Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 31860 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Andini Ayu Lestari; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Sudijanto Kamso, Tri Yunis Miko Wahyono, Meilina Farikha, Natalie Laurencia
Abstrak:
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan pada tahun 2021 terdapat 10,6 juta orang yang terinfeksi tuberkulosis. Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam 20 negara dengan beban TB, TB MDR/RR, dan TB HIV tertinggi di dunia berdasarkan estimasi jumlah kasus hasil modelling yang dilakukan WHO. Angka inisiasi pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022, namun pasien yang terdiagnosis tuberkulosis resistan obat tidak dapat segera mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat, serta pengaruh faktor sistem kesehatan dan faktor pasien terhadap keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat di Indonesia tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel pasien tuberkulosis resistan obat yang memulai pengobatan tahun 2020-2022 dan dilaporkan ke sistem informasi tuberkulosis. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik multilevel dengan sumber data dari Sistem Informasi Tuberkulosis dan Profil Kesehatan Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan rerata durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022; faktor sistem kesehatan yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan tuberkulosis resistan obat antara lain rasio rumah sakit, metode diagnosis baseline, dan wilayah pendampingan komunitas; sedangkan faktor pasien yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat yaitu jenis kelamin, domisili pasien, riwayat pengobatan OAT suntik, jenis fasilitas kesehatan pertama yang dikunjungi, dan jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan. Perluasan penggunaan cartridge XDR pada alat TCM diperlukan untuk mengetahui resistansi fluorokuinolon sehingga pasien yang terdiagnosis resistan obat dapat segera diobati dan perlunya penguatan kolaborasi antara fasilitas kesehatan, dinas kesehatan, dan organisasi komunitas dalam mendukung pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat.

Tuberculosis is still a health problem in the world. It is estimated that in 2021 there will be 10.6 million people infected with tuberculosis. Indonesia is one of the 20 countries with the highest burden of TB, MDR/RR TB and HIV TB in the world based on the estimated number of cases resulting from modeling conducted by WHO. The rate of initiation of treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022, however, patients diagnosed with drug-resistant tuberculosis cannot immediately receive treatment at health facilities. This study aims to determine the duration of delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients, as well as the influence of health system factors and patient factors on delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients in Indonesia in 2020-2022. This study used a cross-sectional design with a sample of drug-resistant tuberculosis patients who started treatment in 2020-2022 and reported to the tuberculosis information system. This research uses a multilevel logistic regression method with secondary data sources from the Tuberculosis Information System and the Indonesian Health Profile. The results of the study show that the average duration of delay in treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022; health system factors that influence delays in treatment of drug-resistant tuberculosis include hospital ratios, baseline diagnosis methods, and community assistance areas; Meanwhile, patient factors that influence delays in treatment for drug-resistant tuberculosis patients are gender, patient domicile, history of injectable drugs, type of first health facility visited, and number of visits to health facilities. Expanding the use of XDR cartridges in GenExpert is needed to determine fluoroquinolone resistance so that patients diagnosed with drug resistance can be treated immediately and there is a need to strengthen collaboration between health facilities, health services and community organizations in supporting the treatment of drug-resistant tuberculosis patients.
Read More
T-6878
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nur Annisa; Pembimbing: Sutanto Priyo Hastono, Artha Prabawa; Penguji: Martya Rahmaniati Mskful, Suhardini, Diah Handayani
Abstrak: Resistensi obat merupakan masalah baru dalam program eliminasi TB yang disebut TB resisten obat. Pengobatan TB resisten obat di Indonesia dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dan fasilitas pelayanan kesehatan satelit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fasilitas pelayanan kesehatan terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB resisten obat di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019 di Subdit-TB, Direktorat P2PML, Kementerian Kesehatan RI. Desain studi penelitian ini adalah kohort restrospektif. Jumlah sampel sebanyak 4288 orang, diseleksi menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menyelesaikan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan satelit sebanyak 97,20% dan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sebanyak 2,8%. Proporsi keberhasilan pengobatan sebesar 53,2% dengan kumulatif hazard keberhasilan pengobatan sebesar 5,43 di akhir pengamatan selama 36 bulan pengamatan
Read More
T-5649
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurfahira Hernovirianti; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Artha Prabawa, Galuh Budi Leksono Adhi
Abstrak: Tuberkulosis merupakan 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2013 prevalensi kejadian tuberkulosis paru di Indonesia berdasarkan terdiagnosis dokter sebesar 0,4% dan berdasarkan gejala sebesar 3,9%. Saat ini diabetes melitus diketahui sebagai faktor risiko tuberkulosis. Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 2,1%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan kejadian tuberkulosis paru di Indonesia. Penelitian ini merupakan analisis lanjut Indonesia Family Life Survey dengan desain studi Cross Sectional. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Indonesia usia ≥ 15 tahun yang memiliki data variabel penelitian lengkap. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa responden yang menderita diabetes melitus memiliki peluang 3,80 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis paru dibandingkan dengan responden yang tidak menderita diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, status gizi, dan riwayat merokok.
Read More
S-10056
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Klara Morina BR Surbakti; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Moch Noor Farid, Ratnawati, Amin Amsyari
Abstrak:

Abstrak

Salah satu indikator program pengendalian TB secara Nasional strategi DOTS adalah angka keberhasilan pengobatan TB. Fokus utama pengendalian TB strategi DOTS adalah memutus mata rantai penularan TB oleh penderita TB paru sputum BTA positif. Berdasarkan penelitian penderita TB paru sputum BTA negatif dapat menularkan 13-20% (Tostmann A, et al, 2008). BBKPM Bandung sebagai salah satu UPK strategi DOTS pencapaian angka keberhasilan pengobatan masih dibawah target Nasional.Tujuan: mempelajari faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif dan pasien TB paru sputum BTA positif. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB antara lain faktor individu (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kepatuhan berobat) dan obat dan penyakit (rejimen, dosis, lama pengobatan, komorbid HIV dan DM). Indikator keberhasilan pengobatan: pemeriksaan ulang sputum BTA menjadi/tetap negatif dan kenaikan berat badan.Desain penelitian: kohort retrospektif.Sampel: data pasien TB Paru yang tercatat di TB 01 tahun 2009-2011dijadikan 2 sub populasi, Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif 292 kasus dan pasien TB paru dengan sputum BTA positif 461 kasus.Analisis: multivariabel regresi logistik.Hasil: OR keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif patuh berobat 1,4 dibandingkan tidak patuh (CI : 0,7-3,0) dan pasien TB paru sputum BTA positif patuh berobat 1,1 di bandingkan tidak patuh (CI : 0,6-2,2) setelah dikontrol umur, jenis kelamin dan pekerjaan.Saran: Meningkatkan peran PMO, dan memperhatikan faktor komorbid dalam tatalaksana pengobatan pasien TB paru.


 

Succes rate of TB treatment is an important indicator of the Natinal TB control program.The main focus of TB control program DOTS strategy is to break the chain of TB transmission. Tostmann A, et al (2008) showed that through 13-20% sputum smear negative pulmonary tuberculosis patients can spread TB the bacteria. BBKPM Bandung as one of CGU DOTS strategy has lower treatment succes rate of the national targets.Purpose: To study factors that influence the treatment succes rate of compare with both smear positve and negative pulmonary tuberculosis patients. Those are age, gender, occupation, treatment compliance (factor individu) and regimen, dose, duration of treatment, comorbid HIV and DM (drug and disease). Indicator of treatment succes are the conversion of sputum result examination and the gain weight.Study design: a retrospective cohort study.Samples: the pulmonary TB patient data recorded at TB 01 yeras 2009-2011. The number of TB patients with sputum smear positive are 461 and negative are 292.Analysis: Multivariable logistic regression.Result: OR treatment succes among sputum smear-negative pulmonary TB patients 1,4 (CI: 0,7-3,0) and among sputum smear positive pulmonary Tb patients who adhere to treatment is 1,1 (CI:0,6-2,2) after controlling for age, sex, and occupation.Suggestion: Enhancing the role of the PMO to increase the treatment adherence rate, treat the TB patients with HIV and DM co-infection.

Read More
T-3895
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aisha Lathifa Zahra; Pembimbing: Popy Yuniar; Penguji: Rico Kurniawan, Umi Zakiati
Abstrak:
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia, terutama pada pasien dengan kondisi hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesintasan stroke pada pasien hipertensi di Indonesia tahun 2017-2022. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrespektif dengan Data Sampel BPJS Kesehatan Tahun 2017-2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa survival probability stroke pada pasien hipertensi secara keseluruhan adalah 90,7% (95% CI, 90,0% - 99,14%) pada tahun keenam setelah tercatat sebagai pasien hipertensi. Pasien hipertensi yang mengidap diabetes, mengidap dislipidemia, dan tidak mengidap penyakit jantung memiliki cumulative survival probability yang lebih rendah dan memiliki risiko terkena stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengalami diabetes (0,900), mengalami dislipidemia (0,897), tidak mengalami penyakut jantung (0,905), berusia 45-65 tahun (0,896), berjenis kelamin laki-laki (0,897), memiliki status cerai (0,901), bertempat tinggal di Jawa-Bali (0,902), dan memiliki kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah (0,899) memiliki cumulative survival probability yang lebih rendah dibandingkan dengan kategori lainnya. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pasien hipertensi yang mengidap penyakit jantung (AHR=0,8; 95% CI 0,624-0,992) memilliki risiko yang elbih rendah untuk mengalami stroke daripada pasien hipertensi yang tidak mengidap penyakit janutng setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, status perkawinan, tempat tinggal, dan kondisi sosial ekonomi.

Stroke is one of the leading causes of death and disability in Indonesia, particularly among patients with hypertension. This study aims to determine the stroke survival rates among hypertensive patients in Indonesia from 2017 to 2022. A retrospective cohort design was used, utilizing the BPJS Health Sample Data from 2017-2022. The study results indicate that the overall stroke survival probability among hypertensive patients is 90.7% (95% CI, 90.0% - 99.14%) in the sixth year after being recorded as hypertensive patients. Hypertensive patients who have diabetes, dyslipidemia, and no heart disease have lower cumulative survival probabilities and higher risks of stroke compared to those who do not have these conditions. Specifically, the cumulative survival probabilities were 0.900 for diabetes, 0.897 for dyslipidemia, 0.905 for those without heart disease, 0.896 for those aged 45-65 years, 0.897 for males, 0.901 for divorced individuals, 0.902 for residents of Java-Bali, and 0.899 for those with lower socioeconomic status. The multivariate analysis showed that hypertensive patients with heart disease (AHR=0.8; 95% CI 0.624-0.992) had a lower risk of stroke compared to hypertensive patients without heart disease, after controlling for age, gender, marital status, residence, and socioeconomic conditions.
Read More
S-11788
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ita Rosita; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Nurhayati Adnan, Fiena Fithriah
Abstrak: ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu ancaman kesehatan yang mematikan, Pasien TB yang tidak mendapat pengobatan tepat dapat menjadi sumber infeksi di komunitas. Metode deteksi yang efektif sangat diperlukan dalam penanganan TB. Pemeriksaan biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) namun memerlukan waktu relatif lama dan mahal. Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB. Namun demikian metode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah, tidak mampu dalam menentukan kepekaan obat dan memiliki kualitas yang berbeda karena dipengaruhi oleh tingkat keterampilan petugas laboratorium. Hal tersebut diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan pemeriksaan Tes Cepat Molekular (TCM) yang lebih cepat dibandingkan uji kepekaan dan dapat mengidentifikasi keberadaan kuman TB yang resistens terhadap rifampisin. Metode pemeriksaan TCM yang saat ini digunakan di Indonesia dengan menggunakan Xpert MTB/Rif. Penggunaan Xpert MTB/Rif telah direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 2010. Sampai akhir 2017, telah terpasang 51 mesin TCM di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga dilakukan penelitian untuk megetahui pemanfaatannya dengan melihat utlisasi TCM dan faktor yang mempengaruhi utilisasinya. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan wawancara terhadap petugas laboratorium di 13 fasilitas kesehatan yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan data sekunder didapat dari laporan utilisasi TCM tahun 2017. Data primer dianalisis untuk mendapatkan informasi hal-hal yang mungkin mempengaruhi utilisasi TCM di suatu fasilitas kesehatan. Sedangkan data sekunder dianalisis untuk mendapatkan infromasi utilisasi TCM, tipe terduga yang diperiksa dengan TCM dan hasil pemeriksaan TB dengan TCM. Dari hasil peneltian didapatkan bahwa utlisasi TCM tahun 2017 sebesar 23,28%. Faktor yang mempengaruhinya yaitu masih ada fasilitas kesehatan yang belum memiliki jejaring pemeriksaan untuk pemeriksaan TCM serta masih adanya permintaan pemeriksaan mikroskopik BTA untuk diagnosis walaupun telah tersedia alat TCM di fasilitas kesehatan tersebut. Terkait dengan hal itu, maka jejaring untuk pemeriksaan TCM harus tersedia untuk seluruh fasilitas kesehatan yang telah terpasang alat TCM serta sosialisasi kepada klinisi atau dokter peminta pemeriksaan TB mengenai teknologi pemeriksaan TCM, alur pemeriksaan dan perawatan terduga TB, permintaan dan interpretasi hasil pemeriksaan TCM penting untuk dilakukan. Kata kunci: Tes Cepat Molekuler; Tuberkulosis; Utilisasi; Xpert MTB/Rif ABSTRACT Tuberculosis (TB) is one of the deadliest health threats, TB patients who do not receive proper treatment can be a source of infection in the community. Effective detection methods are needed in handling TB. Sputum culture is a gold standard method but takes a long time and costs are quite expensive. Microscopic examination is an examination that is widely used in endemic TB countries. However, this method has a low sensitivity, is unable to determine drug sensitivity and has different qualities because it is influenced by the level of skill of laboratory technician. This is expected to be overcome by the use of Rapid Molecular Test which is faster than sensitivity testing and can identify the presence of M. tuberculosis that are resistant to rifampicin. Until the end of 2017, 51 machines have been installed in DKI Jakarta Province. So research is conducted to find out its utilization by looking at the utilization value of Rapid Molecular Test and the factors that influence its utilization. The study was conducted by collecting primary data and secondary data. Primary data was obtained by interviewing laboratory officers in 13 health facilities in the DKI Jakarta Province, while secondary data was obtained from the 2017 TCM utilization report. Primary data were analyzed to obtain information on matters that might affect TCM utilization in a health facility. While secondary data were analyzed to obtain information on TCM utilization, the type of TB suspect examined by TCM and the results of TB testing with TCM. From the results of the research, it was found that the utilization of Rapid Molecular Test in 2017 was 21.74%. The factors that influence it are that there are still laboratory that do not have a laboratory network for Rapid Molecular examination and there is still a demand for AFB examination for diagnosis even though rapid molecular equipment is available at the laboratory. Related to this, the laboratory network for rapid molecular examinations must be available for all laboratories that have installed Rapid Molecular machine. Socialization to clinicians who requesting TB examination regarding Rapid Molecular examination technology, TB diagnostic alghorithms, requests and interpretation of Rapid Molecular examination results must be done. Keywords: Rapid Molecular Tests; Tuberculosis; Utilization; Xpert MTB/Rif
Read More
S-9920
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Supriyanto; PembimbingL: Iwan Ariawan, Artha Prabawa; Penguji: R. Sutiawan, Asep Sunarjat, Teti Widiharti
Abstrak: Abstrak

Pelayanan informasi obat sangat diperlukan karena faktor utama pasien tidak menggunakan obat dengan tepat karena pasien tidak mendapatkan penjelasan yang cukup dari yang memberikan pengobatan atau yang menyerahkan obat. Penggunaan obat yang tidak tepat berakibat tujuan pengobatan tidak tercapai bahkan timbul efek samping yang tidak diinginkan. Akibat lain yang ditimbulkan menjadikan sakit semakin lama/parah. Keterbatasan waktu dan tenaga kesehatan mengakibatkan penyerahan obat juga dilakukan dengan cepat tanpa pemberian informasi obat yang lengkap kepada pasien.

Bertujuan untuk membentuk sebuah sistem pelayanan informasi obat kepada pasien berbasis layanan pesan singkat. Penelitian ini menggunakan pendekatan Sistem Development Life Cycle ( SDLC ), dengan melakukan tahapan analisa, desain dan implementasi sistem.

Sistem pelayanan informasi obat kepada pasien berbasis layanan pesan singkat dirancang sebagai pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas yang telah ada dengan menambahkan database Formularium Pelayanan informasi Obat. Informasi obat dikirim ke telepon seluler pasien dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi.


Drug information service is necessary because of the main factors patients not using medications properly because patients do not get adequate ex planation of which provide treatment or who give up drugs. Improper use of the drug resulted in treatment goals are not achieved even arise unwanted side effects. Another result of the pain caused to make a long / severe. Limitations of time and effort resulted in the delivery of health medicine also done quickly witho ut giving a complete drug information to patients.

Aims to create a drug information service system to a patient-based short message service. This study uses approach a Systems Development Life Cycle (SDLC), to perform the analysis stages, design and implementation of the system.

Drug information service system to a patient-based short message service designed as the development of Health Information Systems exist ing Health Center database by adding information Formulary Service Drug. Drug information sent to the mobile phone utilizing the patient with information technology and communications.

Read More
T-3819
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wina Adelia Putri; Pembimbing: Besral; Penguji: Milla Herdayati, Zakiah
Abstrak: Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu beban kesehatan masyarakat terbesar di Indonesia dan pemicu utama penyakit kardiovaskular. Keberhasilan pengendalian kondisi hipertensi sangat bergantung pada kepatuhan pasien. Berdasarkan data SKI 2023, ketidakpatuhan minum obat antihipertensi masih menjadi masalah signifikan di Indonesia. Metode: Menggunakan data sekunder dari SKI 2023 dengan desain studi cross sectional. Sampel adalah responden berusia ≥18 tahun dengan diagnosis hipertensi. Responden dengan data tidak lengkap dan wanita hamil diesklusi sehingga menghasilkan sampel akhir sebanyak 49.026 responden. Analisis data menggunakan regresi logistik multinomial. Hasil: Seluruh variabel independen yang diuji (pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, wilayah geografis, komorbiditas, waktu sejak diagnosis, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku penggunaan obat tradisional, konsumsi alkohol, akses fasilitas kesehatan, kepemilikan asuransi, dan dukungan informasi) berhubungan signifikan dengan ketidakpatuhan. Persentase ketidakpatuhan adalah sebesar 53,5%, yaitu 36,7% (95% CI:  35,9-37,4) responden tidak rutin dan 16,8% (95% CI: 16,2-17,4) tidak minum obat. AOR tertinggi ditemukan pada responden yang tidak mendapatkan dukungan informasi, baik pada kategori tidak rutin (AOR 3,76; 95% CI 3,59-3,95; p<0,001) dan pada kategori tidak minum obat (AOR 8,63; 95% CI: 8,12-9,19; p<0,001). Kesimpulan: Ketidakpatuhan minum obat antihipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Diperlukan intervensi berbasis komunitas, peningkatan edukasi, dan perbaikan akses kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. 
Background: Hypertension is one of the largest public health burdens in Indonesia and a major trigger for cardiovascular disease. The success of controlling hypertension is highly dependent on patient compliance. Based on SKI 2023 data, non-compliance with taking antihypertensive drugs is still a significant problem in Indonesia. Methods: Using secondary data from SKI 2023 with a cross-sectional study design. The sample was respondents aged ≥18 years with a diagnosis of hypertension. Respondents with incomplete data and pregnant women were excluded, resulting in a final sample of 49,026 respondents. Data analysis used multinomial logistic regression. Results: All independent variables tested (education, occupation, economic status, geographic region, comorbidities, time since diagnosis, age, gender, place of residence, traditional medicine use behavior, alcohol consumption, access to health facilities, insurance ownership, and information support) were significantly associated with non-compliance. The percentage of non-compliance was 53.5%, specifically 36.7% (95% CI: 35.9-37.4) of respondents did not follow the routine, and 16.8% (95% CI: 16.2-17.4) did not take their medication. The highest AOR was found in respondents who did not receive information support, both in the non-routine category (AOR 3.76; 95% CI 3.59-3.95; p<0.001) and in the category of not taking medication (AOR 8.63; 95% CI: 8.12-9.19; p<0.001). Conclusion: Non-compliance with taking antihypertensive medication is still a major challenge in Indonesia. Community-based interventions, increased education, and improved access to health are needed to improve treatment adherence.
Read More
S-11968
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Syifa Aulia Suryani; Pembimbing: Popy Yuniar; Penguji: Besral, Umi Zakiati
Abstrak:
Indonesia merupakan satu dari delapan negara yang menyumbang lebih dari dua pertiga kasus TB global pada tahun 2021. Kematian karena TB diperkirakan sebesar 144.000 kematian atau 52 per 100.000 penduduk pada tahun 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesintasan pasien tuberkulosis di Indonesia menggunakan Data Sampel Kontekstual Tuberkulosis BPJS Kesehatan tahun 2019 – 2022 dengan desain kohort retrospektif. Dilakukan analisis univariat, bivariat (kurva Kaplan Meier), dan multivariat (cox proportional hazard). Hasil analisis multivariat menunjukkan beberapa faktor risiko kematian pada pasien tuberkulosis. Risiko kematian meningkat dengan satu komorbid (AHR = 1,343; 95% CI 1,178 – 1,531), dua komorbid (AHR = 2,215; 95% CI 1,911 – 2,567), tiga komorbid (AHR = 2,650; 95% CI 1,901 – 2,691), dan empat atau lebih komorbid (AHR = 2,057; 95% CI 1,659 – 2,551). Faktor lain termasuk koinfeksi HIV (AHR = 2,613; 95% CI 2,613 – 4,167), diabetes (AHR = 1,214; 95% CI 1,093 – 1,349), ketidakpatuhan pengobatan (AHR = 1,717; 95% CI 1,551 – 1,902), usia 21-40 tahun (AHR = 2,384; 95% CI 1,822 – 3,119), usia 41-60 tahun (AHR = 5,372; 95% CI 4,139 – 6,972), usia >60 tahun (AHR = 8,338; 95% CI 6,403 – 10,858), jenis kelamin laki-laki (AHR = 1,510; 95% CI 1,370 – 1,663), dan kondisi sosial ekonomi lebih rendah (AHR = 0,827; 95% CI 0,751 – 0,911). Penelitian ini mengidentifikasi populasi yang berisiko dan memberikan dasar untuk merancang intervensi yang lebih efektif.

Indonesia is one of eight countries that contributed more than two-thirds of global TB cases in 2021. TB-related deaths were estimated at 144,000, or 52 per 100,000 population in 2021. This study aims to determine the survival probability of tuberculosis patients in Indonesia using the BPJS Health Contextual Tuberculosis Data Sample from 2019 to 2022 with a retrospective cohort design. Univariate, bivariate (Kaplan-Meier curve) and multivariate (Cox proportional hazard) analyses were conducted. The multivariate analysis results indicate several risk factors for mortality in tuberculosis patients in Indonesia. The mortality risk increases with one comorbidity (AHR = 1.343; 95% CI 1.178 – 1.531), two comorbidities (AHR = 2.215; 95% CI 1.911 – 2.567), three comorbidities (AHR = 2.650; 95% CI 1.901 – 2.691), and four or more comorbidities (AHR = 2.057; 95% CI 1.659 – 2.551). Other factors include HIV coinfection (AHR = 2.613; 95% CI 2.613 – 4.167), diabetes (AHR = 1.214; 95% CI 1.093 – 1.349), inconsistent treatment adherence (AHR = 1.717; 95% CI 1.551 – 1.902), age 21-40 years (AHR = 2.384; 95% CI 1.822 – 3.119), age 41-60 years (AHR = 5.372; 95% CI 4.139 – 6.972), age over 60 years (AHR = 8.338; 95% CI 6.403 – 10.858), male gender (AHR = 1.510; 95% CI 1.370 – 1.663), and lower socioeconomic status (AHR = 0.827; 95% CI 0.751 – 0.911). This study identifies at-risk populations and provides a foundation for designing more effective interventions.
 
Read More
S-11784
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dede Mahmuda; Pembimbing: Martya Rahmaniati Makful; Penguji: Toha Muhaimin, Sulistyo
Abstrak: Tingginya beban penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatanmasyarakat dunia terutama Indonesia. Namun, faktor risiko penularan dari segilingkungan belum banyak diperhatikan. Hal ini diindikasikan dengan kurangnyakeberadaan rumah sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhstatus rumah sehat dengan kejadian TB paru di Provinsi Banten. Penelitian inimerupakan analisis data sekunder Riskesdas 2010 menggunakan desain studipotong lintang pada 7.536 anggota rumah tangga berumur 15 tahun ke atas. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Banten sebesar 1,3% (95%CI: 1,0-1,5). Analisis multivariabel menemukan adanya interaksi antara statusrumah sehat dengan status ekonomi, dimana orang yang memiliki rumah tidak sehat pada status ekonomi rendah berpeluang 2,152 kali lebih besar untukmenderita TB paru dibanding orang yang memiliki rumah sehat.Kata kunci: Banten, prevalensi, rumah sehat, tuberkulosis paru
The high burden of pulmonary tuberculosis disease still becomes public healthproblem in the world especially Indonesia. However, risk factors in termenvironmental aspects are not getting much attention yet. It is indicated by lackingof healthy housing existence. This study aims to determine the effect of healthyhousing status on incidence of pulmonary TB in Banten Province. This study is asecondary data analysis of BHS 2010 using cross-sectional design on 7.536household members aged 15 years old above. The result showed prevalence ofpulmonary TB in Banten is 1,3% (95% CI: 1,0-1,5). Multivariate analysis foundan interaction between healthy housing status by economic status, those peoplewho have unhealthy housing at low economic status 2,152 times more likely tosuffer from pulmonary TB than people who have healthy housing.Key words: Banten, prevalence, healthy housing, pulmonary tuberculosis
Read More
S-8458
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive