Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 33122 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Anida Rahayu Adawiyah; Pembimbing: Triyanti; Penguji: Ahmad Syafiq, Sintha Fransiske Simanungkalit
Abstrak:
Stunting merupakan merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak usia 0-59 bulan akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk kategori usianya dibanding anak lainnya. Kabupaten Tasikmalaya tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi keempat di Jawa Barat yang mengalami kenaikan sebesar 2,8 poin dibandingkan angka stunting di tahun 2021. Penelitian ini membahas determinan stunting anak usia 6-23 Bulan di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat menggunakan data SSGI 2022. Penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional ini berjumlah 244 sampel subjek. Variabel independen yang diteliti antara lain, usia anak, jenis kelamin, riwayat kecacingan, riwayat diare, IMD, ASI eksklusif, kolostrum, keragaman pangan, konsumsi sayuran, susu formula, protein hewani padat, MPASI komersial, IDL, Suplementasi vitamin A, Pemanfaatan posyandu, usia kandungan saat melahirkan, konsumsi TTD, Tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, dan kerawanan pangan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting sebesar 20,5%. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan yaitu protein hewani padat (p-value:0,042; OR: 0,448 , CI 95% 0,216-0,928) dan MPASI Komersial (p-value:0,044; OR:0,460; CI 95% 0,226-0,934). Hasil analisis multivariat menunjukkan determinan stunting adalah pendidikan ibu dengan nilai OR: 2,872. Ibu yang berpendidikan rendah berisiko memiliki anak stunting 2,872 lebih tinggi daripada ibu dengan pendidikan yang tinggi setelah dikontrol dengan variabel usia anak, keragaman pangan, usia kandungan, dan konsumsi TTD. Ibu yang mempunyai pendidikan yang baik akan lebih selektif dan kreatif dalam memberikan makanan bergizi bagi anaknya. Disarankan pemerintah menyediakan akses sekolah yang lebih baik untuk masyarakat. Lalu pemerintah juga disarankan untuk mengadakan program promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi anak.

Stunting is a condition of failure to thrive in children aged 0-59 months due to chronic malnutrition, especially in the first 1000 days of life, resulting in children being too short for their age compared to peers. Tasikmalaya Regency in West Java has the fourth highest prevalence of stunted toddlers, with a 2.8 point increase from 2021. This research examines the determinants of stunting in children aged 6-23 months in Tasikmalaya Regency, West Java Province, using SSGI 2022 data. The study, with 244 subject samples, analyzes various factors including maternal education, food diversity, and gestational age. The research found a 20.5% stunting rate, with solid animal protein and commercial MPASI showing significant associations. Maternal education emerged as a key determinant, indicating that mothers with lower education levels have a significantly higher risk of having stunted children. Educated mothers are more likely to provide nutritious food for their children. Recommendations include improving school access and implementing health promotion programs to enhance mothers' knowledge of children's nutrition. Keywords: Stunting, Maternal education, baduta, Tasikmalaya Regency
Read More
S-11768
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Marlina Rully Wahyuningrum; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Sandra Fikawati, Triyanti, Rian Anggraini, Neneng Susanti
Abstrak:
Stunting merupakan rendahnya ukuran antropometri dari panjang atau tinggi badan menurut umur akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu lama. Stunting menyebabkan anak gagal mencapai pertumbuhan linear dan potensi kognitif yang optimal. Sumatera Barat menjadi satu-satunya provinsi di Pulau Sumatera yang mengalami peningkatan angka stunting pada tahun 2022, dari 23,3% (2021) menjadi 25,2% (2022). Tingginya stunting di perdesaan dibandingkan di perkotaan berkaitan dengan determinan stunting di tiap karakteristik wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan stunting pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan di Provinsi Sumatera Barat menurut data Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 2.011 anak dari total sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel independen meliputi faktor anak, ibu, keluarga, dan lingkungan. Penelitian ini dianalisis secara univariat, bivariat (chi square), dan multivariat (regresi logistik ganda). Hasil menunjukkan prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat sebesar 18,4%, dengan proporsi stunting di perdesaan (22,1%) lebih tinggi dibanding perkotaan (16,8%). Terdapat perbedaan proporsi stunting berdasarkan jenis kelamin, usia anak, panjang badan lahir, tinggi badan ibu, dan kunjungan ANC di perdesaan. Untuk perkotaan, terdapat perbedaan proporsi stunting berdasarkan pneumonia, jenis kelamin, usia anak, berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi badan ibu, pendidikan ibu, ketahanan pangan rumah tangga, dan sanitasi. Secara keseluruhan di Provinsi Sumatera Barat, terdapat perbedaan proporsi stunting berdasarkan pneumonia, jenis kelamin, usia anak, berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi badan ibu, kunjungan ANC, pendidikan ibu, ketahanan pangan rumah tangga, sanitasi, dan klasifikasi tempat tinggal. Faktor dominan yang berhubungan dengan stunting di perdesaan adalah usia anak (OR=3,181), sedangkan di perkotaan dan Provinsi Sumatera Barat adalah tinggi badan ibu (OR=2,994; 2,960). Peningkatan usia anak perlu mendapatkan perhatian lebih agar kemungkinan terjadinya stunting dapat dicegah atau ditangani lebih dini. Pencegahan dan penanggulangan stunting perlu dimulai dari hulu dengan lebih memerhatikan asupan zat gizi dan kesehatan remaja putri sebagai calon ibu agar memiliki status gizi yang baik.

Stunting is an anthropometric measure of low body length or height according to age due to long-term malnutrition. Stunting causes children to fail to achieve optimal linear growth and cognitive potential. West Sumatra is the only province on the island of Sumatra that will experience an increase in stunting rates in 2022, from 23.3% (2021) to 25.2% (2022). The higher rate of stunting in rural compared to urban areas is related to the determinants of stunting in each characteristic of areas. This study aims to determine the determinants of stunting in children aged 6-23 months based on rural and urban areas in West Sumatra Province according to data from the Indonesian Nutrition Status Survey 2022. The design of this research is cross sectional with a sample size of 2,011 children from the total sampling according to inclusion and exclusion criteria. Independent variables include child, mother, family and environmental factors. This research was analyzed univariate, bivariate (chi square), and multivariate (multiple logistic regression). The results show that the prevalence of stunting in West Sumatra Province is 18.4%, with the proportion of stunting in rural (22.1%) higher than urban areas (16.8%). There are differences in the proportion of stunting based on gender, child's age, birth length, mother's height, and ANC visits in rural areas. For urban, there are differences in the proportion of stunting based on pneumonia, gender, child's age, birth weight, birth length, mother's height, mother's education, household food security, and sanitation. Overall in West Sumatra Province, there are differences in the proportion of stunting based on pneumonia, gender, child's age, birth weight, birth length, mother's height, ANC visits, mother's education, household food security, sanitation, and residence classification. The dominant factor associated with stunting in rural is the child's age (OR=3.181), while in urban and West Sumatra Province it is the mother's height (OR=2.994; 2.960). Increasing the age of children needs more attention so that the possibility of stunting can be prevented or treated earlier. Prevention and control of stunting needs to start from the upstream by paying more attention to the nutritional intake and health of young women as mothers-to-be so that they have good nutritional status.
Read More
T-6939
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nila Febriana Iswara; Pembimbing: Ahmad Syafiq; Penguji: Diah Mulyawati Utari, Sandra Fikawati, Muhammad Johansyah, Tria Astika Endah Permatasari
Abstrak:
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang ditandai dengan pertumbuhan linier yang terhambat dinilai dari panjang badan atau tinggi badan menurut umur <-2 SD berdasarkan standar pertumbuhan anak WHO. Stunting disebabkan langsung oleh asupan gizi yang tidak adekuat dan penyakit infeksi berulang yang terjadi terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak, menghambat perkembangan kognitif, meningkatkan risiko penyakit tidak menular saat dewasa, serta menurunkan kapasitas kerja. Prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat (32,7%) menduduki urutan tertinggi ke 4 di Indonesia berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan determinan stunting pada anak usia 6-23 bulan di wilayah perdesaan dan perkotaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 858 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data sekunder dari SSGI tahun 2022. Variabel independen meliputi faktor anak, keluarga, dan lingkungan. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan di perdesaan (27,2%) dan perkotaan (28,2%). Proporsi anak dengan status imunisasi tidak lengkap, pendidikan ayah dan ibu rendah, kunjungan ANC ibu < 6 kali, anemia saat hamil, keluarga rawan pangan, sumber air minum dan sanitasi tidak layak lebih tinggi di perdesaan.  Sedangkan proporsi anak dengan riwayat tidak IMD, tidak ASI ekkslusif, waktu pengenalan MPASI < 6 bulan, ISPA, pneumonia dan tuberkulosis paru lebih tinggi di wilayah perkotaan. Proporsi stunting lebih tinggi pada anak usia 11-23 bulan, berat badan lahir < 2.500 gram, panjang badan lahir < 48 cm, tinggi badan ibu < 150 cm di wilayah perdesaan dan perkotaan serta kunjungan ANC ibu < 6 kali di wilayah perkotaan. Faktor dominan yang berhubungan dengan stunting di perdesaan dan perkotaan adalah berat badan lahir.

Stunting is a chronic nutritional problem characterized by impaired linear growth, measured by length or height for age below -2 standard deviations based on WHO child growth standards. Stunting is directly caused by inadequate nutritional intake and recurrent infectious diseases, especially during the first 1000 days of life. Stunting can increase child morbidity and mortality, hinder cognitive development, raise the risk of non-communicable diseases in adulthood, and reduce work capacity. The prevalence of stunting in West Nusa Tenggara Province (32.7%) ranks fourth highest in Indonesia based on the 2022 Indonesian Nutritional Status Survey (SSGI). This study aims to analyze the determinants of stunting in children aged 6-23 months in rural and urban areas of West Nusa Tenggara Province. The research design used is cross-sectional with 858 samples obtained through total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used are secondary data from the 2022 SSGI. Independent variables include child, family, and environmental factors. Bivariate analysis was conducted using the chi-square test and multivariate analysis using a multiple logistic regression model. The results showed the proportion of stunting in children aged 6-23 months was 27.2% in rural areas and 28.2% in urban areas. The proportion of children with incomplete immunization status, low paternal and maternal education, fewer than six ANC visits, maternal anemia during pregnancy, food insecurity, and inadequate drinking water and sanitation were higher in rural areas. Conversely, the proportion of children with a history of not receiving early initiation of breastfeeding (IMD), not being exclusively breastfed, early introduction of complementary foods (
Read More
T-7051
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dhea Agnia Ilmani; Pembimbing: Sandra Fikawati; Penguji: Diah Mulyawati Utami, Triyanti; Aminah Toaha, Saraheni
Abstrak:
Stunting merupakan salah satu bentuk sindrom yang menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, disabilitas kognitif dan gangguan metabolisme yang akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak. Prevalensi stunting di Indonesia adalah 21.6%, sedangkan prevalensi stunting di Provinsi Kalimantan Timur adalah 23.9% (SSGI 2022). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan stunting anak usia 12 - 23 bulan di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Pada penelitian ini persentase stunting pada anak usia 12 sampai 23 bulan didapatkan sebesar 31.5%. Faktor dominan yang berhubungan dengan stunting adalah berat badan lahir (OR=3.43) dan tinggi ibu (OR=1.53) setelah dikontrol oleh panjang badan lahir anak dan keragaman makanan. Stunting lebih tinggi terjadi pada anak dengan berat badan lahir kurang dari 2500gr.

Stunting is a form of syndrome that causes growth and development delays, cognitive disabilities and metabolic disorders which will increase morbidity and mortality in children. The prevalence of stunting in Indonesia is 21.6%, while the prevalence of stunting in East Kalimantan Province is 23.9% (SSGI 2022). This study aims to determine the determinants of stunting in children aged 12 - 23 months in East Kalimantan Province in 2022. This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The type of data collected is secondary data. In this study, the percentage of stunting in children aged 12 to 23 months was found to be 31.5%. The dominant factors associated with stunting were birth weight (OR=3.43) and maternal height (OR=1.53) after controlling for the child's birth length and dietary diversity. Stunting is higher in children with a birth weight of less than 2500g.
Read More
T-6858
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadya Khaira Wardi; Pembimbing: Sandra Fikawati; Penguji: Diah Mulyawati Utari, R.T. Ayu Dewi Sartika, Helwiah Umniyati, Rasnah
Abstrak:

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami anak akibat asupan makanan maupun penyakit infeksi yang berulang ditandai dengan tinggi/panjang badan anak terhadap usia


 

Stunting is a growth disorder experienced by children due to food intake or recurring infectious diseases, characterized by the height/length of the child's body for age

Read More
T-6846
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shilla Ananda; Pemimbing: Triyanti; Penguji: Diah Mulyawati Utari, Kusharisupeni Djokosujono
Abstrak: Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak dikatakan mengalami stunting jika tinggi badan terhadap usia mereka <-2 standar deviasi (SD) (WHO, 2015). Pada tahun 2022, angka stunting di Indonesia adalah 24,2%. Selain itu, angka prevalensi stunting di Provinsi Maluku pada tahun 2022, masuk ke peringkat ke-13 nasional yaitu 26,1% (SSGI, 2022). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Maluku berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional serta memanfaatkan data sekunder SSGI tahun 2022 dengan jumlah sampel sebesar 1954 baduta. Data dianalisa dengan uji chi square dan regresi logistic ganda. Hasil dari analisa bivariate penelitian ini, menunjukan bahwa variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting diantaranya yaitu: jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, dan tingkat pendidikan ibu. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta (usia 6-23 bulan) di provinsi Maluku tahun 2022 yaitu tingkat pendidikan ibu nilai OR sebesar 2.645. Saran untuk faktor dominan. Saran dari penelitian ini, diharapkan program pendidikan minimal hingga lulus SMA lebih digencarkan, serta memaksimalkan program 1000 HPK untuk mencegah terjadinya BBLR dan PBLR, dalam rangka mengurangi kasus stunting di Provinsi Maluku.
Stunting is a growth and development disorder experienced by children due to malnutrition, repeated infections, and inadequate psychosocial stimulation. A child is considered to be stunted if their height for age is <-2 standard deviations (SD) (WHO, 2015). In 2022, the stunting rate in Indonesia was 24.2%. Additionally, the prevalence of stunting in Maluku Province in 2022 is 26,1% which ranked 13th nationally (SSGI, 2022). The aim of this study is to identify the dominant factors of stunting in children aged 6-23 months in Maluku Province based on data from the Indonesian Nutrition Status Study (SSGI) 2022. This quantitative research uses a cross-sectional design and utilizes secondary data from SSGI 2022 with a sample size of 1954 toddlers. Data were analyzed using chi-square tests and multiple logistic regression. The results of the bivariate analysis indicate that the variables significantly associated with the occurrence of stunting include: gender, birth weight, birth length, and maternal education level. The dominant factor associated with the occurrence of stunting in toddlers (aged 6-23 months) in Maluku Province in 2022 is the level of maternal education, with an odds ratio (OR) of 2.645. Based on the result, the research suggests to intensifying educational programs until high school graduation and optimizing the 1000 Days Program to prevent Low Birth Weight (LBW) and Short Birth Length (SBL), thereby reducing stunting cases in Maluku Province..
Read More
S-11832
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aprillia Cahya Azura; Pembimbing: Trini Sudiarti; Penguji: Ahmad Syafiq, Salimar
Abstrak:
Stunting diartikan sebagai gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Stunting memiliki dampak jangka pendek maupun panjang, termasuk peningkatan kejadian penyakit, gangguan perkembangan dan kapasitas belajar yang buruk, serta dampak antargenerasi lainnya. Banyak faktor yang menyebabkannya, seperti kesehatan dan gizi ibu hamil yang buruk, pola asuh yang tidak tepat, asupan tidak adekuat, serta penyakit infeksi. Data SSGI tahun 2022 melaporkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi keempat dengan prevalensi stunting yang tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan serta faktor dominan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder SSGI tahun 2022, yang melibatkan 1827 responden. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat pada analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting, yaitu usia, jenis kelamin, BBL, TB ibu, dan konsumsi TTD. Riwayat BBL diketahui sebagai faktor dominan kejadian stunting dengan p-value 0,001 dan OR 5,238 (CI 95%: 3,172 – 8,649). Saran bagi masyarakat, yaitu ibu hamil dapat lebih memerhatikan kondisi kehamilannya, seperti terkait kecukupan gizi dan tumbuh kembang janinnya. Selain itu, instansi kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan dukungan kepada masyarakat melalui media KIE Gizi yang berkaitan dengan 1000 HPK, stunting, serta gizi ibu hamil untuk mengoptimalkan program pencegahan stunting.

Stunting defined as the impaired growth and development experienced by children due to poor nutrition, repeated infections, and inadequate psychosocial stimulation. Stunting has both short- and long-term impacts, including increased incidence of disease, impaired development and poor learning capacity, and other intergenerational impacts. Many factors contribute to it, such as poor maternal health and nutrition, inappropriate parenting, inadequate intake, and infectious diseases. SSGI data in 2022 reported that West Nusa Tenggara Province is the fourth province with a high prevalence of stunting in Indonesia. This study aims to analyze the associated and dominant factors of stunting among under-fives aged 6-23 months in West Nusa Tenggara Province. This study was conducted with a cross-sectional design using secondary data from SSGI, involving 1827 respondents. Data analyzed using the chi-square test in bivariate analysis and multiple logistic regression test in multivariate analysis. The results showed that there were five variables associated with the incidence of stunting, such as age, sex, LBW, maternal TB, and TTD consumption. LBW history was found to be the dominant factor in the incidence of stunting with a p-value of 0.001 and OR 5,238 (CI 95%: 3.172 – 8.649). Writer suggest that pregnant women can pay more attention to the condition of their pregnancy, mainly on their nutritional adequacy and fetal growth and development. Moreover, health agencies are expected to optimize support to the community through Nutrition IEC media related to 1000 HPK, stunting, and nutrition of pregnant women to optimize stunting prevention programs.
Read More
S-11632
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eunike Bunga Putriani; Pembimbing: Triyanti; Penguji: Asih Setiarini, Salimar
Abstrak: Stunting atau pendek untuk anak seusianya, didefinisikan sebagai PB/U <-2 SD darimedian standar pertumbuhan anak milik WHO. Stunting memiliki dampak jangkapendek dan jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktordominan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madangtahun 2019. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Gizi dan Kesehatan BalitaBabakan Madang dengan jumlah sampel 283 anak yang memenuhi kriteria inklusi daneksklusi, serta memiliki data yang lengkap. Variabel dependen yang digunakan yaitustunting, sementara variabel independennya adalah pendapatan keluarga, tingkatpendidikan ibu, usia ibu saat hamil, tinggi badan ibu, pemberian kolostrum, usia mulaipemberian MPASI, dan kerutinan kunjungan ke posyandu. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan mencapai 33,2persen, yang termasuk dalam kategori tinggi menurut klasifikasi WHO pada tahun1995. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa terdapathubungan antara kerutinan kunjungan ke posyandu dengan kejadian stunting. Hasilanalisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa kerutinankunjungan ke posyandu merupakan faktor dominan kejadian stunting (OR= 2,102; 95%CI 1,268-3,486). Berdasarkan hasil penelitian, saran bagi posyandu, yaitu menetapkanwaktu teratur untuk pelaksanaan posyandu, rutin memberikan penyuluhan terkait gizidan kesehatan ibu hamil, bayi, dan balita, serta melakukan kunjungan rumah pada ibuatau pengasuh bayi dan balita yang tidak rutin ke posyandu. Saran bagi masyarakat,yaitu untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Kemudian, saran untukpeneliti lain, yaitu melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas danmendalam.Kata kunci:Anak usia 6-23 bulan; kerutinan kunjungan ke posyandu; stunting.
Read More
S-10268
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ina Poristinawati; Pembimbing : Siti Arifah Pujonarti; Penguji: Asih Setiarini, Diah Mulyawati Utari, Abas Basuni Jahari, Tiska Yumeiza
Abstrak:
ABSTRAK Nama : Ina Poristinawati Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Determinan Stunting Pada Balita Usia 6-23 Bulan Di Nagari Sasak Kecamatan Sasak Ranah Pasisie kabupaten Pasaman Barat Tahun 2019 Pembimbing : Ir.Siti Arifah Pujonarti, MPH Stunting adalah kondisi kekurangan gizi pada balita yang bersifat kronik di masa awal pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan linier yang berhubungan dengan meningkatnya morbiditas, dan mortalitas. Tujuan dari tesis ini adalah untuk mengetahui determinan stunting pada balita usia 6-23 bulan di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampelpenelitian adalah 127 pasangan ibu dan anak usia 6-23 bulan. Stunting diukur menggunakan indikator TB/U melalui pengukuran antropometri panjang badan, dan wawancara kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan 33,9% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 76,4% balita tidak mendapat ASI eksklusif. Hasil analisis chi-square menunjukkan ada hubungan antara sosial ekonomi (p-value 0,037), Minimum Dietary Diversity (MDD) (p-value 0,006), Minimum Acceptable Diet (p-value 0,05), dan riwayat infeksi (p-value 0,003) dengan kejadian stunting. Uji regresi logistik menunjukkan MDD merupakan faktor determinan terjadinya stunting pada balita usia 6-23 bulan setelah dikontrol dengan variabel sosial ekonomi, MAD dan riwayat infeksi (OR 3,646; 955CI: 1,421-9,366). Saran peneliti untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat adalah melakukan upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan ibu dalam praktik pemberian ASI, dan MPASI. Terutama untuk dapat memberikan makanan yang beraneka ragam dan cukup jumlahnya. Kata kunci: Stunting, sosial ekonomi, MDD, infeksi ABSTRACT Stunting is a condition of malnutrition in children who are chronic in the early stages of growth and development which is characterized by inhibited linear growth associated with increased morbidity and mortality. The purpose of this thesis is to determine the stunting determinants of toddlers aged 6-23 months in Sasak Subdistrict, Pasisie District, West Pasaman Regency in 2019. This research is a quantitative research with cross sectional design. The study sample was 127 couples of mothers and children aged 6-23 months. Stunting is measured using the HAZ indicator through body length anthropometric measurements, and questionnaire interviews. The results showed 33.9% of children aged 6-23 months had stunting, 76.4% of children under five did not get exclusive breastfeeding. The results of the chi-square analysis showed that there was a relationship between socio-economic (p-value 0.037), Minimum Dietary Diversity (MDD) (p-value 0.006), Minimum Acceptable Diet (p-value 0.05), and infection history (p-value 0.003) with the incidence of stunting. Logistic regression test showed MDD was a determinant of stunting in infants aged 6-23 months after being controlled by socioeconomic variables, MAD and history of infection (OR 3.646; 955CI: 1.421- 9,366). The suggestion of researchers for the West Pasaman District Health Office is to make efforts to increase the knowledge and abilities of mothers in the practice of breastfeeding and complementer feeding practice. Especially to be able to provide food that is diverse and sufficient in number Key word: Stunting, socioeconomic, MDD, infection
Read More
T-5741
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Evi Firna; Pembimbing: Asih Setiarini; Penguji: Siti Arifah Pujonarti, Diah Mulyawati Utari, Fajrinayanti, Dewi Astuti
Abstrak:
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest in Indonesia. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age (OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.
Read More
T-6818
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive