Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Soetrisno, Didon Muhammad Trimulya, Slamet Riyanto
JKR Vol.1, No.3
Yogyakarta : IPAKESPRO, 2014
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Astried Anggraeni Mirza; Pembimbing: Sudijanto Kamso; Penguji: Popy Yuniar, Rahmadewi
Abstrak:
Indonesia merupakan negara dengan struktur penduduk ekspansif, yaitu mayoritas penduduk berada pada kelompok usia muda. Besarnya populasi usia muda di Indonesia menimbulkan tantangan dalam mengatasi bermacam-macam permasalahan seputar remaja seperti peningkatan masalah kesehatan seksual dan reproduksi yang salah satunya adalah kehamilan remaja. Permasalahan kehamilan remaja yang terjadi dapat menimbulkan banyak dampak negatif, salah satunya dapat berimbas pada mortalitas dan morbiditas di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja antara wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Sumber data penelitian ini adalah hasil SDKI 2017 dengan desain penelitian studi potong lintang (cross sectional). Sampel penelitian ini remaja perempuan usia 15-24 tahun yang memenuhi kriteria, dengan membagi sampel ke dalam dua wilayah, yaitu perkotaan dan pedesaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi kehamilan remaja di wilayah perkotaan adalah sebesar 19% sedangkan di wilayah pedesaan adalah sebesar 32,4%. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, meliputi usia, pendidikan, status ekonomi keluarga, status pekerjaan, pengetahuan kontrasepsi, akses media informasi, dan akses fasilitas kesehatan. Didapatkan juga faktor yang paling dominan terhadap kehamilan remaja adalah akses fasilitas kesehatan, baik di wilayah perkotaan (AOR=17,17; 95% CI: 10,65-27,68) maupun pedesaan (AOR=10,73; 95% CI: 7,02-16,38). Melihat temuan penelitian, pihak berwenang disarankan untuk meningkatkan akses fasilitas kesehatan dan memperluas pelayanan KB untuk generasi muda serta menggecarkan promosi kesehatan seksual dan reproduksi.

Indonesia is a country with an expansive population structure, namely that the majority of the population is in the young age group. The large young population in Indonesia creates challenges in overcoming various problems surrounding teenagers, such as the increase in sexual and reproductive health problems, one of which is teenage pregnancy. The problem of teenage pregnancy can have many negative impacts, one of which is mortality and morbidity in Indonesia. This research was conducted to determine the comparison of factors related to teenage pregnancy between urban and rural areas in Indonesia. The data source for this research is the results of the 2017 IDHS with a cross-sectional research design. The research sample consisted of female teenagers aged 15–24 who met the criteria by dividing the sample into two areas, namely urban and rural. The results of this study show that the proportion of teenage pregnancies in urban areas is 19%, while in rural areas it is 32,4%. Factors associated with teenage pregnancy, both in urban and rural areas, include age, education, family economic status, employment status, knowledge of contraception, access to information media, and access to health facilities. It was also found that the most dominant factor in teenage pregnancy was access to health facilities, both in urban areas (AOR=17,17; 95% CI: 10,65-27,68) and rural areas (AOR=10,73; 95% CI: 7,02-16,38). Looking at the research findings, the authorities are advised to increase access to health facilities, expand family planning services for the younger generation, and intensify the promotion of sexual and reproductive health.
Read More
S-11578
Depok : FKM-UI, 2024
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Angeline Gloria; Pembimbing: Soekidjo Notoatmodjo; Penguji: Anwar Hassan, Kusdianti
Abstrak: Berbagai permasalahan kesehatan reproduksi yang dialami remaja disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesadaran akan reproduksi sehat. Penyuluhan kesehatan perlu diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap mengenai kesehatan reproduksi remaja dan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya metode ceramah dan diskusi kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap kesehatan reproduksi remaja pada siswa SMP Negeri 281 Jakarta. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan rancangan Non Equivalent Control Group. Subjek penelitian terdiri dari 27 siswa pada masing-masing kelompok eksperimen (metode ceramah dan diskusi kelompok) dan 31 siswa pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan pengetahuan responden yang bermakna antara metode ceramah dan metode diskusi kelompok. Terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan responden yang bermakna ketika metode ceramah ataupun metode diskusi kelompok dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan peningkatan sikap responden yang bermakna antara metode ceramah dan metode diskusi kelompok. Terdapat perbedaan peningkatan sikap responden yang bermakna ketika metode ceramah ataupun metode diskusi kelompok dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah dan metode diskusi kelompok tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa mengenai kesehatan reproduksi remaja.
Kata kunci: ceramah, diskusi kelompok, kesehatan reproduksi remaja, pengetahuan, sikap
Read More
S-8575
Depok : FKM UI, 2015
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ajeng Nurina Ayuningtyas; Pembimnbing: Caroline Endah Wuryaningsih; Penguji: Anwar Hassan, Titik Haryanti
S-9329
Depok : FKM-UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Silvi Enggar Budiarti; Pembimbing: Rita Damayanti; Penguji: Dien Anshari, Ryksa Raharja
Abstrak: Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja. Saat ini internet merupakan media yang paling dekat dan digemari oleh remaja. Melalui internet remaja dapat mengakses informasi dengan cepat dan mudah. Tetapi informasi kesehatan yang tidak difiltrasi dapat membahayakan dan mempengaruhi perilaku kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan internet untuk informasi kesehatan, persepsi penggunaan internet untuk informasi kesehatan, dan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional melalui pengisian sendiri dari kuesioner yang diberikan pada 131 siswa SMA Pro An Nizhomiyah Depok. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata frekuensi dan durasi mengakses internet untuk informasi kesehatan reproduksi dalam seminggu yaitu 1,54 kali dan 43,71 menit; 63,4% siswa mempersepsikan internet berguna, 40,6% mudah diakses, dan 53,5% merasa internet memberikan privasi ketika mencari informasi kesehatan reproduksi; pengetahuan pada siswa yang memakai internet tergolong baik dan yang tidak memakai tergolong rendah; dan terdapat perbedaan signifikan (p=0,007) antara pengetahuan siswa yang menggunakan internet dengan yang tidak menggunakan, sehingga potensi internet dalam pendidikan dan promosi kesehatan reproduksi dapat dipertimbangkan dan dimanfaatkan oleh sekolah. Kata kunci : internet; kesehatan reproduksi remaja; pengetahuan; persepsi; sekolah islam Knowledge of reproductive health is very important for teenagers. Currently the internet is the media closest and popular by teenagers. Through the internet teens can access information quickly and easily. Unfiltered health information can be harmful and effect health behavior. This study aimed to describe of internet use for health information, perceptions of internet use for reproductive health information, and knowledge of reproductive helath in adolescents. This research was conducted by descriptive quantitative method with cross sectional approach through self-filling from questionnaire given at 131 students of Pro An Nizhomiyah Depok. The results of this study are the average frequency and duration of internet access for reproductive health information in a week that is 1,54 times and 43,71 minutes; 63.4% of students perceive internet is useful, 40.6% easily accessible, and 53.5% feel the internet provides privacy when seeking information on reproductive health; and there are significant differences (p=0.007) between the knowledge of students who use internet and those wo do not use, so that the potential of internet in education and promotion of reproductive health can be considered and utilized by school. Keywords: internet, adolescent reproductive health, knowledge, perceive, islamic school
Read More
S-9586
Depok : FKM-UI, 2017
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Prila Khairunnisa; Pembimbing: Helda; Penguji: Syahrizal, Yovsyah, Weni Muniarti, Suparmi
Abstrak: Infeksi menular seksual merupakan pintu masuk terjadinya infeksi HIV. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di tahun 2013 ditemukan (9%) kasus baru IMS pada remaja perempuan (10-19 tahun), Di Ambon terjadi peningkatan kejadian IMS pada remaja perempuan (15-24 tahun) dari (28,67%) di tahun 2011 menjadi (32,53%) di tahun 2013. Tahun 2018 ditemukan (15%) kasus IMS di RSCM terdiri dari anak berusia (12-22 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan risiko terjadi infeksi menular seksual pada wanita usia subur (15-24 tahun) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 4.240 wanita usia (15-24 tahun). Data diperoleh dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017 dan dianalisis menggunakan analisis multivariat cox regression. Analisis multivariat cox regression menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan pengetahuan yang kurang baik memprediksi risiko kejadian IMS pada remaja. Prediktor utama adalah pengetahuan remaja (PR 1,489; p: 0,000, CI 1,243-1,783) yang artinya wanita yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang IMS berisiko terkena IMS sebesar 1,489 kali dibanding wanita yang memiliki pengetahuan baik. Menghilangkan stigma seksual adalah tabu dan terbatas pada pasangan sudah menikah serta promosi alat kontrasepsi kondom perlu ditingkatkan sehingga wanita memperoleh informasi tentang dampak dan pencegahan tertular IMS dengan lebih baik.
Sexually transmitted infections are the gateway to HIV infection. Based on the results of previous studies in 2013, new STI cases were found (9%) in adolescent girls (10-19 years). to (32.53%) in 2013. In 2018 it was found (15%) STI cases at RSCM consisted of children aged (12-22 years). This study aims to find factors associated with the risk of sexually transmitted infections in women of childbearing age (15-24 years) in Indonesia. This study used a cross-sectional design with a sample of 4,240 women aged (15-24 years). Data were obtained from the 2017 Indonesian Health Demographic Survey and analyzed using cox regression multivariate analysis. Multivariate cox regression analysis showed that female adolescents with poor knowledge predicted the risk of STIs in adolescents. The main predictor was knowledge of adolescents (PR 1.489; p: 0.000, CI 1.243-1.783) which means that women who have poor knowledge about STIs are at risk of getting STIs by 1.489 times compared to women who have good knowledge. Eliminating sexual stigma is taboo and limited to married couples and the promotion of condom contraception needs to be increased so that women get better information about the impact and prevention of contracting STIs.
Read More
T-6684
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Lintang Tanjung Sibarani; Pembimbing: Sudarto Ronoatmodjo; Penguji: Rita Damayanti, Priyanti, Ayunita Khairunisa Mahdi
Abstrak:
Remaja di Provinsi Jawa Barat menghadapi risiko kesehatan reproduksi yang tinggi (misalnya tingginya angka kehamilan remaja), sehingga promosi kesehatan reproduksi menjadi prioritas penting. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika kemitraan organisasi non-pemerintah (NGO) dalam promosi kesehatan reproduksi remaja di Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif melalui wawancara mendalam dengan informan terpilih, termasuk staf program NGO, mitra sektor pemerintah dan komunitas lokal, serta remaja penerima manfaat program. Hasil analisis tematik mengidentifikasi tiga aspek utama kemitraan yang mendukung efektivitas program: komitmen kelembagaan antar mitra, kepercayaan dan prinsip mutualitas, serta pemanfaatan hasil kolaborasi (misalnya modul edukasi dan layanan konseling) untuk keberlanjutan program. Peran NGO sebagai fasilitator dan penggerak program terbukti penting, namun dihadapkan pada tantangan seperti koordinasi lintas sektor yang belum optimal dan resistensi nilai-nilai konservatif terkait isu kesehatan reproduksi. Strategi penguatan kemitraan mencakup penyelarasan visi dan tujuan antara NGO dan pemerintah, pembentukan forum advokasi lintas sektor formal, peningkatan kapasitas teknis mitra lokal, serta pelibatan remaja secara bermakna sebagai agen perubahan dalam program. Kesimpulannya, kemitraan NGO dengan pemerintah dan komunitas berperan krusial dalam promosi kesehatan reproduksi remaja. Diperlukan komitmen yang kuat, kepercayaan, dan kolaborasi multi-sektor yang inklusif untuk mencapai hasil program yang berkelanjutan. Studi ini merekomendasikan dukungan kebijakan daerah yang mengintegrasikan program kesehatan reproduksi remaja dan memperkuat kelembagaan kemitraan agar dampak program lebih optimal dan berkesinambungan.

Adolescents in West Java Province face high reproductive health risks (e.g., a high rate of teenage pregnancy), making reproductive health promotion a critical priority. This study aims to analyze the dynamics of non-governmental organization (NGO) partnerships in promoting adolescent reproductive health in West Java. A qualitative design was employed, using in-depth interviews with selected informants including NGO program staff, government and local community partners, and adolescent program beneficiaries. Thematic analysis identified three key partnership factors supporting program effectiveness: strong institutional commitment among partners, trust and mutuality, and the utilization of collaborative outputs (such as educational modules and counseling services) to sustain the program. The role of NGOs as program facilitators and drivers is evident, but they face challenges such as suboptimal cross-sector coordination and conservative cultural resistance to reproductive health issues. Partnership strengthening strategies include aligning the visions and goals of NGOs and government, establishing formal cross-sector advocacy forums, enhancing the technical capacity of local partners, and meaningfully engaging youth as agents of change in the program. In conclusion, NGO partnerships with government and communities play a crucial role in the effectiveness of adolescent reproductive health promotion. Strong commitment, trust, and inclusive multi-sector collaboration are required to achieve sustainable program outcomes. This study recommends strengthening local policy support to integrate adolescent reproductive health programs and reinforce partnership institutionalization, in order to optimize program impact and sustainability.
Read More
T-7434
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive