Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Rizki Zahrotul Hayati; Pembimbing: Dewi Susanna; Penguji: Budi Haryanto, Laila Fitria, Aria Kusuma, Didik Supriyono
Abstrak: Kecoak merupakan salah satu vektor mekanik dalam menyebarkan patogen seperti E. coli, dan Salmonella sp., yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Gangguan saluran pencernaan yang paling sering terjadi adalah diare baik itu disertai atau tanpa disertai mual, muntah, dan sakit perut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecoak berdasarkan spesies dan kondisi lingkungan dengan keluhan gangguan saluran pencernaan pada masyarakat di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 106 masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Penangkapan kecoak dilakukan dengan menggunakan plastik dan sarung tangan steril, dan identifikasi menggunakan morfologi kecoak. Data terkait kondisi lingkungan dan keluhan gangguan saluran pencernaan diperoleh dari wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara faktor risiko kecoak baik Periplaneta americana dan Blatta orientalis dengan keluhan gangguan saluran pencernaan (p=0,855). Hasil lain terkait kondisi lingkungan menunjukkan bahwa kondisi tempat sampah (OR=2,605; 95%CI: 1,160-5,850) dan kondisi dapur (OR= 3,40; 95%CI: 1,503-7,727) mempunyai hubungan yang signifikan dengan keluhan gangguan saluran pencernaan yang dialami masyarakat di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Walaupun tidak ditemukannya hubungan yang signifikan, risiko kecoak dalam membawa dan menyebarkan patogen dengan mengontaminasi makanan atau minuman sehingga menyebabkan gangguan kesehatan tetap perlu diperhatikan
Cockroaches, as a mechanical vector in spreading pathogens such as E. coli and Salmonella sp., can cause gastrointestinal disorder. The most common gastrointestinal disorder is diarrhea with or without nausea, vomiting, and abdominal pain. This study aims to determine the relationship of cockroaches based on species and environmental conditions with gastrointestinal disorders in communities at the slum areas of Kalideres Sub-district. The study design using cross-sectional. The sample in this study were 106 people living in the slum areas of Kalideres Sub-district. Cockroach capture was carried out using sterile plastic and gloves, and identification using cockroach morphology. Data related to environmental conditions and complaints of gastrointestinal disorders were obtained from interviews and observations. This study showed no relationship between the risk factors of cockroaches, both Periplaneta americana and Blatta orientalis, with gastrointestinal disorder complaints (p = 0.855). Other results related to environmental conditions showed that the trash condition (OR = 2.605; 95% CI: 1,160-5,850) and kitchen conditions (OR = 3.40; 95% CI: 1,503-7,727) had a significant relationship with gastrointestinal disorder complaints experienced by people in the slum settlements of Kalideres Sub-district. Although no significant relationship was found, the risk of cockroaches carrying and spreading pathogens by contaminating food and water causing health problems remains a concern
Read More
T-6091
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Leonita Agustina; Pembimbing: Ririn Arminsih; Penguji: Laila Fitria, Ema Hermawati, Suwandio, Dwinda Ramadhoni
Abstrak: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru, namun bakteri TB dapat menyerang setiap bagian dari tubuh seperti ginjal, tulang belakang, dan otak. Tingginya prevalensi TB paru di Indramayu (1,1%) dan rumah sehat (66,1%) yang masih di bawah standar Kementerian kesehatan merupakan landasan dari tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh angka kuman di udara dengan kejadian TB paru dan mempertimbangkan karakteristik individu , perilaku dan kondisi lingkungan rumah di masyarakat kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Jumlah sampel 50 kasus (BTA positif) dan 50 kontrol (BTA negatif) diuji menggunakan Chi Square (χ²), dan regresi logistik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PM2.5 OR=5,63 (CI=2,36 -13,42) dengan kejadian TB Paru. Selain itu ada 8 variabel yang menunjukkan besarnya risiko untuk terjadinya TB Paru yaitu terdapat pada variabel umur OR=1,63 (CI=0,74-3,62), riwayat kontak OR=2,25 (CI=0,91-5,54), kebiasaan merokok OR=1,78 (CI=0,75-4,25), angka kuman OR=1,67(CI=0,74-3,77), pencahayaan OR=1,99 (CI=0,82-4,83), ventilasi OR=6,68 (CI=0,77-57,69), jenis lantai OR=1,74 (CI=0,39-7,71) dan jenis dinding OR=2,55 (CI=0,62-10,49). Hasil penelitian menunjukkan responden yang tinggal di rumah dengan jumlah angka kuman tidak memenuhi syarat berisiko menderita TB paru 1,5 kali dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah dengan angka kuman memenuhi syarat setelah dikontrol oleh variabel PM2.5, riwayat kontak dan ventilasi Kata Kunci: Tuberkulosis, Angka kuman, Karakteristik individu, Perilaku Kondisi Lingkungan rumah Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by infection with M.Tuberculosis. These bacteria usually attack the lungs, but also can attack any part of the body such as the kidney, spine, and brain. Prevalence of pulmonary TB in Indramayu (1,1%) is high and healthy homes (66,1%) is still under the standards of health ministry. This research using case-control design. Number of samples 50 cases (BTA positive) and 50 control (BTA Negative). The result of this study indicate an association between PM2.5 (5,63 (2,36-13,42) with incidence pulmonary tuberculosis. There are eight variables that indicate of the risk for the occurrence of pulmonary TB that is variable age OR=1,63 (CI=0,74-3,62), history of contact OR=2,25 (CI=0,91-5,54), smoking OR=1,78 (CI=0,75-4,25), bacteria count OR=1,67(CI=0,74-3,77), lighting OR=1,99 (CI=0,82-4,83, ventilation OR=6,68 (CI=0,77-57,69), the type of floor OR=1,74 (CI=0,39-7,71) and the type of wall OR=2,55 (CI=0,62-10,49). The respondents living in the house with bacteria count that are not eligible at risk of suffering from pulmonary tuberculosis by 1.5 times compared to respondents who lived in the house with bacteria count eligible after controlled by variable PM2.5, contact history and ventilation. Key Words: Tuberculosis, Bacteria count, Individual characteristics, Behavior, Home Environment
Read More
T-4798
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Edwin Siswono; Pembimbing: I Made Djaja; Penguji: Dewi Susanna, Suwito
S-8899
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Febrianti Suciramadhani Thamzil; Pembimbing: Bambang Sutrisna; Penguji: Yovsya, Sulistyo
Abstrak: Tuberkulosis di Indonesia tercatat sebagai penyebab kematian urutan keempat setelah India, Cina dan Afrika. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menular melalui udara. Kondisi lingkungan yang buruk seperti daerah kumuh akan mempermudah penyebaran kuman tuberkulosis dengan berbagai faktor risiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan gambaran kejadian tuberkulosis paru berdasarkan faktor risikonya pada penduduk usia ≥15 tahun di daerah kumuh Indonesia. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data Riskesdas 2013 yang menggunakan desain studi Cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di daerah kumuh di Indonesia berusia ≥15 tahun yang memiliki data variabel penelitian yang lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan, prevalensi tuberkulosis paru di daerah kumuh Indonesia tahun 2013 sebesar 0,7%. Prevalensi tuberkulosis tertinggi ditemukan pada penduduk berusia 65-74 tahun (1,0%); laki-laki (0,6%); tidak tamat sekolah dasar (0,7%); nelayan (0,7%); status gizi kurus (1,3%); tidak merokok (0,6%); ventilasi tidak memenuhi syarat (0,6%); pencahayaan alami tidak memenuhi syarat (0,6%); dan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat (0,6%).
 

 
Tuberculosis in Indonesia islisted as the fourth leading cause of death after India, Cina and Africa. Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which spread through the air. Poor environmental conditions such as the slums will facilitate the spread of germs of tuberculosis with various risk factors. This study aims to determine the prevalence and incidence of pulmonary tuberculosis description of risk factors based on the population aged ≥15 years in the slums of Indonesia. This study is a further analysis of the secondary data analysis of Riskesdas 2013 that uses design study Cross-sectional. The sample
 
was people living in slums in Indonesia aged ≥15 years who have a complete variable data research. Results of this study showed that the prevalence of pulmonary tuberculosis in the slums of Indonesia in 2013 amounted to 0.7%. The highest prevalence of tuberculosis was found in the population aged 65-74 years (1.0%); men (0.6%); not completed primary school (0.7%); fishing (0.7%); nutritional status of thin (1.3%); no smoking (0.6%); ventilation not qualify (0.6%); natural lighting are not eligible (0.6%); and population density do not
 
qualify (0.6%).
Read More
S-8795
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Putih Ayu Perani; Pembimbing: Haryoto Kusnoputranto;Penguji: Suyud Warno Utomo, Didik Supriyono
Abstrak: TB paru merupakan salah satu prioritas nasional di Indonesia, karena berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan kematian (Riskesdas, 2013). Di Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara tahun 2013, jumlah penderita TB paru sebanyak 54 orang dan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2013, dari 9.649 rumah masih terdapat 2.588 rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
 
Tujuan : Mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara. Selain itu, melihat pengaruh faktor karakteristik individu (umur, pendidikan, status gizi dan jenis kelamin) terhadap kejadian TB paru.
 
Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah kasus control. Subjek penelitian pada kelompok kasus adalah penderita TB paru BTA (+) yang berusia 15 tahun keatas yang terdata dalam register Puskesmas (Januari-Desember 2013). Sedangkan, kelompok kontrol adalah sebagian tetangga kelompok kasus yang mempunyai riwayat tidak menderita TB paru dengan karakteristik yang kurang lebih sama dengan kelompok kasus seperti usia, jenis kelamin.
 
Hasil : Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi lingkungan rumah yang berisiko terhadap kejadian TB paru adalah ventilasi (p = 0,011, OR = 5,464), pencahayaan (p = 0,043, OR = 4,030), kelembaban (p = 0,002, OR = 8,143) dan kepadatan hunian (p = 0,043, OR = 4,030). Sedangkan, karakteristik individu yang mempengaruhi kejadian TB paru adalah pendidikan (p = 0,048, OR = 3,778).
 
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kondisi lingkungan rumah (ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru. Selain itu, pendidikan juga memiliki hubungan dengan kejadian TB paru.
 

Pulmonary tuberculosis is one of the national priorities in Indonesia, because the wide-ranging impact on quality of life and economy, and often result in death. Based on data from Health Center Bogor Utara in 2013, there were 54 people suffered pulmonary tuberculosis and based on the data of Bogor City Health Department in 2013, from 9649 there is still 2,588 houses that not qualify as healthy houses, where it is a risk factor for pulmonary tuberculosis.
 
Objective : This study aims to determine the relationship between environmental conditions of house (house ventilation, temperature and humidity of house, residential density of house, lighting and type of wall and floor) with the incidence of pulmonary tuberculosis in the work area of Health Center Bogor Utara. Researcher also relates some covariate factors such as characteristics of individual (age, education, nutritional status and gender) to the research.
 
Method : The design study is a case control with subjects in cases group are patients with pulmonary TB aged above 15 years were recorded in the register data The Health Center (January-December 2013). Meanwhile, the control group are neighbors case’s group who didn’t have a history of suffering from pulmonary TB with more or less have the same characteristics with cases such as age and gender.
 
Result : From the research found that the environmental conditions of house is at risk on the occurrence of pulmonary tuberculosis is ventilated house (p = 0,011, OR = 5,464), lighting (p = 0,043, OR = 4,030), humidity (p = 0,002, OR = 8,143) and residential density of house (p = 0,043, OR = 4,030).
 
Conclusion : This study concluded that there is a relationship between the environmental conditions of house (ventilation, lighting, humidity and residential density of house) with pulmonary tuberculosis incidence. Moreover, education also has a relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis.
Read More
S-8451
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Raden Nurilma Hidayatullah; Pembimbing: Syahrizal; Penguji: Yovsyah, Upi Meikawati
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk semua umur di Provinsi Banten Tahun 2018. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17.846 responden. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan Uji Chi-square.
Read More
S-10817
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Faisal Ali Ramdhani; Pembimbing: Dadan Erwandi; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Yuni Kusminanti
Abstrak: Latar belakang: Motivasi mengikuti pelatihan K3 merupakan suatu ketertarikan untukmengikuti pelatihan K3 agar terhidar dari kecelakaan serta PAK. Tingkat kehadian DiGedung PAUI dalam mengikuti pelatihan K3 masih terbilang rendah dan insiden yangterjadi di Lingkungan UI berjumlah 193 Insinden pada tahun 2019.Tujuan: Untuk melihat hubungan antara pengetahuan K3, kondisi lingkungan kerja,bahaya di tempat kerja, dan penerapan SMK3 dengan motivasi mengikuti pelatihan K3.Metode: Penelitian deskriptif kuantitatif dan metode cross sectional. Sampel 160responden dengan menjawab kuesioner.Hasil: Hasil analisis bivariat mengenai hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan K3(kondisi lingkungan kerja, bahaya di tempat kerja, dan penerapan SMK3) denganmotivasi mengikuti pelatihan K3, dimana pengetahuan K3 tinggi memilikikecenderungan 1.62 kali, kondisi lingkungan kerja baik memiliki kecenderungan 5.37kali, responden bahaya tinggi memiliki kecenderungan 2.07 kali, dan penerapan SMK3baik memiliki kecederungan 6.41 kali memiliki motivasi tinggi.Kesimpulan: Oleh karena itu diperlukannya pemanfaatan media massa untukmembantu dalam pelatihan K3 yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dan jugaadanya pengawasan untuk kondisi lingkungan, bahaya, dan penerapan SMK3.Kata kunci: Motivasi, Pengetahuan K3, Kondisi Lingkungan Kerja, Bahaya Di TempatKerja, Penerapan SMK3.
Background: Motivation to attend OHS training is an interest to take OHS training toavoid work accidents and occupational diseases. The incidence of employees in PAUIBuilding in attending rate OHS training is still relatively low and the incidents thatoccurred in the UI environment amounted to 193 incidents in 2019.Purpose: To see the relationship between OHS knowledge, work environmentconditions, hazards in the workplace, and OHS implementation with motivation toattend OHS training.Methods: Descriptive research quantitative approach with cross sectional method.Sample of 160 respondents by answering the questionnaire.Results: The results of bivariate analysis regarding the relationship knowledge andneeds for OHS skills (working environment conditions, hazards in the workplace, andOHS application) with motivation to attend OHS education and training, where highOHS knowledge has a tendency of 1.62 times, good working environment conditionshave a tendency of 5.37 times, high hazard have a tendency of 2.07 times, and theapplication of OHS both had a tendency of 6.41 times having high motivation.Conclusion: Therefore it is necessary to use mass media to assist in OHS training thatis suitable to the employees needed and also the supervision of environmentalconditions, hazards, and the application of OHS.Keywords: Motivation, OHS Knowledge, Working Environment Conditions, Hazard inthe Workplace, Application of OHS.
Read More
S-10227
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
M. Alif Setiadi; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Budi Hartono, Lusi Widiastuti
Abstrak: Rendahnya persentase rumah sehat diduga ikut memperbesar penularan TB paru. Kecamatan Cengkareng mempunyai prevalensi TB paru tertinggi di Kota Administrasi Jakarta Barat dengan jumlah kasus 825 dan CDR 95% pada tahun 2013, sedangkan cakupan rumah sehat pada tahun 2012 sebesar 51,78%. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB paru.
 
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 181 orang suspek TB Paru berumur minimal 15 tahun yang terdaftar di register TB Puskesmas Kecamatan Cengkarang bulan Oktober-Desember tahun 2013 terdiri dari 60 penderita TB paru dan 121 bukan penderita TB paru yang diambil secara propotional stratified random sampling.
 
Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah kepadatan hunian rumah (p-value = 0,011 OR : 2,344 95% CI : 1,223-4,492), kepadatan hunian kamar (p-value = 0,002 OR : 2,895 95% CI : 1,499-5,592), kelembaban udara (p-value = 0,022 OR : 2,261 95% CI : 1,138-4,491) dan luas ventilasi rumah (p-value = 0,034 OR : 0,489 95% CI : 0,259-0,924). Disarankan penderita TB paru menggunakan masker dan tidak tidur sekamar untuk mencegah infeksi silang, perbaikan kondisi lingkungan fisik rumah secara mandiri atau melalui program pemerintah, penyuluhan TB paru dan rumah sehat di tempat kerja.
 

The low percentage of healthy home allegedly enlarge of pulmonary TB transmission. Sub-district of Cengkareng has the highest prevalence of pulmonary TB in Administration City of West Jakarta with the number of cases 825 and CDR 95% in 2013, while the healthy home coverage in 2012 was 51.78%. The purpose of this study was to analyze the home environment physical condition (home occupancy density, bedroom occupancy density, lighting, air temperature, air humidity, and ventilation wide) with pulmonary TB incidence.
 
This research is an observational cross-sectional design. The sample was 181 people suspected of pulmonary TB at least 15 years old enrolled in the Sub-district Puskesmas of Cengkareng TB registration month of October to December of 2013 consisted of 60 patients with pulmonary TB and 121 patients were not with pulmonary TB taken by proportional stratified random sampling.
 
The results showed that the variables associated with the incidence of pulmonary TB is home occupancy density (p-value = 0.011 OR: 2.344, 95% CI: 1.223 to 4.492), bedroom occupancy density (p-value = 0.002 OR: 2.895, 95% CI: 1.499 - 5.592), air humidity (p-value = 0.022 OR: 2.261, 95% CI: 1.138 to 4.491) and ventilation wide (p-value = 0.034 OR: 0.489, 95% CI: 0.259 to 0.924). Recommended pulmonary TB patient using masks and not sleeping roommate to prevent cross-infection, the improvement of home physical environment condition independently or through government programs, counseling pulmonary TB and healthy home in the workplace.
Read More
S-8190
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Indah Dewi Shafira; Pembimbing: Al Asyary; Penguji: Suyud; Siti Nursanti Permata
Abstrak:
ISPA masih menjadi tantangan besar di Indonesia karena menjadi salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang serta menjadi penyakit dengan kunjungan puskesmas sekitar 40%-60% di seluruh kalangan umur. Kasus ISPA juga selalu masuk kedalam 10 jenis penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah dan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Srengseng Sawah. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang dengan jumlah responden 115 rumah tangga. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara kuesioner. Uji statistik yang digunakan yaitu uji kai kuadrat dan uji regresi logistik ganda. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat tiga variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian ISPA diantaranya yaitu luas ventilasi (p-value = 0.001), kepadatan hunian (p-value = 0.037) dan jumlah anggota keluarga yang merokok ( p-value = 0.044). Analisis multivariat menunjukkan luas ventilasi merupakan faktor risiko dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah (p-value = 0.000; OR =5.465). Peningkatan terhadap kesadaran masyarakat terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan kualitas lingkungan perlu dilakukan.

ARI is still a big challenge in Indonesia. It is one of the main causes of death in developing countries and a disease with around 40%-60% of health center visits in all ages. Cases of ARI are also always included in the 10 most common types of diseases in the working area of the Puskesmas Srengseng Sawah Village, Jagakarsa District. The purpose of this study was to determine the relationship between the physical environment of the house and exposure to cigarette smoke with the incidence of ARI in the working area of the Srengseng Sawah Health Center. This research was conducted using a quantitative method with a cross-sectional study design with a total of 115 households as respondents. Data collection was carried out using observation techniques and questionnaire interviews. The statistical test used is the chi-square test and the multiple logistic regression test. The results of statistical tests show that there are two variables that have a significant relationship with the incidence of ARI including ventilation area (p-value = 0.001), occupancy density (p-value = 0.037), and number of family members who smoke (p-value = 0.044). Multivariate analysis showed that ventilation area was the dominant risk factor influencing the incidence of ARI in the working area of the Puskesmas Srengseng Sawah (p-value = 0.000; OR =5.465). It is necessary to increase public awareness regarding clean and healthy living behavior and environmental quality.
Read More
S-11176
Depok : FKMUI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Indria Cahya; Pembimbing: Sri Tjahjani Budi Utami; Penguji: Zakianis, Didik Supriyono
S-6718
Depok : FKM UI, 2011
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive