Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Debby Nurtanti; Pembimbing: Mila Tejamaya; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Laksita Ri Hastiti, Julia Rantetampang, Irma Setiawaty Wulandari
Abstrak:
Read More
Pekerja kantor merupakan salah satu kelompok yang dapat terkena dampak dari masalah kesehatan gangguan muskuloskeletal karena mereka memiliki aktivitas rutin bekerja di depan komputer selama minimum 8 jam sehari. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, Indeks Masa Tubuh (IMT), kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga, dan postur kerja), faktor lingkungan (suhu, intensitas cahaya, dan kebisingan), faktor pekerjaan (durasi kerja dan masa kerja), dan faktor ruang dan peralatan kerja (ruang kerja, meja, kursi, monitor, keyboard, mouse, telepon, dan dokumen) dengan keluhan gangguan muskuloskeletal pada pekerja kantor di PT. XYZ. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dengan metode stratified random sampling kepada 96 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, alat ukur, lembar periksa Rapid Office Strain Assessment (ROSA) untuk postur kerja, dan formulir Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) untuk keluhan gangguan muskuloskeletal. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden mengalami keluhan gangguan muskuloskeletal sebanyak 58 responden (60,4%) dimana keluhan terbanyak pada 5 bagian tubuh yaitu punggung atas, punggung bawah, leher, bahu, dan pergelangan tangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya faktor individu yaitu variabel usia yang memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan gangguan muskuloskeletal dengan nilai p-value 0,025 (p < 0,05). Faktor yang paling berhubungan dengan keluhan gangguan muskuloskeletal adalah usia, kebiasaan olahraga, dan postur kerja. Prevalensi gangguan muskuloskeletal pada pekerja kantor PT. XYZ tinggi sehingga diperlukan mitigasi untuk mengurangi keluhan gangguan muskuloskeletal pada pekerja kantor.
Office workers are one of the groups that are vulnerable to have musculoskeletal health problems due to routinely working using a computer for a minimum of 8 hours a day. Therefore, this study aims to analyse the relation of individual factors (age, gender, Body Mass Index (BMI), smoking habits, exercise habits, and work posture), environmental factors (temperature, light intensity, and noise), work factors (work duration and years of service), and working equipments factors (work space, desks, chairs, monitors, keyboards, mouse, telephones, and documents) on occurrence of musculoskeletal disorders among office workers at PT. XYZ. The design study was cross sectional using a quantitative approach with stratified random sampling method against 96 respondents. The instruments used were questionnaires, measuring devices, Rapid Office Strain Assessment (ROSA) check sheets for work posture, and the Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) form for occurrence of musculoskeletal disorders. This study found that number of respondents that experienced musculoskeletal disorders is 58 respondents (60.4%) where the most complaints were in 5 body parts: upper back, lower back, neck, shoulders, and wrists. The results of the analysis showed that only individual factors an age variable had a significant association with occurrence of musculoskeletal disorders with a p-value of 0.025 (p <0.05). The factors most associated to occurrence of musculoskeletal disorders are age, exercise habits, and work posture. Prevalence of musculoskeletal disorders in office workers at PT. XYZ is high, so mitigation is needed to reduce complaints of musculoskeletal disorders in office workers.
T-6731
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Muhammad Raihan Anugrah Pekerti; Pembimbing: Chandra Satrya; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Fayendra Fitra Akbar
Abstrak:
Read More
Aspek ergonomi merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, tidak terkecuali di sektor perkantoran. Pekerja kantor tidak terlepas dari beberapa isu ergonomi seperti postur janggal, postur statis, dan gerakan repetitif. Berdasarkan hasil observasi dan tinjauan dokumen perusahaan, aspek ergonomi masih menjadi permasalahan di PT X karena belum diterapkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor ergonomi pekerja kantor PT X dengan menggunakan desain studi yang bersifat deskriptif dan eksploratif dengan pendekatan analisis kualitatif. Hasil analisis dan pengukuran faktor ergonomi menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan pekerja administrasi di PT X berada pada kondisi ”fitting the man to the job” dimana 5 dari 7 pekerja harus menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaan. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi dari postur janggal para pekerja, frekuensi dan durasi kerja yang tidak aman (faktor pekerjaan); desain kursi dan meja, ketinggian monitor, luas area kerja serta koridor yang kurang memadai (faktor peralatan); serta kurangnya intensitas pencahayaan area kerja (faktor lingkungan). Dengan demikian, PT X perlu meningkatkan perhatian terkait aspek ergonomi diantaranya melalui pengadaan peralatan kerja yang ergonomis, penggantian lampu di area kerja, serta edukasi rutin kepada para pekerja terkait pentingnya aspek ergonomi di perkantoran.
Ergonomics is one aspect that needs to be considered in the work environment, including the office sector. Office workers cannot be separated from several ergonomic issues such as awkward postures, static postures, and repetitive movements. Based on the results of observations and review of company documents, ergonomic aspects are still a problem at PT X because they have not been implemented optimally. This study aims to analyse the ergonomic factors of PT X office workers using a descriptive and exploratory study design with a qualitative analysis approach. The results of the analysis and measurement of ergonomic factors show that most of the activities of administrative workers at PT X are in the condition of "fitting the man to the job" where 5 out of 7 workers must adjust to work conditions. This is due to the interaction of the workers awkward postures, unsafe work frequency and duration (work factors); inadequate chair and table design, monitor height, work area and corridors (equipment factors); and lack of work area lighting intensity (environmental factors). Thus, PT X needs to increase attention related to ergonomic aspects, including through the procurement of ergonomic work equipment, replacement of lights in the work area, and regular education to workers regarding the importance of ergonomic aspects in the office.
S-11722
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Shof Watunnida; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Hendra, Muhammad Lutfi, Dessy Rosmelita, Syahrul Efendi
Abstrak:
Read More
Tujuan: Prevalensi gangguan otot rangka pada tenaga pekerja perkantoran sangat tinggi. Terjadinya masalah kesehatan ini berhubungan dengan beberapa faktor risiko. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi serta faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan otot dan rangka pada pekerja perkantoran di Instansi K tahun 2024. Metode: Sebanyak 145 pekerja perkantoran di Instansi K menjadi responden penelitian ini yang merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional dengan menggunakan kuesioner Nordic Musculosceletal Questioner, Rapid Office Strain Assessment (ROSA), COPSOQ III, serta kuesioner stres kerja untuk mengukur faktor individu, faktor organisasi pekerjaan, faktor biomekanik serta faktor psikososial terhadap 7 hari terakhir dan 12 bulan terakhir gangguan otot dan rangka pekerja perkantoran di Instansi K. Hasil: Sebanyak 90.3% pekerja mengalami gangguan otot dan rangka. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan otot dan rangka pada pekerja perkantoran di Instansi K antara lain:Jenis kelamin laki-laki (p=0.013), effort tinggi (p=0.003), reward rendah (p=0.001), over commitment tinggi (p=0.003) serta ROSA level perlu perhatian (p=0.002). Kesimpulan: Tingginya prevalensi gangguan otot dan rangka serta banyaknya faktor-faktor risiko yanng berhubungan dengan gangguan otot dan rangka tersebut membutuhkan adanya pengendalian dan penanggulanan segera untuk mengurangi serta mencegah terjadinya gangguan otot dan rangka pada pekerja perkantoran di Instansi K.
Objective: The prevalence of musculoskeletal disorders in office workers is very high. The occurrence of this health problem is related to several risk factors. Therefore, this study aims to analyze the prevalence and risk factors associated with musculoskeletal disorders in office workers in Institution K in 2024. Method: 145 office workers in Institution K are respondents of this study, this study is a observational study with a cross sectional design. Using the Nordic Musculosceletal Questioner, Rapid Office Strain Assessment (ROSA), COPSOQ III, and work stress questionnaires to measure individual factors, work organization factors, biomechanical factors and psychosocial factors in the last 7 days and last 12 months of muculoskeletal disorders in office workers at Institution K. Results: 90.3% of workers experienced musculoskeletal disorders. Risk factors associated with musculoskeletal disorders in office workers in Institution K include: Male gender (p=0.013), high effort (p=0.003), low reward (p=0.001), high over commitment (p=0.003) and ROSA warning level (p=0.002). Conclusion: The high prevalence of musculoskeletal disorders and the many risk factors associated with these musculoskeletal disorders require immediate control and mitigation to reduce and prevent the occurrence of musculoskeletal disorders in office workers at Institution K.
T-7004
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Tri Nugroho Budiarto; Pembimbing: Doni Hikmat Ramdhan; Penguji: Mila Tejamaya, Syahrul Meizar Nasri, Djoko Wiyono, Giri Martanto
T-4732
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Mentari Nur Pertiwi; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Tiara Amelia, Ananda
Abstrak:
Read More
Di Indonesia terdapat peningkatan prevalensi kasus DM tipe 2 pada pekerja dibawah usia 45 tahun sebesar dua kali lipat. Peningkatan tersebut sebesar 7,3%, yaitu pada tahun 2007 kasus DM tipe 2 mencapai 7,4% menjadi 14,7% di tahun 2018. Prevalensi Kasus DM tipe 2 pada pekerja kantoran di Provinsi DKI Jakarta mencapai 2,82%, lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang sebesar 2,2%. Peningkatan kasus DM tipe 2 tersebut diiringi dengan peningkatan konsumsi makanan berisiko (makanan dan minuman manis) pada pekerja kantoran di DKI Jakarta sebesar 24,6%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan perilaku konsumsi makanan berisiko DM Tipe 2 pada pekerja kantoran di DKI Jakarta berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB). Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode cross-sectional. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas, disebarkan secara daring kepada 141 responden, menggunakan quota sampling pada pekerja kantoran di DKI Jakarta. Data dianalisis dengan uji Chi Square untuk melihat hubungan variabel Theory of Planned Behavior dengan perilaku konsumsi makanan berisiko DM tipe 2 pada pekerja di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa, sebesar 58,9% responden memiliki perilaku konsumsi makanan berisiko DM tipe 2. Niat (p = 0,016), sikap (p = < 0.001), norma subjektif (p = < 0.001), dan persepsi perilaku terkontrol (p = < 0.001) memiliki hubungan yang signifikan dengan konsumsi makanan berisiko DM tipe 2. Pendidikan gizi perlu ditingkatkan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran dalam perilaku konsumsi makanan agar tidak meningkatkan resiko DM tipe 2.
In Indonesia, the incidence of type 2 diabetes among workers under 45 has doubled. The rise was 7.3%, rising from 7.4% in 2007 to 14.7% in 2018. The incidence of type 2 diabetes mellitus among office workers in DKI Jakarta Province was 2.82%, above the national average of 2.2%. There is a 24.6% increase in the intake of unhealthy foods (sugary meals and drinks) among office workers in DKI Jakarta, coinciding with the growth in type 2 diabetes cases. This study aims to analyze the variables determining risky food consumption behavior associated with Type 2 diabetes mellitus among office workers in DKI Jakarta, utilizing the Theory of Planned Behavior (TPB). The research design uses a quantitative approach with a cross-sectional method. Data were collected through a questionnaire that had been tested for validity and reliability, distributed online to 141 respondents, using quota sampling among office workers in DKI Jakarta. Data were analyzed using the Chi Square test to examine the relationship between the Theory of Planned Behavior variables and risky food consumption behavior associated with Type 2 diabetes mellitus among workers in DKI Jakarta. The research results show that 58.9% of respondents have exhibit dietary behaviors associated with an increased risk of type 2 diabetes. Intention (p = 0.016), attitude (p = < 0.001), subjective norm (p = < 0.001), and perceived control behavior (p = < 0.001) have a significant relationship with the risky food consumption behavior associated with Type 2 diabetes mellitus. Enhancing nutrition education is essential to elevate knowledge regarding food consumption behaviors and mitigate the incidence of type 2 diabetes.
S-11857
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Muhammad Syifa Abdy Mulya; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Robiana Modjo, Indra Ni'matullah
Abstrak:
Read More
Aktivitas fisik merupakan hal penting dalam kehidupan karena memiliki banyak sekali manfaat. Walaupun begitu, masih banyak pekerja yang terpajan risiko kurang aktivitas fisik. Untuk itu, perlu diketahui komponen apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan aktivitas fisik pada pekerja Mal Pelayanan Publik Kota Cilegon. Digunakan desain kuantitatif dengan studi cross sectional pada 58 pekerja Mal Pelayanan Publik Kota Cilegon yang memenuhi kriteria. Hasilnya, 65,5% pekerja tergolong aktif, 34,5% pekerja tidak aktif dan 12% pekerja tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali. Komponen yang mempengaruhi pelaksanaan aktivitas fisik di Mal Pelayanan Publik Kota Cilegon antara lain; tingkat pendidikan (p value = 0.005), perceived benefits (P value = 0.01), dukungan teman (p value = 0.014), indeks massa tubuh (p value = 0.018), dan dukungan keluarga (p Value = 0.05). Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan aktivitas fisik antara lain penyediaan fasilitas olahraga, pelaksanaan senam bersama, instruksi peregangan di sela bekerja, dan edukasi aktivitas fisik yang bisa dilakukan. Harapannya setelah dilakukan penelitian ini, aktivitas fisik pekerja Mal Pelayanan Publik Kota Cilegon dapat ditingkatkan.
Physical activity is important because it has so many benefits. Even so, there are still many workers who are exposed to the risk of lack of physical activity. For this reason, it is necessary to know what affects the implementation of physical activity in workers. Quantitative design was used with a cross sectional study on 58 Cilegon Public Service Mall workers who met the criteria. As a result, 65.5% of workers are classified as active, 34.5% of workers are inactive and 12% of workers do not carry out any physical activity at all. Level of education (p value = 0.005), perceived benefits (P value = 0.01), friend support (p value = 0.014), body mass index (p value = 0.018), and family support (p value = 0.05) are the components that affect the implementation of physical activity in Cilegon Public Service Mall. Things that can be done to improve the implementation of physical activity include providing physical activity facilities, implementing group exercises, stretching instructions between work, and educating on physical activities. It is hoped that after conducting this research, the physical activity of Cilegon City Public Service Mall workers can be increased.
S-11327
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
