Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Yuthia Deni; Pembimbing: Ella Nurlaella Hadi; Penguji: Caroline Endah Wuryaningsih, Helda, Hendri Putra, Regina Tiolina Sidjabat
Abstrak:
Kusta dapat menyebabkan kecacatan permanen dan mempengaruhi aspek sosial serta ekonomi penderita. Di Kota Pariaman, persentase penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan menurun dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bentuk dukungan sosial yang diterima penderita kusta selama pengobatan berdasarkan Social Support Theory for Health, menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Informan penelitian terdiri dari delapan penderita kusta, tujuh petugas Puskesmas, seorang pemegang program kusta di Dinas Kesehatan, dan delapan anggota keluarga penderita. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion pada bulan Maret-April 2024 dan dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menunjukkan semua penderita kusta menjalani pengobatan selama 12 bulan. Mayoritas penderita konsisten dalam pengobatan meskipun menghadapi efek samping dan motivasi yang rendah. Semua penderita menerima dukungan sosial berupa dukungan emosional, instrumental, informasi, penghargaan, dan jaringan sosial, baik dari keluarga, petugas Puskesmas dan pengelola program kusta Dinas Kesehatan Kota Pariaman. Dukungan emosional meningkatkan motivasi penderita, sementara dukungan instrumental dari keluarga seperti bantuan finansial berperan dalam memfasilitasi proses pengobatan. Puskesmas dan Dinas Kesehatan memberikan dukungan melalui penyuluhan tentang kusta dan deteksi dini ketika melakukan kunjungan rumah dan pengantaran obat. Dinas Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memberikan bantuan materi kepada penderita. Penelitian ini juga menemukan bahwa penderita tetap aktif dalam kegiatan sosial meskipun cenderung menyembunyikan kondisinya. Untuk itu, Kota Pariaman dapat membentuk komunitas khusus bagi penderita kusta sebagai upaya membangun jaringan dukungan yang lebih terstruktur dan menjadi forum pertukaran informasi dan sumber dukungan bagi penderita.

Leprosy can cause permanent disabilities and affect the social and economic aspects of the patients' lives. In the city of Pariaman, the percentage of leprosy patients completing their treatment has decreased in recent years. This study aims to analyze the forms of social support received by leprosy patients during treatment based on the Social Support Theory for Health, using a qualitative method with a case study design. The research informants consisted of eight leprosy patients, seven public health center officers, one leprosy program officer at the Health Office, and eight family members of the patients. Data were collected through in-depth interviews and Focus Group Discussions conducted in March-April 2024 and analyzed thematically. The results of the study showed that all leprosy patients underwent treatment for 12 months. The majority of patients remained consistent in their treatment despite facing side effects and low motivation. All patients received social support in the form of emotional, instrumental, informational, appraisal, and social network support from family, Puskesmas staff, and the leprosy program managers at the Pariaman Health Office. Emotional support helped increase the patients' motivation, while instrumental support from family, such as financial assistance, facilitated the treatment process. The Puskesmas and Health Office provided support through leprosy education and early detection during home visits and medication deliveries. The Health Office also coordinated with the Social Service to provide material assistance to the patients. The study also found that patients remained active in social activities, although they tended to hide their condition. Therefore, it is recommended that the city of Pariaman establish a special community for leprosy patients as an effort to build a more structured support network and become a forum for information exchange and support for the patients.
Read More
T-6986
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yurnila; Pembimbing: Evi Martha; Penguji: Besral, Dien Anshari, Hendri Putra, Eka Putra Pernanda
Abstrak:
Dalam dua tahun terakhir, terjadi peningkatan kasus campak rubella pada anak usia sekolah, yang disebabkan oleh penurunan cakupan imunisasi campak dan rubella. Imunisasi measles rubella perlu mendapat perhatian lebih dari orang tua, khususnya dari ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku ibu dalam penolakan imunisasi measles rubella (MR) berdasarkan teori Health Belief Model. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan 200 responden. Terpilih 9 SDN umum dan 3 SD berbasis agama dengan teknik stratified random sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus proportional sampling dan sampel diambil secara systematic random sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% ibu menolak pemberian imunisasi MR kepada anak mereka. Persepsi individu yang berhubungan dengan perilaku ibu adalah persepsi kerentanan dan hambatan. Persepsi hambatan merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku ibu. Ibu dengan persepsi hambatan tinggi cenderung 2,5 kali lebih besar untuk memiliki perilaku penolakan dalam pemberian imunisasi measles rubella (MR) dibandingkan ibu dengan persepsi hambatan yang rendah, setelah dikontrol oleh persepsi kerentanan. Informasi yang akurat, ketakutan akan efek samping, dan kepercayaan pada informasi yang tidak tepat juga berperan dalam penolakan ini. Edukasi yang efektif, keterlibatan keluarga, komunitas, dan kampanye dengan tokoh masyarakat dan agama sangat diperlukan untuk mengurangi penolakan terhadap imunisasi MR. Dukungan dari tenaga kesehatan juga sangat penting dalam memberikan informasi yang tepat dan meyakinkan para orang tua akan pentingnya imunisasi ini untuk melindungi anak-anak dari penyakit campak dan rubella.

In the past two years, there has been an increase in cases of measles and rubella among school-aged children, caused by a decline in measles and rubella immunization coverage. Measles-rubella immunization needs more attention from parents, especially mothers. This study aims to determine the determinants of mothers' behavior in rejecting measles-rubella (MR) immunization based on the Health Belief Model theory. This research uses a cross-sectional design with 200 respondents. A total of 9 public elementary schools and 3 religion-based elementary schools were selected using stratified random sampling. The sample size was calculated using the proportional sampling formula, and the samples were taken using systematic random sampling. Data were collected through interviews using a questionnaire and analyzed using univariate, bivariate, and multivariate methods. The results showed that 65% of mothers refused to give MR immunization to their children. Individual perceptions related to mothers' behavior were perceived susceptibility and barriers. Perceived barriers were the most dominant factor associated with mothers' behavior. Mothers with high perceived barriers were 2.5 times more likely to exhibit rejection behavior toward MR immunization compared to mothers with low perceived barriers, after controlling for perceived susceptibility. Accurate information, fear of side effects, and trust in inaccurate information also played a role in this rejection. Effective education, family involvement, community engagement, and campaigns with community and religious leaders are essential to reduce rejection of MR immunization. Support from healthcare workers is also crucial in providing accurate information and convincing parents of the importance of this immunization to protect children from measles and rubella.
Read More
T-6987
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive