Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Nanik Setijowati, N. Budi Santoso, Finariasih
JEI Vol.8, Ed.3
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2006
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Welly Faruli; Pembimbing: Laila Fitria; Penguji: Ema Hermawati, Dedi Haryadi
Abstrak: Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Selama tiga tahun berturut-turut menduduki urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi partikulat (PM10) udara dalam rumah dengan infeksi saluran pernafasan akut di wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Karawang. PM10 diukur di ruangan balita sering tidur dan dilakukan satu kali di setiap rumah responden. Waktu pelaksanaan penelitian antara bulan Pebruari-Mei 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 130 orang. Hasil analisis memperlihatkan bahwa 82,3% balita yang diteliti mengalami ISPA dan83,1% balita tinggal di dalam rumah dengan konsentrasi PM10> 70 μg/m3. Risiko balita untuk mengalami ISPA adalah sebesar 1,44 kali pada balita denganPM10>70 μg/m3; 2,39 kali pada balita dengan dinding rumah tidak memenuhi syarat;2,29 kali balita dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat; 10,10 kali pada balita yang terdapat penderita ISPA serumah; dan 1,47 kali pada balita yang tidak mendapat imunisasi lengkap. Kata kunci : Balita, ISPA, PM10
Acute Respiratory Infection is one of the causes of morbidity and mortality ininfants. For three consecutive years ranked first of the ten most diseases in PHCFalkirk.This study aims to determine the relationship between the concentrated ofparticulate matter (PM10) in the air with acute respiratory tract infections inPuskesmas Karawang, Karawang regency. PM10 was measured at room toddlersoften sleep and performed once in each respondent's house. The timing of thestudy between the months of February-May 2014. This study designed using crossdesign sectional by sample size of 130 people. The results show that 82.3% oftoddler were studied experienced ISPA and 83.1% of toddler living in homes withconcentrations of PM10> 70 μg/m3. Toddler risk for experiencing ISPA is 1.44times the toddler with a PM10> 70 μg/m3; 2.39 times the toddler with a wall of thehouse does not qualify; 2.29 times with a density the occupancy toddler does notqualify; 10.10 times in toddlers ISPA patients who are at home; and 1.47 times intoddler who do not get complete immunization.Keywords: Toddler, ARI, PM10
Read More
S-8262
Depok : FKM UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arief Wahyudy; Pembimbing: Mardiati Nadjib; Penguji: Pujiyanto; Dumilah Ayuningtyas, Euis Saadah Hernawati, Susi Salwati
Abstrak: Cakupan kunjungan aktif balita ke posyandu masih rendah. Perbaikan pelayanan di Posyandu dilakukan dengan mengintegrasikan layanan sosial dasar, salah satunya dengan pelayanan SDIDTK (Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang) di mana setiap balita yang berkunjung ke Posyandu dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelayanan SDIDTK dengan kunjungan balita ke Posyandu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data primer diambil dari wawancara terhadap 100 responden, di empat Posyandu di Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84% responden melakukan kunjungan posyandu secara aktif dan 77% mendapat pelayanan SDIDTK. Kunjungan balita berhubungan dengan umur anak (p= ,006), jumlah anak (p=0,023) dan pelayanan SDIDTK (p = 0,049). Rata-rata balita hanya mendapat pelayanan SDIDTK satu kali dalam setahun. Tidak semua posyandu memberikan pelayanan SDIDTK karena kurang aktifnya kader yang sudah terlatih, masih kurangnya penyuluhan dari petugas kesehatan, terbatasnya media KIE tentang SDIDTK, dan kurangnya penggunaan Buku KIA oleh orangtua balita. Disarankan agar jadwal pemberian pelayanan SDIDTK di posyandu sesuai dengan buku panduan, selain itu Puskesmas disarankan memberikan pelatihan berkala kepada kader. Kata KUNCI : Posyandu, Kunjungan balita, SDIDTK
Read More
T-4298
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Azkia Nur Zahrah; Pembimbing: Syahrizal; Penguji: Yovsyah, Aditianti
Abstrak:
Anak di bawah 5 tahun (balita) merupakan populasi dengan risiko anemia tertinggi dibandingkan dengan populasi kelompok usia lainnya (WHO, 2023). Prevalensi anemia pada populasi balita di Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan dari 27,7% pada tahun 2007, kemudian meningkat sedikit menjadi 28,1% pada tahun 2013 dan meningkat tajam menjadi 38,5% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Pada kelompok usia balita, anak usia 6 – 23 bulan menjadi kelompok usia dengan risiko tertinggi untuk mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian merupakan anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia dengan total sampel sejumlah 331 anak. Hasil penelitian menemukan besar prevalensi anemia pada anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia sebesar 58,9%. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan positif yang signifikan antara jenis kelamin (PR = 1,339; 95% CI 1,033 – 1,635) dan hubungan negatif yang signifikan (protektif) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian anemia pada anak usia 6 – 23 bulan di Indonesia (PR = 0,613 95% CI 0,537 - 1,290). Penggalakan program pemeriksaan Hb anemia pada anak usia 6 – 23 bulan, pemberian PMT yang kaya zat besi kepada anak usia 6 - 23 bulan dengan anemia, serta edukasi mengenai anemia pada anak melalui posyandu maupun puskesmas setempat diperlukan untuk mencegah dan mengendalian anemia pada anak.

Toddlers are the population with the highest risk of anemia compared to other age group populations (WHO, 2023). The prevalence of anemia in the under-five population in Indonesia tends to continue to increase from 27.7% in 2007, then increased slightly to 28.1% in 2013 and increased sharply to 38.5% in 2018 (Ministry of Health RI, 2018). In the toddler age group, children aged 6-23 months are the age group with the highest risk for anemia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with secondary data from the 2018 Riskesdas. The research sample was children aged 6-23 months in Indonesia with a total sample of 331 children. The results of the study found that the prevalence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia was 58.9%. Based on the results of bivariate analysis, there was a significant positive relationship between gender (PR = 1.339; 95% CI 1.033 – 1.635) and a significant negative (protective) relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of anemia in children aged 6 – 23 months in Indonesia ( PR = 0.613 95% CI 0.537 - 1.290). Promoting programs for checking Hb anemia in children aged 6-23 months, giving PMT which is rich in iron to children aged 6-23 months with anemia, as well as education about anemia in children through posyandu and local health centers is needed to prevent and treat anemia in children.
Read More
S-11364
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sando Pranata; Pembimbing: Popy Yuniar; Penguji: Besral, R. Sutiawan, Giri Wurjandaru, Amir Su`udi
T-4819
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Licensia Triani Dameria Simbolon; Pembimbing: Artha Prabawa; Pegnuji: Besral, Zulkarnain Gaffar
Abstrak: Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di Jalur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Posisi wilayah Indonesia yang rawan ini menyebabkan terjadinya bencana alam, non alam dan bencana sosial. 1. Penelitian ini tentang bencana erupsi pengungsi Sinabung diperkirakan memberikan pengaruh terhadap status gizi, yaitu proporsi status gizi kurang (KEP) pada anak balita umur 13-60 bulan (27%) lebih tinggi dibandingkan anak balita kelompok umur 0-12 bulan (17%). Berdasarkan kriteria internasional kondisi dengan prevalensi di atas 15% KEP (BB/TB) diklasifikasikan sebagai situasi sangat kritis. 2. Penyebab perubahan status gizi terhadap pengungsi Sinabung kelompok umur balita adalah disebabkan dua variabel yang dapat diprediksi memberikan kontribusi pengaruh bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara terhadap status gizi balita, variabel tersebut adalah diare dan pendidikan ayah. a. Pada variabel tidak diare didapatkan nilai OR = 0.741 yang berarti balita yang memiliki tidak diare memiliki kecenderungan untuk mengalami gizi kurang sebesar 0,7 kali lebih besar dibandingkan balita yang mengalami diare. b. Pada variabel tidak tahu didapatkan nilai OR = 1.330 yang berarti balita yang memiliki tidak tahu memiliki kecenderungan untuk mengalami gizi kurang sebesar 1,3 kali lebih besar dibandingkan balita yang mengalami diare di wilayah pengungsian. c. Pada variabel pendidikan ayah tinggi didapatkan nilai OR = 1.135 yang berarti balita yang memiliki ayah dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan untuk mengalami gizi kurang sebesar 1,1 kali lebih besar dibandingkan balita yang memiliki ayah dengan pendidikan rendah. d. Pada variabel pendidikan ayah tidak tahu didapatkan nilai OR = 1.835 yang berarti balita yang memiliki ayah dengan pendidikan tidak tahu memiliki kecenderungan untuk mengalami gizi kurang sebesar 1,8 kali lebih besar dibandingkan balita yang memiliki ayah dengan pendidikan rendah di wilayah pengungsian. Beberapa saran dari penulis antara lain; 1. Proporsi status gizi kurang pada balita di pengungsian pasca bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2014 membutuhkan perhatian kita semua dari berbagai kalangan untuk memperhatikan perbaikan gizi di sana. 2. Penanganan penyakit diare pada balita perlu mendapat perhatian untuk segera dicegah agar tidak berakibat pada terjadinya gizi kurang. 3. Perbaikan dan peningkatan pemberian makanan tambahan dengan target semua anak terutama pada umur 13-60 bulan dan pada bayi dan balita laki-laki. 4. Pendampingan kepada ibu yang belum paham dalam hal pola asuh dan pola makan anak berupa pengetahuan dan bantuan makanan pada ibu menyusui dan pengaturan makanan pada bayi dan balitanya. 5. Jumlah anggota keluarga besar lebih diutamakan dan mendapat makanan yang seimbang dan adil bagi tiap anggota keluarga agar tidak mempengaruhi status gizi bayi dan balita yang dimiliki.
Kata kunci: bencana, letusan gunung, Sinabung, gizi, balita

Indonesia is an archipelago located in the Pacific Ring of Fire Line (Pacific Ring of Fire). The position of Indonesia is prone to natural disasters cause, non-natural and social disasters. 1. This research is about the eruption of Sinabung refugees expected to impact the nutritional status, ie the proportion of status malnutrition (PEM) among children aged 13-60 months (27%) higher than children under the age group of 0-12 months (17% ). Based on international criteria above conditions with a prevalence of 15% PEM (W / H) are classified as very critical situation. 2. Causes of change in the nutritional status of refugees Sinabung toddler age group are due to two variables that can be predicted to contribute to the eruption of Mount Sinabung influence the Karo district of North Sumatra to the nutritional status of children, these variables are diarrhea and father's education. a. In no variable values obtained diarrhea OR = 0.741, which means the toddler who had no diarrhea have a tendency to experience malnutrition by 0.7 times more than infants with diarrhea. b. In the variable does not know the value obtained OR = 1.330, which means toddlers who have no idea more likely to have malnutrition at 1.3 times greater than infants who had diarrhea in the evacuation area. c. In higher education variable father got value OR = 1,135 which means that infants whose fathers with higher education have a tendency to experience malnutrition is 1.1 times greater than toddlers whose fathers with low education. d. In the education variable father does not know the value obtained OR = 1,835 which means a toddler who had a father with education do not know have a tendency to experience malnutrition was 1.8 times greater than toddlers whose fathers with low education in a refugee. Some suggestions from the author, among others; 1. The proportion of under nutrition in infants in refugee camps after the eruption of Mount Sinabung in 2014 requires all of our attention from various circles to pay attention to nutrition there. 2. Handling of diarrheal disease in children under five need attention to be prevented so as not to result in the occurrence of malnutrition. 3. Repairs and upgrades with targeted supplementary feeding all the children, especially at age 13-60 months and infant and young men. 4. Assistance to mothers who do not understand in terms of parenting and child's diet in the form of knowledge and of food aid in breastfeeding mothers and arrangement of food in infants and toddlers. 5. The number of extended family members are preferred and got food balanced and fair to all members of the family so as not to affect the nutritional status of infants and toddlers owned.
Keywords: disaster, eruption, Sinabung, nutrition, toddler
Read More
S-9301
Depok : FKM UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ranto Rajadoli Pangaribuan; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Tri Krianto, Suparsih
Abstrak: Pada tahun 2015, jumlah kasus diare yang terjadi di Kota Bogor terdapat sebanyak 27.289 kasus. Kejadian diare di Kecamatan Bogor Utara sebesar 5.530 kasus. Kecamatan Bogor Utara merupakan kecamatan dengan jumlah kasus diare tertinggi se-Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi, faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Sebanyak 97 ibu yang memiliki anak balita diwawancari sebagai sampel penelitian menggunakan kuesioner. Sampel diambil pada 4 RW di Kelurahan Tanah Baru, dengan menggunakan teknik quota sampling. Analisis dilakukan untuk menilai kejadian diare, faktor sosial ekonomi,faktor perilaku dan faktor lingkungan. Ditemukan sebesar 37,1% kejadian diare di wilayah puskesmas Bogor Utara. Hasil analisis diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara perilaku cuci tangan, kepemilikan jamban, sarana sumber air bersih dan sarana pembuangan air limbah dengan kejadian diare.
Kata Kunci : Perilaku sehat Ibu, diare, balita

In 2015, the number of cases of diarrhea that occurred in the city of Bogor there were 27,289 cases. While the incidence of diarrhea in North Bogor District amounted to 5,530 cases. North Bogor Sub-district is the highest number of cases of diarrhea in Bogor City. Study aim is to determine the relationship between socioeconomic factors, behavioral factors and environmental factors with the incidence of diarrhea an children under five years old in the work area of Puskesmas Bogor Utara. This study used cross sectional design. A total of 97 mothers with toddlers were interviewed as research samples using a questionnaire. Samples were taken at 4 RW in Tanah Baru Urban Village, using quota sampling technique. This study used primary data taken using a questionnaire to assess the incidence of diarrhea, socioeconomic factors and behavioral factors. This and found 37.1% of chause got diarrhea in the area of Puskesmas Bogor Utara. The result show statistically significant a relationship between handwashing behavior, latrine ownership, clean water source and treatment of waste water disposal facility with diarrhea occurrence.
Keywords: Mother's healthy behavior, diarrhea, toddler
Read More
S-9562
Depok : FKM UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Edy Gunawan; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Dien Anshari, Ella Nurlaella Hadi, Eko Wijiastuti, Iam Minerva
Abstrak: Tingkat partisipasi masyarakat berkunjung ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Air Putih 18,2%. Cakupan tersebut dibawah cakupan Kota Samarinda 24,38% dan Provinsi Kaltim 39,81%. Kondisi tersebut membuat banyak balita yang ada tidak terpantau status gizinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku kunjungan Posyandu pada ibu balita. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pengumpulan data dilakukan melalui kunjungan rumah dengan pengisian kuesioner secara mandiri oleh responden. Sampel penelitian berjumlah 139 Ibu balita yang dipilih secara acak pada 13 Posyandu. Analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 74,8% Ibu balita memiliki kunjungan rutin ke Posyandu. Faktor yang berhubungan signifikan terhadap perilaku kunjungan ke Posyandu pada ibu balita adalah pekerjaan (p=0,08), pengetahuan (p=0,001), dan sikap (p=0,005). Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan pada penelitian ini, Ibu balita dengan pengetahuan tinggi memiliki peluang 4,5 kali lebih besar melakukan kunjungan rutin ke Posyandu setelah dikontrol variabel pekerjaan dan sikap. Saran bagi Tim Pokjanal Posyandu Kota Samarinda agar melakukan evaluasi capaian D/S dan mengusulkan anggaran Probebaya untuk sosialisasi pentingnya kunjungan rutin ke Posyandu setiap bulan.
The level of community participation in visiting posyandu in the working area of the Puskesmas Air Putih is 18.2%. This coverage is below the coverage of Samarinda City 24.38% and East Kalimantan Province 39.81%. This condition makes many children under five whose nutritional status is not monitored. This study aims to determine the behavioral determinants of Posyandu visits to Toddler mothers. This study used a cross-sectional design, data collection was carried out through home visits by filling out the questionnaires independently by the respondents. The research sample was 139 Toddler mothers who were randomly selected at 13 Posyandu. Multivariate analysis using multiple logistic regression. The results showed that 74.8% of Toddler mothers had regular visits to Posyandu. Factors that were significantly related to the behavior of visiting Posyandu on Toddler mothers were work (p=0.08), knowledge (p=0.001), and attitude (p=0.005). Knowledge is the most dominant factor in this study. Mothers with high knowledge have a 4.5 times greater chance of making routine visits to Posyandu after controlling for work and attitude variables. Suggestions for the Samarinda City Posyandu Pokjanal Team to evaluate D/S achievements and propose a Probebaya budget for socializing the importance of routine visits to Posyandu every month.
Read More
T-6725
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratna Zulaeha; Pembimbing: Endah Caroline Wuryaningsih; Penguji: Zarfiel Tafal, Siti Teti Nurhayati
Abstrak: Penyakit diare merupakan masalah kesehatan, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. SPM Kabupaten Pandeglang 2014 sebesar 90%. Balita yang menerima perawatan dari fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan angka tersebut belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penanganan diare pada Balita sebesar 100%.
 
Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pencarian pengobatan Balita diare di wilayah kerja Puskesmas Labuan. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi adalah Balita yang didiagnosa diare selama Januari - April 2014 di klinik MTBS Puskesmas Labuan dan sampel berjumlah 100 Balita. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.
 
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur Balita dengan praktek pencarian pengobatan p= 0.023 dan nilai OR= 2.95. Diharapkan kepada pihak Puskesmas Labuan untuk meningkatkan promosi kesehatan program pencegahan dan penanggulangan penyakit diare pada Balita sehingga dapat berpengaruh pada perubahan perilaku pencarian pengobatan diare pada Balita.
 

 
Diarrheal disease is a public health problem because the morbidity and mortality are still high. Standart Minimal Services Pandeglang 2014 is 90% of Toddlers who receive care from a health facility or health worker that number does not meet the Standart Minimal Services treatment of diarrhea in children under five by 100%.
 
This study to determine the factors associated with treatment seeking practice of diarrhea in children under five at Puskesmas Labuan. Quantitative research with cross sectional design. The population were diagnosed Toddler with diarrhea during January-April 2014 in the clinic Labuan MTBS health center and totaled 100 Toddler. Data obtained from interviews using questionnaire.
 
The results of the bivariate analysis showed no significant relationship between age Toddlers with treatment of diarrhea inseeking p = 0.023 and OR = 2.95.Labuan is expected to do health promotion programs to improve the prevention and control of diarrheal diseases in Toddlers that can affect the health seeking behavior of diarrhea in toddler.
Read More
S-8318
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rabiatul Adawiah; Pembimbing: Dewi Susanna; Penguji: Bambang Wispriyono, Zakianis, Yulia Fitria Ningrum, Aria Kusuma
Abstrak:

Penyakit diare menjadi salah satu gangguan gastrointestinal yang sering terjadi pada anak usia balita dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Provinsi Papua Pegunungan memiliki capaian sanitasi rendah dan prevalensi diare balita tertinggi di Indonesia pada tahun 2023. Faktor lingkungan dan faktor ibu merupakan faktor yang saling berkaitan dengan kejadian diare pada anak balita. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor risiko kejadian diare pada anak balita di Provinsi Papua Pegunungan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan sumber data diperoleh dari Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 dengan jumlah sampel yang dianalisis sebesar 266 anak usia 0-59 bulan di Provinsi Papua Pegunungan. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat menggunakan uji Chi-Square dan multivariat menggunakan regresi logistik model determinan. Hasil menunjukkan ada hubungan antara sumber air minum, akses sanitasi, jenis lantai dan pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak balita. Pendidikan ibu rendah merupakan faktor paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare. Anak balita yang berasal dari ibu dengan pendidikan rendah akan berisiko 2,832 kali lebih besar untuk mengalami diare dibandingkan anak balita yang berasal dari ibu dengan pendidikan tinggi. Diperlukan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat dalam peningkatan akses pendidikan yang merata disetiap wilayah serta kolaborasi penyelenggara kesehatan untuk meningkatkan pendidikan kesehatan melalui promosi kesehatan terpadu terkait perilaku hidup bersih dan sehat dalam lingkungan rumah tangga.


Diarrhea is one of the most common gastrointestinal disorders in children under five years of age and is a major cause of morbidity and mortality. Papua Pegunungan Province has the lowest sanitation achievement and the highest prevalence of under five years of diarrhea in Indonesia by 2023. Environmental factors and maternal factors are interrelated with the incidence of diarrhea in children under five years. The purpose of this study was to analyze the risk factors for the incidence of diarrhea in children under five years in Papua Pegunungan Province. This study used a cross sectional design and the data source from the Indonesian Health Survey in 2023 with a total sample of  266 children aged 0-59 months in Papua Pegunungan Province. Data were analyzed univariate, bivariate with Chi- Square test and multivariate with logistic regression of determinant models. Results showed an association between drinking water source, sanitation access, floor type and mother's education with the incidence of diarrhea in children under five. Low maternal education is the most dominant factor affecting the incidence of diarrhea. Children under five who come from mothers with low education will be at risk 2,832 times greater to experience diarrhea than children under five who come from mothers with high education. Cooperation is needed from the government and the community to increasing access to education that is evenly distributed in each region and collaboration of health providers to improve health education through integrated health promotion related to clean and healthy living behaviors in the household environment.

 

Read More
T-7240
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive