 95% untuk menjelaskan kekuatan hubungan antar variabel. Hasil: Cakupan penggunaan kontrasepsi IUD pada wanita kawin dan tinggal bersama pasangan (15-49 tahun) di Sumatera Utara dalam penelitian ini diestimasikan sebesar 4,3%. Hanya paparan internet tentang KB yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan penggunaan kontrasepsi IUD pada wanita kawin dan tinggal bersama pasangan (15-49 tahun) di Sumatera Utara (AOR=2,46; 95% CI=1,11–5,49). Kesimpulan: Wanita kawin dan tinggal bersama pasangan yang terpapar informasi KB melalui internet memiliki peluang 2 kali lebih besar menggunakan kontrasepsi IUD dibandingkan yang tidak terpapar. Hal tersebut dapat terjadi karena saat ini internet menjadi salah satu kebutuhan dasar yang dimiliki setiap orang dan dapat menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, dengan meningkatkan kampanye kontrasepsi IUD melalui berbagai media di internet diharapkan dapat meningkatkan informasi mengenai kontrasepsi IUD dan penggunaan kontrasepsi IUD.
Background: North Sumatra is the province with a percentage of IUD use of only 2.6%, this figure is still very far from the target and there has been a decrease in IUD use from 2019 to 2021 in North Sumatra. This condition is very worrying, considering North Sumatra is a buffer province for family planning programs in Indonesia. This study aims to determine the factors that influence the use of IUD in married and cohabiting women (15-49 years) in North Sumatra. Method: This study used secondary data from the 2017 IDHS. Then a data analysis of the chi-square test and logistic regression with 95% confidence intervals was carried out to explain the strength of the relationship between variables. Result: The coverage of IUD use among married and cohabiting women (15-49 years) in North Sumatra in this study was estimated at 4.3%. Only internet exposure to family planning had a statistically significant association with the use of IUD in married and cohabiting women (15-49 years) in North Sumatra (AOR=2.46; 95% CI=1.11–5.49). Conclusion: Married and cohabiting women who are exposed to family planning information by internet have a 2 times greater chance of using IUD than those who are not exposed. This can happen because nowdays the internet is one of the basic needs that everyone has and can convey information effectively and efficiently. Therefore, increasing IUD campaigns through various media on the internet is expected to increase information about IUD and the use of IUD.
S-11343
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
