Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 38249 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Wijayantono; Promotor: Umar Fahmi Achmadi; Ko Promotor: Dewi Susana, Tris Eryando; Penguji: Soekidjo Notoatmodjo, Holani Achmad, Toni Wandra, Soewarta Kosen
D-255
Depok : FKM-UI, 2011
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dewi Susanna; Pembimbing: Umar Fahmi Achmadi, Haryoto Kusnoputranto; Penguji: Hasbullah Thabrany, Sugeng Juwono Mardihusodo, Damar Tri Boewono, Adang Bachtiar, Syahrizal Syarif, I Made Djaja
D-112
Depok : FKM-UI, 2005
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irenel; Promotor; Haryoto Kusnoputranto; Kopromotor: I Made Djaja, Dewi Susana; Penguji: Sudarto Ronoatmodjo, Sudijanto Kamso, Bambang Wispriyono, Tri Edhi Budhi Soesilo, Toni Wandra
D-245
Depok : FKM-UI, 2011
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ade Heryana; Promotor: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Kopromotor: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Ascobat Gani, Fatma Lestari, Meiwita Paulina Budiharsana, Cri Sajjana Prajna Wekadigunawan, Turro Selrits Wongkaren, Raditya Jati
Abstrak:
Kejadian pandemi virus corona SARS-CoV-2 di dunia meningkatkan kesadaran bahwa pengendalian wabah penyakit di suatu daerah sangat berkaitan dengan karakteristik wilayah epidemik. Determinan sosial kesehatan dapat dijadikan sebagai kerangka kerja untuk memprediksi penyebaran penyakit dan mengusulkan upaya pengendalian wabah pada tingkat populasi berdasarkan penilaian risiko. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model pengendalian wabah penyakit berbasis risiko wilayah. Metodologi: Studi kasus dilakukan terhadap pandemi COVID-19 saat gelombang Delta tahun 2021 di Indonesia. Untuk menjawab tujuan penelitian, dilakukan studi faktor risiko terhadap 128 kabupaten/kota di Jawa-Bali dengan analisis regresi linier. Penilaian risiko diukur dengan pemodelan kompartemen penyakit menular SEIRD (Susceptible, Exposed, Infected, Recovered, Dead). Usulan upaya mitigasi risiko, respon, kesiapsiagaan dan rehabilitasi dibangun berdasarkan hasil penilaian risiko. Seluruh analisis dikontrol berdasarkan tahapan pandemi yang terdiri dari pra, naik, turun, dan pasca. Hasil: terdapat 31 faktor determinan sosial kesehatan yang secara signifikan berpengaruh terhadap indikator wabah yakni kerentanan, penularan, kesembuhan, dan kematian. Hasil simulasi model diperoleh 17 faktor determinan sosial yang memiliki risiko signifikan berdasarkan vulnerability, capacity, exposure, dan hazard. Upaya pengendalian pandemi yang diusulkan ternyata memiliki perbedaan berdasarkan tahapan pandemi dan karakteristik wilayah kabupaten/kota. Kesimpulan: penelitian ini telah menghasilkan model pengendalian wabah berbasis risiko wilayah yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah krisis kesehatan lainnya pada tingkat lokal, regional, hingga global

The COVID-19 pandemic has raised awareness that the control of disease outbreaks in a region is closely linked to the characteristics of the epidemic region. Social determinants of health can be used as a framework to predict the spread of disease and propose outbreak control efforts at the population level based on risk assessment. This study aims to develop a risk region-based disease outbreak control model. Methodology: A case study was conducted on the COVID-19 pandemic during the Delta wave in 2021 in Indonesia. To answer the research objectives, a risk factor study was conducted on 128 regencies/cities in Java-Bali using linear regression analysis. Risk assessment was measured using the SEIRD (Susceptible, Exposed, Infected, Recovered, Dead) infectious disease compartment modeling. Proposed risk mitigation, response, preparedness, and rehabilitation efforts were built based on the results of risk assessment. All analyzes were controlled based on the stages of the pandemic, consisting of pre, increase, declining, and post. Results: There were 31 social determinants of health factors that significantly affected outbreak indicators, namely vulnerability, transmission, recovery, and death. The results of the model simulation showed 17 social determinants of risk based on vulnerability, capacity, exposure, and hazard. The proposed pandemic control efforts actually differ based on the stages of the pandemic and the characteristics of the regencies/cities. Conclusion: This study has resulted in a risk region-based disease outbreak control model that can be applied to address other health crisis problems at the local, regional, and global levels
Read More
D-503
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Herdianti; Promotor: Dewi Susanna; Ko Promotor: Tris Eryando; Penguji: Umar Fahmi Achmadi, Besral, Ririh Yudhastuti, Suwito, Asmali
Abstrak:
Kota Batam adalah penyumbang terbanyak kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kepulauan Riau. Salah satu tantangan terbesar dalam penularan DBD di Kota Batam adalah keberadaan rumah toko (ruko) dan permukiman kumuh yang tidak pada peruntukkannya (squatter). Tujuan penelitian ini adalah menyusun model pengendalian DBD pada lingkungan ruko dan squatter di Kota Batam. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik dengan pendekatan studi ekologi. Populasi dan sampel untuk analisis spasial yakni 44 kelurahan dan populasi untuk uji statistik yaitu penderita DBD tahun 2022 sebanyak 767 kasus dengan 88 sampel. Data dianalisis dengan univariat, bivariat, pemetaan dan model. Hasil analisis menunjukkan variabel yang merupakan faktor risiko antara lain kepadatan vektor (ruko: OR=6,2, squatter: OR=11,2), mobilitas penduduk (ruko: OR=6,2, squatter: OR=6,5), suhu (ruko: OR=6,0, squatter: OR=7,3), curah hujan (ruko: OR=6,5, squatter: OR=8,4), kelembaban (ruko: OR=7,1, squatter: OR=5,7), dan konstruksi rumah (ruko: OR=5,0). Luaran penelitian ini adalah model GWR yang menunjukkan variabel Proporsi Perumahan Squatter, Suhu, Kepadatan Vektor dan Kepadatan Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Kasus DBD di Kota Batam (R2=77,13%). Model pengendalian yang dapat dilakukan adalah manajemen DBD berbasis relung ekologi antara lain peraturan daerah terkait penatalaksanaan lingkungan dengan mengatur barang bekas disekitar squatter serta memberdayakan anak sekolah dalam pemberantasan jentik.

Batam City is the largest contributor to Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) cases in the Riau Islands. One of the biggest challenges in the transmission of dengue fever in Batam City is the existence of shophouses and slum areas that are not intended for use (squatters). The aim of this research was to develop a model for controlling dengue fever in shophouses and squatter environments in Batam City. This research was quantitative analytical research with an ecological study approach. The research period started from August 2022 - May 2023. The population and samples for spatial analysis were 44 sub-districts and for statistical tests were 767 dengue fever with 88 samples. The results of the analysis showed that variables which were risk factors include vector density (shophouses: OR=6,2, squatters: OR=11,2), population mobility (shophouses: OR=6,2, squatters: OR=6,5), temperature (shophouses: OR=6,0, squatters: OR=7,3), rainfall (shophouses: OR=6,5, squatters: OR=8,4), humidity (shophouses: OR=7,1, squatters: OR=5,7), and house construction (shophouses: OR=5,0). The output of this research was the GWR model which showed that the variables Squatters Proportion, Temperature, Vector Density and Population Density had a significant effect on the number of dengue fever cases in Batam City (R2=77.13%). The model for controlling dengue fever that can be implemented are dengue management based on niche, including regional regulations requiring arranging used goods around squatters and empowering school children in eradicating larvae.
Read More
D-514
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nina Fentiana; Promotor: Trini Sudiarti; Kopromotor: Endang Laksminingsih, Besral; Penguji: Kusharisupeni, Diah M. Utari, Hardinsyah, Fasli Jalal, Arum Atmawikarta
Abstrak:
Stunting anak 0-23 bulan di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor langsung dan tidak langsung. Penelitian menggunakan data Riset Kesehatan Dasar, Survey Sosial Ekonomi Nasional dan Produk Domestik Regional Bruto per kapita tahun 2018 dengan pendekatan potong lintang bertujuan mengetahui model jalur hubungan langsung dan tidak langsung berbagai faktor risiko stunting dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota. Pengolahan data sekunder dilakukan pada Januari-April 2022. Sampel adalah 106 kabupaten/kota prevalensi stunting <20% dan 403 kabupaten/kota prevalensi stunting ≥20% (20%-<30%, 30%-40% dan >40%) yang diagregratkan pada tingkat kabupaten/kota dari 32.095 data individu anak usia 0-23 bulan yang diukur panjang badannya. Pemodelan menggunakan analisis jalur. Model jalur pencegahan risiko stunting memperlihatkan akses terhadap makanan (r=-0,31) dan pemeriksaan kehamilan (r=-0,29) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting <20%. Keluarga Berencana (r=-0,15), pemeriksaan kehamilan (r=-0,13) dan cuci tangan pakai sabun (r=-0,11) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting ≥20%. Tablet tambah darah ibu hamil (r=-0,02) dan inisiasi menyusu dini (r=-0,03) berhubungan tidak langsung melalui ASI eksklusif dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 20%-<30%. ASI eksklusif (r=-0,15) berhubungan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 20%-<30%. Cuci tangan pakai sabun berhubungan signifikan langsung dengan prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota di kabupaten/kota prevalensi stunting 30%-40% (r=-0,22) dan >40% (r=-0,45). Model jalur menyimpulkan bahwa kabupaten/kota dapat memainkan peran penting dalam upaya pencegahan risiko stunting dengan memodifikasi sejumlah faktor risiko terutama pada keluarga anak 0-23 bulan.

Stunting in children 0-23 months in Indonesia is a public health problem caused by various direct and indirect factors. This study uses data from Basic Health Research, National Socio-Economic Survey and Gross Regional Domestic Product per capita in 2018 with a cross-sectional approach. Secondary data processing was carried out in January-April 2022. The samples were 106 districts/cities with stunting prevalence <20% and 403 districts/cities with stunting prevalence 20% (20%-<30%, 30%-40% and >40%) Aggregated at the district/city level from 32,095 individual data for children aged 0-23 months, whose body length was measured. The modeling uses path analysis. The stunting risk prevention pathway model shows that access to food (r=-0.31) and prenatal care (r=-0.29) is directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities with stunting prevalence <20%. Family planning (r=-0.15), pregnancy check-ups (r=-0.13) and hand washing with soap (r=-0.11) were directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities stunting prevalence 20 %. Blood supplement tablets for pregnant women (r=-0.02) and early initiation of breastfeeding (r=-0.03) were indirectly related through exclusive breastfeeding with the prevalence of stunting at the district/city level in districts/cities stunting prevalence of 20%-<30% . Exclusive breastfeeding (r=-0.15) was directly related to the prevalence of stunting at the district/city level in the district/city stunting prevalence of 20%-<30%. Hand washing with soap is directly related to stunting prevalence at district/city level in districts/cities, stunting prevalence is 30%-40% (r=-0.22) and >40% (r=-0.45). The pathway model concludes that districts/cities can play an important role in preventing stunting risk by modifying a number of risk factors, especially in families of children 0-23 months.
Read More
D-475
[s.l.] : [s.n.] : s.a.]
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Jumhati, Siti; Promotor: Sabarinah; Kopromotor: Kemal Nazaruddin Siregar; Penguji: Agustin Kusumayati, Artha Prabawa, Kemal Nazaruddin Siregar, Sabarinah, Sudarto Ronoatmodjo, Maryati, Arietta Pusponegoro, Ade Jubaedah, Trihono
Abstrak:
Hasil Long Form sensus penduduk 2020 (LF SP 2020) AKI di Indonesia sebesar 189 per 100.000 KH, sementara AKI di Provinsi Banten sebesar 127/100.000 KH. Penurunan angka kematian ibu dari hasil LF SP2020 mencapai 45 persen. Meskipun AKI pada tahun 2020 sudah ada penurunan dibanding dengan AKI pada tahun 2015, akan tetapi masih perlu usaha keras untuk mencapai target SDGs. Deteksi dini preeklampsi pada ibu hamil adalah bagian dari asuhan antenatal yang merupakan salah satu kunci intervensi utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah diterapkan diberbagai Negara. Tujuan penelitian ini untuk menguatkan keaktifan bidan dan kader Kesehatan di Puskesmas dalam mempengaruhi ibu hamil melakukan deteksi dini preeklampsia menggunakan mHealth. Metode penelitian ini menggunakan desain Mixs Methods Exploratory Sequential. Penelitian kualitatif dilakukan untuk pengembangan intervensi. Informan pada penelitian kualitatif terdiri dari Dinas Kesehatan, Ibu hamil, keluarga ibu hamil, bidan Puskesmas, kader kesehatan dan masyarakat. Penelitian kuantitatif menggunakan desain Quasi eksperimental. Penelitian dilakukan di Kecamatan Angsana, Kaduhejo (intervensi) dan Cikupa Pandeglang, Cadasari (kontrol) di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Populasi penelitian seluruh ibu hamil umur 15-49 tahun, di Kabupaten Pandeglang. Sampel penelitian yaitu Ibu hamil umur 15-49 tahun, usia kehamilan ≤ 34 minggu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, besar sampel 100 orang. Teknik pengambilan sampel dengan Purposive sampling. Pada kelompok intervensi dilakukan edukasi menggunakan mHealth untuk penguatan pemeriksaan deteksi dini preeklampsi pada ibu hamil oleh bidan dan kader, pada kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi. Analisa data dengan menggunakan analisa univariat, bivariat, multivariat: Risk Ratio (RR), Attributable Risk (AR), AR% (absolute) dan Difference in Difference (DiD). Hasil studi kualitatif Ibu hamil mempersepsikan bahwa tidak sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan terkait deteksi dini preeklampsi, dan orang tua adalah orang yang paling banyak memberikan saran dan masukan selama kehamilan. Meskipun demikian mayoritas ibu hamil masih belum melakukan pemeriksaan deteksi dini preeklampsi dengan baik, dan masih ada beberapa ibu hamil yang tidak ingin memeriksakan kehamilannya ke bidan maupun ke dokter kandungan. Hasil studi kuantitatif variabel yang paling dominan mempengaruhi perilaku deteksi dini preeklampsi adalah Intervensi bidan dan kader kesehatan, sikap dan dukungan tenaga kesehatan terhadap deteksi dini preeklampsi dengan nilai (p-value < 0,05). Intervensi edukasi menggunakan mHealth oleh bidan dan kader secara signifikan (p value < 0,05) memberikan dampak meningkatkan perilaku well detection terhadap preeklampsi pada ibu hamil sebesar 47,1 % (AR) dan 38% (DiD).


The results of the Long Form Population Census 2020 (LF SP 2020) showed that the MMR in Indonesia was 189 per 100,000 KH, while the MMR in Banten Province was 127/100,000 KH. The reduction in maternal mortality from the LF SP2020 results reached 45 per cent. Although the MMR in 2020 has decreased compared to the MMR in 2015, it still needs hard efforts to achieve the SDGs target. Early detection of preeclampsia in pregnant women is part of antenatal care which is one of the key interventions to reduce maternal mortality and achieve Sustainable Development Goals (SDGs) targets that have been implemented in various countries. The purpose of this study was to strengthen the activeness of midwives at Puskesmas in influencing pregnant women to do early detection of preeclampsia using mHealth. This research method uses Mixs Methods Exploratory Sequential design. Qualitative research was conducted for intervention development. Informants in qualitative research consisted of the Health Office, pregnant women, families of pregnant women, Puskesmas midwives, health cadres and the community. Quantitative research used a Quasi-experimental design. The study was conducted in Angsana, Kadu Hejo (intervention) and Cikupa, Cadasari (control) sub-districts in Pandeglang Regency, Banten Province. The study population was all pregnant women aged 15-49 years, in Pandeglang Regency. The study sample was pregnant women aged 15-49 years, gestational age ≤ 34 weeks who met the inclusion and exclusion criteria, a sample size of 100 people. Purposive sampling technique. In the intervention group, education using mHealth was carried out to strengthen the early detection of preeclampsia in pregnant women by midwives and cadres, in the control group no intervention was carried out. Data analysis using univariate, bivariate, multivariate: Risk Ratio (RR), Attributable Risk (AR), AR% (absolute) and Difference in Difference (DiD). Qualitative study results Pregnant women perceive that it is not difficult to access health services related to early detection of preeclampsia, and parents are the people who provide the most advice and input during pregnancy. However, the majority of pregnant women still do not perform early detection of preeclampsia properly, and there are still some pregnant women who do not want to check their pregnancy with a midwife or obstetrician. The results of the quantitative study of the most dominant variable affecting the early detection of preeclampsia was the Educational interventions using mHealth by midwives and , and health worker support. Educational interventions using mHealth by midwives and CHWs significantly (p value <0.05) had an impact on improving the early detection behaviour of preeclampsia in pregnant women by 47,1% (AR) and 38% (DiD).
 
Read More
D-536
Depok : FKM UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Okky Assetya Pratiwi; Promotor: Umar Fahmi Achmadi; Kopromotor: Haryoto Kusnoputranto, Slamet Isworo; Penguji: Budi Hartono, Ema Hermawati, Ririn Arminsih Wulandari, Yuanita Windusari, Agus Suwandono
Abstrak:

Pencemaran mikroplastik semakin meningkat setiap tahunnya dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat. Kebijakan pemerintah terkait pengelolaan mikroplastik menggunakan model ekonomi sirkular dan model 3R (reduce, reuse, recycle) terus dilaksanakan, namun belum menyelesaikan tantangan di lapangan. Sehingga diperlukan alternatif pengelolaan mikroplastik melalui teknologi degradasi menggunakan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model bioteknologi degradasi mikroplastik berbasis bakteri indigenous berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Kota Depok.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan observasional, penilaian risiko kesehatan dan eksperimental. Studi observasional dilakukan untuk mengidentifikasi mikroplastik pada sampel tanah dan air bersih serta mengetahui jenis dan kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi mikroplastik. Pendekatan eksperimental untuk mengembangkan model bioteknologi degradasi mikroplastik berbasis bakteri indigenous.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi mikroplastik di tanah TPA Cipayung bervariasi antara 8.400–152.000 partikel/kg, sementara pada air bersih yang dikonsumsi masyarakat berkisar antara 1.889–5.444 partikel/L, dengan variabilitas tingkat risiko kesehatan terkategori Risk Quotient (RQ) > 1. Empat isolat bakteri potensial, yaitu Rummeliibacillus pycnus NBRC 101231, Stenotrophomonas acidaminiphila JCM 13310, Microbacterium arborescens DSM 20754, dan Streptomyces thermolineatus DSM 41451, efektif mendegradasi mikroplastik melalui penurunan berat, perubahan struktur kimia (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), serta pembentukan biofilm, lubang dan retakan (Scanning Electron Microscope). Model bioteknologi degradasi mikroplastik dikembangkan dalam bentuk produk liofilisasi biomassa bakteri, menggunakan isolat Rummeliibacillus pycnus NBRC 101231.

Saran yang diajukan adalah perlunya penetapan regulasi batas aman mikroplastik di lingkungan serta mendukung pengembangan bioteknologi degradasi mikroplastik berbasis biomassa bakteri sebagai solusi pengelolaan yang berkelanjutan. Untuk penelitian selanjutnya, diperlukan uji implementasi dan akseptabilitas model bioteknologi ini untuk memastikan efektivitas dan penerimaan di tingkat masyarakat.


Microplastic pollution continues to increase annually, creating potential threats to public health. Government policies related to microplastic management, which rely on circular economy models anda 3R model (reduce, reuse, recycle), are being implemented, but have yet to address the challenges in the field. Therefore, alternative microplastic management strategies that utilize degradation technologies with microorganisms are required. This study aimed to develop a biotechnology model for microplastic degradation based on indigenous bacteria sourced from the Cipacung Landfill, Depok City. This study employed a quantitative approach that combined observational, health risk assessment and experimental methods. Observational study was conducted to identify microplastics in soil and clean water samples, and to determine the types and capabilities of bacterial isolates in degrading microplastics. The experimental approach was applied to develop a biotechnological model for microplastic degradation based on indigenous bacteria.

The study results show that the concentration of microplastics in the soil at the Cipayung Landfill varies between 8.400-152.000 particles/kg, while in clean water consumed by the community, it ranges between 1.889-5.444 particle/L with variability in health risk levels categorized as Risk Quotient (RQ) >1. Four potential bacterial isolates, Rummeliibacillus pycnus NBRC 101231, Stenotrophomonas acidaminiphila JCM 13310, Microbacterium arborescens DSM 20754, and Streptomyces thermolineatus DSM 41451, were effective in degrading microplastics. This was demonstrated through weight reduction, changes in the chemical structure (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), and the formation of biofilms, holes, and cracks (Scanning Electron Microscope). Biotechnology model for microplastic degradation was developed in the form of a lyophilized bacterial biomass product, utilizing the isolate Rummeliibacillus pycnus NBRC 101231.

The proposed recommendations include establishing safe limits for microplastics in the environmnent and supporting the development of biotechnology for microplastic degradation based on bacterial biomass as a sustainable management solution. For future research, implementation trials and acceptability assessments of this biotechnology model are needed to ensure its effectiveness and community acceptance.

Read More
D-558
Depok : FKM UI, 2025
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dewa Ayu Putu Mariana Kencanawati; Promotor: Evi Martha; Kopromotor: Sabarinah, Ermi Ndoen; Penguji: Dewi Susanna, Purwadi Soeriadiredja, Lukman Hakim, Indra Supradewi, Bringiwatty Batbual
Abstrak:
Pencegahan malaria dalam kehamilan dilakukan melalui penggunaan kelambu berinsektisda sepanjang kehamilan yaang diperoleh melalui layanan ANC terpadu dengan pelayanan malaria. Faktor sosial budaya menjadi penentu ibu hamil untuk mengakses layanan ANC dan mendapatkan kelambu berinsektisida. Kecamatan Kodi Utara merupakan salah satu daerah endemis malaria di Pulau Sumba. Ibu hamil yang tinggal di wilayah ini beresiko tinggi terinfeksi malaria namun akses ibu hamil terhadap kelambu dan pemanfaatannya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun sebuh model pemberdayaan masyarakat berbasis sosial budaya untuk dapat meningkatkan penggunaan kelambu berinsektisida di Kecamatan Kodi Utara.  Desain pada penelitian ini menggunakan mix method dengan desain exploratory sequensial dengan subjek penelitian adalah ibu hamil. Jumlah sampel pada penelitian sebesar 144 ibu hamil yaitu  71 ibu hamil pada kelompok kontrol dan 73 ibu hamil pada kelompok intervensi. Efek intervensi diketahui dengan menggunakan analisis  diference in difference. Setelah dilakukan identifikasi  sosial budaya dan bentuk partisipasi masyarakat terkait penggunaan kelambu berinsektisida, kemudian disusun model pemberdayaan masyarakat berdasarkan hasil identifikasi tersebut dan kemudian intervensi dilakukan selama 2 bulan pada kelompok intervensi terdapat peningkatan pengetahuan ibu sebesar 21,13% dan praktik penggunaan kelambu yang benar  sebesar  20,83% lebih baik daripada kelompok kontrol. Peneliti menyarankan agar dalam menyusun sebuah strategi pencegahan malaria dalam kehamilan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya dan melibatkan secara aktif setiap komponen masyarakat. selain itu secara regulasi perlu untuk membuat aturan turunan mengenai edukasi penggunaan kelambu berinsektisida kepada ibu hamil yang dilakukan saat pembagian kelambu ru tin pada layanan malaria terinterasi KIA di Kabupaten Sumba Barat Daya 

Malaria prevention during pregnancy is achieved through the use of insecticide-treated mosquito nets, which can be obtained through integrated ANC services that include malaria services. Socio-cultural factors are determinants of pregnant women's access to ANC services and obtaining insecticide-treated mosquito nets. Kodi Utara District is one of the malaria-endemic areas on Sumba Island. Pregnant women who live in this area are at high risk of being infected with malaria, but pregnant women's access to mosquito nets and their utilization are still low. This study aims to develop a model of community empowerment based on socio-culture to increase the use of insecticide-treated mosquito nets in the Kodi Utara District. The design in this study used a mixed-methods method with an exploratory sequential design with pregnant women as the research subjects. The number of samples in the study was 144 pregnant women, namely 71 pregnant women in the control group and 73 pregnant women in the intervention group. The effect of the intervention was known using difference-in-difference analysis. After the identification of socio-cultural and forms of community participation related to the use of insecticide-treated mosquito nets, a community empowerment model was then prepared based on the results of the identification and then the intervention was carried out for 2 months in the intervention group there was an increase in maternal knowledge by 21.13% and the practice of using mosquito nets correctly by 20.83% better than the control group. The researcher suggests that in developing a malaria prevention strategy in pregnancy, consideration should be given to socio-cultural factors and actively involving every component of society. In addition, in terms of regulation, it is necessary to make derivative rules regarding education on the use of insecticide-treated mosquito nets for pregnant women, which is carried out during routine mosquito net distribution at integrated malaria services for KIA in West Sumba Regency
Read More
D-583
Depok : FKM-UI, 2025
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratna Wulandari; Promotor: Ahmad Syafiq; Kopromotor: Tria Astika Endah Permatasari; Penguji: Besral, Kusharisupeni Djokosujono, Emi Nurjasmi, Kodrat Pramudho, Sobar Darmadja
Abstrak:
Permasalahan gizi pada ibu hamil di Indonesia yang paling dominan adalah anemia dan kurang energi kronis. Intervensi telah dilakukan dengan pemberian tablet tambah darah dan pemberian makanan tambahan selama kehamilan, namun tingkat konsumsinya belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menilai intervensi pemberian edukasi menggunakan aplikasi catin sehat yang telah disusun pada masa prakonsepsi terhadap status gizi pada masa kehamilan. Populasi dalam penelitian ini adalah calon pengantin wanita di Puskesmas Wilayah Kota Depok pada tahun 2023, dengan total sampel yaitu 100 orang. Hasil penelitian berdasarkan uji t dependen menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberikan intervensi pada masa calon pengantin wanita yang kemudian diukur pasca pemberian intervensi yakni pada masa kehamilan trimester I terdapat rata-rata peningkatan status gizi pada tiga indikator yaitu rata-rata; kadar hemoglobin meningkat 1,64 g/dL, indeks massa tubuh meningkat 2,51 kg/m2, dan lingkar lengan tengah atas meningkat 0,51 cm, sedangkan ketiga indikator pada kelompok kontrol rata-rata cenderung menurun. Efektivitas pemberian modul edukasi Aplikasi Catin Sehat dalam meningkatkan kadar haemoglobin sebesar 13.5% dan efektivitas dalam meningkatkan indeks massa tubuh sebesar 14.7%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah memberikan edukasi mengenai pemenuhan gizi kehamilan pada calon pengantin, akan berdampak pada perilaku konsumsi makanan dan meningkatkan status gizi yakni kadar haemoglobin dan indeks massa tubuh pada masa kehamilan. Edukasi mengenai persiapan gizi kehamilan yang diberikan kepada calon pengantin atau pada masa pra konsepsi, merupakan langkah strategis dan awal dalam mencegah kekurangan gizi pada masa kehamilan.

The most dominant nutritional problems among pregnant women in Indonesia are Anemia and chronic energy deficiency. Interventions have been carried out by administering blood supplement tablets and providing additional food during pregnancy, but the level of consumption is not optimal. This study aims to assess educational interventions using educational modules during the preconception period on nutritional status during pregnancy. The population in this study were prospective brides at the Depok City Regional Health Center in 2023, with a sample size of 100 people. The results of the study based on the dependent t test showed that in the group given the intervention during the bride's period which was then measured after the intervention was given, namely during the first trimester of pregnancy, there was a potential average increase in nutritional status in three indicators, namely average; Hemoglobin levels increased by 1.64g/dL, body mass index increased by 2.51kg/m2, and mid-upper arm circumference increased by 0.51cm, while the three indicators in the control group tended to decrease on average. The effective improvement is 14.7% and 13.4%. The conclusion of this research is that providing education regarding the provision of pregnancy nutrition to prospective brides and grooms will have an impact on food consumption behavior and improve nutritional status during pregnancy. Education regarding pregnancy nutritional preparation given to prospective brides and grooms or during the preconception period is a strategic and initial step in preventing malnutrition during pregnancy.
Read More
D-512
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive