Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Masalah utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia dikarenakan rendahnya pengetahuan dan perilaku ibu serta kurangnya dukungan dari suami dan keluarga. Pendidikan kesehatan dengan pendampingan suami pada ibu hamil diharapkan akan lebih dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku pemberian ASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kelas edukasi dengan pendampingan suami terhadap pengetahuan dan praktek pemberian ASI yang diadakan oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Pusat di DKI Jakarta. Penelitian menggunakan quasy experimental dengan rancangan non-randomized control group pretest posttest design. Penelitian dilakukan terhadap ibu hamil yang mengikuti kelas edukasi, terbagi menjadi 33 ibu dengan pendampingan suami sebagai perlakuan dan 33 ibu tanpa pendampingan suami sebagai kontrol. Pengetahuan diukur dengan pretest dan segera setelah kelas edukasi (post test 1) sedangkan praktek diukur satu tahun setelah kelas edukasi (post test 2). Untuk mengetahui hubungan kelas edukasi dengan pengetahuan digunakan Uji McNemar. Untuk melihat hubungan kelas edukasi dengan praktek digunakan uji Chi-square. Analisis Multivariat menggunakan regresi logistik. Kelas edukasi berhubungan secara bermakna dengan pengetahuan baik pada kelompok perlakuan(p=0,006) maupun kontrol(p=0,045) Hubungan juga bermakna pada kelas edukasi dengan praktek pemberian ASI(p=0,000). Hasil dari analisis multivariat menunjukkan bahwa kelas edukasi dengan pendampingan suami merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI(p=0,000) dengan OR 3,8. Kelas Edukasi dengan pendampingan suami lebih meningkatkan pengetahuan dan praktek pemberian ASI dibandingkan kelas edukasi tanpa pendampingan suami.
The main problem lack of breastfeeding in Indonesia due to lack of knowledge and behavior of the mother as well as a lack of support from her husband and family. Health education, accompanied by husband in pregnant women are expected to be able to increase the knowledge and behavior of breastfeeding. The objective of this study is to determine the effect of education class accompanied by husband on knowledge and practice of breastfeeding in pregnant women organized by AIMI in DKI Jakarta. This study was a quasi experimental research using non-randomized control group pretest-posttest design. Research conducted on pregnant women who take class education, divided into 33 mothers with accompanied by husband as treatments and 33 mothers with no accompanied by husband as a control. Knowledge is measured by pretest and immediately after class education (post-test 1) while practices were measured one year after (post-test 2). To determine the relationship of education class with knowledge used McNemar test. Chi-square test was used to determine relationship betwen education class with practice. Multivariate analysis using logistic regression. Education class was significantly associated with better knowledge of the treatment group (p = 0.006) and controls (p = 0.045) were also significant in relationship education class with breastfeeding practices (p = 0.000). Results of multivariate analysis showed that education class accompanied by husband is the most influential ones on breastfeeding practices (p = 0.000) with OR 3.8. Education class with accompanied by husband further enhance the knowledge and practice of breastfeeding compared with no husband accompanied.
Berat lahir merupakan indikator yang paling ?reliable? dipakai sebagai indikator pertumbuhan anak. Beberapa ukuran antropometri ibu selama hamil seperti pertambahan berat badan, indeks massa tubuh, dan lingkar lengan merupakan prediktor yang baik untuk berat lahir dan kelangsungan hidup anak Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil trimester 1 dan faktor lainnya dengan berat dan panjang lahir bayi. Penelitian dilakukan secara potong lintang menggunakan data sekunder yang berasal dari catatan rekam medis 232 pasangan ibu-bayi yang melahirkan-lahir di Puskesmas Kecamatan Makasar, Jakarta Timur tahun 2011 sampai Maret 2103. Rata- rata berat lahir±simpangan baku 3052,8±366,8gram dan rata-rata panjang lahir±simpangan baku 48,6±1,77cm. Ditemukan 41,4% bayi lahir dengan berat lahir <3000gram dan 26,7% lahir dengan panjang lahir <48cm. Rata-rata IMT ibu trimester 1±simpangan baku 22±3,58kg/m², 17,2% ibu yang mempunyai IMT trimester 1 < 18,5kg/m² dan 56,9% ibu dengan pertambahan berat badan yang tidak adekuat selama hamil.
Terdapat hubungan yang bermakna antara berat lahir bayi dengan IMT ibu trimester 1, lingkar lengan, dan usia gestasi. Terdapat hubungan yang bermakna antara panjang lahir bayi dengan IMT ibu trimester 1, lingkar lengan, dan usia gestasi. Hasil uji multivariat menyatakan bahwa IMT ibu trimester 1 merupakan faktor yang paling berhubungan dengan berat lahir bayi, dan ibu dengan IMT trimester 1 < 18,5kg/m² mempunyai peluang 2,66 kali lebih besar untuk melahirkan bayi < 3000gram dibanding ibu dengan IMT yang lebih besar. IMT ibu trimester 1 juga merupakan faktor paling yang berhubungan dengan panjang lahir bayi, dan ibu dengan IMT trimester 1 < 18,5kg/m² mempunyai peluang 2,14 kali lebih besar untuk melahirkan bayi < 48cm dibanding ibu dengan IMT yang lebih besar.
Birth weight is an indicator of the most 'reliable' is used as an indicator of the growth of children. Some mothers during pregnancy anthropometric measures such as weight gain, body mass index, and arm circumference are good predictors for birth weight and child survival. The main of this study was to determine the relationship of body mass index (BMI) first trimester pregnant women and other factors to weighing and long-born baby. A cross-sectional study was conducted using secondary data derived from medical record 232 mother-infant pairs who were born at Makasar Public Health Center, East Jakarta from 2011 until March 2103. The average birth weight was 3052.8 ± 366.8 grams and the average birth length 48.6 ± 1.77 cm. It was found that 41.4% of infants born with a birth weight <3000gram and 26.7% were born with birth length <48cm. Average the first trimester maternal BMI was obtained 22 ± 3.58 kg / m², 17.2% of women have first trimester BMI <18.5 kg / m² and 56.9% of women with weight gain during pregnancy is not adequate.
There was a significant association between birth weight infants with first trimester maternal BMI, arm circumference, and gestational age. And also a significant relationship between the length of a baby born with first trimester maternal BMI, arm circumference, and gestational age were obtained. Multivariate test results were stated that the first trimester maternal BMI was the most factor associated with infant birth weight, and maternal BMI trimester with 1 <18.5 kg / m² had a 2.66 times greater chance of having a baby <3000gram than mothers with higher BMI large. As well as,1st trimester maternal BMI is also the most factor associated with the lenght of baby born, and mothers with 1st trimester BMI <18.5 kg / m² had 2.14 times greater odds of having infants <48cm compared to mothers with a BMI greater.
Prevalensi kurang gizi baik makro maupun mikro pada anak sekolah cukup tinggi. Hal ini akan berdampak buruk terhadap kemampuan belajar dan prestasi di sekolah, daya tahan tubuh, pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan (Soemantri, 1985; Chwang et al. 1988, Lawless, 1994, Soekarjo, 2001). Karenanya, masalah ini harus ditangani dengan baik. Salah satu upaya yang depat dilakukan adalah dengan memberikan suplementasi susu yang difortifikasi besi dan seng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah efek suplementasi susu 2 kali sehari selama 6 bulan, dapat memperbaiki status gizi pada pengukuran 3 bulan setelah suplementasi dihentikan. Rancangan penelitian ini adalah longitudinal, prospektif observational study selama 3 bulan, yang dilakukan kepada anak berusia 7-9 tahun di daerah miskin perkotaan Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Februari hingga Mei 2008, di 5 SDN di kelurahan Balimester dan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Jumlah sampel sebanyak 209 anak, dimana 107 orang anak selama 6 bulan mendapatkan suplementasi susu yang difortifikasi besi dan seng (kelompok susu fortitikasi) dan 102 orang mendepatkan susu non fortili.kasi (kelompok susu non fortitikasi). Pengukuran antropometri, asupan makanan dan karakteristik subject dilakukan 3 bulan setelah suplementasi dihentikan. Hasil analisis bivariat menunjukkan, terdapat hubungan bermakna antara status gizi pade 0 bulan, status gizi pade 6 bulan, asupan protein, jumlah anak, penghasilan orang tua dan tingkat pendidikan ibu terhadap status gizi pada saat 3 bulan setelah suplemenlasi dihentikan. Pemberian suplementasi susu, baik yang difortifikasi besi dan seng maupun tanpa fortikfikasi, 2 kali sehari selama 6 bulan dapat meningkatkan status gizi pada pengukuran 3 bulan setelah suplementasi dihentikan. Juga tidak terjadi perubahan status gizi antara pengukuran diakhir suplamentasi dengan 3 bulan setelahnya. Status gizi anak sangat ditentukan oleh asupan hariannya. Asupan harian anak pada penelitian ini sebagian besar kurang dari 80% AKG, sehingga mereka sangat berisiko kekurangan gizi baik makro maupun mikro. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain memberikan suplemenlasi zat gizi, pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) perlu dilanjutkan. Pembarian susu yang difortifikasi zat gizi dapat dijadikan satu alternatif pilihan.
Prevalence of micro and macronutrient deficiency are quite high in school-age children. It can make detrimental effects on learning ability, school performance, resistance to disease, physical growth and appetite (Soemantri, 1985; Chwang et al. 1988, Lawless, 1994, Soekarjo, 2001). Therefore, the problem should be bendled seriously. Iron and zinc fortified milk supplementation is one alternative to improve nutritional status. This study aimed to evaluate the effect of a six months iron, zinc fortified milk which had been given twice a day to undernourished children aged 7-9 years in poor urban area of Jakarta, on their nutrient intake, anthropometry indices and nutritional status after 3 months supplementation begin stopped. Design of this study is observational, prospective kohort. The study had been lasted 3 months, February to May 2008 in 5 Primary Schools. Two hundred and nine subjects who participated in previous study were observed and measured their nutritional status, anthropometry indices and socio-economic characteristic. A hundred and seven subjects received iron-zinc fortified milk and a hundred and two subjects received regular milk for 6 months. Iron and zinc fortified or non fortified milk supplementation, twice a day for 6 months, improve nutritional status, anthropometry indices when measured 3 months after supplementation or the effect of nutritional status improvement still has been maintained when measured 3 months later. Bivariat analysis results had been shown, there was a signilicant relationship between nutritional status before and after supplementation on nutritional status next 3 months. Also there was found and significant result on protein intake, number of child, parent revenue and mother educational level on nutritional status 3 months after supplementation. Nutritional status of children will be related to their daily nutrient intake. After the milk supplementation was stopped, their daily food intake becoming decrease. Their dally nutrient intake mostly less than 80 % RDA and make them have high risk of macro-micro nutrient deficiency. Some efforts have been done by govermnent such as micronutrient supplementation, complementary food for school children, suppose to be continued. Another alternative has been offered by this study result was giving fortified milk supplementation.
