Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Elika Nurimawati; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Hadi Pratomo, Dewi Probo Astuti
Abstrak:
Hipertensi menjadi masalah baru di kalangan remaja. Profil kesehatan kota Depok tahun 2020 menyatakan, prevalensi hipertensi menempati peringkat pertama pada kategori 10 besar penyakit rawat jalan di puskesmas dengan 38.624 kasus baru. Puskesmas Baktijaya menunjukkan pada tahun 2022 terjadi terjadi peningkatan signifikan kunjungan remaja usia 18 - 24 tahun dengan diagnosis hipertensi. Bulan Januari 29 remaja, Februari 69 remaja, Maret 89 remaja, April 150 remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, intensi dengan perilaku pencegahan hipertensi pada remaja di Kelurahan Baktijaya Kota Depok. Sampel sebanyak 207 remaja. Metode kuantitatif dan design cross-sectional. Pada analisis univariat menujukkan nilai rata ? rata responden masih kurang pada pengetahuan, persepsi kontrol perilaku, intensi dan perilaku pencegahan hipertensi. Nilai rata ? rata yang baik yaitu pada sikap dan norma subyektif. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor tersebut berhubungan dengan perilaku pencegahan hipertensi dengan uji statistik chi-square menunjukkan hubungan pengetahuan (p=0,010), sikap (p=0,002), norma subyektif (p=0,035), persepsi kontrol perilaku (p=0,001), intensi (p=0,001). Saran bagi fasilitas kesehatan yaitu dapat memanfaatkan media informasi yang ada di Puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai pencegahan hipertensi dan bagi peneliti selanjutnya dapat menganalisis pemanfaatan media informasi dalam pencegahan hipertensi pada remaja.

Hypertension is a new problem among teenagers. The Depok city health profile in 2020 stated that the prevalence of hypertension was ranked first in the category of the top 10 outpatient diseases at the public health center with 38,624 new cases. The Baktijaya Health Center shows that in 2022 there will be a significant increase in visits by adolescents aged 18 - 24 years with a diagnosis of hypertension. January 29 teens, February 69 teens, March 89 teens, April 150 teens. This study aims to determine the relationship between knowledge, attitudes, subjective norms, perceptions of behavioral control, and intentions with hypertension prevention behavior in adolescents in Baktijaya Village, Depok City. The sample is 207 teenagers. Quantitative methods and cross-sectional design. The univariate analysis shows that the average value of respondents is still lacking in knowledge, perceptions of behavior control, intentions, and behavior to prevent hypertension. The average value is good, namely on attitudes and subjective norms. This study shows that these factors are associated with hypertension prevention behavior with the chi-square statistical test showing the relationship between knowledge (p=0.010), attitude (p=0.002), subjective norm (p=0.035), perceived behavioral control (p=0.001), intention (p=0.001). Suggestions for health facilities are to use information media at the Puskesmas to increase adolescent knowledge about preventing hypertension and for further researchers to analyze the use of information media in preventing hypertension in adolescents.
Read More
S-11152
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Citra Sari Nasrianti; Pembimbing: Trini Sudiarti; Penguji: Ahmad Syafiq, Siti Arifah Pujonarti, Anies Irawati, Dewi Astuti
Abstrak: Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017, menyebutkan sebesar 39,8% anak usia 6-11 bulan, 20,4% anak usia 12-17 bulan dan 11,6% anak usia 18-23 bulan tidak memenuhi capaian Minimum Dietary Diveristy. Selain itu hampir separuh anak usia 6-23 bulan (47%) tidak memenuhi capaian Minimum Meal Frequency dan prevalensi capaian Minimum Acceptable Diet pada anak usia 6-23 bulan hanya 44,9%%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor dominan terhadap praktik pemberian makan bayi dan anak di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional dengan menggunakan data sekunder Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Responden penelitian ini sebanyak 5.367 WUS yang mempunyai anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara lain usia anak (p = 0,0001; OR = 3,122; 95% CI = 2,769-3,521), urutan kelahiran (p = 0,0001; OR = 0,416 95% CI = 0,329-0,525), tempat melahirkan (p = 0,0001; OR = 2,121; 95% CI = 1,861-2,419), kunjungan selama kehamilan (p = 0,0001; OR =2,739 ; 95% CI = 1,991-3,766), pemeriksaan setelah kelahiran (p = 0,001; OR = 1,108 ; 95% CI = 0,888-1,168), pendidikan ibu (p = 0,0001; OR = 1,950; 95% CI = 1,715-2,217), pekerjaan ibu (p = 0,0001; OR = 1,300; 95% CI = 1,167-1,447), literasi ibu (p = 0,0001; OR = 4,042; 95% CI = 2,845-5,742), status pernikahan (p = 0,0001; OR = 1,830; 95% CI = 1,399-2,395), pendidikan ayah (p = 0,0001; OR = 1,998; 95% CI = 1,570-1,998), frekuensi membaca koran (p = 0,0001; OR = 1,659; 95% CI = 1,487-1,850), mendengarkan radio (p = 0,0001; OR = 1,365; 95% CI = 1,223-1,523), menonton televisi (p = 0,0001; OR = 3,099; 95% CI = 2,381-4,035), dan menggunakan internet (p = 0,0001; OR = 2,555; 95% CI =2,255-2,895), dan wilayah tempat tinggal (p = 0,0001; OR = 1,884; 95% CI = 1,691-2,100) dengan praktik pemberian makan bayi dan anak yang tidak sesuai. Faktor yang paling dominan terhadap ketidaksesuaian praktik pemberian makan bayi dan anak adalah usia anak. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dilakukan sosialisasi dan edukasi terkait gizi dan kesehatan khususnya praktik pemberian makan bayi dan anak pada kunjungan antenatal, dengan memaksimalkan penyampaian informasi melalui berbagai media (cetak, elektronik maupun langsung) mengingat akses penggunaan media informasi yang semakin membaik.
Read More
T-6121
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Heny Purbaningsih; Pembimbing: Ahmad Syafiq; Penguji: Trini Sudiarti, Wahyu Kurnia Yusrin Putra, Dewi Astuti, Eka Agustina
Abstrak:

Balita gizi kurang merupakan keadaan gizi pada balita dengan berat badan menurut tinggi badan atau berat badan menurut panjang badan pada Z-score -3 SD sampai dengan <-2 SD atau lingkar lengan atas (LiLA) 11,5 cm sampai dengan <12,5 cm. Pada tahun 2021, prevalensi wasting di Provinsi Banten melebihi angka nasional yaitu sebesar 7,9%. Bahkan di Kota Serang jauh lebih tinggi sebesar 11,4%. Sedangkan Kecamatan Serang merupakan penyumbang prevalensi gizi kurang tertinggi di Kota Serang dengan angka  30,71%. Tata laksana balita gizi kurang yang menjadi program Kementerian Kesehatan dengan memberikan makanan tambahan berbahan pangan lokal yang dilaksanakan salah satunya di Kecamatan Serang, Kota Serang. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan status gizi pada balita gizi kurang usia 12-59 bulan dalam program pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal di Kecamatan Serang tahun 2022. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sampel balita gizi kurang usia 12-59 bulan berjumlah 130 balita yang telah mengikuti program pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal di Kecamatan Serang tahun 2022. Variabel independen meliputi faktor balita (usia, jenis kelamin, ASI eksklusif, PMT berbahan pangan lokal, konsumsi energi, konsumsi protein, konsumsi protein hewani, konsumsi protein nabati, penyakit infeksi dan imunisasi) dan faktor orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan). Uji statistik yang digunakan pada uji bivariat menggunakan chi square dan uji multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat balita yang status gizinya naik sebanyak 56,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal (p-value = 0,012), konsumsi energi (p-value = 0,001), penyakit infeksi (p-value = 0,020) dan pendapatan (p-value = 0,003). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan peningkatan status gizi adalah konsumsi energi (OR = 3,600). Balita dengan konsumsi energi kurang berisiko 3,6 kali lebih tinggi status gizinya tidak naik dibandingkan balita yang mengonsumsi cukup energi setelah dikontrol oleh variabel PMT berbahan pangan lokal, konsumsi protein, konsumsi protein hewani, penyakit infeksi, imunisasi dan pendapatan. Perlunya perbaikan pola pemberian makan dan asupan makanan yang baik dalam jumlah dan kualitasnya untuk menunjang tumbuh kembang balita dan meningkatkan kewaspadaan jika terjadi masalah gizi pada balita.


 

Wasted is a nutritional condition in children under five with weight for height Z-score or weight for length Z-score of -3 SD to <-2 SD or upper arm circumference of 11.5 cm to <12.5 cm. In 2021, the prevalence of wasting in Banten Province exceeded the national rate at 7.9%. In Serang City, it was even higher at 11.4%. Meanwhile, Serang sub-district contributed the highest prevalence of wasted in Serang city with 30.71%. The management of wasted children, which is a program of the Ministry of Health by local food-based supplementary feeding program is implemented one of them in Serang District, Serang City. The purpose of this study was to identify factors associated with improving nutritional status in underweight children aged 12-59 months in the local food-based supplementary feeding program in Serang District in 2022. This study used a cross sectional study design with a sample of wasted children aged 12-59 months totaling 130 children who had participated in the local food-based supplementary feeding program in Serang District in 2022. Independent variables included children factors (age, sex, exclusive breastfeeding, local food-based supplementary feeding program, energy consumption, protein consumption, animal protein consumption, vegetable protein consumption, infectious diseases and immunization) and parental factors (maternal education and income). Statistical tests used in bivariate tests using chi square and multivariate tests using multiple logistic regression determinant models. The results showed that there were children whose nutritional status improved by 56.2%. There was a significant relationship between local food-based supplementary feeding program (p-value = 0.012), energy consumption (p-value = 0.001), infectious diseases (p-value = 0.020) and income (p-value = 0.003). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with improved nutritional status was energy consumption (OR = 3.600). Children with insufficient energy consumption had a 3.6 times higher risk of not improving their nutritional status compared to children who consumed enough energy after controlling for the variables of local food-based supplementary feeding program, protein consumption, animal protein consumption, infectious diseases, immunization and income. It is necessary to improve feeding patterns and food intake both in quantity and quality to support the growth and development of children and increase vigilance in the event of nutritional problems in children under five.

Read More
T-6938
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Evi Firna; Pembimbing: Asih Setiarini; Penguji: Siti Arifah Pujonarti, Diah Mulyawati Utari, Fajrinayanti, Dewi Astuti
Abstrak:
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest in Indonesia. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age (OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.
Read More
T-6818
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive