Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 31912 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Puspa Indah Budiono; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Anhari Achadi, Puput Oktamianty, Yeti Resnayati, Verdhany Puspitasari
Abstrak: ABSTRAK Kualifikasi minimum pendidikan bagi tenaga kesehatan adalah Diploma III berdasarkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2014, namun Badan Kepegawaian Negara (2015) menyatakan bahwa masih terdapat 38.944 orang perawat yang belum memiliki kualifikasi pendidikan Diploma III. Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk meningkatkan pendidikan tenaga kesehatan melalui Program Percepatan Pendidikan Tenaga Kesehatan melalui Mekanisme RPL. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan analisis implementasi Program di Poltekkes Jakarta III mulai dari input, proses hingga output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik program RPL di Poltekkes Kemenkes Jakarta III telah berusia di atas 50 tahun, dan berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta; hanya sebagian kecil peserta didik yang mendapatkan bantuan biaya pendidikan dari institusi tempatnya bekerja; proses asesmen mengalami kendala teknis dalam kuantifikasi hasil asesmen. Masukan untuk Poltekkes Kemenkes Jakarta III berdasarkan hasil penelitian ini adalah sosialisasi kepada calon peserta terkait program RPL yang dilakukan melalui website; membentuk kelompok belajar untuk meningkatkan motivasi belajar para peserta didik yang sebagian besar usianya sudah lebih tua; menggunakan tutor sebaya dengan memberdayakan peserta didik yang memiliki kemampuan atau pengalaman dalam mengatasi gap atau kesenjangan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan pekerjaan sehari-hari. Masukan bagi Kementerian Kesehatan adalah membuat pedoman kuantifikasi yang dapat dijadikan acuan oleh PT penyelenggara dalam melakukan asesmen dan kuantifikasi. Kata kunci: Pendidikan, Perawat, Rekognisi Pembelajaran Lampau Based on Indonesia Health Workforce Act, the minimum qualification of education for health workforce is Diploma III. However, data of State Personnel Agency (2015) shows that there are still 38,944 nurses in Indonesia who do not yet have a Diploma III education qualification. As a commitment of the government in improving the education of health workforce, Ministry of Health launched Education Acceleration Program through the Recognition of Prior Learning (RPL) as mentioned in Permenkes No. 41 of 2016. This study analyzes the implementation of the Program in Health Polytechnic Jakarta III starting from input, process to output. This research is a qualitative research design using Rapid Assessment Procedure (RAP). The results showed that most of the students were over 50 years old, and came from the DKI Jakarta Provincial Health Office; only a small proportion of learners receive educational tuition from the institution where they work; the assessment process has technical constraints in the quantification of assessment results. Input for Health Polytechnic Jakarta III is socialization to prospective participants related to RPL conducted through the website; forming learning groups to improve the learning motivation of learners who are mostly older; using peer tutors by empowering learners who have the ability or experience in overcoming knowledge gaps and experience based on daily work. Input for the Ministry of Health is to make quantification guidelines that can be used as a reference by educational institution in conducting assessment and quantification. Key words: Education, Nurse, Recognition of Prior Learning
Read More
T-5250
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dewi Tri Nugraheni; Pembimbing: Wachyu Sulistiadi; Penguji: Adang Bachtiar, Amal Chalik Sjaaf, Yetty Azriani, Dwi Kartika Rahayuningtyas
Abstrak:
Dalam upaya pemenuhan tenaga kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Daerah Terpencil Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan Peraturan Kementerian Kesehatan nomor 27 tahun 2021 tentang Program Afirmasi Pendidikan Tinggi Tenaga Kesehatan (Padinakes). Kebijakan ini telah ditetapkan dan dilaksanakan di Poltekkes Kemenkes Jakarta III sejak tahun 2021 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan nomor HK.02.02/I/10434/2021, namun dalam pelaksanaan kebijakan terkendala dalam pendayagunaan lulusan dan penghentian rekrutmen peserta pada tahun 2022 di Poltekkes Kemenkes Jakarta III. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi kebijakan pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan, menganalisis faktor-fakor pendorong dan penghambat dalam implementasi kebijakan Padinakes di Poltekkes Kemenkes Jakarta III. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Teknik pengumpulan data dengan dengan wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD) dan telaah dokumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan implementasi kebijakan belum berjalan dengan baik terutama pada implementasi pendayagunaan lulusan padinakes Poltekkes Kemenkes Jakarta III ke Fasyankes DTPK dan DBK. Faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi kebijakan adalah capaian indikator program padinakes belum sesuai tujuan kebijakan, sosialisasi dengan Pemerintah Daerah belum berjalan baik, semua pembiayaan menggunakan APBN, struktur organisasi Pemerintah Daerah bukan bertanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan, sikap Pemerintah Daerah yang belum patuh dalam pendayagunaan program padinakes, Pemerintah Daerah belum terlibat dalam perencanaan kouta, rekrutmen, monitoring dan evaluasi, dan pendayagunaan peserta, belum ada sanksi tegas untuk Pemerintah daerah yang tidak mendayagunakan lulusan padinakes. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan diharapkan dapat melakukan revisi kebijakan; penyesuaian indikator program dengan tujuan kebijakan; advokasi ke Kemendagri dan Kemenkeu untuk sanksi ke Pemerintah Daerah; pendampingan ke Pemerintah Daerah dalam proses replikasi program nusantara sehat; membuat tracer study khusus; penyempurnaan e-Padinakes; peningkatan kapasitas dan menetapkan SK tim pengelola; menetapkan SK pendayagunaan peserta program studi lain yang tidak ada di kebijakan (Fisioterapi); rutin monitoring dan evaluasi Poltekkes Kemenkes Jakarta III dan Fasyankes DTPK dan DBK

In an effort to fulfill health workers in Health Service Facilities (Fasyankes) in Remote Areas, Borders and Islands (DTPK) and Health Problem Areas (DBK), the Indonesian Ministry of Health issued a policy Ministry of Health Regulation number 27 of 2021 concerning the Health Worker Higher Education Affirmation Program (Padinakes). This policy has been determined and implemented at the Poltekkes Kemenkes Jakarta III since 2021 based on the Decree (SK) of the Head of the Health Human Resources Development and Empowerment Agency number HK.02.02/I/10434/2021, but the implementation of the policy is constrained in the utilization of graduates and the termination of recruitment of participants in 2022 at the Poltekkes Kemenkes Jakarta III. The purpose of this study is to analyze the implementation of the policy on education and utilization of health workers, analyze the driving and inhibiting factors in the implementation of the Padinakes policy at the Poltekkes Kemenkes Jakarta III. This research is a qualitative research with Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Data collection techniques were in-depth interviews, Focus Group Discussions (FGDs) and document review. The results of this study indicate that policy implementation has not gone well, especially in the implementation of the utilization of graduates of the Jakarta III Health Polytechnic to DTPK and DBK health facilities. Factors that hinder the implementation of the policy are the achievement of Padinakes program indicators that are not in accordance with policy objectives, socialization with local governments has not gone well, all financing uses the state budget, the organizational structure of the local government is not responsible to the Ministry of Health, the attitude of local governments that have not complied with the utilization of the Padinakes program, local governments have not been involved in planning quota, recruitment, monitoring and evaluation, and utilization of participants, there are no strict sanctions for local governments that do not utilize Padinakes graduates. Therefore, the Ministry of Health is expected to revise the policy; adjust program indicators with policy objectives; advocate to the Ministry of Home Affairs and the Ministry of Finance for sanctions to local governments; assist local governments in the process of replicating the healthy archipelago program; create a special tracer study; improve e-Padinakes; increase capacity and determine the management team decree; determine the decree on the utilization of participants in other study programs that are not in the policy (Physiotherapy); routine monitoring and evaluation of the Poltekkes Kemenkes Jakarta III and DTPK and DBK health facilities.
Read More
T-6889
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Jorra Putri Anggun Kusumasari; Pembimbing: Prastuti Soewondo; Penguji: Adang Bachtiar, Purnawan Junadi, Yunita Arihandayani, Sri Puji Wahyuni
Abstrak:

Tingginya prevalensi gangguan jiwa di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, belum diimbangi dengan capaian target skrining kesehatan jiwa nasional. Puskesmas Palmerah menunjukkan keberhasilan signifikan dalam mencapai target skrining melalui implementasi E-Jiwa. Tujuan: menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tercapainya target program skrining kesehatan jiwa di Puskesmas X. Metode: Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan telaah dokumen terhadap pelaksanaan program. Hasil: tercapaianya target program skrining dengan E-Jiwa di Puskesmas Palmerah DKI Jakarta karena didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, infrastruktur dan teknologi berbasis digital seperti E-Jiwa, serta manajemen yang efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Masih terdapat beberapa tantangan terkait tenaga kesehatan yang rangkap tugas dan belum terintegrasinya sistem skrining E-Jiwa dengan SIMKESWA. Puskesmas mampu mencapai target hingga 96,3% hingga trwiulan ketiga. Kesimpulan: bahwa program skrining dengan E-Jiwa di Puskesmas Palmerah telah berjalan sesuai regulasi yang ada, namun masih membutuhkan improvisasi pada beberapa komponen seperti SDM dan teknologi sagar dapat berjalan lebih optimal.

Kata kunci: e-jiwa, kesehatan jiwa, puskesmas, skrining


The high prevalence of mental disorders in Indonesia, especially in DKI Jakarta, has not been balanced with the achievement of the national mental health screening target. Puskesmas Palmerah has shown significant success in achieving the screening target through the implementation of E-Jiwa. Research aims:  analyze the factors that affect the achievement of the target of the mental health screening program at the Puskesmas Palmerah. Method: This study uses a qualitative approach with an in-depth interview method and document review of the implementation of the program. Results: the achievement of the target of the screening program with E-Jiwa at the Puskesmas Palmerah DKI Jakarta because it is supported by adequate human resources, digital-based infrastructure and technology such as E-Jiwa, as well as effective management in planning, implementation, and supervision. There are still several challenges related to health workers who have dual duties and the E-Jiwa screening system has not been integrated with SIMKESWA. The health center was able to achieve the target of up to 96.3% until the third trimester. Conclusion: the screening program with E-Jiwa at Puskesmas Palmerah has been running according to existing regulations, but still needs improvisation on several components such as human resources and technology so that it can run more optimally.  Key words: e-jiwa, health center, mental health, screening 

Read More
T-7202
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Stevani Dharma Yanti; Pembimbing: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Prastuti Soewondo, Iin Dewi Astuty, Aldrin Neilwan P.
Abstrak:
Electronic Medical Record (EMR) sebagai salah satu upaya pengelolaan satu data kesehatan berbasis individu masih belum terlaksana berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan 24/2022. Peraturan mewajibkan seluruh fasyankes menyelenggarakan rekam medis berbasis digital dan terintegrasi maksimal tanggal 31 Desember 2023. Hingga saat ini terdapat 2.000 dari 3.000 RS yang belum menyelenggarakan EMR sesuai peraturan. Salah satu penyebab adalah kurangnya kesiapan sumber daya manusia (SDM). Padahal EMR memudahkan beberapa kegiatan pelayanan hingga meningkatkan kualitas dan organisasi pelayanan kesehatan. Penelitian menggunakan teori FITT Framework dan manajemen perubahan oleh Kotter untuk menganalisis kesiapan SDM dan strategi untuk mempercepat implementasi EMR. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan jenis studi kasus. Informan penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling terdiri dari manajemen rumah sakit, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pihak mitra penyelenggara EMR. Data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu hasil pengumpulan data dan data sekunder melalui telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM di lokasi penelitian tidak siap terhadap kebutuhan, keterlibatan, penyediaan teknologi, dan ketersediaan kebijakan penyelenggaraan EMR. Ketidaksiapan SDM disebabkan kurang jelasnya regulasi, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen terhadap perannya, dan kurangnya motivasi, komunikasi, koordinasi antar SDM. Kesimpulan penelitian adalah dibutuhkan penerapan manajemen perubahan secara bertahap bagi pihak terlibat untuk mempercepat implementasi EMR di lokasi penelitian.

Electronic Medical Record (EMR) as an effort to manage the entire individual-based health data is still not implemented based on The Regulation of Minister of Health 24/2022. Regulation requires all of health facilities to organize digital-based and integrated medical record by December 31st 2023. However, 2.000 out of 3.000 hospitals have not implemented EMR according to the regulation yet. One of the causes is a lack of human resources (HR) readiness. In fact, EMR can facilitate several service activities and improve the organizations and quality of health service. The study used the FITT Framework theory and Kotter’s change management to analyze the HR readiness and the strategies needed to accelerate the implementation. This study used a qualitative method with case study design. The informants of the study were determined using the purposive sampling method consisted of hospital management, medical personnel, health workers, and the organizing partner. The data collected is primary data from data collection and secondary data through document review. The study results showed that the HR at the research location is not ready for needs, engagement, providing technology and policy for impelementing EMR. The unreadiness of the HR is caused by the lack of clarity in the regulation, the lack of management support dan commitment to their role, and lack of motivation, communication, and coordination between the HR. The research conclusion is that implementing change management gradually is needed for the parties involved to accelerate the EMR implementation at the research location.
Read More
T-6863
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hasmiati Sessu; Pembimbing: Purnawan Junadi; Penguji: Sandi Iljanto, Syafdewiyani, Rustam Efendi
Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh(PJJ) bagi tenaga bidan lulusan Diploma I Kebidanan yang diselenggarakan diPoltekkes Kemenkes Kupang, dengan pendekatanevaluasi menggunakan modellogika (Logic Model). Subyek penelitian adalah pengelola, tutor, admin danmahasiswa program PJJ. Hasil penelitian pada komponen input menunjukkanbahwa kriteria dan persyaratan mahasiswa sudah memenuhi ketentuan, kurikulumyang digunakan sudah sesuai dengan standar, sumber daya manusia baik tenagapendidik maupun kependidikan masih kurang baik dari jumlah maupun jenisnya,sarana prasarana masih terbatas terutama penyediaan koneksi jaringan yang stabilserta manajemen penyelenggaraan yang masih harus ditingkatkan kualitasnya.Pada komponen proses menunjukkan adanya hambatan dalam proses belajarmandiri maupun tatap muka (langsung dan online) terkait dengan koneksi jaringandan jarak mahasiswa ke tempat belajar yang jauh. Pada komponen output, hasilcapaian belajar cukup baik, 72.3% mahasiswa memiliki Indeks Prestasi Kumulatif(IPK) dalam kisaran 2,76-3,50, dengan IPK tertinggi 3,42 dan IPK terendah 1,46.Kata kunci : Pendidikan jarak jauh, evaluasi, model logika.
Read More
T-4560
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Vina Sri Avriantini; Pembimbing: Amal Chalik Sjaaf; Penguji: Mardiati Nadjib, Adik Wibowo, Intan Widayati, Didik Supriyono
Abstrak:
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi dengan menjadi 10 penyakit mematikan di dunia tahun 2015. Menurut laporan WHO tahun 2017, di tingkat global diperkirakan 10,4 juta kasus TB baru. Sedangkan di Indonesia ditemukan jumlah kasus baru TB paru sebanyak 425.089 kasus. Jumlah yang tertinggi dilaporkan berada di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan presentase 43% dari seluruh Propinsi. Jumlah kasus di Kabupaten Bogor sebanyak 8.099 orang. Angka penemuan penderita TB Paru BTA (+) tahun 2017 sebanyak 3.861 orang (73,88%). Sedangkan untuk angka kesembuhan penderita TB paru BTA (+) di Puskesmas dan rumah sakit Kabupaten Bogor terus mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar 97% hingga tahun 2018 (Triwulan 2) sebesar 82%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2020 mulai dari komponen input, proses maupun outputnya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli 2020. Pengambilan data dilakukan di 6 Puskesmas di wilayah kabupaten Bogor dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Jumlah informan adalah 25 orang yang terdiri dari 6 Kepala Puskesmas, 6 petugas TB, 6 petugas laboratorium, 6 petugas promkes dan 1 orang wasor TB di Dinas Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka penemuan kasus Puskesmas Sukaraja dan Puskesmas Ciburayut sudah mencapai target yaitu di atas 70%, sedangkan Puskesmas Ciawi, Puskesmas Cinagara dan Puskesmas Karya mekar belum mencapai target. Untuk angka keberhasilan pengobatan hanya Puskesmas Cimandala, Puskesmas Sukaraja dan Puskesmas Karyamekar yang sudah mencapai target, sedangkan Puskesmas Ciburayut, Puskesmas Ciawi dan Puskesmas Cinagara belum mencapai target. Keberhasilan program TB di Puskesmas Cimandala dan Puskesmas Sukaraja didukung oleh SDM dengan jumlah yang cukup, pendidikan yang sesuai dan terlatih, kemudian sarana dan prasarana yang cukup memadai, pendanaan yang cukup, sistem informasi yang terintegrasi dan kontinyu, kerjasama lintas program dan lintas sektor yang baik, serta manajemen yang baik di Puskesmas. Sedangkan Puskesmas Karya mekar dan Puskesmas Cinagara belum mencapai target, karena memiliki kendala kurangnya SDM baik jumlah maupun tenaga terlatih, sarana dan prasarana TB yang kurang memadai, kerjasama lintas sektor yang belum maksimal, serta belum optimalnya peran promkes dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat. Rekomendasi dari penelitian ini adalah agar keberhasilan yang dicapai melalui faktor-faktor pendukungnya dapat diterapkan bagi Puskesmas-puskemas lain di Kabupaten Bogor.

Tuberculosis is a contagious disease that causes high morbidity and mortality rates and have becoming 10 deadly diseases in the world in 2015. WHO have been estimating the total of 10,4 million new TB cases at the global level in 2017. There are 425.089 new TB cases have been found in Indonesia. The largest number of TB cases has been reported in Jawa Barat, Jawa Timur, and Jawa Tengah which has precentage 43% of all Province. The TB cases in Kabupaten Bogor is about 8.099 cases. In one year, the number of patients with pulmonary TB BTA (+) in the year of 2017 is 3861 people. At the same time, the number of recovery patients with pulmonary TB has  decreased from 97% (2015) to 82% (the second quarter in 2018). This Research is intended to ascertain how to implement pulmonary Tuberculosis Disease Countermeasures Program in Puskesmas on Kabupaten Bogor during 2020. The research encompass in many aspect from input component until output component. It’s use qualitative study with data collection through indepth interview, observation and review of documentation. The research data is acquired from 6 puskesmas and Public Health Office in Kabupaten Bogor in range March – July 2020. The informant consist of 6 Heads of Puskesmas, 6 tuberculosis focal persons, 6 laboratory technicians, 6 promkes officer and 1 wasor TB in Public Health Office. The result form this research show that Puskesmas Sukarja and Cibaruyut have met the target at above 70% Suspected Case numbers. Puskesmas Ciawi, Puskesmas Cinagara and Puskesmas Karya Mekar have not reached the target for case founding. The target of successful rate has been fulfilled in Puskesmas Cimandala, Puskesmas Sukaraja and Puskesmas Karyamekar, but not yet in Puskesmas Ciburayut, Puskesmas Ciawi and Puskesmas Cinagara. Puskesmas Cimandala and Puskesmas Sukaraja are quite successful in the TB Programme due to the fulfillment of adequately trained human resources, adequate infrastructure, sufficient funding, integrated of system information, collaboration on sectoral program – cross sectoral and good management in Puskesmas. Puskesmas Karya Mekar and Puskesmas Cinagara have not reached the target due to insufficient of trained human resource, inadequate infrastructures, collaboration of cross sector are not optimally implemented and leak education about health information to the public. The recommendation from this research is that the success achieved through supporting factors can be applied to the other Puskesmas in Kabupaten Bogor.

Read More
T-5964
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Novi Priyanti Utami; Pembimbing: Mieke Savitri; Penguji: Puput Oktamianti, Wachyu Sulistiadi, Maryati Kasiman, Riana Dwi Sovyetwati
T-4336
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Elisa Sonoyati; Pembimbing: Purnawan Junadi; Penguji: Anhari Achadi, Ascobat Gani, Siti Nurliah, Aanggar Jito
Abstrak:
Strategi penanggulangan TBC di Indonesia telah berlangsung lama dan permasalahan TBC semakin kompleks dengan tantangan baru. Dalam penemuan kasus, komunitas memainkan peran penting dengan pendampingan pasien selama berobat. Diperlukan sistem jejaring dan penguatan data base melalui inovasi kecamatan Bebas TBC atau KEBAS TBC. Tujuan penelitian ini untuk melakukan Analisis Implementasi Kebijakan KEBAS TBC dengan Tingkat keberhasilan program TBC di Kota Bekasi 2023. Desain dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian Non eksperimental, kualitatif wawancara mendalam dengan semi terstruktur kepada pemangku jabatan, puskesmas dan kader di wilayah kecamatan. Peneliti telah melakukan proses pengambilan data primer dengan melakukan wawancara mendalam. Strategi untuk mewujudkan kecamatan bebas Tuberkulosis dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui 5T. Ukuran dan tujuan dari kebijakan tercantum didalam Peraturan Walikota No 64.A tahun 2020 tentang strategi peningkatan pemberdayaan Masyarakat. Kerjasama lintas sektoral sebagai dasar penanggulangan TBC menjadi tanggung jawab bersama. Alokasi anggaran khusus diperuntukan bagi Dinas Kesehatan yang berfungsi sebagai promotif, preventif, dan kuratif dengan sumber dana APBD, DAK Non Fisik dan Global Fund. Kinerja implementasi Kebijakan adalah capaian target TBC menurut Standar Pelayanan Minimal, kemampuan petugas puskesmas dan kader sudah baik. Beberapa Organisasi menilai bahwa kegiatan masih tanggung jawab Dinas Kesehatan dan bersifat seremonial. Akses layanan Kesehatan sudah semakin mudah. Kondisi ekonomi, perilaku sosial dan pengetahuan berperan dalam penanggulangan TB. Implementasi Kebijakan Kecamatan Bebas TBC sudah berjalan dengan komitmen dan dukungan pemerintah daerah sehingga akses layanan menjadi mudah, koordinasi dan Kerjasama lintas sektoral baik. Saat ini diperlukan optimalisasi dari masing-masing pemangku jabatan dan tindak lanjut dari kebijakan tersebut.

The TB control strategy in Indonesia has been going on for a long time and the TB problem is getting more complex with new challenges. In case, The role of the community is very important in finding cases, accompanying patients during treatment. A network system and strengthening the data base are needed through the innovation of TBC-Free sub-districts or KEBAS TB. Purpose for this research is conducting an Analysis of the Implementation of the KEBAS TBC Policy with the Success Rate of the TB program in Bekasi City in 2023. Research Design Non-experimental, qualitative research of in-depth and semi-structured interviews with public officer , health centers and cadres in the sub-district area. The researcher has carried out the process of taking primary data by conducting in-depth interviews. Strategy to realize a Tuberculosis-free sub-district by increasing community empowerment through 5T. The size and objectives of the policy are listed in Mayor Regulation No. 64.A of 2020 concerning strategies to increase community empowerment. Cross-sectoral cooperation as the basis for TB control is a shared responsibility. The special budget allocation is intended for the Health Office which functions as promotive, preventive, and curative with sources of funds from the Regional Revenue and Expenditure Budget, Non-Physical special allocation fund and Global Fund. The performance of the implementation of the Policy is the achievement of the TB target according to the Minimum Service Standards, the ability of health center officers and cadres is good. Several organizations consider that activities are still the responsibility of the Health Office and are ceremonial. Access to health services has become easier. Economic conditions, social behavior and knowledge play a role in TB control. The implementation of the TB-Free District Policy has been running with the commitment and support of the local government so that access to services is easy, coordination and cross-sectoral cooperation are good. Currently, optimization is needed from each position holder and follow-up of the policy.
Read More
T-7116
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sandra Octaviani Dyah Puspita Rini; Pembimbing: Anhari Achadi; Penguji: Jaslis Ilyas, Wahyu Sulistiadi, Triyani, Elis Rohmawati
Abstrak: Kementerian Kesehatan melaksanakan program peningkatan kinerja sumber dayakesehatan melalui pendidikan dan pelatihan, khususnya pelatihan tenaga pelayanankesehatan tradisional, melalui pelatihan pelayanan akupresur bagi Puskesmas, namunpelayanan akupresur belum berjalan di Puskesmas. Di Kota Jakarta Selatan Puskesmasyang sudah menyelenggarakan pelayanan akupresur hanya dua (2). Penelitian ini adalahpenelitian kualitatif, dan bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan implementasipelaksanaan pelayanan akupresur di Puskesmas serta hambatannya. Informan dalampenelitian berjumlah 11 orang, yaitu Kementerian Kesehatan, Sudinkes Jakarta Selatan,Kepala Puskesmas, Dokter poli, pelaksana program. Metode pengumpulan data melaluiWM dan telaah dokumen. Hasil penelitian dari komponen input sudah berjalan, adanyadukungan Kepala Puskesmas, SOP pelayanan, dan SK penugasan namun belum optimalrotasi staf menjadi salah satu kendala, komponen output dan outcome belum optimal.Aspek komunikasi (kejelasan dan konsistensi) belum efektif tentang informasi regulasikebijakan yang ada dari penentu kebijakan kepada pelaksana, aspek pembiayaan belumdidukung peraturan daerah, aspek birokrasi masih kurang koordinasi dan sosialisasikebijakan dari Dinas Kesehatan ke Sudinkes dan Puskesmas.
The Ministry of Health is implementing programs to improve the performance of healthresources through education and training, especially training of traditional health careworkers, through the training of acupressure services for Primary Health Care, butacupressure service has not been run in Primary Health Care. In South Jakarta, PrimaryHealth Care that have been providing acupressure service are only two (2). Thisresearch is a qualitative research, and aims to analyze the policy and implementation ofacupressure service in Primary Health Care and its obstacles. Informants in the studyamounted to 11 people, namely the Ministry of Health, Sudinkes South Jakarta, Head ofPrimary Health Care, Doctor, program implementer. Methods of data collection throughWM and document review. The result of research of input component have beenrunning, existence of support of Head of Puskesmas, service SOP, and SK ofassignment but not optimal rotation of staff become one of obstacle, component ofoutput and outcome not yet optimally. The communication aspect (clarity andconsistency) has not been effective about the existing policy regulation informationfrom the policy makers to the implementers, the financing aspect has not been supportedby local regulations, the bureaucratic aspects are still lacking coordination and thepolicy socialization from the Health Service to tribe of health service and PrimaryHealth Care.
Read More
T-5263
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratna Indra Sari; Pembimbing: Adang Bachtiar; Penguji: Anhari Achadi, Dadan Erwandi, Mundiharno, Purwati
Abstrak: Program Kader JKN-KIS dibentuk untuk meningkatkan pertumbuhan jumlah kepesertaan dan meningkatkan kolektabilitas iuran BPJS Kesehatan pada segmen peserta informal. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis implementasi program Kader JKN-KIS di Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dilakukan selama bulan Mei 2018 dengan tehnik wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen menggunakan teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn. Uji validitas melalui trianggulasi sumber dan metode. Hasil Penelitian didapatkan bahwa implementasi program Kader JKN-KIS di Kota Bekasi secara umum belum berjalan dengan optimal. Sudah ada standar dan sasaran yang ditentukan untuk melihat kinerja, namun pencapaiannya belum maksimal dan target dari fungsi kader belum lengkap. Sistem pencatatan, sistem tehnologi aplikasi, dan desiminasi informasi masih mengalami kendala. Konsistensi, kejelasan dalam komunikasi dan pelaksanaan pedoman belum berjalan maksimal. Hubungan dengan kelurahan belum terjalin dengan baik, SDM Kader JKN-KIS maupun Kantor Cabang masih terbatas. Sikap pelaksana kurang mendukung serta kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik belum sepenuhnya mendukung implementasi program Kader JKN-KIS. Kesimpulan: implementasi Program Kader JKN-KIS di Kota Bekasi masih memiliki kendala. Perlunya perbaikan dari standar dan sasaran, sistem informasi, komunikasi, SDM, sosialisasi, hubungan kerjasama untuk keberhasilan implementasi program kader JKNKIS.
Kata kunci : implementasi kebijakan; Kader JKN-KIS; sektor informal

The JKN-KIS Cadre Program was established to increase membership growth and increase the collation of BPJS Health contribution to informal segment participants. The purpose of this research is to analyze the implementation of JKN-KIS Cadre program in Bekasi City. This research uses a qualitative method, conducted during May 2018 with in-depth interview technique, observation and document review using Van Meter and Van Horn policy implementation theory. Test validity through a source and method triangulation. The result of the research shows that the implementation of JKN-KIS Cadre program in Bekasi City has not run optimally yet. There are already standards and targets are determined to see the performance, but its achievement is not maximized and the target of the function of the cadre is not yet complete. Recording systems, application technology systems, and information dissemination are still constrained. Consistency, clarity in communications and implementation of guidelines has not been maximized. Relationship with the village has not been established well, Kader JKN-KIS Human Resources and Branch Offices are still limited. The attitude of the implementers is not supportive and the economic, social and political environment has not fully supported the implementation of the KKD-KIS Cadre program. Conclusion: The implementation of JKN-KIS Cadre Program in Bekasi City still has obstacles. The need for improvement of standards and targets, information systems, communication, human resources, socialization, cooperation relationship for successful implementation of JKNKIS cadre program.
Keywords: policy implementation; JKN-KIS Cadre; the informal sector
Read More
T-5291
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive