Ditemukan 31450 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Upaya pencegahan kecelakaan lalu lintas yang di diatur dalam UU No. 22 tahun 2009 terkait dengan persyaratan kelaikan jalan kendaraan, persyaratan pengemudi dan penerapan sistem manajemen keselamatan angkutan umum yang ditujukan untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan, meningkatkan keselamatan bagi konsumen, dan produktivitas bagi perusahaan. Studi para ahli menyatakan komitmen manajemen merupakan hal yang sangat penting dalam mendorong kinerja keselamatan dan sebagai pondasi penerapan program keselamatan di suatu perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komitmen manajemen terhadap penerapan keselamatan di PT SAN Putra Sejahtera. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori sikap dan perilaku untuk mendapat gambaran Identifikasi (jati diri), Penerimaan dan Loyalitas. Dari hasil penelitian di dapat bahwa penerimaan keselamatan manajemen menunjukkan tingkat sedang (moderat). Pengetahuan manajemen terhadap keselamatan mencapai tingkat tahu, paham, dan aplikasi. Partisipasi program keselamatan pada manajemen memiliki tingkat sedang (moderat). Partisipasi sumber daya (manusia, dana, sarana, dan SOP) yang disediakan perusahaan masih kurang. Kepatuhan manajemen terhadap UU LLAJ dan kepatuhan dalam melaksanakan program keselamatan menunjukkan tingkat sedang (moderat). Sehingga dapat disimpulkan komitmen manajemen terhadap keselamatan memiliki komitmen yang moderat (sedang). Kata Kunci: Komitmen, sistem manajemen Keselamatan, Angkutan Umum
Measures for the prevention of traffic accidents has been regulated in UU No. 22 year 2009 relating to the clearance requirements of vehicles, driver's requirements and the application of public transport safety management system aimed at preventing and reducing the risk of accidents, improve safety for consumers, and productivity for the company. Experts said the study of Management commitment is very important in driving performance and safety as the foundation of the application of the safety program in a company. The purpose of this study was to determine the picture's commitment to the implementation of safety management at PT SAN Putra Sejahtera. This study uses a qualitative approach to the theory of attitudes and behaviors to get the explanation of identification (identity), Acceptance and Loyalty. From the results of study on the safety management can demonstrate that the acceptance of moderate (moderate). Knowledge of management to safety achieve the level of to know, understand, and applications. Participation in safety management program has a medium level (moderate). Participation resources (human, funds, means of, and SOP) who are provided company is still less. Adherence to the law No. 22 year 2009 and compliance in implementing the safety program showed moderate (moderate). Therefore we can conclude management commitment to safety has a commitment to moderate (medium). Key Words: Commitment, Safety Management Systems, Public Transport
ABSTRAK Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja petugas Kusta Puskesmas di Provinsi Banten dan peran faktor organisasi dan psikologis terhadap kinerjanya masing-masing. Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif cross sectional. Data kuantitatif dikumpulkan secara langsung melalui pengisian kuesioner selama 2 bulan sejak bulan Mei-Juni 2012 Hasil : Dari 75 responden tersebut, 54.7% mempunyai kinerja baik dan 45.3% mempunyai kinerja kurang. Faktor yang paling dominan berperan terhadap kinerja yaitu motivasi dan pelatihan. Kesimpulan : Untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penderita kusta dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kinerja baik. Dalam pelaksanaanya untuk evaluasi kinerja belum mempunyai sistem pengukuran kinerja berbasis skoring. Penilaian kinerja yang dilakukan agar dikembangkan dan karena faktor yang berperan terhadap kinerja tersebut adalah motivasi dan pelatihan, maka dibutuhkan usaha yang optimal untuk memperbanyak pelatihan yang bermutu dan meningkatkan motivasi petugas. Kata Kunci : Kinerja, Petugas Kusta Puskesmas, Faktor Organisasi, Faktor Psikologis.
ABSTRACT Background: This study aims to determine the performance of Leprosy officers in Banten Province Health Center and the role of organizational and psychological factors on the performance of each. Methods: The study used a cross-sectional quantitative study designs. Quantitative data are collected directly by filling out the questionnaire during the two months since the May-June 2012 Results: Of the 75 respondents, 54.7% had good performance and 45.3% had less performance. The most dominant factor contributing to the performance of the Lepsory Officer are motivation and training. Conclusion: To improve the quality of service to the lepers needed human resources that have a good performance. In the implementation for performance evaluation does not have a scoring system based on performance measurement. Performance appraisals are conducted in order to be developed and because the factors that contribute to performance is the motivation and training, the optimal effort is required to reproduce the quality of training and improving staff motivation. Keywords: Performance, Leprosy Officer Health Center, Organizational Factors, Psychological Factors
Menopause merupakan menstruasi yang berhenti secara permanen yang
ABSTRACT
Penelitian ini dilakukan pada 161.619 jemaah haji yang berangkat menunaikan ibadah haji dengan haji reguler pada tahun 2012 M. Metode penelitian yang digunakan adalah Cross-sectional studies. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M dan analisis dilakukan dengan metode analisis cox regression.
Faktor yang memberi pengaruh terhadap kematian jemaah haji tahun 2012 M adalah jenis kelamin, usia, jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi. Laki-laki memiliki risiko kematian sebesar 1,4 kali (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 dibandingkan dengan perempuan. Semakin tua usia jemaah semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian, jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 3,6 kali (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 60-69 tahun memiliki risiko 6,3 kali (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 16,1 kali (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan kelompok usia kurang dari 50 tahun. Semakin banyak jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan ternyata akan semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian. Jemaah dengan satu riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko sebesar 1,2 kali (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, jemaah dengan dua riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 1,55 kali (95% CI: 1,12-2,14) dan bermakna secara statistik dengan nilai p= 0,01, jemaah dengan tiga atau lebih riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 2,9 (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah tanpa memiliki penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi.
Jemaah yang terdiagnosis penyakit sistem pernapasan akan memiliki risiko 1,54 kali (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, jemaah yang terdiagnosis penyakit infeksi dan parasit akan memiliki risiko 1,96 kali (95% CI: 1,10-3,50) p=0,02 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis memiliki penyakit infeksi dan parasit.
Sebaiknya umat Islam menunaikan ibadah haji sebelum usia 50 tahun, dan petugas lebih memberikan perhatian kepada jemaah dengan usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, yang berangkat pada gelombang kedua dengan riwayat penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi dan terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, penyakit infeksi dan parasit lain. Kelengkapan dan validitas data yang dihimpun oleh sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M sudah baik namun masih terdapat kelemahan diantaranya kemampuan penegakan diagnosis penyakit pada pemeriksaan kesehatan jemaah haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan penegakan diagnosis penyakit yang menjadi penyebab kematian oleh petugas kesehatan haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan menghimpun, melakukan rekapitulasi data yang lengkap serta akurat oleh petugas siskohatkes dan petugas surveilans pada setiap tingkat pelayanan kesehatan haji tahun 2012 M.
The mortality rate of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD is 2,13 ?. This research conducted to the 161.619 ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD. Design of the studywas cross-sectional studies. The sources of basic data for analisis were integrated computerization data in 2012 AD. Analysis for done using cox regression.
Factor that contribute to the death of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims are sex, age and diagnosis of deseases from the last diagnosis. The men have 1,4 time risk of death (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 compared to the women. The older pilgrims they have higher risk to die. The pilgrims of 50-59 years old have 3,6 time risk of death (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, The pilgrims of 60-69 years old have 6,3 time risk of death (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, The pilgrims of more then 69 years old have 16,1 time risk of death (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 compared to those less then 50 years old. Pilgrims who have many diagnosis of disease they have higger risk for death. Pilgrims with one diagnosis of disease have 1,2 times risk of death (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, pilgrims with two diagnosis of diseases have 1,5 times risk of death kali (95% CI: 1,12-2,14), pilgrims have more than two disease they have 2,9 times risk of death (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 compared to healthy pilgrims or pilgrims without diagnosis of disease.
Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,54 times risk of death (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 compared to those pilgrims who have lung disease, Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,96 times risk of death kali (95% CI: 1,10- 3,50) p=0,02 compared to those pilgrims who have infection disease and other parasit. Muslims should perform the pilgrimage before the age of 50 years and officers pay more attention to the congregation with more than 50 years of age, male sex, which set off the second wave with a history of disease diagnosed at late stage medical examination/embarkation and disease diagnosis system respiratory, infectious disease and other parasites.
Completeness and validity of data collected by a computerized system of integrated health pilgrimage in 2012 AD was good but there are still weaknesses include the ability of the diagnosis of diseases in health examination pilgrims at every level of service, the ability to diagnosis the disease was the cause of death by health care workers in Hajj every level of service, the ability to collect, perform a complete data summary and accurately by siskohatkes officers and surveillance officers at every level of health care Hajj in 2012 AD.
Demam Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp. Kasus demam Chikungunya di Kecamatan Limo selama bulan november 2011 - Januari 2012 tercatat sebanyak 193 kasus. Salah satu manajemen demam Chikungunya adalah pengendalian vektor. Ada beberapa alternatif kegiatan yang bisa dilakukan dalam pengendalian vektor demam Chikungunya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prioritas kriteria dan alternatif kegiatan pengendalian vektor dalam manajemen demam Chikungunya di Kecamatan Limo Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menganalisis perbandingan berpasangan antar elemen yang dilakukan 10 informan expert.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang menjadi pertimbangan prioritas dalam memilih alternatif kegiatan pengendalian vektor adalah lingkungan (0,357), prioritas kedua kelembagaan (0,252), kemudian sosial (0,226), selanjutnya ekonomi (0,092) dan prioritas paling akhir adalah teknologi (0,073), sedangkan alternatif kegiatan pengendalian vektor yang menjadi prioritas utama adalah gerakan 3M (0,482), prioritas kedua adalah pengelolaan barang bekas (0,282), selanjutnya larvasida (0,143) dan prioritas terakhir adalah pemberantasan nyamuk dewasa (0,093).
Chikungunya fever is a disease caused by Chikungunya virus and is transmitted through the bite of Aedes sp. Chikungunya fever cases in the District Limo during November 2011 - January 2012, there were 193 cases. One of Chikungunya fever management is vector control. There are several alternative activities that can be done in vector control.
This study aims to analyze the priority criteria and alternative vector control activities in the management of Chikungunya fever in the District of Limo, Depok. This study is an analytical study by using Analytical Hierarchy Process (AHP) to analyze the pairwise comparisons between elements that done by 10 expert informants.
The results showed that the criteria to be considered a priority in choosing alternative vector control activities are environmentally (0,357), second priority is institutional (0,252), and social (0.226), further economic (0.092) and the last priority is technology (0,073), for the alternative vector control activities, the top priority is the movement of 3M (0,482), second priority is the management of used goods (0.282), further of larvicides (0.143) and the last priority is the eradication of adult mosquitoes (0.093).
Prediabetes is a global public health issue. Prevalence of prediabetes isincreasing worldwide. Generally, it is high among adults and as a high risk statefor DM. Obesity has essential role in pathophysiology of prediabetes. This studyaimed to explore whether both of general obesity and abdominal obesity related toprediabetes on age group 20-65 years in Bogor tengah sub-district by familyhistory of DM, sex, age, smoking, hypertension, physical activity and stress. Thisstudy used the cross sectional design study with Cox Regression to multivariableanalysis. Data for this analysis were collected during the baseline stage of cohortstudy of risk factors of non-communicable disease in 2011-2012. There were3244 respondents from Bogor tengah were taken by random sample technique..The result indicated that obesity to prediabetes adjusted by age; general obesityalone PR 1,58 (95% CI: 1,17-2,15), abdominal obesity alone PR 1,45 (95% CI;1,19-1,87), general obesity and abdominal obesity jointly PR 1,92 (95% CI;1,62-2,28). Therefore, general obesity and abdominal obesity jointly contributedmost to the increase prevalence of prediabetes. Awareness raising and screeningof prediabetes of those at high risk group by assessing obesity by BMI and waistcircumference joinlty are essential to be considered as part of efforts for haltingthe epidemic of prediabetes in community.Keyword : general obesity, abdominal obesity, prediabetes.
