Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Adhy Prasetyo Widodo; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Kemal Nazaruddin Siregar, Artha Prabawa, Sofwan, Didi Purnama
Abstrak:
Kualitas udara yang buruk dalam ruang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Pemantauan kualitas udara dalam ruang saat ini dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan dengan membawa alat ukur dan melakukan pengukuran langsung di lokasi. Kesulitan dalam pemantauan kualitas udara dalam ruang, keterbatasan jumlah petugas kesehatan lingkungan, dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengukur kualitas udara dalam ruang menjadi permasalahan utama dalam sistem pemantauan, pencatatan, dan pelaporan kualitas udara dalam ruang. Sistem pemantauan, pencatatan, dan pelaporan dengan metode yang lama perlu digantikan dengan sistem pemantauan kualitas udara dalam ruang berbasis lokasi dan jaringan nirkabel dengan data yang didapat secara real time. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem pengumpul data, menyediakan database management system, dan membangun dasbor (dashboard) penyedia informasi pemantauan kualitas udara dalam ruang. Daur hidup pengembangan sistem (systems development life cycle/SDLC) adalah proses pengembangan sistem informasi yang dapat mendukung kebutuhan bisnis, merancang sistem, membangun, dan mengirimkannya kepada pengguna. Pengembangan Agile adalah salah satu metode pengembangan sistem yang dilakukan dengan cara sederhana yaitu pemilik gagasan merencanakan pengembangan dari sistem yang sudah ada. Kerja sama dengan pengembang dilakukan untuk menganalisis sistem yang ada, pembuatan desain, dan implementasi sistem. Sistem pemantauan kualitas udara dalam ruang berbasis lokasi dan jaringan nirkabel dapat mengukur enam parameter kualitas udara dalam ruang yang meliputi partikel debu, suhu udara, kelembaban relatif, karbonmonoksida, dan senyawa mudah menguap. Pemantauan parameter tersebut dilakukan secara real time dan dapat menjadi solusi agar sistem pemantauan, pencatatan, dan pelaporan bisa dijalankan lebih cepat dengan sumber daya minimal.
Read More
T-5689
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Rachma Aditria Suci; Pembimbing: Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Budi Haryanto, Sari Hasanah
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh penghuni di gedung perkantoran. SBS dapat disebabkan karena kualitas udara dalam ruang dan karakteristik individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah total koloni bakteri di udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Arsip Nasional Republik Indonesia. Digunakan desain studi cross sectional, variabel independen yaitu jumlah total koloni, variabel confounding yaitu suhu, kelembaban relatif, pencahayaan, usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi dan kebiasaan merokok. Analisis statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS pada pegawai di Arsip Nasional Republik Indonesia Tahun 2019 sebesar 60%. Dari 9 variabel yang diuji, hanya variabel usia (OR= 0,43; 95%CI= 0,189-0,969) yang berhubungan signifikan secara statistik.
Kata kunci: Sick Building Syndrome, Bakteri, Kualitas Udara dalam Ruang
Read More
Kata kunci: Sick Building Syndrome, Bakteri, Kualitas Udara dalam Ruang
S-10029
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Cindy Rahman Aisyah; Pembimbing: Budi Haryanto; Penguji: Sri Tjahyani Budi Utami, Agus Joko Susanto
S-8891
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Christie Patricia; Pembimbing: I Made Djaja; Penguji: Budi Haryanto, Ido John
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.
Kata Kunci : Sick Building Syndrome, Bakteri, Alergi, Kualitas udara dalam ruang
Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality.
Keywords : Sick Building Syndrome, History of Allergies, Bacterial Colonies, Gender, Indoor Air Quality
Read More
Kata Kunci : Sick Building Syndrome, Bakteri, Alergi, Kualitas udara dalam ruang
Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality.
Keywords : Sick Building Syndrome, History of Allergies, Bacterial Colonies, Gender, Indoor Air Quality
S-9062
Depok : FKM UI, 2016
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Christabel Caroline Franswijaya; Pembimbing: Haryoto Kusnoputranto; Penguji: Laila Fitria, Ricki M. Mulia
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross-sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10,suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.Kata kunci:Sick building syndrome, kualitas udara dalam ruang, PM10
Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents ofbuildings but the causes are still unknown. This study aims to determine therelationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building ofBPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor airquality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics(gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From theresults of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all sixvariables the one that is statistically significant is secretarial position (p value =0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidityhave a high incidence of SBS as well, and vice versa.Keywords:sick building syndrome, indoor air quality, PM10.
Read More
Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents ofbuildings but the causes are still unknown. This study aims to determine therelationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building ofBPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor airquality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics(gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From theresults of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all sixvariables the one that is statistically significant is secretarial position (p value =0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidityhave a high incidence of SBS as well, and vice versa.Keywords:sick building syndrome, indoor air quality, PM10.
S-7565
Depok : FKM-UI, 2013
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Arsi Fatin Amani; Pembimbing: Budi Hartono; Penguji: Dewi Susanna, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Banyaknya waktu yang digunakan masyarakat perkotaan untuk beraktivitas di dalam ruangan dapat menimbulkan masalah kesehatan akibat kualitas udara di dalam ruangan, seperti Sick Building Syndrome (SBS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah koloni bakteri di udara dalam ruang dengan keluhan SBS pada Pegawai di gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan variabel independen adalah jumlah koloni bakteri; variabel dependen adalah keluhan SBS. Suhu, kelembaban, dan pencahayaan, serta jenis kelamin, masa bakti kerja, usia, riwayat alergi, dan kebiasaan merokok adalah variabel kovariat. Analisis statistik menunjukkan proporsi keluhan SBS sebesar 60,4% (64 responden). Jumlah koloni bakteri tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan SBS. Dari hasil analisis diketahui bahwa jenis kelamin dan riwayat alergi memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan SBS.
Read More
S-10075
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Deanie Afifah Utami; Pembimbing: Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Laila Fitria, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Read More
Kejadian Gejala Gangguan Pernapasan adalah salah satu masalah kesehatan yang kerap dialami oleh pekerja di gedung perkantoran. Gejala Gangguan Pernapasan dapat disebabkan oleh kualitas udara dalam ruang yang buruk dan karakteristik individu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan antara jumlah total koloni bakteri dan kapang dengan kejadian Gejala Gangguan Pernapasan pada teanag akependidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan desain cross sectional. Variabel independennya adalah jumlah total koloni bakteri dan kapang dalam ruang, variable confounding berupa suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya usia, jenis kelamin, masa bakti kerja, kebiasaan merokok, dan riwayat alergi. Hasil proporsi kejadian Gejala Gangguan Pernapasan dari analisis statistik yang dilakukan pada tenaga kependidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia sebesar 32,4% (47 responden). Dari 10 variabel yang diuji, hanya usia dan masa bakti kerja yang menunjukkan hubungan signifikan.
Respiratory Distress Symptoms is one of the health problems often experienced by workers in office buildings. Respiratory Distress Symptoms can be caused by poor indoor air quality and individual characteristics. This study was conducted with the aim of determining the relationship between the total number of bacterial and mold colonies and the occurrence of Respiratory Disturbance Symptoms in educational staff at the Faculty of Public Health, University of Indonesia with a cross sectional design. The independent variable is the total number of bacterial and mold colonies in the room, the confounding variables include temperature, relative humidity, light intensity, age, gender, length of service, smoking habits, and allergy history. The proportion of the occurrence of Respiratory Disturbance Symptoms from the statistical analysis carried out on the educational staff of the Faculty of Public Health, University of Indonesia is 32.4% (47 respondents). Of the 10 variables tested, only age and length of service showed a significant relationship.
S-11765
Depok : FKM UI, 2024
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Aisya Noor Ghaida ; Pemibmbing; Budi Hartono; Penguji: Ririn Arminsih Wulandari, Heri Nugroho
Abstrak:
Read More
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala yang dialami individu akibat paparan lingkungan dalam ruang yang tidak sehat, termasuk kualitas udara yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parameter kualitas udara dalam ruang—meliputi konsentrasi kapang, suhu, dan kelembapan relatif—dengan kejadian SBS pada pengguna laboratorium di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Sebanyak 86 responden dari lima laboratorium berpartisipasi, dengan karakteristik mayoritas berusia 20–24 tahun dan memiliki waktu paparan lebih dari 4 jam per hari di laboratorium. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan di 10 titik, mencakup dua titik per laboratorium, dan data gejala SBS dikumpulkan melalui kuesioner. Uji Chi-Square menunjukkan bahwa 77,9% responden mengalami gejala SBS, namun tidak terdapat hubungan signifikan antara parameter lingkungan yang diuji dan kejadian SBS. Nilai p untuk kapang, suhu, dan kelembapan berturut-turut adalah 0,877; 0,705; dan 0,795. Meskipun tidak signifikan secara statistik, beberapa rasio odds menunjukkan kecenderungan risiko. Temuan ini menekankan pentingnya pengelolaan kualitas udara dalam ruang di lingkungan akademik untuk mengurangi potensi risiko kesehatan jangka panjang.
Sick Building Syndrome (SBS) refers to a set of symptoms experienced by individuals due to prolonged exposure to poor indoor environmental conditions, including substandard air quality. This study aimed to assess the relationship between indoor air quality parameters—mold concentration, temperature, and relative humidity—and the occurrence of SBS among laboratory users at the Faculty of Engineering, Universitas Indonesia. A total of 86 respondents participated, primarily aged 20–24 years, with most spending over four hours daily in laboratory spaces. Environmental measurements were taken from 10 sampling points, covering two points in each of the five laboratories. SBS symptoms were collected through structured questionnaires. Chi-square analysis revealed that 77.9% of respondents reported experiencing SBS symptoms. However, no statistically significant association was found between the tested environmental parameters and SBS occurrence, with p-values of 0.877 for mold, 0.705 for temperature, and 0.795 for humidity. Although not statistically significant, several odds ratios indicated a potential risk trend. These findings highlight the importance of maintaining healthy indoor air quality in academic laboratory environments to mitigate potential long-term health effects among occupants.
Sick Building Syndrome (SBS) refers to a set of symptoms experienced by individuals due to prolonged exposure to poor indoor environmental conditions, including substandard air quality. This study aimed to assess the relationship between indoor air quality parameters—mold concentration, temperature, and relative humidity—and the occurrence of SBS among laboratory users at the Faculty of Engineering, Universitas Indonesia. A total of 86 respondents participated, primarily aged 20–24 years, with most spending over four hours daily in laboratory spaces. Environmental measurements were taken from 10 sampling points, covering two points in each of the five laboratories. SBS symptoms were collected through structured questionnaires. Chi-square analysis revealed that 77.9% of respondents reported experiencing SBS symptoms. However, no statistically significant association was found between the tested environmental parameters and SBS occurrence, with p-values of 0.877 for mold, 0.705 for temperature, and 0.795 for humidity. Although not statistically significant, several odds ratios indicated a potential risk trend. These findings highlight the importance of maintaining healthy indoor air quality in academic laboratory environments to mitigate potential long-term health effects among occupants.
S-12050
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
