Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 35241 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Eska Riyanti Kariman; Pembimbing: Budi Utomo, Besral; Penguji: Sabarinah B Prasetyo, Murtiningsih, Indra Supradewi
Abstrak:

Tingkat pemakaian kontrasepsi pil di kalangan wanita PUS cukup tinggi, hal itu terlihat dari data pemakaian kontrasepsi pil hasil SDKI 2002103 sebesar 13,2 % . Tingginya prevalensi pemakaian kontrasepsi pil tersebut tidak dibarengi dengan tingginya tingkat kelangsungan pemakaian, hasil SDKI 1997 tercatat 34 % pemakai pit tidak menggunakan lagi setelah sate tahun_ Angka putus pakai (drop out) pil ini merupakan yang kedua tertinggi setelah kondom. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil arnat dipengaruhi oleh kedisiplinan dan kepatuhan akseptor dalam memakainya. Hal tersebut dimungkinkan bila akseptor memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup yang dapat diperoleh melalui konseling yang dilakukan oleh petugas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2002103. Disain penelitian adalah crossectional dengan kajian statistik analisis survival. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil adalah 31 bulan dengan median survivalnya 37 bulan. Probabilitas kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 adalah 62 % dan probabilitas kelangsungan setelah bulan ke-60 adalah 31 %. Probabilitas kelangsungan pernakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 pads kelompok yang mendapat konseling kontrasepsi adalah 66%, sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan konseling kontrasepsi 56 %. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak mendapatkan konseling adalah 1.6 kali bila bertempat tinggal dikota dan 1.5 kali bila tinggal didesa. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak konseling adalah 1.6 kali bila tidak ada efek camping dan menjadi 2 kali bila ada efek samping. Tingginya risiko putus pemakaian kontrasepsi pil di wilayah perkotaan perlu mendapatkan perhatian dari pengelola program Keluarga Berencana. Dugaan sementara hal ini dijumpai didaerah kota pinggiran atau daerah kumuh, untuk itu kegiatan konseling kontrasepsi yang lebih intensif terkait dengan akseptor di daerah tersebut hares ditingkatkan misalnya melalui kunjungan petugas yang lebih sering ke rumah diharapkan dapat menurunkan risiko putus pakai. Kegiatan konseling pada prinsipnya dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran akseptor akan efek sarnping yang ditimbulkan kontrasepsi selama pemakaiannya.


Prevalence of pill contraception used among reproductive woman are high, it can seen at SDKI 2002/03 which is about 13,2 %. This height prevalence is not followed with the-continuity rate, only 34 % of women still used pill contraception within 12th month recorded in SDKI 1997. This rate as highest secondly after condom. The pill contraception continuity rate is influenced by discipline and compliance of acceptor in using it.That things is possible when acceptor have enough knowledge and information about contraception usage which they can get it from councelling by family planning officer. This study is aimed to gain information on relationship of contraception counselling with the period of time pills uses. This study uses secondary data SDKI 2002/03. Study design used is crossectional with statistical survival analysis. The result study shows that mean of pill contraception continuity rate are 31 month with median survival are 37 month. The Probabilities of pills continuity rate after 12th month are 62 percent and probabilities of pills continuity rate after 60th month are 31 percents. Probabilities of pills continuity rate after 12'h month in whom that receive counsellings are 66 percents, men while the group whom that not receive counselling only 56 percent. The risk of drop out among the pills acceptbr whom that not receive counsellings are 1,6 times if they lives at the city and 1,5 times if they lives at the village. The risk of drop out pills among acceptor whom that not receive counsellings are 1,6 times if they not have side effect and it can be 2 times if they have side effects. The height risk of drop out pills among acceptors in urban region need to get more attentions from the organizer of family planning program. Momentary, assumption whereas this matter is met in marginal town area or slum region, for that more intensive program of counselling contraception related to acceptor in the are, for example more regular follow up to the acceptors whom lives at this area and had side effect. The principle of counseling is to lessen the worried feeling of the acceptor with the side effects generated by contraception during its usage.

Read More
T-2280
Depok : FKM-UI, 2006
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Astari Nola Margaretha; Pembimbing: Kemal Nazarudin Siregar; Penguji: Milla Herdayati, Ika Saptarini
S-10152
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Anita Meisita; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Martya Rahmaniati Makful, Mugia Bayu Raharja
Abstrak: Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode yang efektif bagi responden yang ingin memiliki anak lagi dalam kurun waktu lebih dari 2 tahun atau bagi responden yang sudah tidak ingin punya anak lagi. Namun, persentase pemakaian MKJP berdasarkan SDKI 2017 masih cukup rendah jika dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi Non-MKJP. Hal tersebut mengindikasikan bahwa berdasarkan preferensi fertilitasnya, masih terdapat wanita yang seharusnya memakai MKJP, namun ternyata daya tarik pemakaian kontrasepsi jangka pendek masih cukup memikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh preferensi fertilitas sebagai penentu pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada akseptor KB modern serta mengetahui faktor yang paling berpengaruh pada setiap kelompok preferensi fertilitas. Penelitian ini memakai data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Sampel penelitian ini adalah wanita berusia 15-49 tahun yang pada saat dilakukan wawancara berstatus menikah atau hidup bersama dan memakai metode kontrasepsi modern. Hasil penelitian ini adalah akseptor KB modern yang ingin mempunyai anak lagi sebanyak 33,8%, sedangkan yang tidak ingin anak lagi ada sebanyak 62,9%. Akseptor KB modern yang memakai MKJP ada sebanyak 23,3%. Pada responden yang ingin anak lagi, potensi pemakaian MKJP terdapat pada responden dengan karakteristik tidak bekerja dan mengambil keputusannya sendiri. Sementara itu, pada responden yang tidak ingin anak lagi, potensi pemakaian MKJP terdapat pada semua responden yang masih menggunakan Non MKJP dan responden dengan karakteristik telah memiliki anak ≤ 2 dan tidak terpapar sumber informasi dari media. Kata Kunci: keluarga berencana, MKJP, menjarangkan, membatasi
Read More
S-9899
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Listyati Budi Utami; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Milla Herdayati, Tin Afifah
S-6977
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Retno Ayunisari; Pembimbing: Mila Herdayati; Penguji: Artha Prabawa, Mugia Bayu Raharja
S-9921
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nur A'isyah Amalia Putri; Pembimbing: Besral; Pwnguji: Adang Bachtiar, Sutanto Priyo Hastono, Rahmadewi
Abstrak:
Kelangsungan hidup neonatal dini merupakan kemampuan neonatus untuk bertahan hidup atau menjalani kehidupan hingga mencapai usia enam hari. Masa neonatal dini disebut sebagai masa kritis pada bayi baru lahir, dengan estimasi separuh kematiannya terjadi pada 24 jam pertama pasca lahir. Kurangnya pelayanan berkualitas pada saat atau segera setelah lahir dan pada hari-hari pertama kehidupan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatus. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif dengan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data sampel SDKI 2017, dengan jumlah sampel sebanyak 15.270 anak lahir hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 1000 bayi yang berumur 0 hari (baru lahir) terdapat 991 bayi yang mampu bertahan hidup sampai berusia tepat 6 hari. Berdasarkan hasil uji regresi Cox, faktor utilisasi pelayanan kesehatan saat hamil hingga pasca persalinan yang berpengaruh dan signifikan secara statistik terhadap kelangsungan hidup neonatal dini yaitu, persalinan yang bukan ditolong oleh tenaga kesehatan, utilisasi layanan KN 1 yang tidak lengkap, dan utilisasi layanan ANC < 6 kali dengan paritas ibu 1 anak, setelah dikontrol dengan usia ibu saat melahirkan, paritas, dan berat lahir bayi. Pengaruh utilisasi pelayanan kesehatan saat hamil hingga pasca persalinan terhadap kelangsungan hidup neonatal dini tidak dipengaruhi oleh waktu. Adapun, faktor utilisasi pelayanan kesehatan yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup neonatal dini, yakni layanan KN 1.

Early neonatal survival is the ability of neonates to survive until they reach the age of six days. The early neonatal period is referred to as a critical period for newborns, with an estimated half of deaths occurring in the first 24 hours after birth. Lack of quality care at or immediately after birth and in the first days of life has an impact on neonate survival. This study used a retrospective cohort study design with a quantitative approach. The data used is the 2017 IDHS sample data, with a total sample of 15,270 children ever born. The results of the study showed that out of 1000 babies who were 0 days old (newborn), 991 babies were able to survive until they were exactly 6 days old. Based on the results of the Cox regression test, the factors of health service utilization during pregnancy to postpartum that have a statistically significant influence on early neonatal survival are, births that are not assisted by health workers, incomplete utilization of first neonatal visit services, and utilization of antenatal care services less than 6 times with the mother's parity of 1 child, after controlling for the mother's age at birth, parity, and baby's birth weight. The influence of health service utilization during pregnancy to postpartum on early neonatal survival is not influenced by time. Meanwhile, the health service utilization factor that most influences early neonatal survival is the first neonatal visit service.
Read More
T-6896
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rany Kamilla Yulianti; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Milla Herdayati, Lina Widyastuti
Abstrak:
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu langkah untuk menurunkan angka fertilitas total. Namun, pada penggunaannya terdapat dinamika seperti putus pakai, penggantian atau peralihan metode, dan kegagalan kontrasepsi. Kejadian putus pakai kontrasepsi dapat berdampak pada peningkatkan risiko kematian ibu. Provinsi Banten dan Jambi merupakan dua provinsi dengan proporsi putus pakai kontrasepsi yang cukup berbeda. Sebagian besar putus pakai kontrasepsi terjadi pada kontrasepsi modern, seperti suntik dan pil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui putus pakai suatu jenis alat/cara KB dan putus pakai kontrasepsi modern di Banten dan Jambi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang serta menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang telah menikah dan tinggal di provinsi Banten dan Jambi. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 1013 responden untuk suatu jenis alat/cara KB dan 939 untuk kontrasepsi modern di Banten dan 630 responden untuk suatu jenis alat/cara KB dan 579 untuk kontrasepsi modern di Jambi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa putus pakai suatu jenis/alat KB memiliki proporsi sebanyak 34,3% di provinsi Banten dan 61% di provinsi Jambi. Selain itu, putus pakai kontrasepsi modern memiliki proporsi sebanyak 35% di provinsi Banten dan 63,9% di provinsi Jambi. Faktor yang berhubungan dengan putus pakai suatu jenis alat/cara kontrasepsi di provinsi Banten adalah efek samping penggunaan kontrasepsi (RO= 0,850; 95% SK: 1,029-3,331) sedangkan di provinsi Jambi adalah status ekonomi (RO= 0,289; 95% SK: 0,086-0,973), status pekerjaan (RO= 2,164; 95% SK: 1,312-3,569), tempat tinggal (RO= 3,088; 95% SK: 1,691-5,641), Jenis metode KB (RO= 0,253; 95% SK: 0,111-0,574), konseling oleh tenaga kesehatan (RO= 1,942; 95% SK: 1,132-3,331), dan jumlah anak hidup (0,753 (95% SK: 0,569-0,997)). Faktor yang berhubungan dengan kejadian putus pakai kontrasepsi modern di Banten adalah pendidikan (RO= 3,219; 95% SK: 1,044-9,929) sedangkan di provinsi Banten adalah jenis metode KB (RO= 0,179; 95% SK: 0,084-0,381) dan konseling oleh tenaga kesehatan (RO= 1,996; 95% SK: 1,101-3,620).

The use of contraception is a crucial measure in reducing the total fertility rate. However, its usage exhibits dynamics such as discontinuation, method switching or switching, and contraceptive failure. Discontinuation of contraception can lead to an increased risk of maternal mortality. According to the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) results, there is a significant disparity in contraceptive discontinuation rates between Banten and Jambi provinces, where Banten has a low percentage (39.3%) and Jambi has a considerably higher percentage (63%). Most discontinuations occur with modern contraceptives such as injections and pills. Hence, this research aims to understand the discontinuation rates of specific contraceptive methods and modern contraceptives in Banten and Jambi. This study employs a quantitative method with a cross-sectional study design utilizing secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey. The population comprises married women of reproductive age residing in Banten and Jambi provinces. The sample size consists of 1,013 respondents for a specific contraceptive method and 939 for modern contraceptives in Banten, and 630 respondents for a specific contraceptive method and 579 for modern contraceptives in Jambi. The research findings indicate that discontinuation of a specific contraceptive method stands at 34.3% in Banten and 61% in Jambi. Furthermore, discontinuation of modern contraceptives is observed at 35% in Banten and 63.9% in Jambi. Factors associated with discontinuation of a specific contraceptive method in Banten are contraceptive side effects (OR = 0.850; 95% CI: 1.029-3.331), while in Jambi, they are economic status (OR = 0.289; 95% CI: 0.086-0.973), employment status (OR = 2.164; 95% CI: 1.312-3.569), place of residence (OR = 3.088; 95% CI: 1.691-5.641), type of contraceptive method (OR = 0.253; 95% CI: 0.111-0.574), counseling by health worker (OR = 1.942; 95% CI: 1.132-3.331), and number of living children (0.753 (95% CI: 0.569-0.997)). Factors associated with discontinuation of modern contraceptives in Banten are education (OR = 3.219; 95% CI: 1.044-9.929), while in Jambi, are the type of contraceptive method (OR = 0.179; 95% CI: 0.084-0.381) and counseling by health worker (OR = 1.996; 95% CI: 1.101-3.620).
Read More
S-11515
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wulandara Seplianda; Pembimbing: Tris Eryando, Iwan Ariawan; Penguji: Agus Triwinarto
Abstrak: Skripsi ini membahas praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA) usia 6-23 bulan di Indonesia untuk melihat pengaruh faktor sosio-demografi dan post natal dalam pemberian makan pada bayi dan anak yang sesuai dengan standar WHO. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Gambaran praktik pemberian makan, faktor sosio-demografi dan post natal didapatkan melalui pengisian kuesioner SDKI 2017 (n = 4957). Hasil penelitian menunjukkan pendidikan ibu yang paling berpengaruh terhadap praktik pemberian makan bayi dan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang paling banyak memberikan praktik pemberian makan yang sesuai dengan standar WHO adalah ibu dengan pendidikan SD/SMP (43,23%). Ibu yang paling banyak memberikan praktik pemberian makan yang sesuai dengan standar WHO adalah ibu yang tidak bekerja (31,98%). Hasil penelitian menyarankan bahwa faktor sosio-demografi berpengaruh terhadap praktik pemberian makan bayi dan anak; pendidikan ibu menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap praktik pemberian makan pada bayi dan anak; pendidikan ibu juga harus harus ditingkatkan baik secara formal dan nonformal untuk mendukung peningkatan praktik pemberian makan pada bayi dan anak usia 6-23 bulan.
Read More
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratna Widia; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Popy Yuniar, Rahmadewi
Abstrak: Permasalahan yang ditakutkan akan memiliki dampak besar pada keberhasilan program KB dalam mengendalikan jumlah penduduk Indonesia adalah kejadian putus pakai kontrasepsi. Data SDKI 2017 melaporkan sekitar 29% perempuan dengan bermacam metode kontrasepsi memutuskan untuk menyudahi penggunaan alat kontrasepsi setelah 12 bulan pemakaian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat perbedaan determinan kejadian putus pakai kontrasepsi pada wanita usia subur (15-49 tahun) antara Wilayah Barat Indonesia (Sumatera) dan Wilayah Timur Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesi tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu putus pakai kontrasepsi, sedangkan variabel independent penelitian ini adalah umur, paritas, preferensi fertilitas, tingkat pendidikan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, indeks kekayaan, metode kontrasepsi yang dihentikan, penggunaan internet, dan kepemilikan ponsel. Regresi logistic multivariable digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan putus pakai kontrasepsi di kedua wilayah tersebut. Tingkat putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera mencapai 45,7% dan di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua mencapai 41,2%. Alasan paling umum untuk seorang wanita putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah karena efek samping/masalah kesehatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan (OR 2,63) merupakan determinan terbesar terhadap putus pakai konrasepsi di Wilayah Sumatera diikuti oleh daerah tempat tinggal (OR 1,13). Sedangkan determinan terbesar terhadap putus pakai kontrasepsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah daerah tempat tinggal (OR 1,42). Konseling dan edukasi terkait metode kontrasepsi dan efek samping/masalah kesehatan yang mungkin muncul perlu digencarkan terutama pada kelompok tingkat pendidikan tinggi dan tinggal di perkotaan.
The problem that is feared will have a major impact on the success of the family planning program in controlling the population in Indonesia is the incidence of discontinuation of contraceptive use. The 2017 IDHS data reported that around 29% of women with various contraceptive methods decided to stop using contraceptives after 12 months of use. This study aim to describe the comparison of determinants of contraceptive discontinuation between the Western Region of Indonesia (Sumatera) and the Eastern Region of Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). This study uses Indonesia Demography Health Survey (IDHS) 2017. The population for this study is a women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the contraceptive discontinuation, while the independent variable of this study are age, parity, fertility preferences, level of education, occupation, area of residence, wealth index, discontinued contraceptive method, internet use, and mobile phone ownership. Multivariable logistic regression was used to identify the predictors of contraceptive discontinuation. The proportion of respondent who discontinue using contraceptive was 45,7% (Sumatera) and 41,2% (Nusa Tenggara, Maluku and Papua). The most common reason for discontinuation in Sumatra and Nusa Tenggara, Maluku, Papua is because of side effects/health problems. The results of the multivariate analysis showed that the variable level of education (OR 2,63) was the largest determinant of contraceptive discontinuation in Sumatra, followed by area of residence (OR 1,13). Meanwhile, the biggest determinant of discontinuation of contraceptive use in Nusa Tenggara, Maluku, Papua is the area of residence (OR 1,42). Counseling and education related to contraceptive methods and side effects/health problems that may arise need to be intensified, especially in the group with higher education levels and living in urban areas.
Read More
S-11027
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Demsa Simbolon; Pembimbing: Kemal Nazaruddin Siregar, Sabarinah B Prasetyo; Penguji: Kusharisupeni, Edward Firdaus Sembiring, Itje A. Ranida
Abstrak: Latar Belakang: Kelangsungan hidup bayi di Indonesia masih rendah, hal ini dapat dilihat dari tingginya AKB di Indonesia. AKB di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya dan tetap berada pada keadaan intermediate rock, juga sangat bervariasi antar wilayah, dimana AKB di pedesaan jauh lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan lebih menitikberatkan perhatian pada faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian bayi, sangat sedikit yang menganalisis umur kelangsungan hidup bayi, dan tidak membandingkan kelangsungan hidup bayi di perkotaan dan pedesaan. Tujuan: Penelitian bertujuan menggambarkan probabilitas kelangsungan hidup bayi serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kelangsungan hidup bayi di Indonesia dan menurut wilayah perkotaan dan pedesaan. Metoda: Penelitian ini menggunakan data SDKI 2002-2003, dengan rancangan cross sectional. Data dapat dianalisis dengan analisis survival karena tersedia informasi waktu (time) dan kejadian (event), dengan waktu pengamatan mulai bayi lahir sampai usia sebelum satu tahun. SDKI tahun 2002–2003, sampel berjumlah 11.588 bayi, terdiri dari 4769 bayi di perkotaan dan 6819 bayi di pedesaan. Bayi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dianalisis dengan mengaplikasikan analisis survival. Analisis mencakup analisis univariabel, analisis bivariabel dengan metode life table dan regresi cox sederhana, dan analisis multivariabel dengan regresi cox ganda. Hasil: Probabilitas kelangsungan hidup bayi di perkotaan (98,59%) lebih tinggi dibandingkan bayi di pedesaan (97,54%). Proporsi kematian bayi di pedesaan dua kali lebih banyak dibandingkan bayi di perkotaan. Kurva kelangsungan hidup bayi menurun tajam pada umur bulan pertama (masa neonatal), untuk umur berikutnya penurunan probabilitas kelangsungan hidup bayi lebih landai. Menurut wilayah, penurunan probabilitas kelangsungan hidup bayi di perkotaan lebih landai dibandingkan di pedesaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelangsungan hidup bayi di perkotaan adalah adalah berat badan lahir, waktu pemberian ASI, penolong persalinan dan interaksi antara penolong persalinan dengan berat badan lahir setelah dikontrol faktor frekuensi kunjungan pelayanan antenatal, tempat persalinan, dan nomor urut lahir, sedangkan di pedesaan adalah frekuensi kunjungan pelayanan antenatal, berat badan lahir, penolong persalinan, nomor urut lahir, waktu pemberian ASI, tempat persalinan, interaksi penolong persalinan dengan waktu pemberian ASI setelah dikontrol faktor jarak kelahiran dan jenis kelamin. Kesimpulan: Terdapat perbedaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kelangsungan hidup bayi di perkotaan dan pedesaan. Faktor keadaan saat bayi lahir merupakan faktor penting yang berhubungan signifikan dengan kelangsungan hidup bayi, faktor waktu pemberian ASI pertama kali merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup bayi. Kata Kunci : Bayi, Kelangsungan Hidup Bayi, Perkotaan dan Pedesaan, Analisis Kesintasan, Proportional Hazard Model.
Background: Infant’s survival is still low on Indonesia, it based on high IMR level on Indonesia. IMR on Indonesia is higher compared to other ASEAN country and still on intermediate rock condition and multiplicity among the area, which are 32 per 1000 birth on urban and 52 per 1000 birth on rural. From previous researches which more concentrate on factors relate to infant mortality, and few analyze on infant’s survival age, and not comparing infant’s survival on urban and rural. Objektive: This research’s aim is to describe infant’s survival probability also analyzing faktors relate to infant’s survival on Indonesia and based on the urban and rural area. Methods: This research is using SDKI 2002-2003 data. Cross sectional data on SDKI 2002-2003 can be analyze by survival analyses because it contain time and event information, with survey period from infant’s birth until less than one year age. Sample’s amount 11.588 infant, consist of 4.769 infant on urban and 6.819 infant on rural. Data analysis using survival analysis application with life table and Cox regression also time independent covariate if variabel doesn’t meet proportional hazard ratio assumption. Result: Probability infant’s survival on urban (98,59%) higher than on rural (97,54%). On rural infant’s mortality proportion is twice higher than on urban. Infant’s survival time probability decline on first month age (neonatal mortality), for higher age infant’s survival time probability is still low, but not as low as the first month age. According to the area, on urban infant’s survival time probability is even lower than on rural. Faktors related to infant’s survival time probability on urban are birth weight, breast feeding period, birth assistance and interaction between birth assistance with birth weight after controlled by antenatal service visit frequency faktor, birth weight, birth assistance, birth queue number, breast feeding period, bearing place, birth assistance interaction with breast feeding period after controlled by birth distant faktor and gender. Conclusion: Infant’s survival determinant faktor is infant condition when the baby born, besides the antenatal service visit frequency. As a dominant faktor is breast feeding period. Midwife or birth assistance is a precondition faktors of infant’s weight effect and breast feeding on infant effect to infant survival time. Appropriate intervention is needed for problem that found on each city and rural area. Main intervention effort is increasing early breast feeding as soon as the infant born which also an advantage for lessening birth interval, beside it also improves birth assistance ability on BBLR infant process, and helps mother on breast feeding as soon as the baby born, increase antenatal service coverage, and increase birth delivery coverage by health worker. Keyword: Infant, Infant Survival, Survival Analysis, Rural and Urban, Proportional Hazard Model.
Read More
T-2136
Depok : FKM-UI, 2005
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive