Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 34237 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Ira Gustina; Pembimbing: Martya Rahmaniati Makful, Sutanto Priyo Hastono, Sulistyo
Abstrak: Indonesia termasuk ke dalam kategori high burden countries untuk bebantertinggi TB dunia, menempati urutan ketiga setelah India dan Cina.Penanggulangan penyakit ini salah satunya dengan pemodelan kejadian TB Parudengan faktor-faktor risikonya dengan analisis regresi linear. Namun, belum tentucocok diterapkan disemua wilayah karena memiliki kondisi geografis yangberbeda, sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan kasus TB Paru antarawilayah satu dengan wilayah yang lainnya. Oleh karena itu, perlu dimasukkanunsur pengaruh geografis dengan pemodelan regresi linear spasial atauGeographically Weighted Regression (GWR), dalam penelitian ini untuk menilaihubungan kejadian TB Paru dengan faktor kondisi lingkungan fisik rumah,kondisi lingkungan rumah tinggal, karakteristik kependudukan, danmemanfaatkan pelayanan kesehatan terhadap kejadian TB Paru. Penelitian inimenggunakan desain studi potong lintang (cross sectional) dengan menggunakandata Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Sampel penelitian ini adalahresponden dalam Riskesdas 2010 berusia 15 tahun ke atas di Jawa Barat. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakanfaktor dominan yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di tiapKabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat kecuali Majalengka dan Pekerjaan jugaberhubungan hanya di Kabupaten Bogor.Kata kunci: TB Paru, Regresi Linear, Spasial, GWR
Indonesia is in the category of high-burden countries for the highest burden ofPulmonary Tuberculosis of the world, the third rank after India and China. Theeffort to overcome this disease is to do modeling the prevalence of PulmonaryTuberculosis using linear regression model globally. However, it is notnecessarily suitable to be applied in all areas because every area has differentgeographical condition, so it can lead to differences of TB cases between oneregion with another region. Therefore, the effect of geographic elements need tobe incorporated with linear regression modeling spatial or GeographicallyWeighted Regression (GWR). This study applied GWR model to assess theassociation of Pulmonary Tuberculosis prevalence by the physical condition of thehome environment, residential environment, demographic characteristics, andhealth care utilizing factors on the prevalence of Pulmonary Tuberculosis. Thisstudy used a cross-sectional study design using Riskesdas Data - 2010. Samples inthis study were Riskesdas 2010 respondents aged 15 years and over in West Java.The results showed that utilize of health care is the dominant factor associatedwith the prevalence of Pulmonary Tuberculosis in each district/city of West Javaexcept Majalengka, also related employement status only in Bogor Regency.Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Linear Regression, Spatial, GWR
Read More
T-4116
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dewi Nuryana; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Martya Rahmaniati, Lita R Sianipar
Abstrak: Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi pada balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kejadian pneumonia akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau Tahun 2014?2015 dengan Analisis Geographically Weighted Regression (GWR).
 
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan populasi target adalah semua kabupaten/kota di provinsi Riau. Penelitian dilakukan dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariable dengan analisis GWR.
 
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor ISPU dan penggunaan bahan bakar rumah tangga yang tidak aman memiliki hubungan dengan pneumonia (p < 0,05). Sementara hasil analisis multivariable menunjukkan bahwa koefisien B ISPU sebesar 0,001 yang berarti proporsi pneumonia balita akan meningkat sebesar 0,001 apabila nilai ISPU meningkat.
 

 
Pneumonia is a disease that causes high mortality in infants. The purpose of this study was to determine whether there are differences in the incidence of pneumonia due to forest fires in Riau Province on 2014-2015 with Geographically Weighted Regression ( GWR ) analysis.
 
This study uses a cross sectional study design with the target population was all districts / cities in Riau Province. This study carried out by univariate, bivariate and multivariable analysis with GWR.
 
The Results of bivariate analysis showed that the factors ISPU and household fuel has relationship with pneumonia ( p < 0.05 ). While the results of multivariable analysis showed that coefficient B of ISPU is 0.001, which means the proportion of pneumonia toddlers will be increased by 0,001 when the value of ISPU increased.
Read More
S-8934
Depok : FKM-UI, 2016
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fera Vinikasari; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Renti Mahkota, Hanifah Rogayah
Abstrak: Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban malaria tertinggi di Asia Tenggara. Diperkirakan 35 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah dengan Annual Parasite Incidence (API) yang berisiko tertular malaria. Perilaku pencegahan penyakit malaria dilakukan untuk menurunkan angka kejadian malaria di Indonesia terutama di wilayah berpotensi malaria. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor hubungan perilaku pencegahan malaria dengan kejadian malaria di provinsi Bengkulu tahun 2013. Penelitian menggunakan data RISKESDAS 2013 dengan desain studi cross sectional. Dengan desain efek dua, maka jumlah minimum sampel adalah 3.412 responden. Sampel penelitian ini adalah seluruh individu di rumah tangga di provinsi Bengkulu yang terpilih menjadi responden RISKESDAS 2013 yaitu 18.120 responden. Faktor dominan perilaku pencegahan yang mempengaruhi kejadian malaria yaitu jenis kelamin, klasifikasi wilayah, dan konsumsi obat pencegahan. Dimana jenis kelamin laki-laki berpeluang terkena malaria sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan perempuan setelah di kontrol umur, pendidikan, pekerjaan, klasifikasi wilayah, kelambu berinsektisida, obat nyamuk bakar, kasa nyamuk, repelen, rumah di semprot insektisida, dan konsumsi obat pencegahan. Kata Kunci: Malaria, Bengkulu, Perilaku Pencegahan Indonesia is one country with the highest malaria burden in Southeast Asia. An estimated 35 percent of Indonesia's population live in areas with Annual Parasite Incidence (API) that is at risk of contracting malaria. Malaria prevention behaviors done to reduce the incidence of malaria in Indonesia, especially in the area of potential malaria. The purpose of this study is knowing the relationship between the behavior to prevent malaria with malaria with malaria incidence in Bengkulu province in 2013. The study used data RISKESDAS 2013 with cross sectional study design using the data RISKESDAS 2013. With two design effects, the minimum number of samples was 3412 respondents. Samples were all individuals in households in Bengkulu province were elected to the respondent RISKESDAS 2013 ie 18 120 respondents. The dominant factor affecting the behavior of the incidence of malaria prevention: gender, region classification, and prevention of drug consumption. Where the male chance of getting malaria by 1.2 times compared with women after control variables age, education, occupation, region classification, insecticide-treated nets, mosquito coils, mosquito netting, repellent, home insecticide spray, and prevention of drug consumption. Keywords: Malaria, Bengkulu, Behavioral Prevention
Read More
S-8692
Depok : FKM-UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Leli Purnamasari; Pembimbing: Luknis Sabri; Penguji: Pandu Riono, Ika Lastyaningrum
S-7489
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Trimulyaningsih; Pembimbing: Sabarinah B. Prasetyo, Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Pandu Riono, Mahmud, Didik Supriyono
Abstrak:

Di negara berkembang penyakit diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan pada balita diperkirakan 1,8 juta setiap tahun. Prevalensi diare balita di Indonesia Tahun 2002-2003 terbanyak terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan dan di Propinsi Jawa Barat. Sedangkan prevalensi diare pada batita Tahun 2005 terbanyak di Propinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam dan Jawa Barat. Berdasarkan pola 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap, diare merupakan penyakit terbanyak. l3eberapa hasil penelitian menyatakan bahwa lingkungan merupakan faktor risiko terhadap kejadian diare pada batita. Faktor sanitasi lingkungan terutama sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan sampah dan kepadatan human sangat berperan dalam kejadian diare. Penelitian ini merupakan analisis lanjut data Survei Rumah Tangga Pelayanan Kesehatan Dasar Tahun 2005. Besar sampel sebanyak 1893 bayi di bawah tiga tahun di Propinsi Jawa Barat. Analisis data yang digunakan adalah analisis multivariabel dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik ganda dilakukan dengan pembobotan. Hasil penelitian memperlihatkan kejadian diare pada batita di Propinsi Jawa Barat sebesar 28,5%. Dari analisis multivariabel dengan regresi logistik ganda didapatkan batita dari keluarga dengan sarana pembuangan kotoran yang tidak memenuhi syarat kesehatan berisiko 1,5 kali menderita diare. Sedangkan batita dari keluarga dengan sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan berisiko 2 kali menderita diare. Kejadian diare pada batita dari keluarga dengan status ekonomi rendah berisiko 2 kali dibandingkan batita dari keluarga status ekonomi tinggi. Batita dari ibu dengan pengetahuan rendah berisiko 2 kali dibanding batita dari ibu yang berpengetahuan tinggi. Begitu pula dengan kejadian diare pada batita dari ibu yang bersikap kurang balk berisiko 2 kali. Batita Bari ibu yang jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak dan menyediakan makanan, berisiko 2 kali menderita diare. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan selain penyediaan sarana sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan, masyarakat juga dapat meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Terutama kebiasan mencuci tangan yang merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit diare, karena sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral.


 

In developing countries diarrhea is mortality and morbidity cause on infant estimated 1,8 million people per year. Infant diarrhea prevalence in Indonesia year 2002-2003 mostly found in South Celebes Province and West Java Province. While diarrhea prevalence on infant in 2005 mostly found in North Sumatra Province, NAD and West Java. Based on 10 diseases pattern mostly inpatient, diarrhea is the most disease. Some of research result suggested that environment is risk factor toward diarrhea in infant. Environment sanitation factor especially pure water means, waste disposal means, garbage disposal means, and resident density have a very important role in diarrhea cases. This research was further analysis of Basic Human Services Baseline Household Survey in 2005. Samples are infants under three years in 1893 of West Java Province. Data analysis that used is multivariable analysis using multiple logistic regression. Research result shows diarrhea cases on infant in West Java Province is 28,5%. From multivariable analysis with multiple logistic regression found infant from family with waste disposal means that not qualifying health risk is 1,5 times suffering diarrhea. While infant from family with garbage disposal means, that not qualifying health risk is 2 times suffering diarrhea. Diarrhea cases on infant from family with the lower economic status have 2 times risk compared to infant from high economic status. Diarrhea cases on infant from family with low knowledge have 2 times risk compared to infant from high knowledge mother. So also, diarrhea on infant of mother that has bad attitude got 2 times risk. Infant of mother who is rarely wash their hand with soap before feeding their children and providing food has 2 times risk of suffering diarrhea. Based on research result, suggested besides providing environment sanitation means that qualified health requisite, public could also increasing hygiene life behavior and healthy. Especially washing hand behavior that is the most effective ways in preventing diarrhea, because most of infectious germ that cause diarrhea infecting through fecal oral line.

Read More
T-2353
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irmawartini; Pembimbing: Toha Muhaimin, Besral; Penguji: Sudijanto Kamso, Robert M. Saragih, Yullita Eva Rini
T-2083
Depok : FKM-UI, 2005
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rizanda Machmud; Pembimbing: Luknis Sabri; Penguji: Ekowati Rahajeng, Nurul Akbar, Kusharisupeni, Pandu Riono
Abstrak:

Banyak orang tidak menyadari timbulnya perlemakan hati. Hal ini dibuktikan pada hasil pengumpulan survey pada 975 orang di kota Depok menunjukkan prevalensi perlemakan hati paling tinggi diantara penyakit tidak menular lainnya. Prevalensi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara- negara seperti Amerika, Canada, Italia maupun Jepang.Hal yang ditakutkan dari perlemakan hati adalah bila terjadi komplikasi yang berlanjut menjadi sirosis dan kegagalan fungsi hati. Hampir sebagian besar hasil penelitian di luar negeri mendapatkan penyebab perlemakan hati tersebut oleh karena alkohol, sedangkan di Indonesia alkohol bukan sesuatu hal yang umum dikonsumsi, sehingga dengan mengetahui faktor-faktor risiko perlemakan hati akan memudahkan dalam usaha menurunkan prevalensi perlemakan hati tersebut.Penelitian ini menggunakan data sekunder dari studi operasional promosi gaya hidup sehat dalam pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular utama secara terintegrasi berbasis masyarakat di kota Depok Jawa Barat kerjasama antara WHO, Departemen Kesehatan dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan multistage random sampling pada 55 000 orang, dengan kriteria umur sampel 25 tahun keatas. Interview dilakukan pada 975 orang yang terpilih dengan kuisioner standar. Dari seluruh data yang ada, diambil variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan perlemakan hati meliputi: umur, jenis kelamin, trigliserida, diabetes melitus, pola konsumsi lemak, kegemukan, aktifitas fisik dan olahraga, serta perlemakan hati. Sampel yang terpilih adalah yang sesuai dengan kriteria inidusi yaitu, tidak meminum Alkohol dan tidak menderita hepatitis serta tidak terdapat missing value, maka dari 975 sampel yang dapat dianalisa tinggal 808 saja. Analisa pada penelitian ini menggunakan regresi logistik.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi perlemakan hati non alkohol di kelurahan Abadi Jaya adalah 30.6% (SE 1.965). Proporsi umur yang paling besar menderita perlemakan hati adalah pada kategori umur menengah (middle age) yaitu sebesar 37.2% (interval kepercayaan 95% 32.4; 42.3). Proporsi jenis kelamin yang mengalami perlemakan hati lebih banyak adalah pria sebesar 33.3% (interval kepercayaan 95% 27.6; 39.6), sedangkan wanita sebesar 29.3% (interval kepercayaan 95% 24.9; 34.0).Faktor risiko yang memiliki hubungan dengan perlemakan hati adalah: umur, hiperkipidemia, diabetes melitus dan kegemukan, sedangkan jenis kelamin, pola konsumsi makan, aktivitas fisik dan olahraga tidak berhubungan dengan kejadian perlemakan hati. Nilai besarnya hubungan ini, didapatkan setelah mengontrol variabel-variabel lainnya melalui analisis multivariat menunjukkan, kegemukan berisiko terhadap kejadian perlemakan hati sebesar 4.8 kali (interval kepercayaan 95% OR 3.3; 6.8,p < 0.0001) dibandingkan orang yang tidak gemuk. Pada umur 45-55 tahun (middle age) risiko mengindap perlemakan hati meningkat sebesar 2.3 kali (interval kepercayaan 95% OR 1.3; 4.1, p = 0.004) dibandingkan umur dibawah 45 tahun, sedangkan umur diatas 55 tahun peningkatan risikonya sebesar 1.8 kali (interval kepercayaan 95% OR 1.03; 3.0, p = 0.04) dibanding umur dibawah 45 tahun. Bagi penderita diabetes melitus, besarnya risiko mengalami perlemakan hati adalah 2.2 kali (interval kepercayaan 95% OR I.4; 3.5, p < 0.0001) dibandingkan yang bukan penderita diabetes melitus. Orang dengan hipertrigliserida akan meningkatkan risiko mengindap perlemakan hati sebanyak 2.4 kali (interval kepercayaan 95% OR L6; 3.5, p < 0_000 1), dibandingkan dengan kadar trigliserida dalam darah normal. Dan bila seseorang menderita diabetes melitus dan hipertrigliserida, maka risiko untuk mengalami perlemakan hati sebesar 3.0 kali (interval kepercayaan 95% OR 2.1; 19, p = 0.012) dibandingkan orang tanpa diabetes dan kadar trigliserida normal.Kesimpulan pada penelitian ini, faktor yang paling dominan dan berisiko paling tinggi pada kejadian perlemakan hati adalah kegemukan. Kontribusi faktor risiko menunjukkan, bila kegemukan dapat dihilangkan pada populasi tersebut, maka perlemakan hati akan turun dari 30.6% menjadi 11.7% (interval kepercayaan 95% 10.3; 13.7).Daftar Bacaan: 74 (1982 - 2001)


 

Risk Factors and Impact Fraction's Analysis of Fatty Liver in Abadi Jaya village Sukmajaya Distric Depok West Java 2001 (Secondary Data Analysis)Most of people do not recognize that they had suffered with fatty liver. It can be proofed by the result of survey on 975 people in Depok sub-urban 2001, that fatty liver was the highest prevalence on the other non-communicable disease. The prevalence is higher than other country such as USA, Canada, Italy, and Japan.The reason why complication of fatty Iiver is the worries thing, because fatty liver may progress to liver fibrosis and cirrhosis and may result in liver-related morbidity and mortality. The use of alcohol is commonly related to fatty liver in West Countries or Japan, but in Indonesia the alcohol drinking is rare_ The objective of this study is to investigate risk factors for fatty liver and do some impact fraction's analysis to know the prevention impact in fatty liver.The study used the data from non-communicable disease study in the sub urban area in collaborations with WHO, and Ministry of Health. Multistage random sampling methods were applied to 55 000 people with targeted sample for age of older than 25 years old. Interview was done for 975 people chosen with standardized questioner. Variables included were age, sex, dietary intake, body mass index, trygliceride, activity and sport, and fatty liver it self. Inclution criteria on this study are sample who's not drinking alcohol and not have hepatitis. There were 808 could be analyzed from 975 sample Logistic regression analysis was used to analyze the data.The results of this study indicated that prevalence of non-alcoholic fatty liver was 30.6% (SE 1.349). Proportion of fatty liver was biggest in middle age 37.2% (95% confidence intervals 32.4; 42.3). Male (33.3% with 95% confidence intervals 27.6; 39.6) get more chance to have fatty liver than female (29.3% with 95% confidence intervals 24.9; 34.0).Independent predictors for fatty liver were age, hiperlipidemia, diabetes mellitus and obesity. The others factors such as sex, dietary intake of fat, sport and activity not associated with fatty liver. The risk for fatty liver was higher by 4.8 fold (95% confidence intervals for OR 3.3; 6.8, p < 0.0001) in obesity compared with normal body mass index. The risk for fatty liver was 2.3 fold (95% confidence intervals for OR 1.3; 4.1, p = 0.004) in middle age compared with young age. Age of > 55 years will get higher risk for fatty Iiver compared young age by 1.8 fold (95% confidence intervals for OR 1.03; 3.0,p = 0.040). If someone get suffered for diabetes mellitus the risk for fatty liver was 2.2 fold (95% confidence intervals for OR 1.4; 3.5, p<0.0001) compared with non diabetic. The risk for fatty liver will be higher by 2.4 fold (95% confidence intervals for OR 1.6; 3.5, p < 0.0001) in hipertriglyceride compared with normal triglyceride. If someone has both of diabetic and hipertriglyceride, so the risk for fatty liver will be 3.0 fold (95% confidence intervals for OR 2.1; 3.9, p < 0.0001) compared with non diabetic and normal triglyceride.Conclusion in the present study, the strongest associated factor for fatty liver was obesity. The analysis of impact fraction indicated, if obesity was eliminated in population, prevalence of fatty liver will be decreased from 30.6% to 11.7% (95% confidence intervals 10.3; 13.7).References: 74 (1982 -- 2001)

Read More
T-1253
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Helen S.L.M.; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Besral, Iva Diansari
S-4681
Depok : FKM-UI, 2006
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dita Kumala Ratri; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Engkus Kudinar Achmad, Upik Rukmini
Abstrak: Kesehatan mental merupakan aspek yang penting bagi kehidupan lansia yang sehat dan aktif. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara diabetes melitus dengan gangguan neurosis pada lansia di Indonesia. Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu mengukur variabel pada satu waktu. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder Riset Kesehatan Dasar 2007. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa diabetes memiliki efek negatif pada kejadian gangguan neurosis pada lansia dengan nilai rasio odds sebesar 1,37.
 
Faktor lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian gangguan neurosis pada lansia adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal, riwayat gangguan jiwa, penyakit jantung, hipertensi, dan stroke. Oleh karena itu penting adanya peningkatan pengetahuan mengenai deteksi dini diabetes melitus pada lansia sehingga lansia tidak mengalami diabetes melitus maupun gangguan neurosis.
 

 
Mental health is an important aspect of elderly healthy and active living. This study aims to investigate the relationship between diabetes mellitus with neurotic disorders of elderly in Indonesia. The study design was cross-sectional which measures variables at one time. The data used in this study is a secondary data Basic Health Research 2007. Based on the survey results, diabetes mellitus has a negative effect on the incidence of neurotic disorders in the elderly with odds ratio 1.37.
 
Other factors known to be associated with the incidence of neurotic disorders in the elderly are gender, age, education, occupation, marital status, place of residence, history of mental illness, heart disease, hypertension, and stroke. It is important to increase knowledge about early detection of diabetes mellitus in the elderly so they do not have diabetes mellitus or neurotic disorder.
Read More
S-7813
Depok : FKM-UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fatmah Ramadhani; Pembimbing: Milla Herdayati; Penguji: Popy Yuniar, Lina Widyastuti
S-7502
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive