Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 34847 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Inez Sakhi Wisista; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Popy Yuniar, Uswatun Hasanah
Abstrak:
Latar belakang: Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan di Indonesia, dengan data Global Cancer Observatory 2022 mencatatkan 68.271 kasus baru, 209.748 kasus dalam lima tahun terakhir, dan 22.598 kematian. Angka kesintasan 5 tahun pasien kanker payudara di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara lain. Berbagai faktor, termasuk faktor individu dan layanan kesehatan, dapat memengaruhi kesintasan pasien. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesintasan pasien kanker payudara peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Penelitian ini menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2018-2023 dengan desain studi kohort retrospektif. Analisis dilakukan dengan metode Kaplan-Meier dan uji Cox Proportional Hazard. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesintasan 5 tahun sebesar 52,2% (95% CI: 46,4-58,7%), yang menunjukkan tingkat kesintasan yang masih rendah. Faktor individu yang berpengaruh terhadap kesintasan adalah status kawin/cerai (aHR = 1,632; 95% CI: 1,102 – 2,416), wilayah tinggal di Regional 4 (aHR = 2,230; 95% CI: 1,497 – 3,321), dan adanya penyakit penyerta ≥1 (aHR = 1,498; 95% CI: 1,182 – 1,899). Sementara itu, faktor penyedia layanan kesehatan yang memengaruhi kesintasan adalah tingkat keparahan II (aHR = 5,566; 95% CI: 3,396 – 9,12) dan tingkat keparahan III (aHR = 11,118; 95% CI: 6,706 – 18,432). Kesimpulan: Kesintasan 5 tahun pasien kanker payudara di Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan upaya penanggulangan kanker payudara secara komprehensif, mulai dari masyarakat, BPJS Kesehatan, hingga pemangku kebijakan.


Background: Breast cancer is the leading cause of cancer-related deaths among women in Indonesia, with data from the Global Cancer Observatory 2022 recording 68,271 new cases, 209,748 cases in the last five years, and 22,598 deaths. The 5-year survival rate of breast cancer patients in Indonesia remains relatively low compared to other countries. Various factors, including individual factors and healthcare services, may affect patient survival. Therefore, this study was conducted to determine the 5-year survival rate of breast cancer patients under the National Health Insurance (JKN) program and the factors influencing it. Methods: This study uses data from the BPJS Kesehatan sample from 2018 to 2023 with a retrospective cohort study design. The analysis was conducted using the Kaplan-Meier method and Cox Proportional Hazard test. Results: The study found a 5-year survival rate of 52.2% (95% CI: 46.4-58.7%), indicating a still-low survival rate. Individual factors that influenced survival were marital status (aHR = 1.632; 95% CI: 1.102 – 2.416), residence in Regional 4 (aHR = 2.230; 95% CI: 1.497 – 3.321), and the presence of one or more comorbidities (aHR = 1.498; 95% CI: 1.182 – 1.899). Meanwhile, healthcare provider-related factors influencing survival were severity level II (aHR = 5.566; 95% CI: 3.396 – 9.12) and severity level III (aHR = 11.118; 95% CI: 6.706 – 18.432). Conclusion: The 5-year survival rate of breast cancer patients in Indonesia remains low. Therefore, comprehensive efforts are needed to address breast cancer, involving the community, BPJS Kesehatan, and policymakers.
Read More
S-12037
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muhammad Faris Naufal; Oembimbing: Tris Eryando; Penguji: Pujiyanto, Chandra Nurcahyo
Abstrak:

Angka persalinan sesar (C-Section) senantiasa meningkat sebagaimana dilaporkan SDKI, Riskesdas, dan SKI. Persalinan C-Section merupakan layanan kesehatan yang dijamin oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan klaim terbanyak yaitu 1.117.463 operasi pada tahun 2023 dan total biaya Rp 6.266,59 Miliar. Pada tahun yang sama, Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit. Di antara penyebabnya adalah kinerja penerimaan iuran dari Segmentasi Kepesertaan PBPU dan Bukan Pekerja yang hanya mencapai 69,29%. Hal ini diperparah sebagian oknum PBPU yang menunjukkan kecenderungan adverse selection, hanya membayar iuran agar dapat layanan persalinan. Penelitian ini bertujuan menganalisis asosiasi segmentasi kepesertaan JKN dan metode persalinan dalam Data Sampel BPJS Kesehatan 2018-2023 Kontekstual KIA. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan sampel Ibu yang mengakses layanan persalinan dengan pembiayaan JKN di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) pada data sekunder di atas. Hasil regresi logistik pada penelitian ini menunjukkan hubungan signifikan antara Segmentasi Kepesertaan JKN PBPU dan CSection setelah dikendalikan kovariat (ref. PBI, OR=1,22 [1,14 - 1,30] dan ref. PPU, OR=1,12 [1,05 - 1,20]). Karena OR secara substansial tidak besar, peneliti menyarankan upaya umum tanpa segmen spesifik untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan, yaitu penggunaan kelengkapan kunjungan antenatal care sebagai mekanisme gatekeeping untuk mendapatkan pembiayaan persalinan dalam program JKN.




Cesarean section (C-Section) rate is continually increasing as reported in IDHS, Riskesdas, and SKI. Childbirth with C-Section is a healthcare covered by Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) with the highest number of claims reaching 1.117.463 surgeries in 2023 and total funding of Rp 6.266,59 billion. At the same year, deficit struck Indonesia’s Social Security Agent (BPJS) for Health. One of the causes is Non-Wage Earner and Non-Worker membership segment’s contribution collection only reaching 69,29% of target. The situation is exacerbated by certain Non-Wage Earner member showing signs of adverse selection, paying contributions only for childbirth. This study aims to analyze the association of JKN membership segment and childbirth method in BPJS Kesehatan Sample Data 2018-2023 on Maternal-Child Health Context. This is a cross-sectional study involving as samples mothers accessing childbirth services with JKN funding at advanced referral health facilities in said secondary data. Logistic regression results demonstrate significant association between Non-Wage Earner segment and C-Section after covariates are controlled (ref. Beneficiaries, OR=1,22 [1,14 - 1,30] and ref. Wage Earner, OR=1,12 [1,05 - 1,20]). As the OR not substantially high, general measures not catering to particular segment is suggested to address the deficit. Said suggestion being the establishment of antenatal care visit completeness as a gatekeeping mechanism to access childbirth funding with JKN program.

Read More
S-12063
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maritsa Putriniandi Az-Zahra; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Popy Yuniar, Uswatun Hasanah
Abstrak:
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit tidak menular yang dapat diobati dan konsekuensinya dapat dihindari atau ditunda dengan pola makan, aktivitas fisik, pengobatan, serta skrining dan pengobatan komplikasi secara teratur. Namun, penyakit ini didiagnosis beberapa tahun setelah timbul sehingga komplikasi dan komorbid telah muncul dan menjadi kasus penyakit yang sering sekali masuk dalam daftar 10 besar penyakit yang menjalani rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan dan komorbiditas terhadap lama rawat inap pasien diabetes melitus tipe 2 di FKRTL pada peserta BPJS Kesehatan tahun 2023, dengan dikontrol oleh variabel tipe FKRTL, kepemilikan FKRTL, segmentasi, kelas rawat, usia, dan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan data sampel BPJS Kesehatan 2023 dengan studi potong-lintang. Analisis yang dilakukan mencangkup analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat menghasilkan hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan terhadap lama rawat inap (p-value= 0,001) dan hasil yang tidak signifikan untuk komorbiditas dengan lama rawat inap (p-value= 0,285). Tingkat keparahan sedang dan berat dan komorbiditas dengan skor CCI lebih dari sama dengan 1 beresiko lebih tinggi untuk menjalani lama rawat inap panjang dan beresiko lebih rendah untuk menjalani rawat inap pendek daripada ideal (RRR=4,95; 95%CI=0,82–29,85; RRR=0,46; 95%CI=0,29–0,72 | RRR=1,11; 95%CI= 0,25–4,92; RRR=0,67; 95%CI=0,41–1,10). Analisis multivariat untuk mengontrol variabel tipe FKRTL, kepemilikan FKRTL, segmentasi, kelas rawat, usia, dan jenis kelamin didapatkan hasil yang tetap signifikan antara tingkat keparahan dengan lama rawat inap setelah dikontrol oleh variabel tipe FKRTL dan kepemilikan FKRTL dan komorbiditas tetap tidak signifikan walaupun setelah dikontrol oleh variabel kontrol. Upaya peningkatan program deteksi dini klinis derajat tingkat keparahan dan komorbid DM tipe 2 agar tidak memperpanjang durasi rawat inap akibat komplikasi dan keparahan yang menimbulkan beban kesehatan yang berarti.


Type 2 diabetes mellitus is a non-communicable disease that can be treated, and its consequences can be prevented or delayed through proper diet, physical activity, medication, as well as regular screening and treatment of complications. However, this disease is often diagnosed several years after onset, by which time complications and comorbidities may have developed, making it one of the top 10 causes of hospitalizations. This study aims to determine the effect of severity and comorbidity on the length of hospital stay among patients with type 2 diabetes mellitus in advanced referral health facilities (FKRTL) among BPJS Kesehatan participants in 2023, controlled for variables such as FKRTL type, FKRTL ownership, segmentation, care class, age, and gender. This research used 2023 BPJS Kesehatan sample data with a cross-sectional study design. The analysis included univariate, bivariate, and multivariate methods. Bivariate analysis showed a significant relationship between severity and length of stay (p-value = 0.001), while comorbidities were not significantly associated with length of stay (p-value = 0.285). Moderate to severe severity and comorbidities with a CCI score of ≥1 were associated with a higher risk of prolonged hospitalization and a lower risk of short hospitalization compared to the ideal length of stay (RRR = 4.95; 95% CI = 0.82–29.85; RRR = 0.46; 95% CI = 0.29–0.72 | RRR = 1.11; 95% CI = 0.25–4.92; RRR = 0.67; 95% CI = 0.41–1.10). Multivariate analysis controlling for FKRTL type, FKRTL ownership, segmentation, care class, age, and gender showed that the association between severity and length of stay remained significant after controlling for FKRTL type and FKRTL ownership, while the association between comorbidity and length of stay remained insignificant even after adjusting for control variables. Efforts to enhance clinical early detection programs for the severity level and comorbidities of type 2 diabetes mellitus are necessary to prevent prolonged hospital stays due to complications and disease severity, which contribute to a significant healthcare burden.
Read More
S-12078
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Natasya Oktifia Yostyadiananda; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Tris Eryando, Hafizah Jusril
Abstrak:
Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan kesehatan dan perlu memastikan kesehatan rakyat terpenuhi melalui penyediaan pelayanan kesehatan dan sosial yang memadai, yaitu melalui Jaminan Kesehatan Nasional. Tren penyebab kematian yang berbasis data terkini di tingkat nasional sangat penting untuk mencerminkan efek kebijakan kesehatan masyarakat dan pemberian perawatan medis terhadap pembangunan kesehatan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tren penyebab kematian di Indonesia menurut ICD-10 pada tahun 2016 dan 2021. Metodologi penelitian yang digunakan adalah desain studi potong lintang dengan menggunakan data sampel BPJS Kesehatan, dan kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Populasi penelitian adalah seluruh pasien JKN di Indonesia dan sampel yang digunakan adalah 1% dari pasien JKN dengan status kepulangan 'meninggal'. Hasil penelitian menunjukkan penyakit pada sistem peredaran darah tetap menjadi penyebab kematian tertinggi, peningkatan penyakit pernapasan, penurunan penyakit infeksi dan parasitik, serta peningkatan penyakit neoplasma sebagai penyebab kematian. Tren penyebab kematian mengalami perbedaan berdasarkan tahun, kelompok usia, jenis kelamin, wilayah, dan jenis kepesertaan.

Indonesia is currently facing various health challenges and needs to ensure that people's health is met through the provision of adequate health and social services, namely through the National Health Insurance. Trends in causes of death based on the latest data at the national level are very important to reflect the effects of public health policies and the provision of medical care on national health development. This study aims to analyse trends in causes of death in Indonesia according to ICD-10 in 2016 and 2021. The research methodology used was a cross-sectional study design using sample data from BPJS Kesehatan, and then performed univariate and bivariate analysis. The study population was all JKN patients in Indonesia and the sample used was 1% of JKN patients with 'deceased' discharge status. The results showed that diseases of the circulatory system remained the highest cause of death, increased respiratory diseases, decreased infectious and parasitic diseases, and increased neoplastic diseases as a cause of death. Trends in causes of death differ by year, age group, sex, region, and type of membership.
Read More
S-11378
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Riris Dian Hardiani; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Iwan Ariawan, Besral, Elsa Novelia, Doni Arianto
Abstrak:
Beban penyakit dan kematian akibat PGK di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya prevalensi faktor risiko PGK seperti diabetes, hipertensi dan obesitas. Sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), jumlah renal unit di Indonesia berkembang sangat pesat diikuti dengan peningkatan jumlah pasien karena meningkatnya akses masyarakat. Namun peningkatan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tidak diiringi dengan pemerataan akses pelayanan kesehatan antara penduduk perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui hubungan wilayah tempat tinggal pasien (kabupaten/kota) dan peran variabel kontekstual di tingkat provinsi terhadap mortalitas pasien PGK rawat inap peserta JKN dilakukan penelitian potong lintang menggunakan data sampel BPJS Kesehatan 2015-2016. Analisis multivariat dilakukan dengan Generalized Estimating Equations dan dilanjutkan dengan analisis multilevel. Dari penelitian ini didapatkan proporsi kematian pasien PGK rawat inap JKN tahun 2015-2016 sebesar 19,95%. Pasien PGK rawat inap JKN yang tinggal di kabupaten dan dirawat di rumah sakit regional 1 memiliki risiko kematian lebih tinggi OR 1,37 (95% CI 1,33-1,4; p<0,05) dibandingkan dengan pasien yang tinggal di kota setelah dikontrol oleh variabel kovariat lain. Sedangkan pasien yang tinggal di kabupaten dibandingkan dengan tinggal di kota dan dirawat di rumah sakit regional 3, 4 dan 5 secara berurutan memiliki risiko kematian OR 1,82 (95% CI 1,72-1,92), OR 0,51 (95% CI 0,45-0,59), OR 5,90 (95% CI 4,28-8,12) dan bermakna secara statistik. (p<0,05). Tidak ada perbedaan kematian yang bermakna secara statistik untuk pasien yang tinggal di kabupaten dibandingkan kota dan dirawat di rumah sakit regional 2 dengan OR 1,03 ( 95% CI 0,96-1,12; p>0,05). Terdapat variasi mortalitas di tingkat provinsi dan variasi yang disebabkan oleh variabel kontekstual dari dimensi ketersedian yakni rasio rumah sakit, rasio unit hemodialisis, rasio dokter konsultan hipertensi, rasio dokter umum, rasio perawat bersertifikat dan rasio mesin hemodialisis sebanyak 8,98%. Untuk analisis multilevel lebih lanjut dapat digunakan variabel kontekstual lain dari dimensi aksesibilitas geografis, aksesibilitas keuangan dan akseptabilitas

Background: The burden of disease and mortality caused by Chronic Kidney Disease (CKD) has increased with the increasing prevalence of CKD risk factors. The National Health Insurance (JKN) program has increased healthcare access. However, the access in urban population is not the same as in rural. Objectives: To find out the relationship between the patients’ residential area (urban or rural) and the role of the contextual variables at the provincial level on the mortality of hospitalized JKN patients with CKD. Methods: A cross-sectional study was conducted using BPJS Kesehatan 2015-2016 sample data. Multivariate analysis was performed with Generalized Estimating Equations and continued with multilevel analysis. Results: The study showed the proportion of deaths was 19.95%. Respectively, rural residents compared to urban and treated in hospitals at Regional 1, 3 and 5 had higher mortality risk OR 1.37 (95%CI 1.33-1.41), 1.82 (95%CI 1.72-1.92), 5.90 (95%CI 4.28-8.12) with p<0.01. However, rural residents compared to urban and treated in hospitals at Regional 4 had reduced risk of death, OR 0.51 (95%CI 0.45-0.59;p<0.01) and those whom treated in hospitals at regional 2 had OR 1.03 (95%CI 0.96-1.12; p>0.05). The contextual variables of the study caused 8.98% mortality variance at provincial level. Conclusions: Rural residents had higher risk of death than those in urban and there was small variation in mortality between provinces.

Read More
T-5981
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Uswatun Khasanah; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Popy Yuniar, Julie Rostina
Abstrak:
Masa neonatal yakni 28 hari pertama kehidupan merupakan periode paling kritis bagi kelangsungan hidup bayi karena tingginya risiko untuk mengalami kematian pada fase ini. Berdasarkan laporan SKI 2023, Indonesia berada di posisi ketiga untuk AKN tertinggi di Asia Tenggara yakni 9,3 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Data terkini mengungkapkan peningkatan yang cukup signifikan, dimana kasus kematian neonatal melonjak dari 20.882 pada tahun 2022 menjadi 29.954 pada tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kematian neonatal pada peserta BPJS Kesehatan Tahun 2015-2022. Metode penelitian menggunakan desain cross sectional dengan menganalisis data sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2022, mencakup bayi baru lahir (0-28 hari) yang melakukan kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosioekonomi (status ekonomi dan tempat tinggal) dan faktor neonatus (jenis kelamin, usia saat kunjungan dan berat badan lahir) memiliki hubungan yang signifikan (p-value: 0,000) terhadap kematian neonatal. Dengan hasil berat badan lahir rendah memiliki risiko 4,1 kali lebih berisiko untuk mengalami kematian neonatal (OR: 4,1 95% CI: 3,74-4,55), kemudian neonatus yang melakukan kunjungan di usia 0-7 hari 3,4 kali berisiko mengalami kematian neonatal (OR: 3,4 95% CI: 2,64-4,43), neonatus perempuan memiliki risiko 0,8 kali lebih rendah untuk mengalami kematian neonatal (OR: 0,8 95% CI: 0,74-0,88), dan untuk neonatus yang berada di luar pulau jawa memiliki risiko 1,3 kali lebih berisiko untuk mengalami kematian neonatal (OR: 1,31, 95% CI: 1,21-1,43) serta neonatus dengan status ekonomi kurang memiliki risiko 1,8 kali lebih untuk mengalami kematian neonatal (OR: 1,89, 95% CI: 1,79-2,06).



The neonatal period, the first 28 days of life, is the most critical phase for infant survival due to the high risk of mortality. According to SKI 2023, Indonesia ranks third for the highest neonatal mortality rate in Southeast Asia at 9.3 deaths per 1,000 live births. Recent data shows a significant increase, with neonatal deaths rising from 20,882 cases in 2022 to 29,954 in 2023. This study aims to identify factors associated with neonatal mortality among BPJS Kesehatan participants from 2015-2022. Using a cross-sectional design, we analyzed BPJS Kesehatan data of newborns (0-28 days) visiting Advanced-Level Health Facilities (FKRTL). Results show that socioeconomic factors (economic status and residence) and neonatal factors (sex, age at visit, and birth weight) significantly correlate with neonatal mortality (p-value: 0,000). With low birth weight having a 4.1 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 4,1 95% CI: 3,74-4,55), then neonates who have visits at 0-7 days old have a 3.4 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 3,4 95% CI: 2,64-4,43), female neonates have a 0.8 times lower risk of experiencing neonatal death (OR: 0,8 95% CI: 0,74-0,88), and neonates who are outside of Java Island have a 1,3 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 1,31, 95% CI: 1,21-1,43) as well as neonates with poor economic status having a 1,8 times higher risk of experiencing neonatal death (OR: 1,89, 95% CI: 1,79-2,06).
Read More
S-12085
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Riko Setiawan; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Hafizah Jusril
Abstrak:
Pergeseran global dalam pola penyakit menyoroti pentingnya data yang akurat untuk perencanaan pembangunan kesehatan yang efektif, terutama di Indonesia yang saat ini mengalami triple burden disease. Studi ini menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan untuk mengamati perubahan pola penyakit lewat prevalensi yang didapat dari diagnosis ICD-10 pelayanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2017 dan 2022. Metode studi potong lintang berulang digunakan untuk menganalisis perubahan ini secara univariat. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun infeksi pernapasan tetap menjadi penyakit dengan prevalensi tertinggi, Indonesia menghadapi tantangan dari meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, gangguan mental, dan kondisi neurologis. Sebaliknya, terjadi penurunan untuk penyakit pernapasan kronis dan kondisi neonatal. Analisis juga menunjukkan adanya variasi dalam perubahan pola penyakit berdasarkan jenis kelamin, usia, wilayah geografis, dan jenis kepesertaan. Temuan dapat digunakan untuk dasar penelitian lanjutan atau landasan program pembangunan kesehatan.

Global shifts in disease patterns highlighted the critical importance of accurate data for effective health development planning, particularly in Indonesia, which faced a triple burden of disease. This study used data from Indonesia's national health insurance program, BPJS Kesehatan, to investigate changes in disease patterns based on the prevalence derived from ICD-10 diagnoses among participants in 2017 and 2022. The study applied a repeated cross-sectional approach to conduct a thorough univariate analysis of these changes. The findings revealed that while respiratory infections remained most prevalent, Indonesia witnessed increasing rates of non-communicable diseases such as diabetes mellitus, mental disorders, and neurological conditions. Conversely, cases of chronic respiratory diseases and neonatal conditions decreased. The analysis also identified variations in disease patterns based on gender, age, geographical region, and type of insurance participations. Findings can be used for further research or as groundwork for health development programs.
Read More
S-11641
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Alvian Sanjaya; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Atmiroseva
Abstrak:
Periode neonatal (0-28 hari) merupakan waktu yang rentan bagi kelangsungan hidup seorang anak setelah dilahirkan. AKN menurut SDKI 2017 masih berada pada angka 15 kematian per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2021 sebanyak 73,1% kematian balita terjadi pada periode ini serta Indonesia menjadi penyumbang terbesar kematian neonatal di wilayah Asia Timur dan Pasifik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematian neonatal di Indonesia pada tahun 2021. Menggunakan desain studi cross sectional dengan memanfaatkan data sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2021 dengan sampel bayi lahir hidup usia 0-28 hari yang melakukan kunjungan ke FKRTL di tahun 2021 sebanyak 8.672 anak. Hasil penelitian ini adalah faktor sosioekonomi (status ekonomi dan tempat tinggal) tidak memiliki hubungan dengan kematian neonatal. Dari tiga faktor neonatus (jenis kelamin, usia, dan berat badan lahir) hanya berat badan lahir saja yang memiliki hubungan secara statistik dengan kematian neonatal. Neonatus dengan berat badan lahir rendah lebih berisiko hampir 6 kali lebih besar (OR: 5,868 95% CI: 1,36-25,32) untuk mengalami kematian neonatal dibandingkan dengan neonatus dengan berat badan lahir normal. Komplikasi karena BBLR juga menjadi faktor penyebab utama kematian neonatal dalam penelitian ini. Sehingga, berat badan lahir rendah menjadi faktor utama dalam kematian neonatal pada peserta BPJS Kesehatan di Indonesia tahun 2021.

The neonatal period (0-28 days) is a vulnerable time for the survival of a child after birth. The NMR according to the 2017 IDHS is still at 15 deaths per 1000 live births, in 2021 as many as 73.1% of under-five deaths occur in this period and Indonesia is the largest contributor to neonatal deaths in the East Asia and Pacific region. The purpose of this study was to determine what factors influence neonatal mortality in Indonesia in 2021. Using a cross sectional study design utilizing BPJS Kesehatan sample data for 2015-2021 with a sample of live born babies aged 0-28 days who made visits to FKRTL in 2021 totaling 8,672 children. The results of this study were socioeconomic factors (economic status and place of residence) had no association with neonatal mortality. Of the three neonate factors (gender, age, and birth weight) only birth weight had a statistical association with neonatal mortality. Neonates with low birth weight were almost 6 times more at risk (OR: 5.868 95% CI: 1.36-25.32) to experience neonatal death compared to neonates with normal birth weight. Complications due to LBW was also a major contributing factor to neonatal mortality in this study. Thus, low birth weight is a major factor in neonatal mortality among BPJS Kesehatan participants in Indonesia in 2021.
Read More
S-11359
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nadazaira Alifia Ramadhianisa; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Rico Kurniawan, Dwita Maulida
Abstrak:
Pada tahun 2022, diperkirakan ada sekitar 1.060.000 kasus tuberkulosis di Indonesia, menjadikan Indonesia dengan jumlah estimasi kasus TB tertinggi kedua di dunia. Kota Depok, Jawa Barat mengalami penurunan keberhasilan pengobatan sejak tahun 2019 sampai 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain kohort retrospektif menggunakan data sekunder yang bersumber dari SITB Kota Depok dan bertujuan untuk mengetahui determinan keberhasilan pengobatan pada pasien dewasa TB paru sensitif obat di Kota Depok tahun 2022. Sebanyak 2259 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan SPSS Statistics 25. Diperoleh angka keberhasilan pengobatan pada pasien dewasa TB paru SO sebesar 84,2%. Variabel umur, jenis kelamin, riwayat pengobatan TB, status HIV, dan lama konversi sputum ditemukan memiliki hubungan dengan keberhasilan pengobatan. Ditemukan tiga determinan keberhasilan pengobatan, yakni variabel umur, jenis kelamin, dan riwayat pengobatan TB dengan variabel riwayat pengobatan TB memiliki pengaruh paling besar. Diperlukan adanya intervensi pada kelompok umur lansia, jenis kelamin laki-laki, riwayat pengobatan TB ulangan, positif HIV, dan lama konversi sputum lebih dari 2 bulan untuk dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan TB.

In 2022, it is estimated that there were approximately 1,060,000 tuberculosis cases in Indonesia, making it the country with the second highest estimated TB cases in the world. Depok City, West Java, has experienced a decline in treatment success rates from 2019 to 2022. This research is a quantitative study with a retrospective cohort design using secondary data from SITB aimed at determining the factors influencing treatment success in adult patients with drug-sensitive pulmonary TB in Depok City in 2022. A total of 2,259 samples that met the inclusion and exclusion criteria were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate methods with SPSS Statistics 25. The treatment success rate for adult patients with drug-sensitive pulmonary TB was found to be 84.2%. Variables such as age, gender, history of TB treatment, HIV status, and duration of sputum conversion were found to be associated with treatment success. Three determinants of treatment success were identified: age, gender, and history of TB treatment, with the history of TB treatment having the most significant impact. Interventions are needed for elderly age groups, males, those with a history of repeated TB treatment, HIV-positive individuals, and those with sputum conversion lasting more than 2 months to improve TB treatment success rates.
Read More
S-11703
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ribka Kezia Angelica Sagala; Pembimbing: Popy Yuniar; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Umi Zakiati
Abstrak:
Kepatuhan pengobatan Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama dalam menanggulangi TB di Indonesia. Proporsi kepatuhan minum obat TB di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2018 (69,2%) ke tahun 2023 (62,5%). Dalam strategi DOTS, dijelaskan bahwa salah satu upaya mengendalikan kepatuhan pengobatan adalah  kehadiran Pengawas Menelan Obat (PMO). Namun, proporsi pasien TB yang memiliki PMO juga mengalami penurunan dari 66,2% menjadi 62,1%. Oleh karena itu, penelitian ini hendak menelusuri apakah penurunan keberadaan PMO berkontribusi terhadap penurunan kepatuhan pasien TB usia ≥ 15 Tahun meminum obat di Indonesia menggunakan data sekunder Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Desain studi yang digunakan adalah potong lintang. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariabel, bivariabel, dan multivariabel. Hasil penelitian menemukan hubungan signifikan antara keberadaan PMO dengan kepatuhan minum obat (OR: 4,62; 95% CI: 2,39–8,93). Setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan komorbid DM, dan kepemilikan jaminan kesehatan, keberadaan PMO masih berhubungan positif dengan kepatuhan (AOR: 4,41; 95% CI: 2,18–8,90). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kehadiran PMO relevan dan penting untuk meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB Paru di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien TB adalah mengoptimalisasi peran dan kualitas PMO baik dari keluarga maupun tenaga kesehatan.


Treatment adherence for tuberculosis (TB) remains one of the major health challenges in TB control efforts in Indonesia. The proportion of TB patients adhering to treatment decreased from 69.2% in 2018 to 62.5% in 2023. In the DOTS strategy, one of the key efforts to improve treatment adherence is the presence of a Treatment Supervisor (Pengawas Menelan Obat or PMO). However, the proportion of TB patients with a PMO also declined from 66.2% to 62.1%. This study aims to examine whether the decline in PMO presence contributed to the decrease in treatment adherence among TB patients aged ≥15 years in Indonesia, using secondary data from the 2023 Indonesia Health Survey (Survei Kesehatan Indonesia or SKI). The study design is cross-sectional, and analyses were conducted using univariate, bivariate, and multivariate methods. The results showed a significant association between the presence of a PMO and treatment adherence (OR: 4.62; 95% CI: 2.39–8.93). After controlling for age, sex, education level, economic status, comorbid diabetes mellitus, and health insurance ownership, the presence of a PMO remained positively associated with adherence (AOR: 4.41; 95% CI: 2.18–8.90). These findings indicate that the presence of a PMO is relevant and essential for improving TB treatment adherence and success in Indonesia. The efforts to enhance patient adherence should also focus on optimizing the role and quality of PMO, whether from family members or healthcare providers.
Read More
S-12109
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive