Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 31751 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Zuriyatin Auliyarrahman Jauhari; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Ratna Djuwita Hatma, Soewarta Kosen
Abstrak: Depresi menjadi penyebab utama disabilitas di seluruh dunia dan berkontribusi pada beban penyakit global. Dampak depresi yang tidak tertangani adalah bunuh diri dimana hal ini akan meningkatkan angka mortalitas nasional. Prevalensi depresi di Indonesia meningkat dari 3,7% menjadi 6,1% di tahun 2015 ke tahun 2018. Diabetes melitus yang merupakan faktor risiko depresi juga mengalami peningkatan prevalensi pada periode tahun yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan diabetes melitus dengan kejadian depresi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder Riskesdas 2018. Responden penelitian adalah penduduk di Indonesia yang berusia ≥ 18 tahun. Terdapat 646.000 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan prevalensi depresi sebesar 6% dan prevalensi diabetes melitus sebesar 2,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan depresi. Responden yang memiliki diabetes melitus 1,8 kali lebih mungkin untuk mengalami depresi dibanding dengan seseorang yang tidak memiliki diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel penyakit kronis lain. Disimpulkan terdapat keterkaitan antara diabetes melitus dengan depresi di Indonesia.
Read More
S-10943
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Arsyalia Witri Adinda; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Evi Martha, Esti Widiastuti Mangunadikusumo
Abstrak:
Depresi merupakan gangguan mental yang keberadaannya berkaitan erat dengan penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis yang penderitanya paling banyak mengalami depresi adalah diabetes melitus. DKI Jakarta merupakan provinsi di Indonesia dengan prevalensi depresi dan diabetes melitus yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian depresi pada penderita diabetes melitus di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Sumber data yang digunakan, yaitu data Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2018. Sampel terdiri dari 421 penderita diabetes melitus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 421 subjek penelitian, sebanyak 13,8% mengalami depresi. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan antara faktor biologis, yaitu jenis kelamin (POR = 7,97 (95% CI = 3,23-19,62), p = <0,001) dan lama menderita diabetes melitus (POR = 2,72 (95% CI = 1,48-5,01), p = 0,001), faktor psikologis, yaitu status merokok (POR = 5,45 (95% CI = 2,43-12,24), p = <0,001), konsumsi alkohol (POR = 5,76 (95% CI = 1,32-25,04), p = 0,020), dan tingkat aktivitas fisik (POR = 2,38 (95% CI = 1,28-4,43), p = 0,006), serta faktor sosial, yaitu tingkat pendidikan, (POR = 2,79 (95% CI = 1,43-5,46), p = 0,003).

Depression is a mental disorder whose existence is closely related to chronic diseases. One of the chronic diseases that suffer from the most depression is diabetes mellitus. DKI Jakarta is a province in Indonesia with an increasing prevalence of depression and diabetes mellitus. This study aims to determine the determinants of the incidence of depression in patients with diabetes mellitus in DKI Jakarta. This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The data source used, namely the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) data. The sample consisted of 421 people with diabetes mellitus who met the inclusion and exclusion criteria. The analysis used in this study was multiple logistic regression test. The results of the analysis showed that of the 421 research subjects, 13.8% experienced depression. The results of the analysis in this study showed significant results between biological factors, namely gender (POR = 7.97 (95% CI = 3.23-19.62), p = <0.001) and duration of diabetes mellitus (POR = 2.72 (95% CI = 1.48-5.01), p = 0.001), psychological factors, namely smoking status (POR = 5, 45 (95% CI = 2.43-12.24), p = <0.001), alcohol consumption (POR = 5.76 (95% CI = 1.32-25.04), p = 0.020), and physical activity level (POR = 2.38 (95% CI = 1.28-4.43), p = 0.006), and social factors, namely education level, (POR = 2.79 (95% CI = 1.43-5.46), p = 0.003).
Read More
S-11589
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Retia Rismawati; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Esti Widiastuti
Abstrak: Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia karena prevalensinya yang terus meningkat. Hipertensi yang juga merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 memiliki prevalensi yang sangat tinggi di Indonesia. Tidak hanya itu, prevalensi kedua penyakit tersebut meningkat seiring bertambahnya usia, dimulai dari usia ≥40 tahun. ujuan: Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sumber data yang digunakan berasal dari hasil Riskesdas 2018. Terdapat sebanyak 15.026 partisipan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil: Prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia masing-masing sebesar 21,3% dan 51,8%. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. fek gabungan antara hipertensi dengan obesitas sentral memiliki risiko sebesar 2,07 kali lebih besar terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan obesitas. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Risiko diabetes melitus tipe 2 yang lebih tinggi terjadi pada orang yang mengalami hipertensi dan obesitas sentral. Saran: Perlu dilakukan deteksi dini diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sedini mungkin, terutama bagi penduduk yang berusia ≥40 tahun dan mengalami obesitas sentral
Read More
S-10936
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mutia Nafisah Zahra; Pembimbing: Helda; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Telly Purnamasari Agus
Abstrak: Prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia mengalami peningkatan baik berdasarkan diagnosis dokter ataupun pemeriksaan kadar glukosa darah. Selain itu, DM menyumbang tingkat kematian yang tinggi, morbiditas di semua kelompok umur, serta memberikan pembebanan pada biaya kesehatan. Asma merupakan penyakit pernapasan kronis yang menjadi faktor risiko potensial DM mengalami peningkatan jumlah penderita, penyebab morbiditas orang dewasa, peningkatan angka kematian serta tingginya beban kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asma dengan kejadian DM tipe 2 pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data sekunder Riskesdas 2018. Terdapat 23.119 sampel yang sesuai dengan kriteria studi. Proporsi kejadian DM tipe 2 sebesar 14,8% dan proporsi kejadian asma sebesar 3,1%. Proporsi DM tipe 2 lebih besar pada penderita asma (16,7%) dibanding dengan bukan penderita asma (14,7%). Jenis kelamin, perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan kadar trigliserida memiliki efek modifikasi dengan asma terhadap hubungannya dengan DM tipe 2. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa asma tetap tidak berhubungan signifikan dengan kejadian DM tipe 2 setelah dikontrol semua variabel kovariat (PR=1,138; 95% CI: 0,94-1,36; p=0,162). Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk studi mendatang dalam menganalisis hubungan kedua penyakit ini lebih lanjut
Read More
S-10899
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Tri Damayanti Simanjuntak; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Helda, Esti Widiastuti, Eva Sulistiowati
Abstrak:
Prevalensi diabetes meningkat pesat terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, salah satunya Indonesia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur menurut provinsi mencapai 1,5%. Tingkat kejadian penyakit ginjal pada populasi diabetes tidak menurun. Beberapa penelitian cross-sectional besar di dunia mengungkapkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada penderita diabetes tipe 2 bahkan mencapai 50%. Lama menderita diabetes merupakan salah satu faktor risiko penyakit ginjal kronis yang perlu dipertimbangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama menderita diabetes dengan penyakit ginjal kronis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari survei Riskesdas tahun 2018. Jumlah sampel 639 orang, yaitu memenuhi kriterian inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini. Analisis yang digunakan cox regression. Prevalensi penyakit ginjal kronis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia sebesar 17,68%. Terdapat hubungan lama menderita diabetes dengan penyakit ginjal kronis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia yang bermakna signifikan secara statistik dengan p=0,0000. Perlu dilakukan deteksi diabetes melitus tipe 2 sedini mungkin dan skrining fungsi ginjal secara rutin sejak didiagnosa diabetes melitus tipe 2 oleh dokter.

Prevalence diabetes is increasing rapidly especially in low and middle- income countries, one of which is Indonesia. Based on Riskesdas in 2018, the prevalence of diabetes mellitus based on the diagnosis of doctors in the population of all ages by province reaches 1,5%. The incidence rate of kidney disease in the diabetic population does not decrease. Some large cross-sectional studies in the world reveal that the prevalence of chronic kidney disease in people with type 2 diabetes even reaches 50%. Duration suffering diabetes is a risk factor for chronic kidney disease that needs to be considered. This study aims to determine the relationship duration suffering from diabetes with chronic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus in Indonesia. This type of research is quantitative, with cross-sectional study design. This study uses secondary data from the 2018 Riskesdas survey. The number of samples was 639 people, who met the inclusion and exclusion criteria in this study. The analysis used cox regression The prevalence of chronic kidney disease in patients with type 2 diabetes mellitus in Indonesia is 17.68%. There was a relationship duration suffering diabetes with chronic kidney disease in patient type 2 diabetes mellitus in Indonesia which is statistically significant with p = 0.0000. So, important to screening mass type 2 diabetes mellitus as early as possible and routine screening kidney function since type 2 diabetes mellitus diagnose by a doctor.

Read More
T-5840
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Allysa Tiara; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Putri Bungsu, Titi Indriyati
Abstrak:
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia dan prevalensinya setiap tahun mengalami peningkatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menemukan bahwa prevalensi DM di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥15 tahun sebesar 2,0% dan Provinsi Riau menjadi salah satu provinsi dengan peningkatan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 0,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM di Provinsi Riau berdasarkan data Riskesdas 2018. Variabel dependen penelitian ini adalah DM dan variabel independennya yaitu faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), faktor gaya hidup (aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan manis, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok), dan faktor riwayat kesehatan (status IMT, obesitas sentral, hipertensi). Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan analisis bivariat dan stratifikasi. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2018 dengan jumlah sampel sebesar 10.702 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DM sebesar 2,8% dan faktor yang berhubungan dengan kenaikan peluang mengalami DM adalah usia yang lebih tua (POR=48,59; 95% CI: 17,80-132,6, p value=0,000), status tidak bekerja (POR=1,53; 95% CI: 1,32-2,17, p value=0,000), aktivitas fisik yang kurang (POR=2,09; 95% CI: 1,63-2,68, p value=0,000), obesitas (POR=1,43; 95% CI: 1,08-1,89, p value=0,015), obesitas sentral (POR=2,70; 95% CI: 2,12-3,44, p value=0,000), dan hipertensi (POR=4,53; 95% CI: 3,58-5,74, p value=0,000). Selain itu terdapat faktor yang berhubungan dengan penurunan peluang mengalami DM yaitu tingkat pendidikan menengah (POR=0,60; 95% CI: 0,41-0,87, p value=0,009), konsumsi buah dan sayur yang kurang(POR=0,71; 95% CI: 0,53-0,95, p value=0,029), dan konsumsi makanan manis yang sering (POR=0,44; 95% CI: 0,34-0,55, p value=0,000), namun hal ini kurang dapat dipercaya karena adanya temporal ambiguity. Upaya untuk meningkatkan awareness dan kemauan masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi kejadian DM di Provinsi Riau perlu dilaksanakan dengan lebih baik lagi dan bekerjasama dengan lintas sektor/instansi maupun kelompok masyarakat.

Diabetes Mellitus (DM) is one of the top diseases that causes death globally and its prevalence increases every year. The 2018 Basic Health Research (Riskesdas 2018) found that the prevalence of DM in Indonesia based on doctor's diagnosis in residents aged ≥15 years was 2.0% and Riau Province was one of the provinces with a high increase in prevalence around 0.9%. This study aims to determine the description and factors related to DM in Riau Province based on Riskesdas 2018. The dependent variable of this research is DM and the independent variables are sociodemographic factors (age, gender, education, occupation), lifestyle factors (physical activity, consumption of fruit and vegetables, consumption of fatty foods, consumption of sweet foods, alcohol consumption, smoking habits), and health history factors (BMI status, central obesity, hypertension). The study used cross-sectional design with bivariate and stratification analysis. This study uses secondary data from Riskesdas 2018 with 10,702 people as sample size. The results showed that the prevalence of DM was 2.8% and the factor associated with an increase in the occurrence of DM was older age (POR=48.59; 95% CI: 17.80-132.6, p value=0.000), non-working status (POR=1.53; 95% CI: 1.32-2.17, p value=0.000), lack of physical activity (POR=2.09; 95% CI: 1.63-2.68 , p value=0.000), obesity (POR=1.43; 95% CI: 1.08-1.89, p value=0.015), central obesity (POR=2.70; 95% CI: 2.12- 3.44, p value=0.000), and hypertension (POR=4.53; 95% CI: 3.58-5.74, p value=0.000). Apart from that, there are factors that are associated with a reduced chance of experiencing DM, namely secondary education level (POR=0.60; 95% CI: 0.41-0.87, p value=0.009), insufficient consumption of fruit and vegetables (POR=0 .71; 95% CI: 0.53-0.95, p value=0.029), and frequent consumption of sweet foods (POR=0.44; 95% CI: 0.34-0.55, p value=0.000 ), but these results were less reliable because the chance of temporal ambiguity. Efforts to increase public awareness and willingness to prevent and overcome DM incidents in Riau Province need to be implemented better and collaboration with other sectors/agencies and community groups can be implemented.
Read More
S-11522
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Halimah Siregar; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Helda, Harimat Hendrawan
Abstrak:
Obesitas adalah proses akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang. Obesitas dapat diketahui dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan seseorang (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badannya (dalam meter). Seseorang dengan IMT 25 atau lebih dikategorikan mengalami obesitas menurut klasifikasi obesitas Asia Pasifik. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui hubungan obesitas terhadap kejadian disabilitas pada lansia diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2018. Variable pada penelitian ini ialah Obesitas, disabilitas, usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, stres, asma, hipertensi dan penyakit jantung. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dengan desain cross sectional Populasi penelitian ini ialah lansia diabetes mellitus (pernah di diagnose dokter dan atau sedang mengkonsumsi obat DM). Minimal jumlah sampel penelitian ini sebesar 1233 responden lansia diabetes mellitus. Penelitian ini dianalisis sampai tahap multivariat menggunakan Regressi Logistik. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian disabilitas pada lansia diabetes mellitus di Indonesia tahun 2018. rtinya, lansia obesitas dengan rentang usia 75-90 tahun memiliki peluang 2.509 kali dibandingkan lansia tidak obesitas dengan rentang usia 60-74tahun. Peningkatan capaian program posbindu PTM, agar sedini mungkin ditemukan factor risiko obesitas untuk segera dicegah.

Obesity is a process of abnormal or excessive fat accumulation that can harm a person's health. Obesity can be determined by measuring the body mass index (BMI), which is a person's body weight (in kilograms) divided by the square of their height (in meters). A person with a BMI of 25 or more is categorized as obese according of Asia Pacific obesity classification.  Objective of this study was to determine the relationship of obesity to get incidence of disability in the elderly who has diabetes mellitus in Indonesia in 2018. Variables in this study were obesity, disability, age, sex, physical activity, stress, asthma, hypertension and heart disease. This study using secondary data from Basic Health Research (Riskesdas) 2018 with cross sectional design. The population of this study was the elderly who has diabetes mellitus (ever diagnosed by a doctor and or currently taking DM drugs). The minimum number of samples in this study was 1233 elderly respondents who has diabetes mellitus. This study was analyzed till the multivariate stage used of Logistic Regression. The results of this study found was a significant relationship between obesity to get incidence of disability in elderly who has diabetes mellitus in Indonesia in 2018 with a POR value of 2.509 (95% CI; 1.136 - 5,539). The meaning is, obese for elderly with an age range of 75-90 years have a 2,509 times chance compared to the non-obese elderly with an age range of 60-74 years. Increasing the achievement of program posbindu PTM, so that as early to find risk factors obesity to be prevented immediately.

Read More
T-5923
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Danastri Widoningtyas; Pembimbing: Krisnawati Bantas; Penguji: Ratna Djuwita, Rofingatul Mubasyiroh
S-10407
Depok : FKM UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Intan Permatasari; Pembimbing: Rizka Maulida; Penguji: Lhuri Dwianti Rahmartani, Diah Satyani Saminarsih
Abstrak:
Latar Belakang: Penelitian ini menganalisis hubungan pola konsumsi dan gaya hidup dengan kejadian DM tipe 2 pada penduduk usia ≥25 tahun di Indonesia, mengingat tren peningkatan kasus dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada 2018. Metode: Penelitian ini menggunakan data Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2018 menggunakan desain studi cross sectional. Sampel penelitian adalah penduduk usia ≥ 25 tahun dari data Riskesdas tahun 2018 yang berjumlah 26.850 responden. Analisis data menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji chi-square, dan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik ganda. Variabel dependennya adalah diabetes melitus tipe 2 dan variabel independennya adalah pola konsumsi dan gaya hidup (konsumsi makanan manis, konsumsi minuman manis, konsumsi minuman berkarbonisasi, konsumsi minuman berenergi, konsumsi makanan olahan berpengawet, konsumsi makanan instan, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, perilaku merokok, konsumsi minuman beralkohol). Hasil: Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara faktor pola konsumsi dan gaya hidup, antara lain konsumsi makanan manis (AOR: 1,24; 95%: CI: 1,13-1,37), konsumsi minuman manis (AOR: 1,64; 95% CI: 1,47-1,82), konsumsi makanan instan (AOR: 1,20; 95% CI: 1,11-1,29), dan perilaku merokok (AOR: 1,68; 95% CI: 1,54-1,83). Selain itu, pada variabel aktivitas fisik memiliki efek protektif dengan kejadian DM tipe 2 (AOR: 0,76; 95% CI: 0,70-0,83). Kesimpulan: Konsumsi makanan manis, konsumsi minuman manis, konsumsi makanan instan, aktivitas fisik, dan perilaku merokok berasosiasi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada penduduk ≥25 tahun di Indonesia. Demikian, perlu adanya kebijakan mengenai pembatasan konsumsi makanan dan minuman manis, makanan instan, serta pengendalian perilaku merokok.

Background: This study analyzed the association of consumption patterns and lifestyle with the incidence of type 2 DM in Indonesia's population aged ≥25 given the increasing trend of cases from 6.9% in 2013 to 8.5% in 2018. Methods: Using a cross-sectional study design, this study used data from Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2018. The study sample was the population aged ≥25 years from the Riskesdas 2018 data totaling 26,850 respondents. Data analysis included univariate analysis with frequency distribution, bivariate analysis with chi-square test, and multivariate analysis using multiple logistic regression. The dependent variable was type 2 diabetes mellitus, and the independent variables were consumption patterns and lifestyle (consumption of sweet foods, sweet drinks, carbonized drinks, energy drinks, preserved processed foods, instant foods, vegetables and fruits, physical activity, smoking behavior, and alcoholic beverages). Results: The results found associations between consumption patterns and lifestyle factors, including sweet foods (AOR: 1.24; 95% CI: 1.13-1.37), sweet drinks (AOR: 1.64; 95% CI: 1.82), instant foods (AOR: 1.20; 95% CI: 1.11-1.29), and smoking behavior (AOR: 1.68; 95% CI: 1.54-1.83). Additionally, physical activity had a protective effect against type 2 DM (AOR: 0.76; 95% CI: 0.70-0.83). Conclusion: Sugary food and drink consumption, instant food consumption, physical activity, and smoking behavior are associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus in the population aged ≥25 years in Indonesia. Therefore, policies are needed to restrict the consumption of sugary foods and drinks, instant foods, and to control smoking behavior
Read More
S-11797
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maulidya Sekar Aulia; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah; Jamaludin
Abstrak: Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular, termasuk stroke merupakan masalah kesehatan utama yang terjadi di Dunia. Setiap tahunnya, terdapat lebih dari 13,7 juta kasus baru dan 5,5 juta kematian akibat stroke yang terjadi secara global. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 prevalensi stroke di Indonesia mencapai 10,9 per mil. Pada Provinsi DKI Jakarta, prevalensi stroke berdasarkan diagnosis dokter meningkat dari 9,7 per mil (2013) menjadi 12,2 per mil (2018). Berdasarkan data IDF tahun 2019, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 10.7 juta kasus dan menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan kasus terbanyak ketujuh secara global. Selain itu, menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dana yang digunakan untuk pelayanan stroke terus meningkat yaitu 1,43 Trilyun (2016), 2,18 Trilyun (2017) dan 2,56 Trilyun (2018) dan menurun menjadi 2,1 Trilyun (2020). Meskipun terdapat penurunan di tahun 2020, stroke masih menjadi peringkat ke tiga sebagai penyeap dana jaminan sosial BPJS. Diabetes melitus yang merupakan faktor risiko stroke mengalami peningkatan prevalensi di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2,5% (2013) menjadi 3,4% (2018).Tujuan: mengetahui hubungan diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian penyakit stroke pada penduduk berusia ≥18 tahun Di Provinsi DKI Jakarta tahun 2018. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan menggunakan studi cross-sectional analitik. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Riskesdas 2018. Terdapat 1.537 sampel yang dianalisis sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Berdasarkan hasil analisis didapatkan prevalensi stroke sebesar 1,6% dan diabetes melitus tipe 2 sebesar 7,7%. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian penyakit stroke. Selain itu, variabel kovariat seperti usia (POR=5,26; 95%CI: 2,28-12,12), pekerjaan (POR=2,63; 95%CI: 1,12-6,19), hipertensi (POR=9,52; 95%CI: 2,83-32,06), dan penyakit jantung (POR=5,30; 95%CI: 1,75-16,04) juga berhubungan secara signifikan dengan kejadian stroke. Berdasarkan analisis stratifikasi didapatkan bahwa variabel yang menjadi efek interaksi (modifikasi) adalah pendidikan, hipertensi, dan penyakit jantung. Sedangkan variabel yang termasuk variabel perancu adalah usia, pendidikan, hipertensi, dan penyakit jantung. Kesimpulan: Diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor risiko yang penting untuk diperhatikan dalam pencegahan dan pengendalian stroke di Indonesia.
Bankground: Cardiovascular disease, including stroke, is a major health problem in the world. Every year, there are more than 13.7 million new cases and 5.5 million deaths from stroke that occur globally. Based on Riskesdas data in 2018, the prevalence of stroke in Indonesia reached 10.9 per mile. In DKI Jakarta Province, the prevalence of stroke based on doctor's diagnosis increased from 9.7 per mile (2013) to 12.2 per mile (2018). Based on IDF data in 2019, the prevalence of diabetes in Indonesia reached 10.7 million cases and made Indonesia the country with the seventh most cases globally. In addition, according to the Health Social Security Administration (BPJS), the funds used for stroke services continued to increase, namely 1.43 trillion (2016), 2.18 trillion (2017) and 2.56 trillion (2018) and decreased to 2. 1 Trillion (2020). Although there is a decline in 2020, stroke is still ranked third as a provider of BPJS social security funds. Diabetes mellitus which is a risk factor for stroke has increased prevalence in DKI Jakarta Province from 2.5% (2013) to 3.4% (2018). Objective: To determine the relationship between type 2 diabetes mellitus and the incidence of stroke in the population aged 18 years. In DKI Jakarta Province in 2018. Methods: The study was conducted with quantitative methods and used an analytical cross-sectional study. The data source used in this study is secondary data from Riskesdas 2018. There are 1,537 samples analyzed according to the inclusion and exclusion criteria. Results: Based on the results of the analysis, the prevalence of stroke was 1.6% and type 2 diabetes mellitus was 7.7%. There is a significant relationship between the variables of type 2 diabetes mellitus and the incidence of stroke. In addition, covariate variables such as age (POR=5.26; 95%CI: 2.28-12.12), occupation (POR=2.63; 95%CI: 1.12-6.19), hypertension ( POR=9.52; 95%CI: 2.83-32.06), and heart disease (POR=5.30; 95%CI: 1.75-16.04) were also significantly associated with the incidence of stroke. Based on the stratification analysis, it was found that the variables that became the interaction effect (modification) were education, hypertension, and heart disease. Meanwhile, the confounding variables were age, education, hypertension, and heart disease. Conclusion: Type 2 diabetes mellitus is an important risk factor to consider in the prevention and control of stroke in Indonesia.
Read More
S-11019
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive