Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Martini Heniastaty Patuwondatu; Pembimbing: Yaslis Ilyas; Penguji: Puput Oktamianti, Masyitoh Bashabih, Astried Yustika Rini, Savitri Gemini
Abstrak: Ketidaksesuaian jumlah kesediaan perawat dengan perhitungan kebutuhan perawat merupakan suatu masalah yang perlu dikaji. Salah satunya dengan mengetahui beban kerja sebenarnya sebagai usaha peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit. Beban kerja yang tidak sesuai kemampuan perawat akan menyebabkan kelelahan, stress kerja hingga ketidakpuasan pasien yang dirawat. Penelitian ini menganalisa kebutuhan tenaga perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Teratai berdasarkan beban kerja menggunakan time and motion study yang kemudian diolah berdasarkan metode WISN dan metode Ilyas. Penelitian secara observasional dilaksanakan selama 7 hari kepada 7 orang perawat pelaksana untuk mengetahui beban kerja perawat. Hasil penelitian memperoleh waktu produktif perawat 91% dari seluruh waktu kegiatan perawat. Beban kerja pada shif sore memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan shif pagi. Peneliti menyimpulkan beban kerja perawat di ruang rawat inap Teratai termasuk kategori berat dan memerlukan penambahan tenaga perawat. Pengalihan beberapa kegiatan keperawatan kepada professional lain sesuai tugas dan jabatannya dapat mengurangi beban kerja perawat. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan metode perhitungan kebutuhan perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam.
The discrepancy between the number of nurses' willingness and the calculation of nurse needs is a problem that needs to be studied. One of them is knowing the actual workload as an effort to improve the quality of nursing services in hospitals. Workloads that are not in accordance with the ability of nurses will cause fatigue, work stress and dissatisfaction of patients who being treated. This study analyzes the need for practical nurses in the Teratai Ward based on workload using time and motion studies which are then processed based on the WISN method and the Ilyas method. Observational research was carried out for 7 days to 7 nurses to determine the workload of nurses. The results of the study obtained that the productive time of nurses was 91% of the entire time of nurses' activities. The workload on the afternoon shift has a higher value than the morning shift. The researcher concludes that the workload of nurses in the Teratai ward is in the heavy category and requires additional nursing staff. Transfered of some nursing activities to other professionals according to their duties and positions can reduce the workload of nurses. Hoppely that this research can be a consideration indetermining the method of calculating the needs of nurses in the Inpatient Installation, Hospital of Badan Pengusahaan Batam
Read More
B-2234
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sandry Tri Sumarni; Pembimbing: Amal Chalik Sjaaf; Penguji: Masyitoh Bashabih, Prastuti Soewondo, Mohammad Kurniawan, Achmad Harjadi
Abstrak:
Rumah Sakit (RS) Kramat 128 Jakarta Pusat merupakan salah satu rumah sakit tipe B yang telah lama memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui fasilitas pelayanan rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan layanan rawat inap di RS Kramat 128. Masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah fluktuasi tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) setiap tahunnya yang masih jauh dari target Kementerian Kesehatan. Penelitian ini akan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan pemanfaatan layanan rawat inap di RS Kramat 128 untuk mengoptimalkan upaya peningkatan pemanfaatan layanan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi langsung untuk data primer serta telaah dokumen untuk data sekunder. Data yang dikumpulkan meliputi angka BOR, data kunjungan rawat jalan dan inap, serta faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pemanfaatan layanan rawat inap. Pada tahap input, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode thematic content analysis untuk mengidentifikasi, menganalasis, dan menyajikan pola berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemanfaatan layanan rawat inap di RS Kramat 128 serta memberikan sumbangan dalam pengembangan kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan yang lebih efektif di Rumah Sakit Kramat 128 dan RS lain.
Kramat 128 Hospital in Central Jakarta is type B hospital that has long provided healthcare services to the community, including through its inpatient care facilities. This study aims to analyze the utilization of inpatient services at Kramat 128 Hospital. The problem focused on in this research is the fluctuation in the Bed Occupancy Rate (BOR) each year, which is far from the target set by the Ministry of Health. This is a qualitative study where data collection is conducted through in-depth interviews and direct observations for primary data, as well as document review for secondary data. The collected data includes BOR figures, outpatient and inpatient visit data, as well as internal and external factors influencing the utilization of inpatient services. During the input phase, data analysis is carried out using the thematic content analysis method to identify, analyze, and present patterns based on the collected data. The results of this study are expected to provide a deeper understanding of the utilization of inpatient services at Kramat 128 Hospital. The findings of this research can also contribute to the development of more effective healthcare policies and management in Kramat 128 Hospital and potentially benefit other hospitals.
Read More
B-2336
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maya Setyawati; Pembimbing: Puput Oktamianti; Penguji: Masyitoh Bashabih, Helen Andriani, Budi Raharjo, Alvin Kosasih
Abstrak:
Waktu tunggu pelayanan resep di instalasi rawat jalan merupakan salah satu indikator penilaian kinerja instalasi farmasi yang mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit sehingga rumah sakit perlu melakukan upaya agar waktu tunggu pelayanan resep di instalasi rawat jalan dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM). Melalui metode Lean dengan pendekatan Value Stream Mapping penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pelayanan resep di instalasi rawat jalan RSKO Jakarta, mengidentifikasi value added serta waste yang terjadi sehingga dapat dianalisis faktor penyebab waste yang dapat dicegah melalui rekomendasi usulan perbaikan yang diberikan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data yang didapatkan melalui pengamatan dan pencatatan waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan obat racikan di instalasi rawat jalan RSKO Jakarta yang sudah menggunakan e-resep, penggalian informasi secara mendalam kepada informan serta telaah dokumen. Dilakukan pengamatan terhadap 20 resep obat jadi dan 10 resep obat racikan. Pemilihan informan dilakukan menggunakan teknik puposive sampling dan dilakukan wawancara kepada pasien untuk mendapatkan value dari perspektif customer sesuai prinsip dari metode Lean. Data yang didapatkan kemudian dianalisis untuk mendapatkan faktor penyebab lamanya waktu tunggu pelayanan resep menggunakan fishbone diagram kemudian dilakukan sistem skoring dengan menilai aspek urgency, severity serta growth penyebab masalah sehingga dapat dirumuskan prioritas rekomendasi yang perlu dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan April-Mei 2023 mendapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu pelayanan resep obat jadi adalah 49.25 menit (dengan nilai VAR 17.5%), dan untuk obat racikan 80.2 menit (dengan nilai VAR 33%) yang berarti masih melebihi SPM yang ditetapkan KMK No 128 tahun 2009 (obat jadi < 30 menit, obat racikan < 60 menit). Beberapa faktor penyebab terjadinya waste adalah inefisiensi SDM, sistem inventory farmasi yang belum otomatisasi, kurang optimalnya evaluasi/pemantauan penggunaan obat, tidak adanya sistem pemisahan pelayanan resep IGD dengan instalasi rawat jalan, SPO pelayanan resep yang belum disesuaikan dengan pelaksanaan e-resep dengan penetapan baku mutu respon time setiap proses, jaringan sistem informasi yang sering down/loading berulang dan seringnya interupsi permintaan informasi dari pasien. Diharapkan ke depannya dapat dilakukan strategi perbaikan untuk memperbaiki waktu tunggu pelayanan resep yaitu meningkatkan efisiensi SDM melalui pengaturan agar saat jam sibuk SDM farmasi fokus mengerjakan tupoksi pelayanan resep, adanya fasilitasi sistem inventory farmasi dengan sistem otomatisasi, penerapan sistem evaluasi pemantauan penggunaan obat dengan lebih efektif agar perencanaan pengadaan menjadi lebih akurat, pengaturan pemisahan pelayanan resep dari IGD, penyusunan SPO sesuai dengan pelaksanaan pelayanan resep, pemisahan penggunaan jaringan sistem informasi untuk pelayanan dengan perkantoran serta penyediaan dashboard informasi yang mudah terlihat oleh pasien (visual management)  

Analysis of Outpatient Installation Pharmacy Waiting Time at Special Hospital of Drug Addiction Jakarta in 2023 Abstract Prescription services waiting time in outpatient installations is one of the indicators for evaluating the performance of pharmaceutical installations that affects the quality of hospital services. Hospitals need to effort that prescription services waiting time meet the Minimum Service Standards (SPM). Through the Lean method with the Value Stream Mapping approach, this study aims to determine the prescription service procedures at the outpatient installation of RSKO Jakarta, identify value added and non-value added and waste that occurs so that factors that cause waste can be analyzed which can be prevented through the strategy recommendations obtained. This is a qualitative research with data collection obtained through observing and recording the e-prescriptions services waiting time at the RSKO outpatient installation, extracting in-depth information from informants and reviewing documents. Observations were made on 20 concoction medicine recipes and 10 concoction medicine recipes. The selection of informants was carried out using a purposive sampling technique and interviews were conducted with patients to obtain value from the customer's perspective according to the principles of the Lean method. The data obtained is then analyzed to obtain the factors affecting the prescription services waiting time duration using a fishbone diagram then a scoring system is carried out by assessing the urgency, severity and growth aspects of the cause problem so that priority recommendations can be formulated. The results of research conducted in April-May 2023 found that the average waiting time for prescription drug services was 49.25 minutes (VAR 17.5%) and for concoction drugs 80.2 minutes (VAR 33%), which means that it still exceeds the SPM set by KMK No. 128 of 2009 (no concoction drug recipe < 30 minutes, concoction drug recipe < 60 minutes). Some of the factors that cause waste are inefficiency in human resources, pharmaceutical inventory systems that have not been automated, inadequate evaluation/monitoring of drug use, the absence of a separate system for emergency prescription services, prescription service SPO that has not been adjusted with the establishment of prescription response time quality standardsfor each process, networks information system that frequently down/loads repeatedly and patient’s interruption for asking information. It is hoped that in the future an improvement strategy can be carried out to improve the waiting time for prescription services; increasing HR efficiency through arrangements so that during peak hours pharmaceutical HR focuses on working on the duties and functions of prescription services, facilitating a pharmaceutical inventory system with an automated system, implementing an evaluation system for monitoring drug use more effectively so that procurement planning becomes more accurate, regulation separates prescription services from the emergency room, providing SPO in accordance with prescription service implementation, separate the information system network between patient services and office and providing reachable information for pastient (visual management).  

Read More
B-2338
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shafira Ninditya; Pembimbing: Pujiyanto; Penguji: Adang Bachtiar, Masyitoh Bashabih, Heldi Nazir, Adhi Yuniarto Laurentius Yohanes
Abstrak:
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.24 tahun 2022 tentang Rekam Medis mewajibkan setiap fasilitas kesehatan untuk menyelenggarakan rekam medis elektronik. Rumah Sakit Permata Depok telah memiliki aplikasi rekam medis elektronik sejak Juli 2019, namun hingga tahun 2022 kemajuan implementasi RME secara keseluruhan baru mencapai 57%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi implementasi RME di Rumah Sakit Permata Depok pada tahun 2022 sebagai bahan rancangan strategi untuk optimalisasi implementasi RME. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif melalui kuisioner modifikasi DOQ-IT, check list observasi, observasi langsung, Diskusi Kelompok Terarah (DKT), dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menghasilkan usulan kebijakan untuk implementasi RME di Rumah Sakit Permata Depok. Hasil interpretasi kuisioner menunjukkan Rumah Sakit Permata Depok sudah cukup siap dalam implemetasi RME, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu alur proses pengadaan fitur RME dari pihak vendor SIMRS, komunikasi antar manajemen dan PPA untuk pengisian RME, pembuatan petunjuk teknis RME untuk seluruh PPA dari pihak TI, penambahan SDM, dan masih ada sarana yang bisa dipenuhi oleh pimpinan. Tindak lanjut jangka pendek yang dapat dilakukan yaitu membuat SPO dan petunjuk teknis manual di setiap unit, mengadakan fitur privasi, dan meningkatkan koordinasi antar unit untuk pelatihan PPA. Tindak lanjut jangka panjangnya berkaitan dengan anggaran yaitu melakukan pengambilalihan sistem RME setelah dilakukan penambahan programmer dalam tim TI sehingga modifikasi RME dapat dilakukan oleh internal rumah sakit.

Indonesian Ministry of Health Regulation No. 24 in 2022 obligates every health facility in Indonesia to implement Electronic Medical Records (EMR). Permata Depok Hospital has had EMR since July 2019, but until 2022 the overall progress of implementing EMR has only reached 57%. The purpose of this study is to evaluate the implementation of EMR at Permata Depok Hospital in 2022 as material for designing strategies for optimizing RME implementation. This research was conducted in a descriptive analytic manner with a qualitative approach through modified DOQ-IT questionnaires, observation checklists, direct observations, focus group discussions (FGDs), and in-depth interviews. The results of this study resulted in policy proposals for the implementation of EMR at Permata Depok Hospital. The results of the questionnaire interpretation show that Permata Depok Hospital is quite ready for EMR implementation, but there are still a number of things that needs to be improved, namely the EMR feature procurement process flow from the HIS vendor, communication between management and user for filling in EMR, making EMR technical instructions for all user from the IT side, additional human resources, and there are still facilities that can be fulfilled by the leadership. Short-term activation that can be done is to make manual book instructions for each unit, provide privacy EMR features, and improve coordination between units for user training. The long-term activation is related to the company budget, namely taking over the EMR system after adding programmers to the IT team so that RME modifications can be carried out internally in the hospital.
Read More
B-2311
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Mila Fitriana; Pembimbing: Anhari Achadi; Penguji: Ede Surya Darmawan, Masyitoh Bashabih, Ida Bagus Sila Wiweka, Chairulsjah Sjahruddin
Abstrak:
Latar Belakang: Rumah Sakit (RS) harus menyelenggarakan perlindungan pasien dari risiko Healthcare-Associated Infections (HAIs). Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi harus diselenggarakan dengan baik untuk menurunkan risiko HAIs, termasuk kepatuhan hand hygiene pada seluruh staf RS. Rendahnya kepatuhan diantara petugas kesehatan menjadi masalah di fasilitas pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO) mengeluarkan Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy sebagai salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan kepatuhan hand hygiene. Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG) Cisarua Bogor telah memiliki regulasi hand hygiene yang mengacu pada kebijakan yang berlaku, namun kepatuhan hand hygiene tidak mencapai target selama tiga tahun. Analisis kepatuhan implementasi kebijakan, dalam hal ini regulasi, perlu dilakukan untuk memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi. Oleh karena itu penelitian ini ingin menganalisis lebih lanjut bagaimana kepatuhan implementasi regulasi hand hygiene di RSPG Cisarua Bogor berdasarkan WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif analitik dengan metode studi kasus. Peneliti melakukan analisis kepatuhan implementasi regulasi hand hygiene dengan mengembangkan teori George Edward III yang dikolaborasikan dengan WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy. Penilaian WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy dilakukan dengan skoring Hand Hygiene Self-Assessment Framework (HHSAF). Lokasi penelitian di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG) Cisarua Bogor yang merupakan Rumah Sakit Khusus Pusat Tipe III. Hasil: Berdasarkan analisis terhadap variabel komunikasi, masih perlu peningkatan konsistensi komunikasi. Persentase perolehan skor HHSAF pada variabel komunikasi 80,4%. Berdasarkan analisis terhadap variabel sumber daya, diperoleh persentase skor 73,9%. Pada SDM peneliti mendapatkan temuan selain kuantitas dan kualitas SDM, yaitu isu keaktifan dan perilaku. Berdasarkan analisis terhadap variabel disposisi didapatkan pada pengangkatan birokrasi masih kurangnya bentuk komitmen yang jelas dari kepala keperawatan. Bentuk apresiasi non materi dianggap akan lebih berdampak positif, dan masih kurangnya komitmen implementor. Persentase perolehan skor HHSAF pada variabel disposisi adalah 65%. Berdasarkan analisis terhadap variabel struktur birokrasi, diketahui perlu perbaikan pada SPO keperawatan mengenai momen cuci tangan sesuai SPO dan panduan PPI. Pada fragmentasi diketahui koordinasi penyebaran tanggung jawab untuk implementasi regulasi hand hygiene masih kurang baik, namun tidak terjadi bureaucratic fragmentation. Persentase perolehan skor HHSAF pada variabel struktur birokrasi adalah 23%. RSPG berada pada hand hygiene level Intermediate dengan skor total 312,5. Kesimpulan: Diantara keempat variabel, persentase perolehan skor HHSAF terendah adalah pada variabel struktur birokrasi, namun hal ini bukan menjadi variabel yang paling berpengaruh pada implementasi regulasi hand hygiene di RSPG. Variabel yang paling berpengaruh terhadap implementasi regulasi hand hygiene di RSPG adalah variabel sumber daya, yaitu sumber daya manusia, terkait isu keaktifan dan perilaku.
Background: Hospitals must organize patient safety from the risk of Healthcare-Associated Infections (HAIs). Infection Prevention and Control programs must be well organized to reduce the risk of HAIs, including hand hygiene compliance among all hospital staff. Low compliance among healthcare workers is a problem in healthcare facilities. WHO issued the Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy as one of the strategies to overcome the problem of hand hygiene compliance. Dr. M. Goenawan Partowidigdo Pulmonary Hospital (RSPG) Cisarua Bogor has hand hygiene regulations that refer to applicable policies, but hand hygiene compliance has not reached the target for three years. Compliance analysis of policy implementation, in this case regulation, needs to be done to map the factors that influence implementation. Therefore, this study aims to further analyze how the implementation compliance of hand hygiene regulation in RSPG Cisarua Bogor is based on WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy. Methods: This study used a qualitative analytic descriptive research approach, with a case study method. Researcher analyzed the implementation compliance of hand hygiene regulations by developing the George Edward III theory collaborated with the WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy. The WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy assessment was carried out by scoring the Hand Hygiene Self-Assessment Framework (HHSAF). The research location was at the Dr. M. Goenawan Partowidigdo Pulmonary Hospital (RSPG) Cisarua Bogor which is a Type III Central Specialty Hospital. Results: Based on the analysis of communication variables, there is still a need to improve communication consistency. The percentage of HHSAF scores on communication variables is 80.4%. Based on the analysis of the resource variable, a percentage score of 73.9% was obtained. In human resources, researchers found findings other than the quantity and quality of human resources, namely the issue of activeness and behavior. Based on the analysis of the disposition variable, it was found that the bureaucratic appointment still lacked a clear form of commitment from the head of nursing. Non-material forms of appreciation are considered to have a more positive impact, and there is still a lack of implementor commitment. The percentage of the HHSAF score on the disposition variable is 65%. Based on the analysis of bureaucratic structure variables, it is known that improvements need to be made to the nursing SPO regarding hand washing moments according to SPO and PPI guidelines. In fragmentation, it is known that the coordination of the distribution of responsibilities for implementing hand hygiene regulations is still not good, but there is no bureaucratic fragmentation. The percentage of the HHSAF score on the bureaucratic structure variable was 23%. RSPG is at the Intermediate level of hand hygiene with a total score of 312.5. Conclusion: Among the four variables, the lowest percentage of the HHSAF score was on the bureaucratic structure variable, but this was not the most influential variable on the implementation of hand hygiene regulations in RSPG. The variable that has the most influence on the implementation of hand hygiene regulations in RSPG is the resource variable, namely human resources, related to the issue of activeness and behavior.
Read More
B-2337
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive