Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Muhammad Jaini, Ratna Setyaningrum, Rudi Fakhriadi
JPKMI Vol.1, No.1
Banjarbaru : FK Universitas Lambung Mangkurat - IAKMI, 2014
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Oke Ila Lia Yuliyanti; Pembimbing: Dewi Susanna; Penguji: Laila Fitria, Ririn Arminsih Wulandari, Ony Linda, Aria Kusuma
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi kerja yang tidak sehat. Keluhan iritasi selaput lendir, kelelahan, dan sakit kepala membaik saat bekerja di dalam gedung dan hilang sepenuhnya saat meninggalkan gedung. Kualitas udara merupakan masalah penting bagi orang-orang yang bekerja di industri dan perkantoran dan menghabiskan banyak waktu di dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh sistem ventilasi dan akumulasi polutan udara dari lingkungan dalam dan luar ruangan. Hasil survey pada karyawan universitas dari 152 responden, 56 responden (36,8%) yang mengalami kasus SBS. Responden wanita, berusia antara 21-30 tahun, bekerja kurang dari sama dengan 5 tahun (38,5%), tidak mempunyai kebiasaan merokok dalam ruangan (37,2%) dan mempunyai kondisi psikososial yang baik (37%) adalah responden yang berisiko paling tinggi. Setiap harinya semua kegiatan di Univertas swasta dilakukan selama ≥ 8 jam di ruangan tertutup yang menggunakan AC. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kualitas fisik udara dengan kejadian Sick Building Syndrome (SBS) di salah satu Universitas Swasta Jakarta 2024. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional dan menggunakaan pengukuran kualitas udara. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapatkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian keluhan gejala SBS yaitu usia (nilai p = 0,035; POR = 0,778; 95% CI = 0,265-2,280), masa kerja (p = 0,000; POR = 0,948; 95% CI = 0,370-2,427), dan pencahyaan (p = 0,000; POR = 0,881; 95% CI = 0,296-2,622). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian keluhan SBS yaitu jenis kelamin (p = 4,223) dan lama kerja (p = 1,101. Kampus diharapkan menyelenggarakan sesi penyuluhan atau pelatihan mengenai gejala-gejala Sick Building Syndrome (SBS) dan cara-cara pencegahannya. Staf dan dosen yang lebih sadar akan kualitas udara dan dampaknya dapat lebih mudah mengenali masalah kesehatan yang mungkin muncul.

Sick Building Syndrome (SBS) is an illness caused by unhealthy working conditions. Complaints of mucous membrane irritation, fatigue and headaches improve when working in the building and disappear completely when leaving the building. Air quality is an important issue for people who work in industries and offices and spend a lot of time indoors. Indoor air quality is affected by ventilation systems and the accumulation of air pollutants from indoor and outdoor environments. Survey results on university employees out of 152 respondents, 56 respondents (36.8%) experienced SBS cases. Female respondents, aged between 21-30 years, working less than equal to 5 years (38.5%), do not have a habit of smoking indoors (37.2%) and have good psychosocial conditions (37%) are respondents who are at highest risk. Every day all activities in private universities are carried out for ≥ 8 hours in closed rooms that use air conditioning. This study aims to analyse the relationship between physical air quality and the incidence of Sick Building Syndrome (SBS) at a private university in Jakarta 2024. This study is a quantitative study with a cross-sectional design and uses air quality measurements. The results of bivariate analysis with the chi-square test found that the variables associated with the incidence of complaints of SBS symptoms are age (p value = 0.035; POR = 0.778; 95% CI = 0.265-2.280), tenure (p = 0.000; POR = 0.948; 95% CI = 0.370-2.427), and lighting (p = 0.000; POR = 0.881; 95% CI = 0.296-2.622). Meanwhile, variables that were not significantly associated with the incidence of SBS complaints were gender (p = 4.223) and length of employment (p = 1.101). The campus is expected to organise counselling or training sessions on the symptoms of Sick Building Syndrome (SBS) and ways to prevent it. Staff and lecturers who are more aware of air quality and its impact can more easily recognise health problems that may arise.
Read More
T-7363
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Kristin Indriyani; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Baiduri, Hendra, Sumaryanto, Muhammad Fertiaz
Abstrak: Penelitian ini melakukan investigasi terhadap faktor-faktor ergonomi yang berhubungan dengan Indoor Health and Comfort/IHC (dengan indikator keluhan gejala SBS dan kenyamanan kerja) dan keluhan MSS yang dialami oleh pegawai fungsional dan staf di Kantor X. Penelitian ini dilakukan di Kantor X dengan objek penelitian yaitu pegawai fungsional dan staf yang bekerja menggunakan komputer/laptop dan berada di ruangan staf bertipe cubicle (ruangan A, B, C, D, dan E). Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan, wawancara, pengukuran kualitas lingkungan kerja di dalam ruangan serta pengisian kuesioner kenyamanan kerja, keluhan gejala SBS dan keluhan MSS. 53,85% pegawai memiliki tingkat kenyamanan kerja tinggi dan 46,15% pegawai memiliki tingkat kenyamanan kerja rendah. 53,85% pegawai merasakan keluhan gejala SBS dengan keluhan paling banyak ditemui 33,85% mata lelah dan 33,85% lelah atau mengantuk. 78,57% pegawai mengalami keluhan MSS. Faktor-faktor ergonomi yang tidak sesuai dengan standar meliputi : dimensi kursi, dimensi meja, penggunaan perangkat komputer, postur kerja, dimensi ruangan, layout ruangan, warna ruangan, serta faktor lingkungan berupa kebisingan, pencahayaan, temperatur, kelembaban, karbondioksida, formaldehyde, dan VOCs. Ditemukan adanya hubungan signifikan antara faktor level aktivitas dengan kenyamanan kerja; serta faktor konsentrasi VOCs dengan keluhan gejala SBS. Tidak terdapat hubungan signifikan antara faktor-faktor ergonomi yang diteliti dengan keluhan MSS.

This study presents our investigations of ergonomic factors that related to Indoor Health and Comfort/IHC (with indicators Sick Building Syndrome (SBS) symptoms and work comfort) and Musculaskeletal Symptoms (MSS) suffered by functional and staff workers in Office X year 2017. Conducted in X Office in Indonesia, with the object study are functional and staff workers who work using computer or laptop in staff room which cubicle type (room A, B, C, D, and E). This study perform via walktrought observation, interview, measure indoor air quality/environment factors and fill indoor comfort quesionaire, SBS symptoms quesionaire and Nordic Body Map (NBM) quesionaire . 53,85% of workers have a high level of work comfort and 46,15% of workers have a low level of work comfort. 53,85% of workers suffered complaint of SBS symptoms with at most complaint of SBS symptoms be found are 33,85% tired or strained eyes and 33,85% fatigue or drowsiness. 78,57% of workers suffered MSS complaint. Ergonomic factors that not comform to standard include seat dimensions, table dimensions, computer used, work posture, room dimensions, room layout, room colors, and noise, lighting, temperature, humidity, carbon dioxide , formaldehyde, and VOCs. There is significant relationship between activity level factors and work comfort; VOCs concentration and complaint of SBS symptoms. There is no significant relationship between ergonomic factors are studied and MSS complaint.
Read More
T-5019
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yurizal Rahman; Pembimbing: Fatma Lestari; Penguji: Dadan Erwandi, Doni Hikmat Ramadhan, Eko Pudjadi, Lina Warlina
T-3409
Depok : FKM-UI, 2011
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irene Messyavita Nehe; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Fitri Kurniasari, Sony Pawoko
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah kesehatan di tempat kerja yang berkaitan dengan Kualitas Udara dalam Ruangan (KUDR), dan dapat memengaruhi hingga 90% pekerja secara global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara KUDR dan gejala SBS pada pustakawan di lima perpustakaan Universitas X Depok. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dengan 47 responden terpilih secara purposive dan analisis dilakukan hingga tingkat bivariat. Sebanyak 57,4% responden melaporkan gejala SBS. Suhu udara berhubungan signifikan dengan SBS (OR=5,00; 95% CI=1,32–18,96), dan hubungan ini tetap bertahan setelah dikontrol berdasarkan lama bekerja. Temuan ini menunjukkan perlunya perbaikan kondisi termal di lingkungan perpustakaan, termasuk pemeliharaan dan perbaikan sistem pendingin udara, guna menurunkan risiko SBS pada pustakawan.

Sick Building Syndrome (SBS) is a workplace health issue linked to Indoor Air Quality (IAQ), affecting up to 90% of workers globally. This study investigates the relationship between IAQ and SBS symptoms among librarians in five libraries at University X, Depok. Using a cross-sectional design, data were collected from 47 purposively selected respondents and analyzed to bivariate level. SBS symptoms were reported by 57.4% of participants. Air temperature was significantly associated with SBS (OR=5.00; 95% CI=1.32–18.96), and the association persisted after adjusting for length of employment. These findings highlight the need to improve thermal conditions in library environments, including air conditioning maintenance and repairs, to reduce SBS risk among librarians.
Read More
S-11940
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dwita Maulida; Pembimbing: Artha Prabawa; Penguji: Popy Yuniar, Rico Kurniawan, Ni Nengah Yustina Tutuanita, Astrid Salome Evelina
Abstrak:
Dana Alokasi Khusus (DAK), baik DAK fisik dan non fisik merupakan satu dari beberapa sumber pendanaan di daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan kesehatan. Pada Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang masuk kedalam ruang lingkup DAK non fisik, terdapat menu kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) bagi Desa/Kelurahan prioritas. Menu ini ditujukan bagi desa/kelurahan prioritas yang bertujuan mendukung implementasi indikator Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, yakni Desa/Kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) dan terwujudnya pilar pertama STBM (stop buang air besar sembarangan). Pelaksanaan kegiatan ini di daerah perlu dilakukan pengawasan sebagai upaya untuk memastikan kegiatan terlaksana sesuai dengan tujuannya. Sehubungan dengan belum terdapatnya sistem informasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu pemantauan kegiatan ini, maka perlu dibuat rancangan sistem informasi pelaporan kegiatan STBM pilar 1 SBS pada desa/kelurahan prioritas bersumber dana BOK Puskesmas. Sistem informasi yang dirancang menggunakan metode System Development Life Cycle (SDLC) dengan pendekatan prototipe. Dalam sistem informasi ini akan diperoleh data terkait lokasi sasaran, akses sanitasi sebelum dan sesudah, rencana kegiatan, besaran rencana anggaran, realisasi kegiatan, besaran realisasi anggaran, kondisi STBM paska kegiatan, hingga kendala yang dialami saat melaksanakan kegiatan. Penggunaan sistem informasi ini dapat mendukung fungsi pengawasan dalam manajemen untuk memastikan kegiatan BOK STBM telah terlaksana sesuai dengan tujuannya. Selain itu, sistem informasi ini juga dapat mengefisiensikan pekerjaan serta sumber daya dalam hal pengawasan, penyusunan laporan, dan mendapatkan informasi untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan BOK STBM pada tahun anggaran berikutnya.

Special Allocation Funds (DAK), both physical and non-physical allocations and serve as one of the funding sources for organizing health activities in the regions. Within the Health Operational Assistance (BOK), which is include in the scope of non-physical DAK, there is a menu of Community-Led Total Sanitation (CLTS) activities designed for priority Villages/Sub-District. This menu aims to support the implementation of the Ministry of Health's Strategic Plan indicators, specifically focusing on Villages/Sub-District Open Defecation Free (ODF) and the first pillar of CLTS, which is to stop open defecation at the designated locations. Given the absence of an information system that can serve as a monitoring tool for these activities, it becomes necessary to design an information system for reporting CLTS activities in priority villages/sub-district funded through BOK Puskesmas. The information system is designed using the System Development Life Cycle (SDLC) method with a prototype approach. Within this information system, data related to the target location, sanitation accessibility before and after activity, activity plans, budget plans, activity realization, budget utilization, post-activity CLTS conditions, and any constraints encountered during the implementation will be collected. The implementation of this information system can effectively support the oversight function in management to ensure that BOK CLTS activities are carried out in accordance with their objectives. Moreover, the utilization of this information system will streamline work and resources in terms of supervision, report preparation, and information acquisition for planning CLTS BOK activities in the upcoming year.
Read More
T-6667
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive