Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 38990 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Nia Watri Wahyuni; Pembimbing: Budi Utomo; Penguji: Rico Kurniawan, Sudijanto Kamso, Soedibyo Alimoeso, Sri Sumarmi
Abstrak:

Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Stunting disebabkan oleh banyak factor. Air, sanitasi, dan lingkungan berkontribusi 50% sebagai penyebab stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sanitasi dan hygiene terhadap stunting pada balita di Papua Tengah, NTT, dan Aceh. Penelitian menggunakan desain cross sectional. Data dari SKI 2023 dengan sampel 5.666 (pasangan balita dan ibu balita). Proporsi kejadian stunting di Provinsi Papua Tengah (35,8%), NTT (33,3%) dan Aceh (27,7%).Variabel yang mempengaruhi stunting di Papua Tengah adalah sumber air minum, penggunaan jamban, pengelolaan sampah, CTPS, tinggi ibu, jumlah anggota keluarga, dan daerah tempat tinggal. Variabel yang mempengaruhi stunting di NTT adalah sumber air minum, penggunaan jamban, pembuangan limbah, pengelolaan sampah, CTPS, BB lahir, PB lahir, jenis kelamin, tinggi ibu, LILA ibu, pendidikan ibu, dan daerah tempat tinggal. Variabel yang mempengaruhi stunting di Aceh adalah pengelolaan sampah, PB lahir, tinggi ibu, dan LILA ibu. Factor sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang paling mempengaruhi stunting di Papua Tengah adalah sumber air minum dengan AOR 3,4 (95% CI: 1,7 – 6,7), di NTT dan Aceh adalah pengelolaan sampah dengan AOR masing-masing 1,4 (95% CI: 0,8 – 2,4) dan 1,1 (95% CI: 0,9 – 1,4) setelah dikontrol variabel lainnya. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemerataan akses sanitasi dan air bersih dengan meningkatkan kerjasama instansi terkait. Bagi Dinas Kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan program STBM, peningkatkan pengawasan air minum, dan meningkatkan promkes tentang PHBS.


Stunting has short-term and long-term impacts. Stunting is caused by many factors. Water, sanitation, and environment contribute 50% as the cause of stunting. The purpose of this study was to determine the effect of sanitation and hygiene on stunting in toddlers in Central Papua, NTT, and Aceh. The study used a cross-sectional design. Data from SKI 2023 with a sample of 5,666 (toddler and toddler mother pairs). The proportion of stunting incidents in Central Papua Province (35.8%), NTT (33.3%) and Aceh (27.7%). The variables that affect stunting in Central Papua are drinking water sources, use of latrines, waste management, CTPS, maternal height, number of family members, and area of residence. The variables that affect stunting in NTT are drinking water sources, use of latrines, waste disposal, waste management, CTPS, birth weight, birth weight, gender, maternal height, maternal LILA, maternal education, and area of residence. The variables that affect stunting in Aceh are waste management, birth weight, maternal height, and maternal LILA. The environmental sanitation and personal hygiene factors that most influence stunting in Central Papua are drinking water sources with an AOR of 3.4 (95% CI: 1.7 - 6.7), in NTT and Aceh are waste management with AORs of 1.4 (95% CI: 0.8 - 2.4) and 1.1 (95% CI: 0.9 - 1.4) respectively after controlling for other variables. For the government, it is hoped that the results of this study can improve equal access to sanitation and clean water by increasing cooperation between related agencies. For the Health Office, it is hoped that it can optimize the STBM program, increase supervision of drinking water, and improve health promotion on PHBS.

 

Read More
T-7168
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Khimatul Ulya; Pembimbing: Martya Rahmaniati Makful; Penguji: R. Sutiawan, Hera Nurlita
S-7487
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Laelatul Fitri; Pembimbing: Budi Utomo; Penguji: Rico Kurniawan, Sabarinah, Hariyanti
Abstrak:
Obesitas merupakan faktor risiko utama hipertensi kehamilan, yang berkontribusi besar terhadap kematian ibu di Indonesia. Penelitian ini menganalisis data Survei Kesehatan Indonesia 2023 pada 63.765 wanita. Analisis multivariat menunjukkan bahwa obesitas meningkatkan risiko hipertensi kehamilan hingga 3,3 kali (OR 3,30; 95% CI: 1,85–5,90) setelah dikontrol dengan faktor lain diantaranya usia ibu, aktivitas fisik rendah, riwayat hipertensi, dan depresi. Temuan ini menegaskan pentingnya integrasi pengelolaan berat badan, skrining hipertensi, dan kelas ibu hamil dalam layanan antenatal untuk mencegah komplikasi hipertensi kehamilan. 

Obesity is a major risk factor for hypertensive disorders in pregnancy (HDP), which contribute significantly to maternal mortality in Indonesia. This study analyzed data from the 2023 Indonesian Health Survey involving 63.765 women. Multivariate analysis showed that obesity increased the risk of HDP by 3.3 times (OR 3.30; 95% CI: 1.85–5.90). Other factors included maternal age, low physical activity, hypertension history, and depression. These findings highlight the urgent need to integrate weight management, hypertension screening, and hypertension detection into antenatal care to reduce HDP-related complications.
Read More
T-7318
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Khairani; Pembimbing: Milla Herdayati; Penguji: Besral, Yudianto, Anantha Dian Tiara
Abstrak:

ABSTRAK Kesetaraan gender adalah suatu konsep yang masih diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai kondisi yang ideal. Disparitas gender, dimana pemberdayaan perempuan belum maksimal, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hal-hal dimana wanita memegang peranan baik sebagai pengambil keputusan maupun sebagai pelaku di berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat. Keterlibatan wanita dalam berbagai aspek kehidupan harus diperhitungkan, terlepas apakah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sudah mencapai kondisi yang ideal atau tidak. Kondisi pemberdayaan perempuan Indonesia di setiap provinsi berbeda-beda. Pemberdayaan perempuan sendiri diukur melalui sikap menolak ‘kumpul’ dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri. Berdasarkan SDKI 2007, kondisi pemberdayaan perempuan di Indonesia, apabila dilihat dari sikap setuju terhadap pemukulan suami terhadap istri, persentase Provinsi NTT masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan DI. Yogyakarta. Kemudian untuk sikap setuju dengan semua alasan penolakan ‘kumpul’ dengan suami untuk kondisi tertentu, persentase yang setuju untuk semua alasan di DI. Yogyakarta sebesar 81,9 %, sedangkan di NTT sebesar 63%. Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pemberdayaan wanita di DI. Yogyakarta lebih baik daripada di NTT. Selain itu, TFR DI. Yogyakarta pada tahun 2007 sebesar 1,8, dan NTT sebesar 4,2. Desain penelitian ini cross sectional dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dengan memilih 1654 responden perempuan yang memiliki anak lahir hidup dan masih terikat dalam ikatan perkawinan. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk melihat hubungan sikap menolak ‘kumpul’ dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri dengan jumlah anak lahir hidup. Hasil penelitian menunjukkan semakin tidak setuju dengan sikap menolak ‘kumpul’ dengan suami pada kondisi tertentu maka semakin tinggi fertilitas, semakin rendah keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga maka semakin tinggi fertilitas. Dari persamaan yang terbentuk, sikap menolak ‘kumpul’ dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan umur kawin memiliki pengaruh paling besar terhadap fertilitas (R2=0,049).


ABSTRACT Gender equality is a concept that is still being pursued by the Indonesian government in order to achieve the ideal conditions. Gender disparity, where the empowerment of women is not maximized yet, affects the things in which women play a role both as decision makers and subjects in various fields, either directly or indirectly. The involvement of women in various aspects of life must be taken into account, regardless of whether gender equality and empowerment of women have reached the ideal condition or not. Indonesian women empowerment conditions in each province vary. Empowerment of women is measured by their refusal to have sexual intercourse with their spouses, involvement in household decision-making, and the wives’ acceptance of physical abuse committed by their husbands. According to 2007 IDHS, the condition of women's empowerment in Indonesia; measured by acceptance of husband’s physical abuse, shows that NTT province’s rate is still higher compared to DI. Yogyakarta’s. On the other hand, concerning the agreement to all the reasons for refusing sexual act with the husbands to certain conditions, the percentage of respondents who agreed to all the reasons in DI. Yogyakarta reaches 81.9%, while in NTT province is 63%. It can be concluded that the condition of women empowerment in DI. Yogyakarta is better than in NTT. In addition, the TFR IN. Yogyakarta in 2007 was 1.8 and NTT was 4.2. This study design is cross-sectional, using data Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 with 1654 respondents consist of women who have children born alive and are still married. Analysis of Structural Equation Modeling (SEM) is used to analyze the relationship between refusal to have sexual intercourse with their spouses in certain circumstances, involvement in household decision-making, the wives’ stand regarding physical abuse committed by their husbands and the number of babies born alive. The results show that the less of refusal to have sexual act with spouses in certain circumstances, the higher the fertility rate ; the less women’s involvement in household decision-making, the higher the fertility rate. Based on the equations formed, the refusal act to have sexual intercourse with husband in certain circumstances, involvement in decision-making, and the marriageable age have the most impact on fertility (R2 = 0.049).

Read More
T-3758
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lailatun Nazilah; Pembimbing: Milla Herdayati; Penguji: R. Sutiawan, Lina Widyastuti
S-7496
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hanan Tsabitah; Pembimbing: Budi Utomo; Penguji: Martya Rahmaniati, Wilfun Afnan
Abstrak: Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan tahun 2013 Indonesia dalam keadaan darurat kekerasan pada anak. Dari 3.023 laporan pelanggaran hak anak yang diterima oleh Komnas PA pada tahun 2013, 1.620 di antaranya merupakan kasus kekerasan. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan karakteristik pada masing-masing jenis kekerasan pada anak (fisik, psikis, seksual, dan penelantaran) di Indonesia berdasarkan sosiodemografi korban (usia, jenis kelamin, pendidikan, sosial ekonomi), hubungan korban dengan pelaku, dan wilayah terjadinya kekerasan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data kekerasan pada anak yang telah dikumpulkan oleh Komnas PA selama tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik pada masing-masing jenis kekerasan yang diteliti (kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran). Kekerasan fisik didominasi oleh anak laki-laki usia 13-17 tahun dengan status sosial ekonomi menengah dan dilakukan oleh orang tua kandung. Sementara kekerasan psikis lebih banyak dialami oleh anak perempuan usia 13-17 tahun dengan status sosial ekonomi menengah dan dilakukan oleh orang lain. Kekerasan seksual didominasi oleh anak perempuan usia 13-17 tahun dengan status sosial ekonomi bawah dan dilakukan oleh orang lain. Penelantaran anak lebih banyak terjadi pada anak laki-laki usia di bawah 5 tahun dengan status sosial ekonomi bawah dan dilakukan oleh orang tua kandung. Anak laki-laki memiliki risiko jauh lebih besar mengalami kekerasan fisik dibandingkan anak perempuan (OR=15). Selain itu, anak-anak dari keluarga dengan sosial ekonomi bawah dan menengah memiliki risiko jauh lebih besar mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak-anak dari keluarga dengan sosial ekonomi atas (OR=15 dan 6,5). Anak-anak kelompok usia 6-12 tahun memiliki risiko lebih besar mengalami penelantaran dibandingkan anak-anak dengan usia yang lebih tua (13-17 tahun) (OR=6). Kata kunci: kekerasan pada anak, karakteristik, jenis kekerasan, Komisi Nasional Perlindungan Anak
Read More
S-8957
Depok : FKM-UI, 2016
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Endang Uji Wahyuni; Pembimbing: Sutanto Priyo Hastono; Penguji: Besral, Riris Nainggolan, Nugroho Budi Santoso
Abstrak:

ABSTRAK Kejadian malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria adalah faktor lingkungan seperti kondisi fisik bangunan, kebersihan lingkungan, tempat perindukan nyamuk (Soemirat, 2002). Faktor lain akan menjadi confounder antara lain karakteristik responden seperti umur dan jenis kelamin disebabkan paparan terhadap agent bagi setiap jenis kelamin berbeda (Harijanto, 2000), tidur menggunakan kelambu, kebiasaan di luar rumah pada malam hari, dan rumah terlindung dari nyamuk (Sulistyo, 2001). Berdasarkan uraian tersebut penulis bermaksud untuk mengkaji faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian malaria pada balita di Indonesia yaitu lingkungan tempat tinggal, dinding rumah, tempat perindukan nyamuk, dan wilayah tempat bermukim. Untuk mengetahui hubungan factor lingkungan tempat tinggal (lingkungan kumuh, dinding rumah, tempat perindukan dan walayah tempat bermukim) dengan kejadian malaria pada balita di Indonesia setelah dikontrol dengan confounder. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan penelitian crosssectional yaitu merupakan rancangan penelitian yang pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat (sekali waktu).

Read More
T-3621
Depok : FKM-UI, 2012
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yulita Gani; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; Penguji: Tri Krianto, Sahiyatun Nawiyah
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kejadian Infeksi Menular Seksual pada ibu rumah tangga. Terdapat beberapa indikator pengetahuan Infeksi Menular Seksual menurut Kementerian Kesehatan, 2007 yaitu: cara penularan, cara pencegahan, dan stigma tentang IMS. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pada 134 responden, semuanya adalah ibu rumah tangga yang berusia 15-35 tahun. Subjek yang dipilih adalah yang bersedia diwawancarai, tinggal di daerah penelitian minimal satu tahun terakhir.
 
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Faktor yang berhubungan dengan Infeksi Menular Seksual adalah perilaku. Faktor pendahulu dan perilaku suami juga mempengaruhi terjadinya Infeksi Menular Seksual. Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, usia melakukan hubungan seksual lebih dewasa, perilaku seksual yang tidak berisio akan mampu menekan kejadian IMS.
 

The purpose of this study research was to find out the relationship between knowledge, the attitudes and behaviors of housewives with the incidence of sexually transmitted infections. According to the Ministry of Health, 2007 knowledge indicators of sexually transmitted infections namely: the mode of transmission and prevention, perception, and stigma about STIs. This research study used quantitative methods on 134 respondents, all of them are housewives aged 15-35 years. Subjects were selected that are willing to be interviewed, living in the study research area at least the past year.
 
The result of this study showed that there was no relationship between knowledge with the incidence of sexually transmitted infections. The significant factors influencing sexually transmitted infections were behavioral factors. Historical experience and husband behavioral factors also influence on the sexually transmitted infections. Respondents with higher levels of education, mature adult of sexual activity, and sexual behavior will be able to reduce the incidence of STIs.
Read More
S-8046
Depok : FKM UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ichwanuddin; Pembimbing: Toha Muhaimin; Penguji: Luknis Sabri, Kusharisupeni, Nanang Prayitno, Pudjo Hartono
Abstrak:

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Menurut Morley, D (1994), KEP terdiri dari kegagalan pertumbuhan, marasmus dan Kwashiorkor. KEP saat ini sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Keadaan ini bila dilihat masa Ialunya berasal dari kehidupan awal dalam janin sampai terjadinya bayi dengan BBLR, dan seringkali juga diakibatkan oleh pertumbuhan yang tidak adekuat pada 6 bulan pertama dalam kehidupannya.Rancangan studi ini adalah Kohort Prospektif dengan menggunakan data sekunder. Data berasal dari penelitian dengan judul "The Implementation of Risk Approach On Pregnancy Outcome by Traditional Birth Attendant - yang dilakukan oleh WHO Collaborating Center for Perinatal Care, Maternal and Child Health dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.Studi ini mempelajari risiko BBLR terhadap kejadian KEP bayi usia 3 bulan sampai 12 bulan. Analisisnya menggunakan Stratifikasi dan Pemodelan. Data yang dikumpulkan selama 28 bulan (Oktober 1987 sampai Januari 1990) dan diikuti pertumbuhan bayinya sejak kelahiran sampai 12 bulan.Hasil studi menunjukkan bahwa dari 3.615 bayi yang diteliti, 425 (11,8%) dengan kelahiran BBLR. Prevalensi KEP berkisar 2%-24,1% (3-12 bulan). Risiko BBLR terhadap kejadian KEP menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05), masing-masing pada usia 3 bulan`(RR=8,43; 95% CI=5,37-13,25), 6 bulan (RR=5,93; 95% CI=4,41-7,99), 9 bulan (RR=2,72; 95% CI=2,29-3,22), dan 12 bulan (RR=2,16; 95% CI=1,90-2,46).Analisis stratifikasi faktor-faktor ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, layanan antenatal dan jumlah kehamilan) dan faktor-faktor bayi (lama kehamilan dan jenis kelamin) dilihat interaksinya dengan BBLR terhadap kejadian KEP, hasilnya menunjukkan bahwa tidak satupun faktor-faktor tersebut berinterakasi dengan BBLR (Uji homogenitas : p>0,05).Pemodelan dengan Regressi Logistik Berganda untuk estimasi probabilitas KEP menunjukkan P(KEP 3 bulan) = 9,02% (riwayat BBLR dan layanan antenatal buruk), P(KEP 6 bulan) = 89,8% (riwayat KEP, BBLR dan tidak diberi ASI), P(KEP 9 bulan) = 70,8% (riwayat KEP, BBLR dan tidak diberi ASI) dan P(KEP 12 bulan) = 87,9% (riwayat KEP).Oleh karena itu studi ini menyarankan perlu dan pentingnya pemberian ASI, asupan makanan yang adekuat dan imunisasi lebih dipentingkan pada anak-anak yang menderita KEP.


 

Protein Energy Malnutrition (PEM) is a major nutrition problem in Indonesia. According to Morley, D (1994); PEM comprises growth failure, marasmus and Kwashiorkor. PEM present most ?frequently between the ages of 6 months and 5 years, however, its origins go back to early fetal life, to Low Birth Weight (LBW), and sometimes to inadequate growth in the first 6 months of life.This study design was Cohort Prospective by secondary data analysis. Its taken from ?The Implementation of Risk Approach On Pregnancy Outcome by Traditional Birth Attendant? by WHO Collaborating Center for Perinatal Care, Maternal and Child Health, and Faculty of Medicine University of Padjadjaran Bandung.This Study assessed the association between LBW risk and PEM the ages of 3 months to 12 months. The Analysis used Stratified and Modelling. Data were collected over a periode of 28 months (October 1987 to January 1990) and followed up until 1989-1991.The Study showed that from 3.615 infants, 425 (11,8%) of them were LBW. The prevalence of PEM between 2%-24,1O% (3-12 months). LBW risk was significantly associated in univariate analysis with low weight for age (PEM), 3 months (RR=8,43; 95% CI=5,37-13,25), 6 months (RR=5,93; 95% CI=4,41-7,99), 9 months (RR=2,72; 95% CI=2,29-3,22), 12 months (RR=2,16; 95% CI=1,90-2,46).Stratilied Analysis showed that no one of mothers?s factors (age, education, occupation, antenatal care and number of pregnancies) contribute to association between LBW and PEM ages 3 months.The Modelling by Multiple Logistic Regression Model to estimated probability PEM ages 3 months showed that only 9,02% with LBW history and bad antenatal care, meanwhile for ages 6 and 9 months, the estimated probability PEM was 89,8% and 70,8% with PEM history, LBW and lack of breastfeeding. The estimated probability PEM was 87,9% for ages 12 months with PEM history.Therefore this study suggest that breastfeeding, adequate food intake and immunization should give emphasis to children with PEM.

Read More
T-1204
Depok : FKM-UI, 2002
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lanova Dwi Ardem; Pembimbing: Martya Rahmaniati Makful; Penguji: Milla Herdayatai, Wenita Indrasari
S-6708
Depok : FKM-UI, 2011
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive