Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Ida Bagus Wibawa Adnyana; Pembimbing: Adang Bachtiar; Penguji: Mardiati Nadjib, Vetty Yulianty Permanasari, I Gede Wiryana Patra Jaya, Pontisomaya
Abstrak: Latar Belakang: Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas atau lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan (health provider) dan sesuai dengan UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Salah satu syarat yang masih sering dibahas dan menemui kendala saat ini adalah kelengkapan rekam medis. Masalah ini jugalah yang menjadi perhatian peneliti setelah melihat dan melakukan penelitian awal di Rumah Sakit Bali Royal. Ditemukan bahwa kelengkapan rekam medis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Bali Royal masih dibawah standar yang ditetapkan Kemenkes yang tercantum dalam Kepmenkes RI No.129/MENKES/SK/II/2008 yaitu sebesar 100%. Kelengkapan rekam medis bagi pasien rawat inap sangat penting untuk proses kesembuhan pasien dan memaksimalkan pelayanan rumah sakit pada pasien. Dimana tingkat kepatuhan dokter dalam pengisian rekam medis di RS BROS masih belum mencapai target rumah sakit yaitu 90%.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross sectional dimana variabel bebas dan variabel terikat diukur secara bersamaan. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah teknik sampling jenuh, jadi jumlah sampel yang digunakan adalah keseluruhan jumlah populasi yaitu 80 sampel.

Result: Melalui analisis multivariate menunjukkan bahwa variabel jumlah pasien dan insentif memiliki p value masing-masing 0,009 dan 0,041, dimana p value < 0,05. Sedangkan variabel lainnya nilai p value > 0,05.

Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengisian rekam medis di Rumah Sakit Bali Royal adalah variabel jumlah pasien dan variabel insentif

Kata kunci: Tingkat Kepatuhan, Rekam Medis, Teori Lawrence Green, Teori Malcolm Baldridge

Introduction: The hospital is one of the facilities or institutions of health service providers (health providers) and in accordance with Law No. 36 of 2009 on Health. One of the conditions that are still often discussed and encountered the current obstacle is the completeness of medical records. This problem is also the attention of researchers after seeing and doing initial research at Bali Royal Hospital. It was found that the completeness of the medical record at Bali Royal Hospital Inpatient Unit is still below the standard set by Ministry of Health stated in Kepmenkes RI No.129 / MENKES / SK / II / 2008 which is 100%. The completeness of medical records for inpatients is crucial to the patient's healing process and maximizing hospital services to patients. Where the level of compliance of doctors in filling out medical records at RS BROS still not reached the target of the hospital that is 90%

Method: This research is a cross sectional quantitative research where independent variable and dependent variable are measured simultaneously. Sampling method to be used is a saturated sampling technique, so the number of samples used is the total population of 80 samples.

Results: Through multivariate analysis showed that the variable number of patients and incentives had p values of 0.009 and 0.041, respectively, where p value 0,05.

Conclusion: The results showed that the variables that have a significant relationship to the compliance level of medical record at Bali Royal Hospital are variable of patient number and incentive variable

Keywords: Compliance Level, Medical Record, Lawrence Green Theory, Malcolm Baldridge Theory
Read More
B-1993
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ledy Visna Asfiani; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Anhari Achadi, Vetty Yuianty Permanasari, Purwati, Harnoto
Abstrak: Kontinuitas peserta untuk mengikuti Prolanis merupakan salah satu indikatorkomitmen pelayanan di FKTP, sehingga mengetahui tingkat kepatuhan dan faktoryang mempengaruhinya menjadi hal yang penting. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan mengikuti Prolanis dandeterminannya pada peserta dengan DM tipe 2 di lima FKTP BPJS Bekasi.Penelitian ini menggunakan disain cross sectional, pengumpulan data melaluipengisian kuesioner pada 228 peserta Prolanis dengan DM tipe 2 di lima FKTPBPJS Bekasi dan diambil dengan acak sederhana secara proporsional sesuaidengan jumlah peserta di tiap FKTP.
Hasil penelitian menunjukkan tingkatkepatuhan peserta Prolanis dengan DM tipe 2 di lima FKTP tersebut adalah 3.59.Lama menderita sakit, persepsi manfaat, persepsi penghalang dan pelaksanaanpedoman program berhubungan dengan tingkat kepatuhan peserta. Persepsipenghalang merupakan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengantingkat kepatuhan peserta. Faktor pada individu dan provider tersebut dapatdijadikan sebagai bahan telaah bagi FKTP dalam memfasilitasi kebutuhan pesertasehingga dapat meningkatkan tingkat kepatuhan untuk mengikuti Prolanis.Kata Kunci: Tingkat kepatuhan, peserta Prolanis, DM tipe 2, determinan.Daftar Pustaka: 83 (1985-2015).
Read More
T-4592
Depok : FKM UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yoli Farradika; Pembimbing; Syahrizal Syarif; Penguji: Mondasrti Korib Sudaryo, Hartiti, Wira
S-6643
Depok : FKM UI, 2011
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yeremia Prawiro Mozart Runtu; Pembimbing: Syahrizal; Penguji: Artha Prabawa, Helda, Jhon Sugiharto, Hidayat Nuh Ghazali Djadjuli
Abstrak:
Eliminasi Tuberkulosis (TB) di Indonesia pada tahun 2030 dapat dicapai dengan cakupan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) yang optimal. Namun cakupan pemberian TPT Kota Depok sebesar 8,57% dari target 50% di tahun 2023. Penilaian pelayanan TPT dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan layanan TPT berdasarkan komponen input dan proses serta mengetahui masalah utama yang menghambat layanan TPT di kota Depok. Penelitian mixed method didahului fase kuantititaif menilai tingkat kepatuhan puskesmas terhadap standar layanan TPT komponen input dan proses melalui kuesioner yang diisi mandiri oleh tim TB puskesmas. Tingkat kepatuhan dikategorikan baik (>81%), cukup (60%-80%), dan kurang (<59%). Lalu diikuti fase kualitatif dengan wawancara mendalam kepada penangungjawab program TB puskesmas. Dari 15 puskesmas, 87% (13) puskesmas tidak mencapai target nasional cakupan pemberian TPT. 60% (9) puskesmas mendapatkan skor cukup pada komponen input dan 27% (4) puskesmas mendapatkan skor cukup pada komponen proses. Tingkat kepatuhan terendah dari komponen input antara lain tidak tersedia logistik TST (85,7%), analis laboratorium dan tenaga farmasi belum dilatih program TPT (85,7%), tidak tersedianya alat TCM TB di dalam Puskesmas (73,3%), tidak tersedia logistik obat TPT untuk 1 tahun (63,7%). Tingkat kepatuhan terendah dari komponen proses adalah penemuan kasus TBC Laten tidak dilakukan dengan menggunakan rontgen dada di dalam Puskesmas (100%) dan tidak adanya kunjungan oleh Dinas Kesehatan untuk bimbinan teknis program TPT (46,7%). Persepsi tenaga kesehatan dianalisis secara tematik menunjukkan bahwa keterbatasan logistik dan tenaga kesehatan yang belum dilatih program TB dan TPT, kegiatan investigasi kontak belum dilakukan pada kasus indeks milik rumah sakit, kurangnya KIE dari tenaga kesehatan kepada keluarga pasien serta kurangnya supervisi dari dinas kesehatan menjadi hambatan layanan TPT di kota Depok. Program TB nasional perlu menetapkan standar layanan TPT. Dinas Kesehatan Kota Depok melakukan pelatihan kepada tim TB puskesmas da monitoring ketersediaan logistik TPT. Puskesmas melakukan edukasi tujuan dan manfaat TPT kepada populasi berisiko.

Elimination of Tuberculosis (TB) in Indonesia by 2030 can be achieved by providing optimal coverage of tuberculosis prevention therapy (TPT). However, the coverage of providing TPT in Depok is 8.57% of the target of 50% in 2023. The TPT service assessment was carried out to determine the level of TPT service compliance based on input and process components and to find out the main problems that hamper TPT services in Depok. This mixed method research was preceded by a quantitative phase assessing the level of compliance of puskesmas with TPT service standards for input and process components through a questionnaire filled out independently by puskesmas TB team. The Level of compliance is categorized as good (>81%), sufficient (60%-80%), and poor (<59%).This was followed by a qualitative phase with in-depth interviews with the person in charge of the puskesmas TB program. Of the 15 puskesmas, 87% (13) of puskesmas did not reach the national target for TPT coverage. 60% (9) puskesmas got a sufficient score on the input component and 27% (4) puskesmas got a sufficient score on the process component. The lowest levels of compliance from input components include unavailability of TST logistics (85.7%), laboratory analysts and pharmaceutical personnel not having been trained in the TPT programs (85.7%), unavailability of TB GenXpert in the puskesmas (73.3% ), no TPT drug logistics available for 1 year (63.7%). The lowest level of compliance with the process components was that latent TB case detection was not carried out using chest x-rays in puskesmas (100%) and there were no visits by the Depok District Health Office for supportive supervision on the TPT program (46.7%), The perception of health workers analyzed thematically shows that limited TPT logistics and health workers who have not been trained in TB and TPT programs, contact investigation activities have not been carried out in index cases belonging to hospitals, lack of IEC from health workers to the patient's family and lack of supervision from the health service are barriers to service TPT in Depok. the national TB program sets TPT services standards. The Depok District Health Office conducted training for puskesmas TB team and monitored the availability of TPT logistics. Puskesmas educates the aims and benefits of TPT to at-risk populations.
Read More
T-7018
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive