Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Siska Primasari; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Tri Yunis Miko Wahyono, Cucu Cakrawati Kosim. Sulistyo
Abstrak: ABSTRAK TB merupakan masalah darurat global karena menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan penyakit menular lainnya. Berdasarkan WHO Global Tuberculosis 2016 menyatakan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk 254.831.222, menempati posisi kedua dengan beban TB tertinggi didunia.Timbulnya penyakit tuberculosis (TBC) di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko determinan, salah satunya kurangnya sinar matahari masuk kedalam rumah. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pencahayaan alami dalam rumah dengan kejadian TB paru BTA positif pada usia ≥15 tahun keatas di Kota Solok Sumatera Barat pada tahun 2017. Desain Penelitian ini adalah case control dengan melakukan wawancara, obeservasi dan pengukuran terhadap pencahayaan dan kelembaban. Penelitian ini dilakukan pada bulan April s/d Mei 2018. Hasil Peneilitian ini Pencahayaan yang dalam rumahyang < 60 lux beresiko terkena TB Parur 3,732 kali (95% CI 1,584-8,793) setelah di kontrol oleh variabel Kepadatan Hunian dan Status Gizi. . Kata kunci:Pencahayaan, TB Paru, ≥15 Tahun ABSTRACT Tuberculosis is a global emergency issue because it causes more deaths than other infectious diseases.According to WHO Global Tuberculosis 2016 states that Indonesia with a population of 254,831,222, occupies the second position with the highest burden of TB in the world. The incidence of tuberculosis (TB) in the community is influenced by several determinant risk factors, one of which is the lack of sunlight into the house. The purpose of this research is to know the relationship between natural light in the house with the incidence of positive smear pulmonary tuberculosis at age ≥15 years and above in Solok city of West Sumatera in 2017. Design This research is case control by conducting interview, obeservasi and measurement to lighting and humidity. This study was conducted from April to May 2018. The results of this study The in-house lightings <60 lux were at risk for TB Parur 3,732 times (95% CI 1,584-8,793) after being controlled by the Residential Density and Nutrition Status variables. . Keywords: Natural Lighting, Pulmonary TB, ≥15 Years
Read More
T-5146
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Salam; Pembimbing: Tri Yunis Miko Wahyono; Penguji: Yovsyah, Suhardini, Hanung Wikantono
Abstrak: Latar Belakang dan Tujuan: Tuberkulosis masih menjadi 10 besar penyebab kematian di seluruh dunia. Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus TB paru terbesar ketiga setelah India dan China. Prevalensi TB paru di Indonesia pada Tahun 2018 sebesar 193/100.000 penduduk dengan jumlah kasus mencapai 845.000 dan 24.000 diantaranya merupakan kasus kebal obat. Salah satu penyebab TB resisten obat adalah tidak teratur minum obat. Kepatuhan minum obat sangat mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru. Salah satu penyebab terjadinya kasus putus obat adalah pengawas menelan obat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukan bahwa 30,8% penderita TB paru tidak rutin/patuh minum obat sementara penderita TB paru yang tidak memiliki PMO mencapai 33,8%. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan PMO dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita TB paru sensitif obat di Indonesia Tahun 2018. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan kasus kontrol, populasi sumber merupakan penderita TB paru hasil riskesdas 2018, populasi studi berjumlah 933 orang diambil dari populasi eligible yang memenuhi kriteria inklusi: berumur >15 tahun, didiagnosis TB <6 bulan dan mengetahui fasyankes, kriteria eksklusi:data tidak lengkap. Hasil: Analisis bivariat menunjukan hubungan yang bermakana antara PMO dengan ketidakpatuhan minum obat POR=1,79 (95% CI:1,31-2,35) p=0,000, analisis multivariat menunjukan POR=1,43 (95% CI:1,03-1,99) p=0,0183. Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan PMO dengan kepatuhan minum obat pada penderit TB paru
Read More
T-5940
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ruth Desinta Purnamasari; Pembimbing:; Ratu Ayu Dewi Sartika; Penguji: Trini Sudiati, Anies Irawati
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran prevalensi stunting dan membuktikan hubungan antara riwayat penyakit TB paru serta faktor lainnya dengan kejadian stunting pada balita umur 6-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 194 balita yang didapat dengan cara cluster sampling. Pengambilan data dilakukan selama bulan Mei 2019. Proses pengambilan data meliputi pengukuran antropometri menggunakan microtoise dan digital length board yang telah divalidasi, wawancara food recall 1x 24 jam, dan pengisian kuesioner. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square dan independent-t. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 35,6% balita stunting (Z-score PB/U atau TB/U ≤ -2,00). Faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stunting adalah riwayat penyakit TB paru. Peneliti merekomendasikan kepada puskesmas dan posyandu untuk melakukan upaya pencegahan penyakit TB paru pada anak, monitoring terhadap terapi TB paru pada anak hingga tuntas, dan peningkatan edukasi gizi kepada masyarakat Babakan Madang
Read More
S-10165
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Nurcahaya Sihombing; Pembimbing: Budi Haryanto; Penguji: Laila Fitria, Tariswan
Abstrak: Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang menular melalui udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberadaan penderita serumah dengan riwayat terkena TB Paru (≤ 9 bulan) terhadap kejadian kasus sekunder TB Paru di rumah tangga permukiman kumuh Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain studi potonglintang dengan variabel independen adalah keberadaan penderita serumah dengan riwayat terkena TB Paru (≤ 9 bulan) dan variabel perancu mencakup perilaku penggunaan ventilasi buatan, frekuensi membuka jendela, frekuensi mengganti sprei dan sarung bantal, frekuensi menjemur kasur dan bantal, etika batuk, kepadatan hunian rumah, dan persentase ventilasi permanen dan ventilasi insidentil. Analisis dilakukan dengan uji Chi-square hingga analisis > 2 variabel. Analisis statistik memberikan hasil proporsi kejadian kasus sekunder TB Paru sebanyak 1%. Variabel yang berhubungan secara signifikan dan sekaligus menjadi variabel dominan secara statistik adalah keberdaan penderita serumah dengan riwayat terkena TB Paru (≤ 9 bulan) (23,7 (95% CI = 2,1-270,5).
Kata kunci: kasus sekunder, permukiman kumuh, TB Paru

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease transmitted through the air. This study aims to determine the relationship between the existence of household members with history of pulmonary TB (≤9 months) with the incidence of secondary cases of pulmonary TB in slum household of Sub-district of Kapuk, District Cengkareng, West Jakarta in 2018. This study uses a cross-sectional study design with independent variable is the existence of household member with a history of pulmonary TB (≤ 9 months) and confounding variabels included the using of artificial ventilation, opening window frequency, changing of bed sheets and pillowcase frequency, drying mattress and pillow, cough ethics, house density, and the percentage of permanent and incidental ventilation. The analysis was done by Chi-square test until analysis > 2 variables. Statistical analysis show that secondary cases of pulmonary TB proportion is 1%. Variable of the existence of household member with a history of pulmonary TB (≤ 9 months) is the only statistically significant variable and being statistically influential variable (23,7 (95% CI = 2,1-270,5).
Key words: secondary case, slum household, pulmonary TB
Read More
S-9872
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dadang Darmawan; Pembimbing: Zarfiel Tafal; Penguji: Yovsyah, Donald Sibarani
Abstrak: Tuberkulosis paru hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prinsif pengendalian TB Paru adalah menemukan kasus sebanyak-banyaknya dan menyembuhkan semua kasus yang ditemukan. Upaya penemuan kasus baru dilakukan melalui pemeriksaan dahak dari kontak penderita TB Paru BTA positif. Cakupan penemuan kasus TB Paru melalui pemeriksaan dahak di Puskesmas Cileungsi masih rendah 44,24%.
 
Penelitian kuantitatif non eksperimental ini menggunakan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (kepatuhan kontak) dan independen sebagai faktor predisposing, enabling dan reinforcing (bivariat) dengan uji statistik menggunakan Chi-square dilanjutkan uji regresi logitik untuk mengetahui faktor yang paling dominan (multivariat). Jumlah sampel 85 responden yang merupakan kontak penderita TB BTA positif yang berobat ke Puskesmas Cileungsi pada trimester pertama 2013.
 
Hasil penelitian ini diketahui tingkat kepatuhan kontak masih rendah 22,4% dengan determinan kepatuhan yang signifikan antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap yang termasuk predisposing factor. Jarak, waktu tempuh, dan besar biaya yang harus dikeluarkan yang termasuk enabling factor. Dukungan keluarga, masyarakat dan petugas yang termasuk reinforcing factor. Pengetahuan kontak tentang TB merupakan determinan yang paling dominan. Diharapkan dengan diketahuinya determinan kepatuhan kontak menjadi salah satu pertimbangan puskesmas dalam menciptakan terobosan untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus TB baru.
 

 
Pulmonary tuberculosis is still a public health problem in Indonesia. Principle of Pulmonary TB control is to find as many cases and cure of all cases are found. Efforts made the discovery of new cases through sputum examination of contacts of smear positive pulmonary TB patients. Coverage of TB case detection by sputum examination at the health center is still low Cileungsi 44.24%.
 
This non-experimental quantitative study using cross-sectional approach to determine the relationship between the dependent variable (compliance contact) and independent as a factor predisposing, enabling and reinforcing (bivariate) by using a statistical test Chi-square test was continued logistic regression to determine the most dominant factor (multivariate ). Total sample of 85 respondents who are contacts of smear positive TB patients treated at the health center Cileungsi in the first trimester of 2013.
 
Results of this study are known contact is low compliance rate of 22.4% with a significant determinant of adherence such as the level of education, knowledge and attitudes that include predisposing factor. Distance, travel time, and the large costs which include enabling factor. Support families, communities and officials including reinforcing factors. Knowledge about TB contact is the most dominant determinant. It is expected that with the known determinants of compliance contacts into one of the considerations in creating breakthrough health centers to improve the coverage of the discovery of new TB cases.
Read More
S-8307
Depok : FKM-UI, 2014
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Wenny Wiharsini; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Tri Yunis Miko, Rosamarlina
Abstrak: Proposi kasus TB anak mencapai 10.45% (Kemkes, 2011). Presentase kunjungan untuk kasus TB pada balita meningkat dari tahun 2009 sebesar 28,9% menjadi 34% pada tahun 2010 dari semua kunjungan kasus TB.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor kontak, karakteristik balita dan orang tua dengan kejadian TB paru pada balita di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2012.
 
Desain studi kasus kontrol, kasus adalah pasien usia 6-59 bulan yang berkunjung ke RSPI Prof. Dr. Sulianti Sarorso dan telah didiagnosa menderita TB paru. Kontrol adalah balita yang datang berobat dan tidak didiagnosa menderita TB paru.
 
Faktor risiko antara lain, kontak penderita, karakteristik balita: jenis kelamin, status gizi, riwayat berat badan lahir, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi BCG, usia saat imunisasi BCG, dan karakteristik orang tua: pendidikan dan pekerjaan ibu, penghasilan orang tua, pengetahuan, faktor kebiasaan merokok antara lain: keberadaan perokok dan tempat merokok.
 
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa 4 variabel faktor risiko yaitu, kontak penderita OR = 3,23 (95% CI: 1,29-8,10), status gizi OR= 2,38 (95% CI: 1,13-5,01), status imunisasi (keberadaan scar) OR=5,57 (95% CI: 2,48-12,54) dan pekerjaan ibu OR=0,279 (95% CI: 0,10-0,78) menunjukkan adanya hubungan bermakna, sedangkan variabel lainnya seperti jenis kelamin, status gizi, riwayat berat badan lahir, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi BCG, usia saat imunisasi BCG, pekerjaan dan pendidikan ibu, penghasilan orang tua, pengetahuan, faktor kebiasaan merokok: keberadaan perokok dan tempat merokok menunjukkan hubungan yang tidak bermakna.
 
Dari hasil penelitian ini maka disarankan perlu adanya penyuluhan mengenai penyakit TB seperti cara penularannya dan bagaimana sebaiknya orang tua mencegah agar anaknya tidak tertular TB paru.
 

Proportion of TB cases child reaches 10.45% (MOH, 2011). The percentage of visits to cases of TB in infants increased from 28.9% in 2009 to 34% in 2010 of all visits TB.Penelitian cases aims to determine the relationship of contact factors, the characteristics of toddlers and parents with the incidence of pulmonary tuberculosis in infants RSPI Prof Dr Sulianti Saroso in 2012.
 
Design case-control study, cases were patients aged 6-59 months who visited RSPI Prof. Dr. Sulianti Sarorso and had been diagnosed with pulmonary tuberculosis. Controls were children who came for treatment and was diagnosed with pulmonary tuberculosis.
 
Among other risk factors, patient contacts, toddler characteristics: gender, nutritional status, history of birth weight, exclusive breastfeeding, BCG immunization status, age at BCG, and parental characteristics: mother's education and occupation, parental income, knowledge factors, smoking habits, among others: the presence of smokers and smoking areas.
 
The results of the bivariate analysis showed that four variables are risk factors, patient contact OR = 3.23 (95% CI: 1.29 to 8.10), the nutritional status OR = 2.38 (95% CI: 1.13 to 5, 01), immunization status (presence of scar) OR = 5.57 (95% CI: 2.48 to 12.54) and maternal employment OR = 0.279 (95% CI: 0.10 to 0.78) showed a significant correlation , while other variables such as gender, nutritional status, history of birth weight, exclusive breastfeeding, BCG immunization status, age at BCG, occupation and maternal education, parental income, knowledge, habit factors: the presence of smokers and the smoke show relationships were not significant.
 
From these results it is recommended that there is need for education about TB disease such as the mode of transmission and how parents should prevent their children not infected with pulmonary TB.
Read More
S-7562
Depok : FKM-UI, 2013
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Klara Morina BR Surbakti; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Moch Noor Farid, Ratnawati, Amin Amsyari
Abstrak:

Abstrak

Salah satu indikator program pengendalian TB secara Nasional strategi DOTS adalah angka keberhasilan pengobatan TB. Fokus utama pengendalian TB strategi DOTS adalah memutus mata rantai penularan TB oleh penderita TB paru sputum BTA positif. Berdasarkan penelitian penderita TB paru sputum BTA negatif dapat menularkan 13-20% (Tostmann A, et al, 2008). BBKPM Bandung sebagai salah satu UPK strategi DOTS pencapaian angka keberhasilan pengobatan masih dibawah target Nasional.Tujuan: mempelajari faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif dan pasien TB paru sputum BTA positif. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB antara lain faktor individu (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kepatuhan berobat) dan obat dan penyakit (rejimen, dosis, lama pengobatan, komorbid HIV dan DM). Indikator keberhasilan pengobatan: pemeriksaan ulang sputum BTA menjadi/tetap negatif dan kenaikan berat badan.Desain penelitian: kohort retrospektif.Sampel: data pasien TB Paru yang tercatat di TB 01 tahun 2009-2011dijadikan 2 sub populasi, Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif 292 kasus dan pasien TB paru dengan sputum BTA positif 461 kasus.Analisis: multivariabel regresi logistik.Hasil: OR keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif patuh berobat 1,4 dibandingkan tidak patuh (CI : 0,7-3,0) dan pasien TB paru sputum BTA positif patuh berobat 1,1 di bandingkan tidak patuh (CI : 0,6-2,2) setelah dikontrol umur, jenis kelamin dan pekerjaan.Saran: Meningkatkan peran PMO, dan memperhatikan faktor komorbid dalam tatalaksana pengobatan pasien TB paru.


 

Succes rate of TB treatment is an important indicator of the Natinal TB control program.The main focus of TB control program DOTS strategy is to break the chain of TB transmission. Tostmann A, et al (2008) showed that through 13-20% sputum smear negative pulmonary tuberculosis patients can spread TB the bacteria. BBKPM Bandung as one of CGU DOTS strategy has lower treatment succes rate of the national targets.Purpose: To study factors that influence the treatment succes rate of compare with both smear positve and negative pulmonary tuberculosis patients. Those are age, gender, occupation, treatment compliance (factor individu) and regimen, dose, duration of treatment, comorbid HIV and DM (drug and disease). Indicator of treatment succes are the conversion of sputum result examination and the gain weight.Study design: a retrospective cohort study.Samples: the pulmonary TB patient data recorded at TB 01 yeras 2009-2011. The number of TB patients with sputum smear positive are 461 and negative are 292.Analysis: Multivariable logistic regression.Result: OR treatment succes among sputum smear-negative pulmonary TB patients 1,4 (CI: 0,7-3,0) and among sputum smear positive pulmonary Tb patients who adhere to treatment is 1,1 (CI:0,6-2,2) after controlling for age, sex, and occupation.Suggestion: Enhancing the role of the PMO to increase the treatment adherence rate, treat the TB patients with HIV and DM co-infection.

Read More
T-3895
Depok : FKM-UI, 2013
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Herwan; Pembimbing: R. Sutiawan; Penguji; Martya Rahmaniati Makful, Sulistyo, Muldiasman
Abstrak: Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan yang serius terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi di Provinsi Jambi dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah kasus TB paru BTA positif. Diduga terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kasus TB paru BTA positif di Provinsi Jambi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah kerawanan kasus TB paru BTA positif di Provinsi Jambi tahun 2013. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi ekologi dengan uji statistik korelasi dan pendekatan analisis spasial. Hasil analisis bivariat yang terbukti berhubungan dan mempunyai korelasi positif dengan kasus TB paru BTA positif adalah ; keluarga miskin (r=0,716 ; p=0,013), fasilitas pelayanan kesehatan mikroskopis (r=0,637 ; p=0,035), dan tenaga kesehatan terlatih (r=0,758 ; p=0,007). Daerah dengan beresiko tinggi terhadap TB adalah Kabupaten Sarolangun. Rekomendasi : prioritas pembiayaan dalam rangka pengendalian TB dilakukan pada daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, perlu ditingkatkan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan mikroskopis, dan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terlatih terutama pada daerah dengan tingkat kerawanan tinggi maupun sedang, serta perlu penelitian analisis spasial lebih lanjut di Kabupaten Sarolangun. Kata kunci : analisis kerawanan, faktor resiko, kasus TB paru BTA positif
Tuberculosis (TB) remains a serious health problem, especially in developing countries, including Indonesia. Conditions in Jambi Province in the last 3 years an increasing number of cases of BTA positive pulmonary TB . Allegedly there are factors associated with the incidence of BTA positive pulmonary TB cases in the province of Jambi . The purpose of this study was to identify areas of vulnerability BTA positive pulmonary TB cases in Jambi Province in 2013. The study design used in this research is the design of ecological studies with statistical tests of correlation and spatial analysis approach. The results of the bivariate analysis were shown to be associated and have a positive correlation with BTA positive pulmonary TB cases are ; poor (r = 0.716 ; p = 0.013), health care facilities microscopic (r = 0.637 ; p = 0.035), and skilled health personnel (r = 0.758 ; p = 0.007). Areas with high risk of TB is Sarolangun. Recommendation : priority problems of financing in the context of TB control is done in areas with high levels of insecurity, increased the number of health care facilities microscopic, and improving the quality and quantity of trained health workers, especially in areas with high or medium levels of vulnerability, as well as the need to further study the spatial analysis in Sarolangun. Keywords : vulnerability analysis, risk factors , BTA positive pulmonary TB cases
Read More
T-4273
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ikes Dwiastuti; Pembimbing: Nurhayati Adnan; Penguji: Mondastri korib Sudaryo, Sulistyo
Abstrak: Munculnya berbagai tantangan baru dalam pengendalian TB, salah satunyamultidrug resistant tuberculosis (TB MDR). TB MDR adalah salah satu jenisresistensi TB yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yangtidak merespon (resisten), setidaknya, isoniazid dan rifampicin yang merupakandua jenis obat yang paling efektif pada lini pertama obat anti TB (OAT).Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinyakonversi kultur sputum pada pasien TB Paru MDR. Penelitian dilakukan didilakukan di RSUD Labuang Baji Kota Makassar dimulai dari bulan April 2015-Juni 2015. Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Jumlah sampel dalampenelitian ini yakni 183 pasien, 139 pasien (76,0%) yang mengalami konversikultur sputum, 4 pasien (2,2%) yang tidak mengalami konversi kultur sputum, dan40 pasien (21,8%) yang loss to follow up. Dari penelitian ini diketahui bahwaprobabilitas konversi kultur sputum pasien TB paru MDR sebesar 95,52%. Hasilanalisis multivariat menunjukkan bahwa interupsi pengobatan (HR:0,45; 95%CI:0,26-0,79), status diabetes melitus (DM) sebelum 33 hari (HR:0,75; 95%CI: 0,29-1,95) dan setelah 33 hari yakni (HR:1,95; 95%CI: 0,90-7,60), serta riwayatpengobatan yang pernah mendapatkan OAT lini I (HR:0,32; 95%CI: 0,12-0,90)serta yang pernah mendapatkan OAT lini II (HR:0,27; 95%CI: 0,10-0,77).Diperlukan penanganan secara intensif dan lengkap pada pasien TB paru MDR diPoli TB MDR dengan memperhatikan interupsi pengobatan, status DM, danriwayat pengobatan sebelumnya.Kata kunci : Diabetes melitus, interupsi pengobatan, konversi kultur sputum,riwayat pengobatan sebelumnya, TB paru MDR.
One of the new emerging challenges in TB controlling is multidrug resistanttuberculosis (MDR TB). MDR TB is a type of TB resistant caused by theunresponsiveness (resistancy) of Mycobacterium tuberculosis to at least isoniazidand rifampicin in which both are the most effective anti-TB drugs in first line.This study was aimed to determine the influencing factors for the timing ofsputum culture conversion among pulmonary MDR TB patients. This study wasconducted in Labuang Baji General Hospital, Makassar City started from April2015 to June 2015. Cohort-retrospective design was performed in this study.There were 183 patients involved in this study consisted of 139 (76,0%) patientswith sputum culture conversion, 4 (2,2%) patients with no sputum cultureconversion, and 40 (21,8%) patients were loss to follow up. The result of thestudy shows that the probability of sputum culture conversion of Pulmonary MDRTB was 95,52%. Multivariate analysis showed that the interruption of treatment(HR:0,45; 95%CI: 0,26-0,79), Diabetes Mellitus (DM) before 33 days (HR:0,75;95%CI: 0,29-1,95), DM after 33 days (HR:1,95; 95%CI: 0,90-7,60), previouslytreated with FLDs (HR:0,32; 95%CI: 0,12-0,90), and previously treated withSLDs (HR:0,27; 95%CI: 0,10-0,77) were found to be the influencing factors forthe sputum culture conversion among pulmonary MDR TB. Complete andintensive care are needed among pulmonary MDR TB in MDR TB polyclinic byobserving the interruption of treatment, DM, and history of previous treatment.Keywords: Diabetes mellitus, history of previous treatment, pulmonary MDR TB,sputum culture conversion, treatment interruption.
Read More
T-4491
Depok : FKM-UI, 2015
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ida Diana Sari, Yuyun Yuniar, Muhamad Syaripuddin
MPPK Vol.24, No.1
Jakarta : Balitbangkes Kemenkes RI, 2014
Indeks Artikel Jurnal-Majalah   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive