Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Andre Sebastian; Pembimbing: Sandi Iljanto; Penguji: Mieke Savitri, Purnawan Junadi, Herman Mahaputra, Budi Hartono
Abstrak: ABSTRAK Salah satu Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit adalah waktu tunggu. Waktu tunggu pelayanan yang baik berhubungan dengan kepuasan pelanggan, sehingga rumah sakit harus dapat mengontrol waktu pelayanan untuk mencapai kepuasan pasien. semakin cepat waktu tunggu pasien, semakin baik juga penilaian terhadap pelayanan kefarmasian suatu rumah sakit. Lean adalah suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk baik barang maupun jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSUD Kota Mataram pada bulan Maret 2018, dengan hasil masih ditemukan kegiatan yang tergolong non value added (tidak memiliki nilai tambah), sehingga waktu tunggu rata-rata yang diperlukan dalam proses pelayanan resep obat menjadi lebih lama (obat kronis non racikan 32,69 menit dan racikan 64,30 menit obat non kronis non racikan 32,72 menit dan racikan 81,8 menit). Rata-rata waktu tunggu melebihi peraturan 129/Menkes/SK/II/2008. Usulan perbaikan berdasarkan analisa akar masalah pada alur proses kegiatan pengerjaan resep, disusun menjadi langkah-langkah efektif untuk mengurangi waktu tunggu pelayanan sehingga mencapai target standar pelayanan yang ditetapkan, yang sesusi dengan keadaan situasi dan kemampuan rumah sakit serta faktor yang mempengaruhi. Kata Kunci : Lean, Waktu Tunggu, Kefarmasian Daftar bacaan : 57 referensi One of the standard pharmaceutical services in the hospital is the waiting time. The good service waiting time related with customer satisfaction, so that the hospital must be able to control the service time to achieve patient satisfaction. The faster the patient's waiting time, the better assessment of the pharmaceutical services of a hospital. Lean is an ongoing effort to eliminate waste and increase the value added of both products and services to deliver value to customers. This research conducted in pharmacy installation of Mataram general hospital on March 2018, with the results is still found activities that are categorized as non value added, so that the average waiting time required in the process of medicine recipe becomes longer (crhonic with no blend take 3.69 minutes and chronic with blend take 64.30 minutes, non-chronic no blend take 32,72 minutes and non chronic with blend take 81.8 minutes). The average of waiting time exceeds regulation of Ministry of Health number 129/Menkes/SK/II/2008. The proposed improvement based on the root problem analysis of process the recipe work, is structured into effective measures to reduce waiting time so could achieve the targeted service standard, which is appropriate with the situation and the ability of the hospital as well as the influencing factors. Key words : Lean, waiting time, pharmaceutical Reference list : 57 Reference
Read More
B-2022
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Pensa Resta Grahmidri; Pembimbing: Ede Surya Darmawan; Penguji: Vetty Yulianty Permanasari, Kurnia Sari, Cici Sri Suningsih, Viola Handayani
T-5419
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ade Palupi Muchtar; Pembimbing: Anhari Achadi; Penguji: Wachyu Sulistiadi, Suprijanto Rijadi, Eti Astuti
Abstrak: Tujuan penelitian menganalisis perbedaan waktu tunggu pelayanan kefarmasian(yanfar) di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Jaminan dan Tunai RSUP PersahabatanJakarta Tahun 2015. Desain penelitian mix method. Besar sampel 150 pasien(@75 pasien di Jaminan dan Tunai). Hasil penelitian: 1. Waktu tunggu yanfar diJaminan tidak sesuai SPM, sedangkan di Tunai sudah sesuai. 2. Ada hubunganjenis resep dengan waktu tunggu yanfar di Jaminan dan Tunai. 3. Ada hubunganjumlah item resep dengan waktu tunggu yanfar di Jaminan. 4. Ada perbedaansignifikan antara waktu tunggu yanfar di Jaminan dengan Tunai. 5. Perbedaanwaktu tunggu yanfar di Jaminan dan Tunai dipengaruhi oleh SOP, SDMKefarmasian (jumlah tenaga, beban kerja, lama kerja, dan keterampilan) dan SIMRS.Kata Kunci : Waktu, Tunggu, Kefarmasian, Racikan, NonRacikan, Tunai,Jaminan.
Read More
B-1699
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ida Bagus Nyoman Maharjana; Pembimbing: Adik Wibowo; Penguji: Vetty Yulianty Permanasari, Helen Adnriani, Sutoto, R.A. Tuty Kuswardhani
Abstrak:
Latar belakang: Pelayanan kefarmasian di rumah sakit telah diatur dengan terbitnya Permenkes nomor 72 tahun 2016. Akreditasi sebagai pengakuan mutu pelayanan di rumah sakit menuangkan pedoman pelayanan kefarmasian pada bab Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) yang terdiri dari 7 standar dan 80 elemen penilaian. SNARS sebagai pedoman akreditasi yang diterbitkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), lembaga independen yang ditetapkan Menteri Kesehatan, untuk menilai implementasi pelayanan sesuai standar. Belum diketahui kesesuaian dan tantangan pelayanan kefarmasian di RS terhadap SNARS termasuk faktor-faktor pendukung dan penghambat pada pemenuhan standar akreditasi. Metode: Mix-methods. Cross sectional menggunakan data sekunder dari basis data KARS. Sampel adalah total populasi, diujikan berdasarkan variabel jenis, kepemilikan, kelas dan propinsi rumah sakit terhadap nilai rata-rata PKPO. Kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap surveior KARS dan asesi RS. Hasil dan Pembahasan: Didapatkan 1.725 RS dengan nilai rata-rata skor akhir PKPO adalah 79,16. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kepemilikan (Pemerintah, Swasta) (p=0,001), kelas (A, B, C, D) (p<0,001), dan Propinsi (p<0,001). Berdasarkan standar PKPO, rata-rata nilai tertinggi pada standar penyimpanan untuk jenis (RSU dan RSK), kepemilikan (pemerintah dan swasta), pada kelas (B,C,D), dan propinsi, sedangkan standar peresepan dan penyalinan pada rumah sakit kelas A. Rata-rata nilai terendah pada standar monitoring untuk semua variabel. Kesimpulan: Standar penyimpanan menjadi kekuatan pelayanan kefarmasian rumah sakit di Indonesia terhadap kesesuaian SNARS. Standar monitoring menjadi tantangan terhadap kesesuaian SNARS pada jenis (RSU dan RSK), kepemilikan (pemerintah dan swasta), kelas (A,B,C,D), dan propinsi rumah sakit di Indonesia

Background: Pharmaceutical services in hospitals have been regulated by the issuance of Minister of Health regulation number 72 in 2016. Accreditation as an acknowledgment of service quality in hospitals standard for pharmaceutical and medication services in the PKPO chapter which consists of 7 standards and 80 assessment elements. SNARS as an accreditation guideline issued by the Indonesian Commission on Accreditation of Hospital (KARS), an independent agency approved by the Minister of Health, to assess the implementation of services according to standards. Not yet known the suitability and challenges of pharmaceutical and medication services in hospitals toward SNARS including supporting factors and obstacles in meeting the accreditation standards. Methods: Mix-methods. Cross sectional uses secondary data from the KARS database. The sample is the total population, tested based on variable type, ownership, class and hospital province towards mean value of PKPO. Qualitative with in-depth interviews with KARS surveyors and hospital assistants. Results & Discussion: 1.725 hospital were obtained with a mean PKPO final score of 79.16. There are significant differences in ownership (Government, Private) (p = 0.001), class (A, B, C, D) (p < 0,001), and Province (p < 0,001). Based on the focus area, the highest mean values are in storage standards for types (General and Specialist), ownership (government and private), in classes (B, C, D), and provinces, while prescribing and copying standards in class A hospitals. The lowest mean value in the monitoring standard for all variables. Conclusions: Storage standards become the strength of hospital pharmacy services in Indonesia to the compliance of SNARS. Monitoring standard be a challenge to SNARS compliance in types (General and Specialist), ownership (government and private), class (A, B, C, D), and provincial hospitals in Indonesia.

Read More
B-2147
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Setyanti Indah Lestari; Pembimbing: Anhari Achadi; Penguji: Wachyu Sulistiadi, Kurnia Sari, Roy Himawan, Muji Harja
Abstrak: Kebijakan DAK Fisik Subbidang Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk membantu daerah dalam pencapaian target prioritas nasional, dalam hal ini mencapai ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas serta Instalasi Farmasi yang memenuhi standar manajemen pengelolaan obat. Tesis ini bertujuan untuk menganalisis implementasi DAK Fisik Subbidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2018. Penelitian dilakukan secara mix method, penelitian kuantitatif dilanjutkan dengan penelitian kualitatif menggunakan kerangka teori Chemma-Rondinelli. Kuesioner dikumpulkan menggunakan aplikasi online dari 212 Kab/Kota di seluruh Indonesia. Wawancara mendalam dilakukan kepada para pembuat kebijakan di pusat dan pelaksana DAK di daerah. Hasil penelitian menyatakan bahwa Implementasi DAK Fisik Subbidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2018 telah berjalan baik namun masih terkendala dalam kualitas data dukung, penyaluran dan pemanfaatan DAK, kepatuhan dan ketepatan pelaporan serta realisasi anggaran yang belum optimal. Pada kondisi lingkungan kebijakan masih terdapat permasalahan pada pelaksanaan pengadaan obat melalui e-catalog serta aplikasi pelaporan yang kurang fleksibel dan sering bermasalah. Komunikasi dan koordinasi antar organisasi di daerah serta jejaring pusat dan daerah masih perlu ditingkatkan. Sosialisasi kebijakan terkait DAK masih bersifat sektoral. Standarisasi prosedur perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi telah tersedia. Dukungan Pemda dan Pemerintah terhadap DAK sangat baik. Adanya PMK terkait penyaluran DAK secara pertahap yang disesuaikan dengan kinerja masih dianggap menyulitkan daerah. Sebagian besar responden telah memiliki sarana dan prasarana yang terdapat di Juknis. Untuk itu perlu ditelaah kembali menu yang dapat diadakan melalui DAK. Alokasi DAK masih dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Karakteristik organisasi pelaksana berhubungan signifikan berkekuatan lemah dan berpola positif dengan kinerja implementasi DAK. Komunikasi internal Dinkes serta komitmen pelaksana terhadap DAK sangat baik. Namun sebagian besar pelaksana masih merasa kesulitan melaksanakan DAK. Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumber daya kebijakan serta karakteristik organisasi pelaksana dalam implementasi DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2018. Hal yang perlu ditingkatkan adalah kualitas pelaksana melalui pelatihan, jejaring pusat dan daerah serta perbaikan pengadaan obat melalui sistem e-catalog
Specific Allocation Grant (DAK) for Pharmaceutical Services aims to support districts in accordance with the national priority targets, in this case achieving the availability of medicines and vaccine in Puskesmas as well as Pharmaceutical Installations that should meet the drug management standards. This thesis aims to analyze the implementation of DAK for Pharmaceutical Services in 2018. This study was a quantitative research followed by a qualitative research using the framework of the Chemma-Rondinelli theory. Questionnaires were collected using online applications from 212 districts throughout Indonesia. In-depth interviews were conducted with policy makers and DAK implementers. The results of the study state that DAK Implementation for Pharmaceutical Services in 2018 was performed well but still constrained in the quality of supporting data, distribution and utilization of DAK, compliance and accuracy of reporting as well as the budget realization that has not been optimal. In the environmental conditions, there are some problems in the implementation of drug procurement through e-catalogs and reporting applications that are not flexible. Communication and coordination between organizations in the districts are need to be improved. Policy disemination related to DAK is still sectoral. Standardization of planning, implementation and evaluation procedures are available. The effectiveness of the central and regional networks still needs to be improved. The local and central government are supporting DAK. Regulation related to DAK distribution is considered difficult for the districts. Most of the respondents were reported already have facilities and infrastructure from DAK. The DAK allocation is not in accordance with districts needs. The characteristics of implementing organizations are significantly correlated with positive and weak strength with the DAK implementation. Internal communication and implementers commitments to DAK are very good. However, most implementers found that DAK implementation is difficult. There is a significant correlation between environmental conditions, relationships between organizations, policy resources and characteristics of implementing organizations. Things that need to be improved are the quality of the implementers through training, the network between the central and local goverment and drug procurement through the e-catalog system
Read More
T-5520
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hadi Rahmatsyah; Pembimbing: Sandi Iljanto; Penguji: Amal C. Sjaaf, Vetty Yulianty Permanasari, Dedi Rohendi, Suwenda
Abstrak:

Hadi Rahmatsyah Analisis Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Logistik Farmasi Terkomputerisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Tahun 2013 164 Halaman, 21 Gambar, 21 Tabel Tesis ini menganalisis pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Logistik Farmasi Terkomputerisasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Indramayu Tahun 2013. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan SIM Logistik Farmasi Terkomputerisasi di RSUD Kabupaten Indramayu Tahun 2013 tidak dilakukan sesuai rencana tahapan pengembangan Sistem Informasi menurut teori System Development Life Cycle dan sebagian besar fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi belum terpenuhi oleh Pengembang Sistem Informasi. Faktor keterbatasan waktu, ketidaksepahaman antara Instalasi Farmasi dan Pengembang Sistem Informasi terkait alur proses perbekalan farmasi dan keterbatasan sumber daya manusia dalam mengoperasikan, mengelola dan memelihara sistem aplikasi mempengaruhi keberhasilan pengembangan SIM Logistik Farmasi Terkomputerisasi di RSUD Kabupaten Indramayu Tahun 2013. Kata kunci : pengembangan sistem informasi manajemen terkomputerisasi, logistik, farmasi, pelayanan kefarmasian, System Development Life Cycle. Daftar Bacaan : 22 (1992 – 2013)


POSTGRADUATE PROGRAMME HOSPITAL ADMINISTRATION STUDY PROGRAMME PUBLIC HEALTH FACULTY UNIVERSITY OF INDONESIA Thesis, Juni 2013 Hadi Rahmatsyah The analysis of the development of computerized pharmacy logistic management information system at Indramayu District General Hospital in 2013 164 Pages, 21 Figures, 21 Tables This study analyzed the development of computerized pharmacy logistic Management Information System (MIS) at Indramayu District General Hospital (DGH) in 2013. This study is qualitative descriptive study. This study could be concluded that the development of computerized pharmacy logistic MIS at Indramayu DGH in 2013 was not carried out as planned phases of development of information system as System Development Life Cycle theory and most of the function as Pharmacy Department needed has not fulfilled by Information System Developer. The factor of time limitation, disagreements between Pharmacy Department and Information System Developer of pharmacy logistic and pharmacy services process flow, and human resources limitation of maintaining, managing and operating the application system contributed to succeessed of the development of computerized pharmacy logistic MIS at Indramayu DGH in 2013. Key words : development of computerized management information system, pharmacy, logistic, pharmacy service, System Development Life Cycle. References : 22 (1992 – 2013)

Read More
B-1518
Depok : FKM UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nabilah Lailati Fajriah; Pembimbing: Septiara Putri; Penguji: Adang Bachtiar, Nanda Lestari Putriawan
Abstrak:
Sebagai upaya dalam meningkatkan ketersediaan obat publik, dibutuhkan optimalisasi perencanaan dan pendistribusian obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Unit Pelayanan Kesehatan. Diketahui bahwa persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial di Kota Depok pada tahun 2022 adalah sebesar 84,21%, dimana angka tersebut memenuhi standar minimal 80%. Pada wilayah lain, diketahui persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung, dan Kota Semarang pada tahun 2022 masing-masing adalah sebesar 89,13%, 95,16%, dan 100%, persentase tersebut dikatakan lebih baik dari persentase yang dimiliki Kota Depok pada tahun 2022. Tingkat ketersediaan obat dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain faktor input seperti keterbatasan anggaran dan faktor proses yaitu pengelolaan obat yang kurang ideal. Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dapat dievaluasi dan ditingkatkan setiap tahunnya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manajemen pengelolaan obat di Kota Depok. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Validasi data yang digunakan yaitu triangulasi sumber melalui wawancara dengan berbagai informan dan triangulasi metode dengan telaah dokumen serta observasi. Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan obat sesuai kebutuhan untuk tiga penyakit terbesar di Kota Depok tahun 2022 adalah sebesar 85,57%, dimana persentase tersebut sudah memenuhi standar yang ada. Pengelolaan obat yang dilakukan sudah mengikuti pedoman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan RI. Saran yang dapat diberikan yaitu dengan melakukan analisis beban kerja bagi SDM agar pengelolaan obat yang dilakukan dapat lebih maksimal.

In an effort to increase the availability of public drugs, it is necessary to optimize the planning and distribution of drugs from the Regency / City Pharmacy Installation to the Health Service Unit. It is known that the percentage of Puskesmas with the availability of essential drugs in Depok City in 2022 is 84.21%, which meets the minimum standard of 80%. In other regions, it is known that the percentage of health centers with the availability of essential drugs in Bekasi Regency, Bandung Regency, and Semarang City in 2022 is 89.13%, 95.16%, and 100%, respectively, which is better than the percentage of Depok City in 2022. The level of drug availability can be influenced by various things, including input factors such as budget constraints and process factors, namely less than ideal drug management. Drug management is a process that can be evaluated and improved every year to get maximum results. Therefore, this study aims to determine the description of drug management in Depok City. The type of research used in this study is qualitative with in-depth interview method. Data validation used is source triangulation through interviews with various informants and method triangulation with document review and observation. The results showed that the availability of drugs as needed for the three largest diseases in Depok City in 2022 was 85.57%, where the percentage had met the existing standards. The drug management carried out has followed the guidelines of the Food and Drug Administration and the Indonesian Ministry of Health. Suggestions that can be given are to conduct a workload analysis for human resources so that drug management can be maximized.
Read More
S-11298
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive