Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 27716 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Dian Rahayu Pamungkas; Pembimbing: Rita Damayanti; Penguji: Dian Ayubi, Wachyu Sulistiadi, Ekowati Retnaningsih, Oos Fatimah Rosyati
Abstrak: Akreditasi institusi merupakan amanah dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 31. Institusi penyelenggara pelatihan yang belum terakreditasi tetapi menyelenggarakan pelatihan kesehatan lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan institusi pelatihan yang sudah terakreditasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan akreditasi institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan dalam upaya penjaminan mutu institusi pelatihan tahun 2020. Metode yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed method). Sampel kuantitatif adalah institusi penyelenggara pelatihan kesehatan yang belum terakreditasi sebanyak 62 institusi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibuat menggunakan google form. Hasil menunjukkan bahwa institusi yang siap untuk diakreditasi sebanyak 34 institusi (54,8%). Unsur input yang berpengaruh terhadap kesiapan akreditasi institusi yaitu variabel SOP dan kebijakan. Pada unsur proses yang berpengaruh adalah variabel perencanaan serta pengorganisasian. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pengorganisasian berhubungan signifikan terhadap kesiapan institusi untuk diakreditasi setelah dikontrol oleh variabel anggaran, SOP dan kebijakan, fasilitas dan peralatan serta perencanaan. Dari hasil analisis kualitatif faktor pendorong institusi untuk diakreditasi diantaranya adalah legalitas sebagai penyelenggara pelatihan, peningkatan mutu, persaingan antar provider. Faktor penghambat akreditasi adalah masalah kekurangan SDM, anggaran dan tidak adanya dukungan pimpinan
Institutional accreditation is a mandate of the Law of the Republic of Indonesia Number 36 of 2014 concerning Health Workers Article 31. Institutions that provide training that have not been accredited but that provide health training are more numerous than those that have been accredited. This study aims to analyze the readiness of the accreditation of training institutions in the health sector in an effort to guarantee the quality of training institutions in 2020 by using quantitative and qualitative research methods (mixed method). The quantitative sample is 62 institutions that have not been accredited health training providers. Data collection using a questionnaire created using google form. There are 34 institutions that are ready to be accredited (54.8%). From the input elements that affect the readiness of institutional accreditation, namely the SOP and policy variables. In the process element that influences the planning and organizing variables. The results of further analysis show that organizing has a significant relationship with the readiness of an institution to be accredited after being controlled by budget variables, SOP and policies, facilities and equipment and planning. From the qualitative analysis, the driving factors for an institution to be accredited include legality as a training provider, quality improvement, and competition among providers. The inhibiting factors for accreditation are the problem of lack of human resources, budget and lack of leadership support.
Read More
T-6020
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Novrita Indra Tiara Kusuma; Pembimbing: Puput Oktamianti; Penguji: Adang Bachtiar, Ede Surya Darmawan, Anna Kurniati, Leni Kuswandari
Abstrak: Pelatihan dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu tenaga kesehatan. Pelatihan pada dasarnya merupakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja, profesionalisme, dan/atau menunjang pengembangan karir. Pelatihan bagi tenaga kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dengan syarat pelatihan harus terakreditasi dan diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi pemerintah pusat. Ketersediaan institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan terakreditasi pemerintah pusat di Indonesia masih terbatas apabila dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan yang berhak memperoleh pelatihan berkualitas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan akreditasi institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan dengan mengamati faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi sebuah kebijakan antara lain faktor ukuran dan tujuan kebijakan, komunikasi, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, lingkungan, disposisi pelaksana, serta kinerja kebijakan implementasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan telaah dokumen di Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan dan institusi-institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan yang telah terakreditasi. Hasil penelitian menunjukkan secara umum pencapaian indikator yang menjadi target kinerja kebijakan akreditasi institusi telah tercapai walaupun belum terlihat pemerataannya di seluruh provinsi di Indonesia. Pada beberapa faktor, seperti kejelasan dan pola penyampaian informasi masih perlu dikembangkan upaya lainnya agar informasi dapat jelas dipahami semua pelaksana dengan cara yang efektif dan efisien, khususnya bagi Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan. Kemudian pada faktor lingkungan, perlu upaya pendekatan dan koordinasi yang mendalam dan meluas agar kesempatan tenaga kesehatan mengikuti pelatihan terakreditasi yang diselenggarakan institusi penyelenggara pelatihan terakreditasi semakin banyak.
Training is carried out in an effort to improve the quality of health workers. Training is basically a learning process that aims to improve performance, professionalism, and/or support career development. Training for health workers can be organized by government, regional department, or community with the condition that the training must be accredited and held by an accredited health training provider institution. The availability of institutions providing training in the health sector accredited by the central government in Indonesia is still limited when compared to the number of health workers who are entitled to receive quality training. Therefore this study was conducted to analyze the implementation of the accreditation policy for institutions providing training in the health sector by observing factors that contribute to the implementation of a policy include the size and objectives of the policy, communication, resources, characteristics of the implementing agency, environment, disposition of the implementer, as well as the performance of the implementation policy. This research is a qualitative research using two methods of data collection, in-depth interviews and document review at Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan and accredited training institutions in the health sector. The results of the study show that in general the achievement of the indicators that are the performance targets for institutional accreditation policies has been achieved, although the distribution has not yet been seen in all provinces in Indonesia. On several factors, such as clarity and patterns of information delivery, other efforts need to be developed so that information can be clearly understood by all implementers in an effective and efficient manner, especially for Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan. Then on environmental factors, an in-depth and widespread approach and coordination is needed so that there are more and more opportunities for health workers to take part in accredited training organized by accredited training institutions.
Read More
T-6661
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Esti Rachmawati; Pembimbing: Besral; Penguji: Wachyu Sulistiadi, Engkus Kusdinar Achmad, Jusuf Kristianto, Roostiati Sutrisno Wanda
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya tingkat kepuasan pelanggan pelayananakreditasi dan sertifikasi pelatihan di Pusat Pelatihan SDM Kesehatan Tahun 2017serta kendala dalam pelayanan akreditasi dan sertifikasi pelatihan sebagai upayaperbaikan mutu pelayanan akreditasi dan sertifikasi pelatihan. Penelitian inidilakukan dengan dua tahap yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitiankuantitatif menunjukan bahwa tingkat kepuasan pelanggan pelayanan akreditasi dansertifikasi pelatihan dengan cut off point 90% sebesar 50,6% sedangkan tingkatkesesuaian harapan dan kenyataan sebesar 85,37%, pelanggan yang berasal dariinstansi swasta lebih puas (65,7%) dibandingkan dengan pelanggan yang berasal dariinstansi pemerintah (40,0%), tidak ada perbedaan antara kepuasan pelanggan denganlama waktu penilaian (P value 0,231). Dari analisis multivariat didapatkan hasilbahwa variabel yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan adalah jenis kelamindengan P value 0,001 dan OR= 6,7 artinya pelanggan yang berjenis kelamin laki-laki7 kali lebih puas dibandingkan pelanggan yang berjenis kelamin perempuan setelahdikontrol oleh variabel jenis instansi dan pekerjaan. Analisis diagram kartesiusmenunjukan terdapat 9 masalah yang menjadi prioritas utama untuk dilakukanperbaikan (Kuadran A). Dari tahap kualitatif didapatkan informasi bahwa kendalayang dihadapi oleh Pusat Pelatihan dalam pelayanan akreditasi dan sertifikasipelatihan adalah kurangnya SDM sebagai tim penilai akreditasi pelatihan, petugassekertariat/ administrasi dan petugas sertifikat pelatihan; kurangnya pemahamanpenyelenggara pelatihan dalam hal komponen kurikulum akreditasi pelatihan; sertakurang optimalnya jaringan internet sebagi pendukung pelaksanaan pelayananakreditasi pelatihan. Dari hasil penelitian disarankan agar Pusat Pelatihan SDMKesehatan dapat menambah tim penilai akreditasi pelatihan, membuat komiteakreditasi pelatihan, memperbaharui pedoman akreditasi, melakukan pembinaansecara berkala kepada tim penilai dan penyelenggara pelatihan, mengoptimalkanjaringan internet, serta membuat aplikasi pengajuan akreditasi berbasis online. Selainitu perlu dilakukan sosialisasi pedoman sertifikasi yang baru, melakukan uji cobaaplikasi penomoran sertifikat serta memberikan pelatihan kepada petugas sertifikattentang aplikasi pemberian nomor sertifikat.Kata kunci : Akreditasi Pelatihan; Kepuasan Pelanggan; Sertifikasi Pelatihan.
The purpose of this study is to know the level of customer satisfaction toaccreditation and certification service of training in Pusat Pelatihan SDM Kesehatanyear 2017 and its problem as an effort to improve the quality of accreditation andcertification services of training. This study consist of quantitative and qualitativestages. The result on quantitative stage shows that level of customer satisfaction toaccreditation and certification service of training with 90% cut off point is 50.6%while suitability of expectations agains reality is 85.37%, customers from privateinstitutions more satisfied (65,7%) than those from government agencies (40,0%),there was no difference between customer satisfaction and the duration of assessment(P value 0.231). Based on multivariate analysis, it is shows that variables related tocustomer satisfaction were gender with P value 0,001 and OR = 6,7. It means thatmale customers are more satisfied 7 times than female customers after beingcontrolled by institution type variable and job variable. Cartesian diagram analysisshows that there are 9 issues that are classified as top priority for improvement(Quadrant A). The result on qualitative stage shows that the problems faced inaccreditation and certification service of training are lack of human resources ontraining accreditation assessment team, secretariat/administrative officers and trainingcertificate officers; lack of understanding from training providers in component oftraining accreditation curriculum; also internet network is less than optimal as asupporting on implementation accreditation services of training. From this study it issuggested to adding training assessment accreditation team, create trainingaccreditation committees, update accreditation guidelines, conduct regular coachingto assessment team and training providers, optimizing the internet network, and alsocreate application for online accreditation submission. It is also necessary to socializethe new certification guidelines, trial on certificate numbering application and providetraining to certificate officer about the certificate numbering application.Keywords: Customer Satisfaction; Training Certification; Training Accreditation.
Read More
T-5442
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Farrahdina Tanjung; Pembimbing: Adang Bachtiar; Penguji: Wachyu Sulistiadi, H.R. Wisnu Hidayat, Denny Sopian Saleh
Abstrak:

Abstsrak

Tesis ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelaksana quality control dalam pengendalian mutu pelatihan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto. Penelitian ini dilakukan karena peneliti melihat adanya penurunan kinerja pelaksana QC. QC melakukan pengujian atau verifikasi dan penilaian kesesuaian penyelenggaraan pelatihan dengan standar yang ditetapkan, atau kesesuaian penyelenggaraan dengan rencana yang telah dibuatnya. QC diilakukan mulai dari input, proses dan output. Teori yang digunakan untuk melihat kinerja pelaksana QC adalah teori Gibson (1987) yang terdiri dari tiga variabel yang mempengaruhi kinerja yaitu variabel individu, variabel psikologis, dan variabel organisasi.Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan desain mixed method (metode penelitian kombinasi) yaitu suatu metode penelitian yang menggabungkan antara metode kuantitatif dan kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan obyektif. Penelitian ini menggunakan Sequential Explanatory Design dimana pengumpulan dan analisis data kuantitatif dilakukan pada tahap pertama, dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap ke dua, guna memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama.Hasil dari penelitian ini adalah gambaran kinerja dari Pelaksana Quality Control Di BBPK Ciloto termasuk baik yaitu sebesar 70,19, faktor individu yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan, faktor psikologi yang mempengaruhi kinerja adalah motivasi, tidak ada faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja, tetapi mempengaruhi hubungan kemampuan dengan kinerja yaitu kepemimpinan dan desain pekerjaan, faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja pelaksana Quality Control adalah kemampuan.


 

Thesis discusses the factors that affect the performance of implementing quality control in quality control training at the Center for Health Training (BBPK) Ciloto. This research was conducted because researchers saw a decrease in the performance of executing QC. QC or verification testing and conformity assessment training organization with established standards, or implementation conformance with the plans that have been made. QC diilakukan start of input, process and output. Theory is used to see the performance of the implementing QC is the theory of Gibson (1987) which consists of three variables that affect the performance of the individual variables, psychological variables, and organizational variables.This study is a cross-sectional study with a mixed method design (a combination of research methods) is a research method that combines quantitative and qualitative methods to be used together in order to obtain more comprehensive data, valid, reliable, and objective. This study uses Sequential Explanatory Design where quantitative data collection and analysis conducted in the first phase, followed by the collection and analysis of qualitative data in the second stage, in order to strengthen the results of quantitative research conducted in the first phase.The results of this study is an overview of the performance of the Executive Quality Control In BBPK Ciloto included both in the amount of 70.19, the individual factors that affect the performance is the ability, psychological factors affecting performance is the motivation, there is no organizational factors that affect performance, but the ability to affect the relationship with the leadership and performance of the design work, the most dominant factor affecting the performance of the implementing Quality Control is the ability.

Read More
T-3894
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dewi Dyah Palupi; Pembimbing : Adang Bachtiar; Penguji: Wachyu Sulistiadi, Umar Fahmi
Abstrak: Abstrak

Mutu pelayanan suatu organisasi merupakan hal yang penting dan telah menjadi kebutuhan bahkan tuntutan masyarakat. RevisiInternational Health Regulation Tahun 2005 mengharuskan setiap negara anggota untuk meningkatkan core capacity. Untuk melakukan perubahan, tentunya perlu diketahui kondisi pelayanan yang ada saat ini. Melakukan self assesment terhadap kondisi mutu yang ada perlu dilakukan dalam rangka upaya manajemen mutu terpadu (Total Quality Management).

Peneliti menggunakan 7 (tujuh) kriteria yang terdapat dalam Malcolm Baldrige Health Care Criteria for Performance Exxelence untuk mengetahui mutu pelayanan bidang upaya kesehatan dan lintas wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terdapat variabel proses yang mempunyai pengaruhpaling dominan untuk dilakukan peningkatan mutu organisasi. Dengan melihat pohon masalah, maka masalah prioritas dari variabel proses adalah Kurangnya panduan yang mendukung proses pelayanan dalam proses meningkatkan mutu organisasi yang lebih optimal. Bentuk nyata dari perbaikan tersebut adalah dengan membuat instrumen buat petugas seperti check proses yang harus dilakukan di setiap proses pelayanan pada bidang upaya kesehatan dan lintas wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok.


Quality of organizational services is an absolute must, which has become a necessity even the public demands. Revision of International Health Regulation (2005)requires each member state to increase the core capacity. To make changes, certainly need to know the condition of the existing services at the present. Perform self assesment the existing quality conditions is necessary to be done in order to attempt Total Quality Management.

Researcher used 7 (seven) criteria contained in the Malcolm Baldrige Health Care Criteria for Performance Excellence to recognize quality service at Field of health effort and cross-regional, Port Health Office class I of Tanjung Priok.The method used in this study is a quantitative data analysis.

The results obtainedin this studyis the processvariablethat hasthe most dominant influence to do quality improvementorganization. By looking atthe problem tree, the priority issue is lack of guide supports the process of improving the quality of service.

Realfact of the improvements is to make instruments such as check process for officers should be done at every service process at the Field of health effort and cross-regional, Port Health Office class I of Tanjung Priok.

Read More
T-3856
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurhotimah; Pembimbing: Wachyu Sulistiadi; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Amrita Devi, Yoseph Yody
Abstrak: Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Layanan rehabilitasi merupakan bagian dari layanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup seseorang dengan mengatasi permasalahan akibat penggunaannya narkobanya. Terbatasnya kualitas dan kuantitas lembaga rehabilitasi dalam memberikan layanan menimbulkan dampak terhadap penerima layanan rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk didapatkannya strategi peningkatan dan penjaminan mutu layanan rehabilitasi sebagai arah dan kebijakan ke depan dalam meningkatkan kualitas layanan rehabilitasi. Metode yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan melibatkan penentu kebijakan dan sasaran kebijakan dan melakukan CDMG (Consensus Decision Meeting Group). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari analisis faktor lingkungan eksternal kebijakan dan standar rehabilitasi menjadi sebuah peluang, sementara anggaran, koordinasi dan sinergitas K/L serta peran serta masyarakat menjadi sebuah ancaman. Analisis faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan adalah visi dan misi, organisasi, kepuasan penerima layanan dan prevalensi sementara yang menjadi kelemahan adalah aksesibilitas, SDM, sarana dan prasarana, sistem informasi dan penelitian serta pengembangan. Saat ini posisi Deputi Bidang Rehabilitasi berada pada posisi tumbuh dan membangun serta berada di quadran ke depan. Berdasarkan hasil analisis faktor lingkungan tersebut strategi yang dibutuhkan dalam peningkatan dan penjaminan mutu layanan rehabilitasi adalah mengoptimalkan sebuah kekuatan dan peluang dan mengurangi atau menekan kelemahan dan ancaman melalui strategi penerapan standar rehabilitasi, peningkatan kepuasan penerima layanan dan pengembangan rehabilitasi di lingkungan Deputi Bidang Rehabilitasi
Quality health service is one of the basic needs that everyone needs. Rehabilitation services are part of health services with the aim of improving the health and quality of life of a person by overcoming problems due to the use of drugs. The limited quality and quantity of rehabilitation institutions in providing services has an impact on the recipients of rehabilitation services. This study aims to find a strategy to improve and guarantee the quality of rehabilitation services as a future direction and policy in improving the quality of rehabilitation services. The method used is qualitative research by involving policy makers and policy targets and conducting a CDMG (Consensus Decision Meeting Group). Based on the research results, it was obtained from the analysis of external environmental factors, the policies and rehabilitation standards were an opportunity, while the budget, coordination and synergy of Ministries / Agencies and community participation became a threat. Analysis of internal environmental factors that become strengths are vision and mission, organization, service recipient satisfaction and prevalence while weaknesses are accessibility, human resources, facilities and infrastructure, information systems and research and development. Currently the position of Deputy for Rehabilitation is in a position to grow and develop and is in the future. Based on the results of the analysis of environmental factors, the strategy needed to improve and guarantee the quality of rehabilitation services is to optimize a strength and opportunity and reduce or suppress weaknesses and threats through the strategy of implementing rehabilitation standards, increasing service recipient satisfaction and developing rehabilitation within the Deputy for Rehabilitation
Read More
T-6033
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Solha Elrifda: Pembimbing; Adang Bachtiar; Penguji: Rita Damayanti, Dian Ayubi, Herawan, Farida Djufri
Abstrak:

Untuk menjaga dan meningkatkan mutu proses pembelajaran secara kontinyu, diperlukan upaya pemantauan dan penilaian mutu melalui pemantauan kejadian disquality, antara lain pemantauan adverse event (kejadian merugikan). Data tentang kejadian merugikan di negara-negara luar (Amerika, Inggris, Australia) menunjukkan angka kejadian merugikan di sarana pelayanan bervariasi antara 0,006% s/d 36%. Di Indonesia, belum pernah diadakan penelitian tentang kejadian merugikan di pelayanan kesehatan, demikian pula di lingkungan pendidikan kesehatan yang dikhawatirkan potensial terdapat kejadian merugikan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya. PeneIitian ini bertujuan untuk menggali konsep kejadian merugikan dalam proses pembelajaran di institusi pendidikan DIII Keperawatan Depkes, dilaksanakan di tiga institusi pendidikan Depkes (Akper Depkes Kimia Jakarta, Akper Depkes Bogor, dan PAM Keperawatan Depkes Jambi). Metoda penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat eksploratif. Data diperoleh melalui diskusi kelompok terarah dengan mahasiswa, wawancara mendalam terhadap direktur, dosen dan praktisi pendidikan, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, kejadian merugikan yang dialami mahasiswa di kelas berkaitan dengan ketidaksesuaian jadwal tatap muka, strategi mengajar kurang tepat, kekurangan fasilitas/sarana, hubungan interpersonal dosen mahasiswa kurang akrab, perbedaan pendapat di antara dosen, dan libur yang dirasakan kurang. Sedangkan kejadian merugikan di lahan praktek berkaitan dengan kurangnya kesempatan praktek dan kurangnya bimbingan dari dosen/instruktur klinik. Dampak bagi mahasiswa berupa kerugian waktu, kurangnya konsentrasi belajar, kurang memahami materi yang diberikan, kurang pengetahuan, bingung mana materi yang benar, kelelahan dan kejenuhan, kurang motivasi belajar/praktek, kurang terampil, kurang percaya diri, mahasiswa menjadi pasif, kerugian nilai dan tidak lulus. Penyebab kejadian merugikan yang ditemukan meliputi penyebab yang sifatnya institusional (keterbatasan tenaga, fasilitas/sarana, biaya, perencanaan dan pengorganisasian yang kurang tepat), dan penyebab yang sifatnya individual (kelalaian dosen/instruktur klinik mengikuti jadwal atau ketentuan yang ditetapkan, sikap dosen, dan kemampuan dosen yang menyangkut kompetensi mengajar). Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan proses pembelajaran bagi dosen/instruktur klinik diharapkan tetap menyiapkan rancangan pengajaran, meningkatkan wawasan, dan menghargai mahasiswa sebagai mitra. Bagi institusi pendidikan diperlukan pemantapan pengorganisasian, perencanaan, pemenuhan kebutuhan sumber daya, melibatkan staf dan mahasiswa/masyarakat dalam mengatasi masalah, menanamkan tanggung jawab pada staf/membina kerjasama, menetapkan standar kerja operasional secara eksplisit, dan melaksanakan pemantauan dan penilaian mutu melalui survey atau penelitian. Bagi Pusdiknakes/Depkes diharapkan tetap memantau pelaksanaan program pembelajaran, menggerakkan institusi pendidikan untuk menyusun standar kerja operasional, memperketat seleksi institusi yang akan menyelenggarakan program tambahan, meningkatkan bantuan fasilitas dan sarana, dan memberikan otonomi yang lebih luas pada institusi dalam hal pendanaan.


 

To assure and to improve quality of learning process continuously, it is needed to monitor and evaluate the quality by monitoring dis-quality events. This is called adverse event monitoring. In several countries (USA, UK, Australia), incidence of adverse event in health care is around 0,006% - 36%. In Indonesia, there is no study of adverse event in health care, including in Diploma III Nursing Educational Institution like Academy of Nursing. There is some evidences that adverse event potentially occure on learning process in Academy of Nursing. This is a qualitative study to explore the concept of adverse event on learning process in 3 Academics of Nursing (Jakarta, Bogor, and Jambi). Data gathered by focus group discussion with students, In-depth interview to directors, teaching staff, and educational instructors/facilitators in each institution and review documented data. The result of the study showed that adverse event concept on learning process in Diploma III Nursing Educational Institution is interpreted as a matter of uncomfortable, disturbing, or decreasing student's concentration which resulted in temporary or permanent disability on absorbing the lesson during the learning process. These are related to mis-management of learning at the institutions. The study revealed that adverse events on learning process were associated with inappropriateness schedule of session, inadequate teaching strategic, lack of resources and facilities, poor interpersonal relationship between student and lecturer, different opinion among the lecturer that lead confusion to the students, and inconsistent/unscheduled academic recess. All of adverse events gave rise disability such as unproductive, poor concentration, lack of understanding, lack of student learning, confusion, weary and tiredness, decreased motivation of [earning or practice, lack of skills on nursing, passivity, and low academic performance. These adverse events are related or caused by institutional factors such as lack of resources, inappropriate organizing or planning, and individual. factors such as negligence, inappropriate attitude, and poor competence of lecturer or instructors. The result could be considered as an input for quality monitoring. Sfecifically for lecturer or clinical instructor, it is reccommended to prepare the instructional design continuously, to improve their competence and ability, and involve student in solving [earning process problem. Furthermore, for academic institutions, it is needed to improve their learning process management from planning, organizing, and evaluating; to fulfill resources needed for the learning process; to involve staff and students and or community in solving learning process problems; to provide standard operating procedures clearly for each staff; and to apply quality monitoring process. Further, this study suggests to the Center for Health Personnel and Education Departement of Health to consistently monitor academic process, to stimulate institutions in developing quality standards, to improve selection process for additional academic program, to provide resources for academy, and to establish greater autonomy for academy in financing the institution.

Read More
T-1038
Depok : FKM-UI, 2001
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Jamaluddin Lendang; Pembimbing: Adang Bachtiar; Penguji: Puput Octamianti, Dumilah Ayuningtyas, Diar Indriarti
Abstrak: Organisasi yang menghasilkan suatu produk seperti jasa, memerlukan suatu evaluasi berupa penilaian mandiri (self assessment) yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara terus-menerus (continous improvement) sehingga didapatkan kualitas pelayanan yang tinggi dan sesuai dengan tuntutan zaman. Salah satu penilaian keberhasilan suatu organisasi adalah hasil kinerja yang optimal yang diukur berdasarkan target-target yang ditentukan organisasi itusendiri. Peneliti menggunakan 7 (tujuh) kriteria yang terdapat dalam MalcolmBaldrige Health Care Criteria for Performance Excelence untuk mengetahui mutu organisasi Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan tahun 2014. Metode penelitian adalah mix methode dengan sequential eksplanatory design. Hasilanalisis bivariat menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif antara hasilkinerja organisasi dengan enam kriteria Malcolm Baldrige. Sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan empat kriteria yang positif dan satu kriteria negatif yang dapat menjelaskan hasil kinerja organisasi sebesar 65,7% sementarasatu kriteria tidak masuk dalam pemodelan. Hasil kinerja Direktorat Bina UpayaKesehatan Rujukan termasuk dalam range sangat rendah. 3 permasalahan yang masih yang menonjol antara lain organisasi belum menetapkan sasaran, tujuan danukuran kinerja (key perfomance indicator) dalam perencanaan organisasi; belum menetapkan visi, misi dan nilai-nilai organisasi serta perencanaan belum disusun berdasarkan periode jangka panjang dan jangka pendek. Permasalahan tersebutdapat diselesaikan jika direktur dan pimpinan organisasi segera menetapkan visi,misi dan nilai-nilai organisasi, menyusun perencanaan strategis sesuai dengantugas dan fungsi organisasi serta berdasarkan periode jangka panjang dan jangka pendek.
Organizations that produce a product such as services, requires anevaluation of a self-assessment to improve service quality continuously to obtaina high quality of service and in accordance with the demands of the times. One ofthe assessment of an organization's success is the result of optimal performanceas measured by the target-the specified target organization itself. Researchers areusing seven (7) criteria contained in the Malcolm Baldrige Health Care Criteriafor Performance Excelence to determine the quality of the organization of theRefferal Health Directorate Building Effort, 2014. Research method is thesequential explanatory mixed method design. The results of the bivariate analysisshowed a strong association between positive and patterned organizationalperformance results with the six criteria of the Malcolm Baldrige. While theresults of the multivariate analysis showed four positive criteria and negativecriteria that one can explain the results of the organization's performance by65.7%, while the criteria are not included in the modeling. The results of theperformance of the Refferal Health Directorate Building Effort referencesincluded in the very low range. 3 problems that still stand out among otherorganizations have not set goals, objectives and performance measures (keyperfomance indicators) in the planning of the organization; has not set a vision,mission and values of organization and planning has not been prepared based ona period of long-term and short-term. These problems can be solved if the directorand the head of the organization immediately set the vision, mission and values ofthe organization, strategic planning in accordance with the duties and functionsof the organization as well as by long-term period and the short-term.
Read More
T-4103
Depok : FKM UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yanuar Nugroho Yanti; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Puput Oktamianti, Rita Damayanti, Fajar Ariyanti, Eny Juliati
Abstrak: Tesis dengan pendekatan penelitian kualitatif design studi kasus bertujuan menganalisis sejauh mana implementasi dari learning organization di Pusat Kesehatan Masyarakat terakreditasi dasar yang berupaya melakukan peningkatan mutu pelayanan tetapi mampu mendapatkan prestasi pada penilaian pelayanan oleh Bupati dibandingkan Puskesmas yang paripurna di Kabupaten Bogor. Hasil survei terhadap pelaksanaan akreditasi diperoleh kesenjangan tertinggi pada masalah mutu pelayanan dimana mutu Puskesmas akan mempengaruhi kepuasan pasien, loyalitas dan keselamatan pasien. Untuk itu organisasi yang telah memiliki pengalaman proses penilaian untuk pengakuan standar mutu maka dengan menggunakan segitiga Donabedian, lazim melakukan pengembangan organisasi dengan menggunakan pembelajaran dari struktur berupa kesadaran sumber daya manusia Puskesmas untuk selalu meningkatkan kapasitas diri yang akan berdampak pada kemudahan bekerja sama baik antar individu maupun kelompok program sehingga tercipta kerjasama kelompok (teamwork) dan komitmen yang baik untuk mencapai tujuan yang telah disepakati dalam upaya peningkatan mutu yang akan memenuhi kepuasan pasien dan memberikan prosedur pelayanan yang aman. Konsep learning organization (LO) yang utuh akan berdampak pada implemetasi LO saat proses perencanaan peningkatan mutu melalui PDSA. Hasil didapatkan bahwa pemenuhan terhadap lima elemen pembentuk LO didominasi elemen dinamika belajar dan transformasi organisasi yang akan mendorong pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan dan penguatan pemanfaatan teknologi dalam mencapai hasil kinerja yang baik pada peningkatan mutu. Puskesmas terakreditasi paripurna berhasil mengimplementasikan keseluruhan konsep LO dimana dinamika belajar dan transformasi organisasi yang kuat akan mendukung elemen pengembangan sumber daya manusia, pengelolaan pengetahuan dan pemanfaatan teknologi karena adanya kerjasama dan komitmen sangat kuat didukung dialog intens sehingga mampu mencapai tingkat learning organization antisipatif dibandingkan Puskesmas terakreditasi dasar yang banyak menemui kendala dalam implementasi LO. Dengan demikian implementasi LO akan mempermudah Puskesmas melakukan proses PD-C/S-A untuk membuat peningkatan mutu Puskesmas yang mempengaruhi peningkatan status akreditasi. Saran untuk mengupayakan pelatihan yang menyenangkan dan berkelanjutan serta adanya sistem penghargaan yang baik pada individu mampu meningkatkan motivasi petugas untuk selalu mendiskusikan ide kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan dan kendala pelayanan di puskesmas.
Read More
T-6446
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rini Susanti; Pembimbing: Puput Oktamianti; Penguji: Pujiyanto, Wachyu Sulistiadi, Dian Rahayu Pamungkas, Bidayatul Tsalitsatul Sua Idah
Abstrak: Penyakit jantung adalah penyakit tidak menular yang merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia, sehingga peningkatan kapasitas rumah sakit dalam memberikan layanan jantung menjadi prioritas nasional. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan melalui pelatihan di institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan yang terakrediatsi. Namun, belum semua pelatihan memberikan dampak langsung terhadap mampu laksanan rumah sakit secara merata. Penelitian ini menganalisis pengetahuan pasca pelatihan tenaga kesehatan dengan mampu laksana rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan jantung. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan data sekunder dari rekap pelatihan jantung nasional tahun 2024 dan rekap data rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan jantung tahun 2024. Data dianalisis berdasarkan model evaluasi pelatihan Kirkpatrik (Level 2 dan Level 4), serta distribusi geografis dan jenis pelatihan yang diikuti. Hasil menyatakan bahwa pelatihan seperti BTCLS, ACLS, dan Intensive care merupakan pelatihan yang paling banyak diikuti, terutama oleh rumah sakit di wilayah Indonesia bagian barat. Rumah sakit dengan strata Paripurna menyelenggarakan pelayanan jantung yang lebih lengkap dan mengikuti lebih banyak pelatihan lanjutan, sedangkan rumah sakit dengan strata Madya cenderung mengikuti pelatihan dasar. Ketimpangan regional ditemukan cukup besar, dengan dominasi peserta dari wilayah Pulau Jawa. Pelatihan dari institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan yang terakrediatsi terbukti berkontribusi terhadap peningkatan mampu laksanaan pelayanan jantung di rumah sakit. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan pemerataan pelatihan di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur agar terjadi keadilan akses dan peningkatan kapasitas layanan secara nasional.Cardiovascular disease is a non-communicable disease and one of the leading causes of death in Indonesia. As a result, strengthening hospital capacity in delivering cardiac care has become a national health priority. One of the key strategies is enhancing the competence of healthcare professionals through training programs provided by accredited health training institutions. However, not all training programs have had a direct and equal impact on hospitals' ability to deliver cardiac services across the country. This study aims to analyze of post-training knowledge of healthcare workers on the ability to manage cardiac services implementation in hospital. This study uses a descriptive approach based on secondary data from the 2024 national cardiac training database and data from hospitals offering cardiac services in the same year. The data were analyzed using the Kirkpatrick training evaluation model, focusing on Level 2 and Level 4, as well as training types and geographic distribution. The most commonly attended training programs were BTCLS, ACLS, and Intensive Care, predominantly by hospitals located in western Indonesia. Paripurna-strata hospitals generally provided more comprehensive cardiac services and attended more advanced training, whereas Madya-strata hospitals tended to participate only in basic-level training. A significant regional disparity was identified, with a high concentration of participants from Java. Training delivered by accredited institutions has proven to contribute positively to the readiness of hospitals in providing cardiac services. To ensure equitable access and capacity building across the country, the government should strengthen policies and ensure more equitable distribution of cardiac training, particularly in central and eastern regions of Indonesia.
Read More
T-7326
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive