Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Stres pada perawat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beban kerja. Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental. Penyebab beban kerja dalam penelitian ini berfokus pada penyebab eksternal, yaitu: aspke tugas / pekerjaan, organisasi, aspek lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel beban kerja dengan stres kerja pada perawat IGD di Rumah sakit Pemerintah dan Rumah sakit Non Pemerintah. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional terhadap perawat IGD. Analisis data secara analitik menggunakan uji korelasi product moment pearson untuk menguji hubungan beban kerja terhadap stres kerja ditiap rumah sakit digunakan uji statistik one way Anova.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Rumah sakit Pemerintah maupun non Pemerintah berpotensi untuk terjadinya stres kerja pada perawat yang ditimbulkan oleh adanya beban kerja. Rekomendasi penelitian ini adalah perlu adanya rotasi, kesejahteraan diperhatikan, pengembangan jenjang karier, gathering/refreshing untuk menghindari kejenuhan.
ABSTRACT
Stress in nurses can be caused by a variety of factors, including the workload. Workload of nurses in hospitals include physical and mental workload. Cause workload in this study focused on external causes, namely: aspke tasks / jobs, organizations, environmental aspects. This study aims to determine the relationship between the variable workload with work stress in nurses in the hospital emergency department and the Government Non-Government Hospitals. Studies using cross-sectional design of the ER nurses. Analytic data analysis using Pearson product moment correlation test to examine the relationship to work stress workload in each hospital used one way ANOVA statistical test.
The results showed that both hospital and non-government government has the potential to work on the stress caused by the presence of nurse workload. Recommendation of this study is the need for rotation, note welfare, career development, gathering / refreshing to avoid saturation.
Latar belakang - Asap rokok lingkungan merupakan faktor risiko bagi timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Dampak kesehatan yang ditimbulkan bukan hanya mengenai perokok, tetapi juga mengenai orang lain. Dari semua kelompuk umur dalam masyamkat, bayi dan anak-anak merupakan kelompok yang rentan terkena dampak kesehatan akibat pajanan asap rokok lingkangan. Pajanan asap rokok lingkungan pada anak-anak dapat menyebabkan peningkatan risiko terkena infeksi saluran pemapasan akut dan kronis, asma, radang telinga tengah (otitis media), dan alergi. Bagi anak-anak, rumah merupakan lokasi terpenting yang berkontribusi dalam pajanan asap rokok lingkungan. Tujuan - Mengetahui hubungan kejadian otitis media dengan pajanan asap rokok lingkungan di rumah dan faktor kovariat lain (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidlkan bapak, tingkat pendidikan ibu, pengeluaran keluarga, kepadatan penghuni rumah, dan ventilasi rumah) pada anak kelas satu Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Grogol, Jakarta Barat, tahun 2008. Metode - Penelitian observasional analitik, melalui pendekatan desain studi kasus kontrol. Populasi adalah seluruh anak kelas satu Sekolah Dasar (SD) di wilayah Kelutahan Grogol, Jakarta Barat, tahun 2008. Kasus adalah semua anak kelas satu SD Kelurahan Grogol tahun 2008 yang pada pemeriksaan telinga dengan otoskop ditemukan satu atau lebih tanda klinis berupa sekret di liang telinga, retraksi membran timpani, udem membran timpani, warna membran hiperemis atau kuning pucat, perforasi membran timpani, bayangan cairan di belakang membran timpani pada salah satu satu atau kedua telinganya. Kontrol adalah semua anak kelas satu SD Kelurahan Grogol tahun 2008 yang pada pemeriksaan telinga dengan otoskop tidak didapati tanda klinis seperti pada kelompok kasus. Hasil - Kejadian otitis media berhubungan bermakna dengan pajanan asap rokok lingkungan di rumah pada anak kelas satu SD Kelurahan Grogol Jakarta Barat tahuo 2008. Hasil uji regresi logistik ganda mendapatkan peningkatan resiko tiga kali lebih besar untuk menderita otitis media pada anak yang tinggal di rumah dengan pajanan asap rokok lingkungan tingg! setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan bapak. Saran - Temuan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi anak sekolah, orangtua, guru, masyarakat, dan pemerintah dalam upaya promotif dan preventif bahaya asap rokok lingkungan hagi anak-anak serta upay. kuratif dan rehabililatif atas dampak kesehatan yang ditimbulkan.
BackgrOund - Environmental tobacco smoke (ETS) is known as one of risk factors for public health. The health problems caused by ETS affect more people than just smokers. Children are especially vulnerable to ETS exposure than others. Children's exposure to ETS is responsible for increasing risk of acute and chronic respiratory infections, asthma, otitis media, and allergy. The most important location for children's exposure to ETS is their home. Objectives - To analyze asssociation between otitis media and ETS exposure at home and other covariats (sex, nutritional status, paternal education level, maternal education level, family expenditure, house crowding, and ventilation) on 1st year of basic school children in Grogol, West Jakarta, 2008. Method - Analytic observational study with case-control design. Population of this study are all 1st year of basic school children in Grogol, West Jakarta, 2008. Cases are all I" year of basic school children in Grogol, West Jakarta, 2008, with sign/s of otitis media on otoscopy. Controls are all 1st year of basic school children in Gragoi, West Jakarta, 2008, without sign of otitis media on otoscopy. Result - Otitis media significantly associated with Children's exposure to ETS at home in this study area. Multiple logistic regression analysis showed that odds ratio for otitis media was 3 after adjustment for paternal education level. Suggestion - The findings of this study are expecred to be an important information for all student, parents, teachers, public, and government on promotive-preventive programmes of ETS exposure, and on curative-rehabilitative programmes of ETS's health effects.
Penelitian deskriptif kuantitatif dengan disain Cross Sectional Survey mengenai Studi Persepsi tentang Penyakit Kardiovaskular dan Upaya Pencegahannya pada karyawan XY, menggunakan konsep Health Belief Model, meneliti persepsi kerentanan (perceived susceptibility), persepsi keparahan (perceived severity), persepsi manfaat (perceived benefit), persepsi hambatan (perceived barrier) dan pengetahuan sebagai salah satu modifying factor. Rendahnya persepsi kerentanan karyawan dapat menjadi alasan ketidak aktifannya dalam berolahraga. Dari perhitungan statistik dengan korelasi spearman,terdapat korelasi yang bermakna antara persepsi hambatan dengan perilaku karyawan untuk berolahraga dengan p = 0.002 dan r = -0.297.
Quantitative descriptive study with cross-sectional survey design of the study and the Perception of the Cardiovascular Disease Prevention Efforts in XY employees, using the concept of Health belief model, examines perceived susceptibilit), perceived severity , perceived benefits ,perceived barriers and knowledge as a modifying factor. The low perception of susceptibility of employees can be a reason for the lack of exercise ( Physical Inactive ). Of statistical calculations with Spearman correlation, there is a significant correlation between perceived barrier to exercise behavior of employees with p = 0.002 and r = -0297.
Asap rokok merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang mengandung 4.000 jenis bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan tubuh. Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan orang yang merokok tetapi juga bagi orang- orang di sekitarya. Anak-anak merupakan kelompok yang berisiko. Dampak yang ditimbulkan dari asap rokok temebut salah satunya adalah gangguan saluran pcrnafasan, yaitu ISPA dan gangguan fungsi paru. Prevalensi orang merokok dari tahun ke tahun meningkat yang berarti prevalensi perokok pasifjuga meningkat. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2002, anak-anak umur 0-14 tahun merupakan kclompok berisiko yang paling banyak. Berdasarkan data dari Puskesmas Kelurahan Grogol mcnujukkan bahwa ISPA menempati urutan pertama dibandingkan penyakit Iainnya dan data tcntang gangguan fungsi paru belum tersedia di Kelurahan Grogol. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hubungan antara pajanan asap rokok di rumah dengan kejadian ISPA dan gangguan fungsi paru sehingga menjadi informasi yang bermanfaat untuk memutuskan strategi mcngatasi dampak asap rokok terhadap kesehatan. Penelitian ini bcrsifat deskriptif analilik dengan pendekatan Cross Sectional, yang dilakukan terhadap anak SD kelas IV dan V di Kelurahan Grogol denganjumlah sampcl 174 responcien. Respondcn merupakan siswa yang sehat pada saat dilakukan pcngukuran fimgsi paru dan tidak mengalami penyakit TB paru, asma dan bronkhitis. Variabel independen yang diteliti adalah pajanan asap rokok jumlah perokok, jumlah konsumsi rokok per hari dan waklu merokok) karakteristik reponden (jcnis kelamin dan status gizi), lingkungan rumah (kepadatan rumah, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding dan kelembaban rumah) dan aktifitas rumah (bahan bakar memasak dan penggunaan anti nyamuk) sedangkan variabel dependen adalah [SPA dan gangguan fungsi paru. Pengukuran gangguan fungsi paru responden dilakukan dengan menggunakan spirometri. Sedangkan pengambilan data variabel independen pajanan asap rokok, karakteristik responden, Iingkungan rumah dan aktifitas rumah dengan kuisioner yang diisi oleh orangtua rcspondcn. Kunjungan ke rumah responden dilakukan untuk pengukuran data kelembaban dan ventilasi rumah Serta konfirmasi jawaban kuisioner melalui wawancara kepada orang tua responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi ISPA 67,8% sedangkan prevalensi gangguan fungsi paru anak SD di Kelurahan Grogol sebesar 20,7% dengan prevalcnsi restriksi 5,2% dan prevalensi obstruksi l4,9% Serta restriksi dan obstruksi sebmar 0,57%. Jumlah perokok dan penggunaan bahan hakar memasak terbukti bermakna lerhadap ISPA dan variabcl yang dominan mempcngaruhi ISPA adalah penggunaan bahan bakar memasak dcngan OR 2,735. Sedangkan variabel jenis kelamin terbukti bermakna terhadap gangguan fungsi paru dengan OR 2,|67. Perlu penelitian lebih Ianjut dengan jumlah sampel yang Iebih banyak dengan mengikuti perjalanan pajanan asap rokok dan variabel lainnya terhadap reponden (studi kohort) sehingga dapat diketahui pengaruh dari pajanan asap rokok dengan kejadian ISPA dan gangguan fungsi paru.
Pajanan kebisingan terhadap tenaga kerja mcnycbabkan ketulian (gangguan fungsi pcndengaran). Kehilangan daya dengar yang disebabkan oleh kebisingan msrupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat diobati. Terjadinya ketulian pada tenaga kenja di industri maka kehilangan alat komunikasi yang dapat mcnyebabkan teljadinya kesalahan pelaksanaan kerja. Industri baterai PT ABC lntercalinc Indonesia mcrupakan industri yang memiliki bagian-bagian dimana intensitas kebisingannya di atas baku mutu yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan kebisingan terhadap penurunan iimgsi pendengaran tenaga kerja PT. ABC. Intercalline Indonesia. Rancangan penclitian ini adalah kohor retrospektif dcngan membagi daerah terpajan dan tidak terpajan yaitu bagian yang intensitas kcbisingannya lebih dari 85 desibel dan bagian yang kurang dari 85 desibel. .Iumlah sampel pada masing-masing daerah adalah 80, sehingga total sampel 160 dari seluruh pekerja populasi 480 tenaga ke1ja. Daerah terpajan dipilih bagian Produksi, Komponen, Sinc Slug dan Alkaline dan daerah tidak terpajan dipilih bagian Mekanik dan Jaket. Data yang terkumpul selanjutnya di analisis secara univariat, bivariat menggunakan Chi-Square dan multivariat menggunakan Regresi Logistik. Pada analisa bivariat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara penurunan fungsi pendengaran dengan intensitas kebisingan dan penggunaan APT. Sedangkan variabel lain yaitu masa kenja, umur dan riwayat penyakit tidak menunj ukkan adanya hubungan yang bennakna. Hasil analisa multivariat mendapatkan variabel yang berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran adalah intensitas pendengaran, penggunaan APT dan interaksi kcbisingan-APT. Pada kelompok yeng bekenja di tempat bising, besamya risiko mengalami penurunan fungsi pendengaran bagi yang tidak menggunakan APT sebesar 24,2 kali. Sedangkan yang selalu menggunakan APT, tidak menunjukkan adanya hubungan yang bcrmakna. Pada kelompok yang tidak menggunakan APT, bekexja di tempal bising memberikan risiko sebesar 18,92 kali untuk mengalami penurunan fungsi pendengaran. Sedangkan yang bekerja di tempat lidak bising, tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Dari hasil peneletian ini didapatkan bahwa penggunaan APT dapat memuunkan risio teljadinya penurunan fungsi pendcngaran. Sehingga disarankan kepada pekerja untuk selalu menggunakan APT. Kepada perusahaan, disarankan untuk mewajibkan penggunaan APT, sedangkan APT yang disarankan adalah earplug.
Noise exposure to labour cause decrease of hearing function. Lose hearing energy which is because of noise represent the health trouble which cannot be cured. The happening of deafness at labour in industry hence loss of communication means which can cause the happening of mistake of job execution. Industrial battery of PT ABC Intercaline Indonesia represent the industry owning shares of where its noise intensity above permanent of quality which have been specified. This research purpose is to know the influence of noise exposure to degradation of hearing function at labour PT. ABC. Interealline Indonesia. This research used a cohort retrospektif design by dividing exposure area and non-exposure area that is shares which its noise intensity more than 85 desible and shares which less than 85 desible. Sum up the sampel at each areas are 80, so that totalize the sampel 160 from all population worker 480 labour. Exposure area selected by Production unit, Component unit, Sine Slug unit and Alkaline unit and non-exposure area selected by Mechanic unit and Jacket unit. Then collected data analysed in univariat analysis, bivariate analysis use Chi-Square methode and multivariate analysis use the logistic regretion. At bivariate analysis found noise exposure have a meaning correlation with the hearing trouble, use the APT correlation with the hearing trouble, while the other variables ; year of service, age and disease history do not show the existence of relationship with the degradation of hearing function At multivariate analysis known the most dominant factor have an effect on to the happening of hearing function degradation is noisy intensity ( 10,48 times), while use the APT with the degradation of hearing function have opportunity ( 8,08 times). To decrease the risk of hearing function degradation at labour suggested to always to use the APT. Suggested APT is earplug.
