Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Margaretta Ulina; Pembimbing: Suyud Warno Utomo; R. Budi Haryanto, Rita Parmawat
Abstrak: Penyebaran COVID-19 yang sangat cepat hampir menginfeksi seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Wilayah wilayah besar di Indonesia, seperti DKI Jakarta, Banten, Depok, Bekasi, dan Bogor masih menjadi bagian dari wilayah Indonesia dengan transmisi komunitas (Kemenkes, 2022). Community transmission biasanya terjadi dalam lingkungan masyarakat dan perkantoran. Peningkatan kasus COVID-19 pada klaster perkantoran dapat terjadi ketika kedisiplinan penerapan protokol kesehatan yang abai. Satgas COVID-19 mengkonfirmasi adanya peningkatan kasus COVID-19 yang ditemukan pada klaster perkantoran. Satgas COVID-19 mendapati adanya temuan 459 kasus pada 90 klaster perkantoran khususnya DKI Jakarta per 28 Juli 2020. Maka untuk membantu mengurangi penyebaran COVID-19 di perkantoran, diperlukan upaya perilaku pencegahan COVID-19 pada karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan karyawan terhadap kejadian COVID-19 di PT Angkasa Pura II Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Penelitian dengan pendekatan metode kuantitatif, desain cross sectional, dilakukan pada 324 karyawan di PT Angkasa Pura II Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Data dikumpulkan dengan kuesioner secara online dan dianalisis secara deskriptif. Dalam analisis hubungan pengetahuan karyawan dengan kejadian COVID-19 ditemukan adanya hubungan signifikan pengetahuan karyawan dengan kejadian COVID-19 di PT Angkasa Pura II Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta dengan p-value sebesar 0.003. Bagi karyawan, diharapkan menerapkan protokol kesehatan dengan lebih baik lagi mengingat bandar udara merupakan pintu keluar dan masuknya masyarakat global, baik selama pandemi COVID-19 maupun pasca pandemi COVID-19. Menerapkan protokol kesehatan secara konsisten di masa pandemi COVID-19 penting untuk dilakukan saat ini agar seluruh aspek dapat kembali pulih dan bebas dari COVID-19. Disarankan ada evaluasi bersama bagi para karyawan akan pentingnya pengetahuan dalam menyikapi permasalahan COVID-19.
Read More
S-10961
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ahmad Najmuddin Mabruri; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Robiana Modjo, Hendra, Rusmiyati, Ali Syahrul Chairuman
T-6257
Depok : FKM UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fatimah Alanza Salsabila; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Dadan Erwandi, Astuti
Abstrak: Perkantoran merupakan salah satu tempat yang berisiko terjadinya penularan COVID-19. Beberapa kasus COVID-19 di DKI Jakarta didominasi dari klaster perkantoran. Untuk mengatasi hal tersebut, penerapan perilaku pencegahan yang baik menjadi kunci utama dalam memutus rantai penyebaran virus. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor determinan perilaku pencegahan penularan COVID-19 pada pekerja perkantoran di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara daring menggunakan kuesioner. Sebanyak 152 pekerja perkantoran di Jakarta berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan responden terhadap COVID-19 sudah cukup baik. Sebesar 61,2% Responden berperilaku baik, dan 38,8% berperilaku kurang baik. Uji statistik menunjukkan bahwa persepsi risiko (p= 0.013), persepsi hambatan (p= 0.001), sarana prasarana (0.002), dan dukungan manajemen (p= 0.001) berhubungan dengan perilaku pencegahan COVID-19. Maka dari itu diperlukan edukasi efektif, penyediaan sarana prasarana yang memadai, serta dukungan manajemen yang mendukung untuk meningkatkan perilaku pekerja dalam mencegah COVID-19
Office is one of the places at risk of transmission of COVID-19. Several cases of COVID-19 in DKI Jakarta are dominated by office clusters. To overcome this, the implementation of good preventive behavior is the main key in breaking the chain of virus spread. The study aims to analyze the determinants of behavior to prevent transmission of COVID-19 in office workers in DKI Jakarta. This research is a quantitative research with a cross sectional design. Data was collected online using questionnaire. A total of 152 office workers in Jakarta participated in this study. The results showed that the respondent's preventive behavior against COVID-19 is quite good. 61.2% of respondents had good behavior, and 38.8% had poor behavior. Statistical tests showed that perceived risk (p= 0.013), perceived barriers (p= 0.001), availability of facilities (0.002), and management support (p= 0.001) were associated with COVID-19 prevention behavior. Therefore, effective education is needed, the provision of adequate infrastructure, and supportive management support to improve worker behavior in preventing COVID-19.
Read More
S-10999
Depok : FKMUI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Asmida Mariani; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Robiana Modjo, Kartini Rustandi, Fify Mulyani
Abstrak: COVID-19 merupakan penyakit infeksi virus yang menular sangat cepat dan menyebar melalui droplet, aerosol, atau kontak dengan permukaan benda yang terkontaminasi. Langkah pencegahan dan pengendalian COVID-19 perlu memperhatikan faktor risiko di tempat kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganaIisis faktor risiko karakteristik pekerja, perilaku dan lingkungan tempat kerja, serta pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja pada kejadian COVID-19 perkantoran di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Desain penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif, jumlah responden sebanyak 127 orang diambil secara acak sederhana. Kuesioner menggunakan google-form, data sekunder dari penilaian penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dan penerapan K3 perkantoran di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Analisis data menggunakan uji statistik regresi logistik. Hasil telitian mendapatkan kejadian COVID-19 perkantoran sebanyak 50,4%, 10,9% di antaranya reinfeksi. Ditemukan faktor risiko dominan kejadian COVID-19 perkantoran adalah kegemukan, kondisi kesehatan, komorbid, dan pengaturan waktu kerja (p<0,05). Strategi promosi kesehatan yang tepat, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan untuk mengendalikan faktor risiko kejadian COVID-19 di perkantoran.
Covid-19 is a viral infectious disease that spreads very quickly and spreads through droplets aerosol, or contact with contaminated surfaces. Measures in preventing and controlling the COVID-19 spread has to pay attention to risk factors in the workplace. The purpose of this study is to analyze the risk factors characteristics for workers, workplace environment and behaviors, as well as working organization and culture in the office incidences of COVID-19 at the Jakarta Provincial Health Bureau Office. The research design is cross sectional with a quantitative approach, the number of respondents is 127 people taken by simple random. The research instrument used was a questionnaire using a google-form and secondary data from the assessment of the implementation of the COVID-19 prevention health protocol and the application of K3 offices at the Jakarta Provincial Health Bureau Office. The data was analyzed using logistic regression statistical test. The results of the analysis showed that there were 50.4% of positive cases of COVID-19 in offices, with 10.9% of them being re-infected. The dominant risk factors for the incidence of COVID-19 in the office were obesity, health conditions, comorbidities, and working time arrangements (p<0.05). Appropriate health promotion strategies, work organization and work culture that supports occupational safety and health are needed to control risk factors for the occurrence of COVID-19 in the office.
Read More
T-6455
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
St. Rahmawaty; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Chandra Satrya, Abdul Kadir, Istiati Suraningsih, Emirianti
Abstrak:
Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan masalah kesehatan yang sering dihadapi para pekerja perkantoran, membuat seseorang merasa terganggu dan tidak nyaman sehingga bisa mengganggu produktivitas pekerjaannya. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan faktor risiko kejadian nyeri punggung bawah pada pekerja perkantoran di Setjen DPD RI. Desain Penelitian ini adalah cross sectional, besar sampel 92 dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pekerja di Setjen DPD RI mengalami kejadian nyeri punggung bawah sebesar 79.35% dan terdapat hubungan signifikan antara posisi duduk dan kejadian nyeri punggung bawah (p value: 0.037), yaitu pekerja dengan posisi duduk tidak ergonomis berisiko 3.48 kali mengalami nyeri punggung bawah dibandingkan pekerja yang posisi duduknya ergonomis (OR=3.482). Sedangkan faktor individu (usia, jenis kelamin, IMT), faktor gaya hidup (merokok, olahraga), faktor pekerjaan (masa kerja, jumlah jam kerja, durasi duduk, peralatan kerja) dan faktor psikososial tidak berhubungan dengan kejadian nyeri punggung bawah.

Low Back Pain (LBP) is the most common health issues among the office workers, driving a person to be disturbed and uncomfort, then finally compromise work productivity. This study purpose is to explain the risk factors for low back pain in office workers at Setjen DPD RI. This research design is cross sectional with 92 sample size by utilizing quota sampling technique. The results shows most of the workers at Setjen DPD RI suffering from low back pain of 79.35% and there is significant corelation between sitting position and the incidence of low back pain (p value: 0.037), which means that workers with an unergonomic sitting position are 3.482 times suffering from low back pain compared to workers with an ergonomics sitting position (OR=3.482). Whereas Individual factors (age, gender, BMI), lifestyle factors (smoking, exercise), work factors (work time, duration of worked, duration of sitting, work equipment) and psychososial factors are not related to the incidence of low back pain.
Read More
T-6543
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Alleluia Victoria Aljonak; Pembimbing: Milla Tejamaya; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Hendra, Muhamad Dawaman, Eka Cempaka Putri
Abstrak: Komputer merupakan alat kerja yang sudah tidak asing lagi bagi pekerja kantor. Aktivitas ini dapat meningkatkan risiko terjadinya ketidaknyamanan pada tubuh, hingga dapat menyebabkan keluhan nyeri muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu (postur, usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh) dan lingkungan kerja (suhu, pencahayaan, dan stasiun kerja) terhadap keluhan gangguan otot rangka akibat kerja (GOTRAK) di PT. X. Penelitian ini juga menilai ergonomi stasiun kerja pada PT. X berdasarkan PERMENKES no. 48 tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran. Desain penelitian ini adalah potong lintang kepada 42 pekerja dan observasi langsung. Hasil yang didapatkan adalah 61,9% pekerja mengalami nyeri pada tubuh selama 1 bulan terakhir. Berdasarkan pengisian Nordic Body Map, keluhan terbanyak berada pada titik 5 (punggung) sebanyak 57,7%, titik 7 (pinggang) sebanyak 53,8%, dan titik 0 (leher atas) sebanyak 46,2%. Pada hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwa pada faktor individu, hanya faktor indeks massa tubuh yang memiliki korelasi (rho = 0,330 = berpengaruh positif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,033) terhadap keluhan nyeri. Sedangkan pada faktor lingkungan kerja, hanya faktor pencahayaan yang memiliki korelasi (rho = -0,323 = berpengaruh negatif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,037) terhadap keluhan nyeri. Stasiun kerja pada PT. X membutuhkan beberapa perbaikan karena dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya keluhan GOTRAK pada pekerja
Computers are work tools that are familiar to office workers. This activity can increase the risk of discomfort to body and become musculoskeletal pain. This study aims to analyse the relationship of individual factors (posture, age, sex, and body mass index) and work environment (temperature and lighting) on occurrence of work-related musculoskeletal disorders at PT. X. This paper is also assessing the ergonomics of work station at PT. X based on PERMENKES no. 48 of 2016 concerning Office K3 Standards. The design of this study was cross-sectional with 42 workers and direct observation. 61.9% of workers experienced pain in the body during the last 1 month. The results of Nordic Body Map questionnaire show the most pain occurrence are at point 5 (back) as much as 57,7%, point 7 (waist) as much as 53,8%, and point 0 (upper neck) as much as 46,2%. Through quantitative analysis, it is known that on the individual factors, only the body mass index factor has a correlation (rho = 0,330 = moderate positive correlation) and significant (p-value = 0,033) on pain occurrence. Meanwhile, on the work environment factor, only the lighting factor has correlation (rho = -0.323 = moderate negative correlation) and significant (p-value = 0.037) on pain occurrence. Work station at PT. X needs some improvements because an unergonomic work station can be one of the contributors of work-related musculoskeletal disorders occurrence complaints among workers
Read More
T-6295
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurul Afifah Hijami; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Chandra Satrya, Devi Dwirantih, Sanusi
Abstrak: Gangguan otot dan tulang rangka akibat kerja (Gotrak) tersebar di seluruh dunia dan meningkatkan masalah kesehatan di tempat kerja serta menurunkan efisiensi fisiologis tubuh manusia, sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Selain terjadi pada pekerja yang menggunakan fisik, Gotrak juga umum terjadi pada pekerja di perkantoran karena terlibat dalam pekerjaan statis dan gerakan berulang dengan durasi yang lama dan monoton. Pada sektor kesehatan, kejadian Gotrak pada tenaga kesehatan telah banyak dilakukan penelitian dan pengendalian, namun sedikit referensinya pada pekerja perkantoran di RS, sehingga perlu dilakukan kajian faktor risiko ergonomi perkantoran di RS. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko Gotrak pada pekerja perkantoran di RS. X. Desain penelitian ini cross sectional dengan pendekatan semikuantitatif. Teknik total samping mendapatkan 50 orang responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, lembar periksa ROSA untuk postur kerja, dan alat ukur antropometri. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil telitian mendapatkan 70% pekerja ada keluhan Gotrak. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan yaitu postur kerja, faktor individu yaitu jenis kelamin dan aktivitas fisik, faktor psikososial yaitu stres kerja dan kecemasan serta faktor pelayanan kesehatan kerja, dan kejadian Gotrak. Pelayanan kesehatan kerja pada Gotrak perlu ditingkatkan agar pekerja mengetahui dan mampu mengendalikan faktor risiko Gotrak di tempat kerja
Work-related musculoskeletal disorders (WMSDS) are widespread throughout the world and increase health problem in the workplace and reduce the physiological efficiency of human body and becomes serious public health problem. Besides occurring in blue collar workers, wmsds is also common in office workers because involved in static work and repetitive movement with a long and monotonous duration. In health sector, the incidence of WMSDs in health workers has been widely stidied and controlled, but there are few references to office workers in hospitals, so it is necessary tostudy ergonomic risk factors in hospitals. The purpose of this study was to analyze the risk factors for WMSDs in office worker at the hospital. The design of this study was cross sectional with a semi-quantitative approach. Total technique aside to get 50 respondents. The research instrument used was a questionnaire, ROSA check sheets for work posture, and anthropometric measuring instruments. Data analysis using chi-square test. The results of this study found that 70% of workers had WMSDS complaints. There is a relationship between work factor, namely work posture, individual factors, namely gender and physical activity, psychosocial factors, namely work stress and anxiety, and organization factor, namely occupational health service. Occupational health services in hospital for WMSDs need to be improved so that workers understand WMSDs risk factors and able to control WMSDS in workplace
Read More
T-6331
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Agnestifa Dinar; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Baiduri, Hendra, Anton Ojong, Amirullah
Abstrak: Perkembangan teknologi membuat perubahan aktifitas pekerja kantor beralih menggunakan Visual Display Unit (VDU) dan berpotensi Muscoloskeletal Disorders (MSDs). MSDs dapat menimbulkan penurunan produktifitas dan kerugian ekonomi. Aktifitas pekerja di PT. X menggunakan VDU selama 8 jam setiap hari. Tidak banyak penelitian yang dilakukan PT X terkait dengan MSDs di perkantoran selama ini. Oleh karena itu tujuan dari tesis ini adalah mengkaji faktor-faktor risiko yang menyebabkan keluhan gejala MSDs antara lain faktor individu, lingkungan, peralatan, organisasi kerja dan psikososial pada pekerja perkantoran. Metode penelitian ini adalah cross-sectional dengan metode proportionale stratifiled random sampling pada 95 orang. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden mempunyai keluhan MSDs sebanyak 83,16% dengan rincian keluhan kronis sebanyak 70,52%, keluhan akut sebanyak 1,37%, keluhan keduanya sebanyak 6,71%. Sedangkan 16.84% responden yang tidak mempunyai keluhan MSDs. Faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs adalah BMI (p<0.05), masa kerja (p<0.05), persepsi job stress (p<0.01) dan postur kerja (p<0.05). Postur kerja berhubungan dengan panjang alas duduk (p<0.01) dan tinggi kursi (p<0.05) persepsi job stress berhubungan dengan rincian tugas (p<0.05), durasi kerja (p<0.05), durasi istirahat (p<0.01), tuntutan kerja (p<0.05), dan job control (p<0.01). Faktor dominan dari risiko ergonomi terhadap keluhan keluhan gejala MSDs adalah durasi istirahat (p=0.002), postur tubuh (p=0.017), dan persepsi job stress (p=0.005). Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa durasi istirahat, postur tubuh dan job stress berhubungan dengan keluhan MSDs pekerja perkantoran. Kata Kunci : MSDs, perkantoran, ergonomi, VDU The developments of technology, the office worker change their activity by using Visual Display Unit (VDU) and it potentially causes Muscoloskeletal Disorders (MSDs). MSDs can decrease the productivity and cause economic losses. Employee activities at PT. X use VDU for 8 hours every day. So far, not much research which is related with MSDs in the office conducted by PT X. This thesis aimed to review the risk factors that asosiate with MSDs symptoms include individual, environment, equipment, work organization and psychosocial factor on office workers. The method of this research is cross-sectional with proportionale stratifiled random sampling method in 95 office workers. The result of this research is most of respondents have MSDs complaint as much as 83,16% with details chronic complaint is 70,52%, acute complaint is 1,37%, both complaint is 6,71%. While 16,84% of respondents did not have MSDs complaints. Related factors to MSDs complaints were BMI (p <0.05), length of service (p <0.05), job stress perception (p <0.01) and work posture (p <0.05). Work posture relates to seat length (p <0.05) and height of chair (p <0.01) job stress perception related to job description (p <0.05), duration of work (p <0.05), duration of rest (p <0.01), work demands (p <0.05), and job control (p <0.01). The dominant factors of ergonomic risk to complaints of symptoms of MSDs were duration of rest (p = 0.002), work posture (p = 0.017), and job stress perception (p = 0.005). The results are confirmed that the duration of rest, posture and job stress associated with MSDs complaints office workers. Keyword: MSDs, offices, ergonomics, VDU
Read More
T-4853
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Achmad Fachri; Pembimbing: Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Laila Fitria, Didik Supriyono
Abstrak: Pendahuluan: Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan penyakit yangmuncul sejak perkembangan teknologi diabad ke-21 dengan tingkat prevalensikejadian secara global sebesar 60 juta dan kerugian Rp192 trilliun setiap tahunnya.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor individu,lingkungan dan komputer serta faktor risiko dominan dengan kejadian CVS padastaf POLRES Metro Jakarta Pusat tahun 2020. Metode: Penelitian inimenggunakan pendekatan studi potong lintang dengan jumlah sampel 92 stafkepolisian yang bertugas di markas besar POLRES Metro Jakarta Pusat dan waktupenelitian pada bulan Juni 2020. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumenkuesioner dan pengukuran lingkungan langsung menggunakan lux meter dan RHindex. Analisis deskriptif dengan melihat frekuensi serta proporsi, uji kai kuadratmemunculkan nilai odd ratio dan uji regresi logistik ganda. Hasil: Hasil penelitianmenunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan pada semua variabel dari faktorindividu, lingkungan dan komputer dengan kejadian CVS. Walaupun begitu,terdapat empat variabel yang menjadi faktor risiko dengan kejadian CVSdiantaranya kelainan refraksi (OR=1,65), perilaku merokok (OR=1,89),kelembaban (OR=2,5) dan jenis monitor (OR=1,11). Analisis multivariatmenunjukkan kelembaban ruang kerja memiliki hubungan yang signifikan dengankejadian CVS (p=0,04) dan merupakan faktor risiko dominan (OR=2,5).Kesimpulan: Terdapat empat faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian CVSpada staf POLRES Metro Jakarta Pusat. Saran: Pengendalian faktor risiko kejadianCVS perlu dilakukan oleh pihak POLRES Metro Jakarta Pusat melalui berbagaiprogram promosi kesehatan dan kebijakan terkait kesehatan dan keselamatan kerja.Kata kunci: Computer Vision Syndrome, Kesehatan Lingkungan Perkantoran, Komputer
Introduction: Computer Vision Syndrome (CVS) is one of the emerging diseasesin the 21st century because of advanced technology with the global prevalencearound 60 million from various population characteristics and could cause aneconomic burden equivalent to 192 trillion rupiah. Objective: This study aims todetermine the relationship of individual, environmental, and computer factors aswell as the dominant risk factor with the occurrence of CVS in the Central JakartaMetropolitan Police Officers in 2020. Method: This study uses a cross-sectionalstudy approach with a sample of 92 police officers who are serving at theheadquarters with the research time along June 2020. Data were collected throughquestionnaire and direct environmental measurements using lux meter and RHIndex. Descriptive statistics (chi square) and binary logistic regression were carriedout to compute frequencies, proportion, relevant associations and dominant riskfactors. Results: The results showed there was no significant relationship on allvariables from individual, environment, and computer factors with the occurrenceof CVS. Nevertheless, there are four variables that are risk factors for CVS such asrefractive errors (OR=1.65), smoking behavior (OR=1.89), humidity (OR=2.50),and computer monitor type (OR=1.11). Multivariate analysis showed that humidityhad a significant relationship with CVS (p=0,04) and a dominant risk factor(OR=2.5). Conclusion: There are four risk factors that can cause CVS occurrencein the police officers at the Central Jakarta Metropolitan Police Headquarters.Suggestion: Risk factors for CVS at the Central Jakarta Metropolitan PoliceHeadquarters need to be done through various health promotion programs andpolicies related to occupational health, environmental, and safety.Key words:Computer Vision Syndrome, Environmental Health Office, Computer.
Read More
S-10276
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Kristin Indriyani; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Baiduri, Hendra, Sumaryanto, Muhammad Fertiaz
Abstrak: Penelitian ini melakukan investigasi terhadap faktor-faktor ergonomi yang berhubungan dengan Indoor Health and Comfort/IHC (dengan indikator keluhan gejala SBS dan kenyamanan kerja) dan keluhan MSS yang dialami oleh pegawai fungsional dan staf di Kantor X. Penelitian ini dilakukan di Kantor X dengan objek penelitian yaitu pegawai fungsional dan staf yang bekerja menggunakan komputer/laptop dan berada di ruangan staf bertipe cubicle (ruangan A, B, C, D, dan E). Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan, wawancara, pengukuran kualitas lingkungan kerja di dalam ruangan serta pengisian kuesioner kenyamanan kerja, keluhan gejala SBS dan keluhan MSS. 53,85% pegawai memiliki tingkat kenyamanan kerja tinggi dan 46,15% pegawai memiliki tingkat kenyamanan kerja rendah. 53,85% pegawai merasakan keluhan gejala SBS dengan keluhan paling banyak ditemui 33,85% mata lelah dan 33,85% lelah atau mengantuk. 78,57% pegawai mengalami keluhan MSS. Faktor-faktor ergonomi yang tidak sesuai dengan standar meliputi : dimensi kursi, dimensi meja, penggunaan perangkat komputer, postur kerja, dimensi ruangan, layout ruangan, warna ruangan, serta faktor lingkungan berupa kebisingan, pencahayaan, temperatur, kelembaban, karbondioksida, formaldehyde, dan VOCs. Ditemukan adanya hubungan signifikan antara faktor level aktivitas dengan kenyamanan kerja; serta faktor konsentrasi VOCs dengan keluhan gejala SBS. Tidak terdapat hubungan signifikan antara faktor-faktor ergonomi yang diteliti dengan keluhan MSS.

This study presents our investigations of ergonomic factors that related to Indoor Health and Comfort/IHC (with indicators Sick Building Syndrome (SBS) symptoms and work comfort) and Musculaskeletal Symptoms (MSS) suffered by functional and staff workers in Office X year 2017. Conducted in X Office in Indonesia, with the object study are functional and staff workers who work using computer or laptop in staff room which cubicle type (room A, B, C, D, and E). This study perform via walktrought observation, interview, measure indoor air quality/environment factors and fill indoor comfort quesionaire, SBS symptoms quesionaire and Nordic Body Map (NBM) quesionaire . 53,85% of workers have a high level of work comfort and 46,15% of workers have a low level of work comfort. 53,85% of workers suffered complaint of SBS symptoms with at most complaint of SBS symptoms be found are 33,85% tired or strained eyes and 33,85% fatigue or drowsiness. 78,57% of workers suffered MSS complaint. Ergonomic factors that not comform to standard include seat dimensions, table dimensions, computer used, work posture, room dimensions, room layout, room colors, and noise, lighting, temperature, humidity, carbon dioxide , formaldehyde, and VOCs. There is significant relationship between activity level factors and work comfort; VOCs concentration and complaint of SBS symptoms. There is no significant relationship between ergonomic factors are studied and MSS complaint.
Read More
T-5019
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive