Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Muhammad Hasan; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Mieke Savitri, Wachyu Sulistiadi, Yuli Prapancha Satar, Amila Megraini
Abstrak:

ABSTRAK

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin, atau keduanya. Kondisi hiperglikemia yang kronis dapat menyebabkan berbagai komplikasi salah satunya adalah kaki diabetik yang menjadi penyebab utama dilakukannya amputasi pada klien dengan DM tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman klien DM tipe 2 pasca amputasi mayor ekstremitas bawah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Hasil analisa data menghasilkan enam tema, yaitu: perubahan dalam kehidupan setelah amputasi, respon atau perasaan terkait amputasi, mekanisme koping, dukungan sosial yang diterima, makna hidup, dan pelayanan kesehatan yang diterima. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan melalui peningkatan dukungan rehabilitasi secara fisik, psikososial, dan spiritual pada klien DM tipe 2 pasca amputasi mayor ekstremitas bawah.


ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus (Type 2 DM) is a metabolic disorder characterized by hyperglycemia as a result of insulin deficiency, insulin resistance, or both. Chronic hyperglycemia conditions can lead complications such as the diabetic foot as a major cause of amputation in clients with type 2 DM. The purpose of this study was to determine the experience of client with type 2 DM following major lower limb amputation. This study used a qualitative method with descriptive phenomenology approach. Result of the data analysis revealed six themes: live changes of amputees, amputation response or related feelings, coping mechanisms, social support received, the meaning of life, and health care received. The results of this research are expected to contribute positively in improving the quality of nursing care through physical, psychosocial, and spiritual rehabilitation support enhancement in client with type 2 DM following major lower limb amputation.

Read More
B-1472
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Muhammad Ade Armansyah Siregar; Pembimbing: Prastuti Soewondo; Penguji: Adang Bachtiar, Anhari Achadi, Muhammad Khotib, Chairulsjah Sjahruddin
Abstrak: Latar Belakang: Sistem remunerasi bagi pegawai RSUD Tebet telah ditetapkan sejak tahun 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tebet, mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Nomor 51 Tahun 2021. Kebijakan remunerasi ini diantaranya bertujuan agar terjadi peningkatan kualitas kinerja bagi pegawai. Penerapan kebijakan remunerasi ini belum memberikan dampak yang signifikan dari capaian kinerja pegawainya, khususnya pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Banyak PNS tampak kurang peduli dan ada juga yang menyatakan kurang transparan sistem dan perhitungan remunerasi di RSUD Tebet. Metode: Penelitian ini adalah studi kasus menggunakan desain kualitatif yang mengangkat tema tentang pelaksanaan kebijakan sistem remunerasi di RSUD Tebet. Telaah dokumen kebijakan dan wawancara mendalam dilakukan termasuk melibatkan sembilan (9) informan kunci. Lokasi penelitian terletak di lingkungan DKI Jakarta dengan status kelas C. Hasil: Transmisi komunikasi dan kejelasan sistem remunerasi di RSUD Tebet sudah dilaksanakan tetapi belum optimal, sehingga menghambat pemahaman tentang perhitungan formula remunerasi khususnya bagi PNS. Dalam pelaksanaan sistem remunerasi, keterbatasan sumber daya pengelola data, baik secara kuantitas dan kualitas dirasakan sudah cukup walau masih membutuhkan peningkatan substansi melalui pelatihan dan/atau sosialisasi perhitungan yang lebih komprehensif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sistem remunerasi yang dijalankan di RSUD Tebet saat ini mengkondisikan PNS berada di zona nyaman karena insentif belum memasukkan variable kinerja dan kompleksitas pekerjaan dalam formula remunerasi. Kendati demikian, pegawai PNS siap memberikan dukungan untuk peningkatan pendapatan RSUD yang juga akan menjadi dasar besarnya remunerasi. Dalam mendukung implementasi sistem remunerasi di RSUD Tebet, ketersediaan SOP serta regulasi yang berkaitan dengan kebijakan masih harus di integrasikan untuk menghindari bureaucratic fragmentation. Kesimpulan: Komunikasi adalah hal terpenting dalam implementasi kebijakan remunerasi di RSUD Tebet, sehingga proses perhitungan remunerasi dapat dijelaskan secara transparan kepada para PNS. Kedepan, dibutuhkan perbaikan terhadap sistem pemberian insentif kepada seluruh pegawai dengan menerapkan insentif berbasis kinerja agar tercapai rasa keadilan dan kelayakan remunerasi bagi pegawai dan dapat memacu motivasi dan kinerja pegawai menjadi lebih baik.
Background: In 2022, RSUD Tebet, a class C Regional General Hospitals in DKI Jakarta, implemented a remuneration system for its workforce following the guidelines set in DKI Governor Regulation Nomor 51 of 2021. Contrary to the aim of this policy, the adoption of this remuneration system did not yield substantial enhancement in employee performance quality, particularly among civil servants. Some civil servants appeared disinterested, highlighting a lack of transparency in the remuneration process at RSUD Tebet. Employing a qualitative approach, this study examines how the 2022 implementation of this remuneration system policy at RSUD Tebet using the policy implementation theory by Edward III (1980). Methods: Researchers analyzed the implementation of the remuneration system policy by reviewing documents and conducting in-depth interviews with nine informants from RSUD Tebet, all within the framework of Edward III (1980)’s policy implementation theory. Results: The outcomes of this qualitative study underscored that communication transmission and clarity surrounding the remuneration system at RSUD Tebet fell short of optimazation, thus hindering transparency. While the data management resources for the remuneration system's implementation were adequate in quantity, there was a noticeable need for improvements in training and/or the dissemination of more comprehensive calculation methodologies. Furthermore, it was revealed that the remuneration system in place at RSUD Tebet tended to maintain civil servants within their comfort zones, as the incentives failed to assess performance variables and the intricacy of job roles in the remuneration formula. Nevertheless, civil servants were inclined to support revenue generation, as it is directly correlated with the extent of remuneration obtained. The study also highlighted the necessity of integrating operational standards and regulations related to the policy, with the objective of preventing bureaucratic fragmentation and reinforcing the implementation of the remuneration system at RSUD Tebet. Conclusion: Effective communication emerged as a central theme to ensure the successful implementation of the remuneration policy at RSUD Tebet. Transparent articulation of remuneration calculations is pivotal to engage civil servants. Moving forward, it is imperative to improve the incentive distribution system for all employees, incorporating performance-based mechanisms to cultivate a sense of equity and appropriateness in remuneration. Such reforms can ignite employee motivation and subsequently drive enhanced performance levels.
Read More
B-2401
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nella Savira Liani; Pembimbing: Adang Bachtiar; Penguji: Anhari Achadi, Puput Oktamianti, Nana Mulyana, Angger Rina Widowati
Abstrak:
Pengembangan kompetensi, keilmuan, dan karier di bidang keprofesian merupakan salah satu hak tenaga medis dan tenaga kesehatan yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Saat ini pengembangan karier tenaga kesehatan non-ASN belum standar dan belum seimbang dengan ASN, yang didorong oleh kekosongan regulasi yang mengatur terkait pengembangan karier tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap kebijakan pengembangan karier tenaga kesehatan non-ASN di rumah sakit nonpemerintah, baik yang dikelola oleh swasta maupun BUMN. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Variabel yang dianalisis meliputi tuntutan, dukungan, sumber daya, aktor, konten, proses, komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana, disposisi pelaksana, serta lingkungan-konteks yang saling mempengaruhi sebagai sebuah sistem, sehingga diperoleh output berupa rekomendasi kebijakan. Tuntutan berupa adanya kepastian hukum dalam pengembangan karier tersebut muncul dari tenaga kesehatan non-ASN dan pihak rumah sakit selaku pemberi kerja. Proses pembuatan rancangan kebijakan pengembangan karier tenaga kesehatan non-ASN telah dimulai sejak tahun 2019, terbentur pada kurang kuatnya dukungan regulasi hingga lahir Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Disposisi pembuat kebijakan belum seirama dengan disposisi aktor lainnya. Keberlanjutan dan percepatan pembuatan kebijakan ini dapat didorong dengan mengoptimalkan peran stakeholder melalui strategi advokasi yang tepat.

Competency, scientific and career development in the professional field is one of the rights of medical personnel and health workers mandated by Law Number 17 of 2023 concerning Health. Currently, the career development of non-ASN health workers is not yet standardized and not balanced with that of ASN, which is driven by the lack of regulations governing this career development. The aim of this research is to conduct an analysis of career development policies for non-ASN health workers in non-government hospitals, both those managed by the private sector and state-owned companies. This research is a qualitative research. The variables analyzed include demands, support, resources, actors, content, processes, communication between organizations and implementation activities, characteristics of implementing agencies, disposition of implementers, and environmental contexts that influence each other as a system, so that output is obtained in the form of policy recommendations. Demands for legal certainty in career development arise from non-ASN health workers and hospitals as employers. The process of drafting a career development policy for non-ASN health workers began in 2019, hampered by a lack of strong regulatory support until Law Number 17 of 2023 concerning Health was issued. The disposition of policy makers is not yet in line with the disposition of other actors. Sustainability and acceleration of policy making can be encouraged by optimizing the role of stakeholders through appropriate advocacy strategies.
Read More
T-6944
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hario Wicaksono; Pembimbing: Sandi Iljanto; Jaslis Ilyas, Pujiyanto, Erni Endah, Sitti Nuraini
Abstrak: Komitmen organisasi pegawai di sektor publik sangat diperlukan, terutama yangbersentuhan dengan pelayanan kepada masyarakat.Saat ini terdapat penilaian yangberedar dimasyarakat terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) di indonesiayang masih cukup rendah, khususnya pada pekerja yang bekerja di pemerintahan,atau yang dikenal dengan sebutan pegawai negeri sipil (PNS). Penelitian inibertujuan mengetahui hubungan antara motivasi dan iklim komunikasi organisasidengan komitmen organisasi PNS Sekretariat Badan PPSDM Kesehatanmenggunakan studi cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruhpegawai Sekretariat Badan PPSDM Kesehatan dengan status PNS. Jumlah Totalpopulasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 143 orang. Berdasarkan hipotesapenelitian mengenai hubungan antara motivasi dengan komitmen organisasi PNSSekretariat Badan PPSDM Kesehatan menggunakan uji korelasi pearsondidapatkan nilai korelasi sebesar (r=0,616) yang menyatakan motivasimenunjukkan hubungan yang kuat dengan komitmen organisasi (Sugiyono, 2010)dan nilai signifikansi (p=0,000), sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasiberhubungan secara signifikan dengan komitmen organisasi PNS Sekretariat BadanPPSDM Kesehatan, selanjutnya hipotesa penelitian mengenai hubungan antaraiklim komunikasi organisasi dengan komitmen organisasi PNS Sekretariat BadanPPSDM Kesehatan didapatkan nilai korelasi sebesar (r=0,523) dan mempunyainilai signifikansi (p=0,000), sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim komunikasiorganisasi berhubungan secara signifikan dengan komitmen organisasi PNSSekretariat Badan PPSDM Kesehatan. Dalam analisis multivariat ditemukan bahwamotivasi adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan komitmenorganisasi, sementara iklim komunikasi organisasi tidak memiliki pengaruh yangsignifikan terhadap komitmen organisasi setelah dilakukan uji secara bersama.Dengan tidak signifikannya variabel iklim komunikasi organisasi setelah dilakukanuji secara bersama-sama dengan variabel motivasi bukan berarti variabel iklimkomunikasi organisasi ini menjadi tidak penting, namun variabel lain harus dapatmenjadi bahan pertimbangan dan dapat diteliti kembali untuk dikombinasikansehingga menjadi variabel yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi jika diuji secara bersama-sama.Kata kunci: pegawai negeri sipil, motivasi, iklim komunikasi organisasi, komitmenorganisasi
Organizational commitment of employees in the public sector is necessary,especially in contact with public services. Currently, in the community assessmentof the quality of human resources (HR) in Indonesia is still low, especially inworkers who work in government, or known as civil servants (PNS). This studyaims to determine the relationship between motivation and organizationalcommunication climate and organizational commitment Civil Servant of Secretaryof The Agency for Development and Empowerment Human Resources of Healthusing a cross sectional study. The population of this research are all employees ofSecretary of The Agency for Development and Empowerment Human Resourcesof Health with civil servant status. Total population in this study were a total of 143people. Based on the research hypotheses on the relationship between motivationand organizational commitment using Pearson correlation test obtained correlationvalue of (r = 0.616), which states the motivation showed a strong relationship withorganizational commitment (Sugiyono, 2010) and the value of significance (p =0.000 ), so it can be concluded that motivation significantly related toorganizational commitment, further research hypothesis on the relationship betweenorganizational communication climate and organizational commitment obtained acorrelation value of (r = 0.523) and has a significance value ( p = 0.000), so it canbe concluded that organizational communication climate significantly related toorganizational commitment. In multivariate analysis found that motivation is themost dominant variable related to organizational commitment, while theorganizational communication climate does not have a significant effect onorganizational commitment after the test together. With no significant climatevariables organizational communications after the test together with the variables ofmotivation not mean organizational communications climate variables is notimportant, but the other variables must be taken into consideration and be examinedagain to be combined so that a variable that affects the organizational commitmentif tested together.Keywords : civil servants , motivation , organizational communication climate ,organizational commitment
Read More
T-4784
Depok : FKM-UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive