Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Sabila Ainaya Agrenanda; Pembimbing: Endang L. Achadi; Penguji: Trini Sudiarti, Tiara Luthfie
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan suplementasi zat besi pada ibu selama kehamilan terhadap berat badan lahir bayi. Faktor risiko lain seperti usia ibu, tingkar pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, status sosial ekonomi, status pernikahan, paritas, jarak kelahiran, riwayat kehamilan buruk, komplikasi kehamilan, kehamilan kembar, perilaku merokok, frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal serta faktor risiko BBLR paling dominan juga akan dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dengan menganalisis data sekunder SDKI 2017. Hubungan suplementasi zat besi dan faktor risiko lain terhadap BBLR dianalisis melalui analisis chi- square dan regresi logistik berganda. Sebanyak 7,6% bayi mengalami BBLR saat lahir dan 44,6% ibu mengonsumsi minimal 90 suplemen zat besi selama kehamilan.
Read More
S-10824
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Dian Ika Wijayanti; Pembimbing: Sandra Fikawati; Penguji: Kusharisupeni, Tiara Luthfie
S-7159
Depok : FKM-UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aniza Rizky Aprilya Sirait; Pembimbing: Endang L. Achadi;Penguji: Siti Arifah Pudjonarti, Tiara Luthfie
Abstrak: Praktik MP-ASI yang buruk dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak.Minimum dietary diversity (MDD) merupakan salah satu penentu status gizi anak dantelah ditemukan dapat memprediksi terjadinya stunting. Penelitian ini membahasmengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian MDD pada anak yang diberiASI usia 6-23 bulan berdasarkan data SDKI tahun 2017. Penelitian ini menggunakan ujiChi-square dan uji regresi logistik ganda untuk menganalisis 2.976 sampel WUS.Terdapat 52,8% anak yang diberi ASI usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017 telahmengonsumsi setidaknya lima dari delapan kelompok makanan. Namun, masih terdapat47,2% anak yang belum memenuhi capaian MDD tersebut. Usia anak, pendidikan ibu,status bekerja ibu, akses terhadap media, kekayaan rumah tangga, dan pendidikan ayah,peran ayah, kunjungan ANC, penolong persalinan, tempat persalinan, dan wilayah tempattinggal ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan capaian MDD anak.Namun, hanya usia anak, tingkat pendidikan ibu, status bekerja ibu, kekayaan rumahtangga, peran ayah, penolong persalinan, dan wilayah tempat tinggal yang lolos kepemodelan multivariat akhir yang mempengaruhi capaian MDD. Faktor dominan yangmempengaruhi capaian MDD anak adalah usia anak 6-11 bulan. Anak yang berusia 18-23 bulan berpeluang mengonsumsi lima atau lebih kelompok makanan sebesar 5,8 kalilebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berusia di bawah 6-11 bulan. Masih terdapatseparuh anak Indonesia belum memenuhi capaian MDD. Perlu adanya intervensi di masamendatang yang menargetkan ibu yang memiliki bayi dan anak kecil melalui programpeningkatan kesadaran untuk mendorong pertumbuhan anak-anak dengan memberikandiet yang lebih beragam sejak awal diperkenalkan makanan.
Kata kunci:Anak usia 6-23 bulan; minimum dietary diversity; MP-ASI; SDKI 2017.
Read More
S-10502
Depok : FKM UI, 2020
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eka Restiana Adiningsih; Pembimbing: Trini Sudiarti; Penguji: Endang L. Achadi, Tiara Luthfie
S-7228
Depok : FKM UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maria Immaculata Vinne Swastika; Pembimbing: Yvonne M. Indrawani; Penguji: Siti Arifah Pudjonarti, Tiara Luthfie
S-7290
Depok : FKM UI, 2012
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Amelia Hidayah; Pembimbing: Endang Laksminingsih Achadi; Penguji: Siti Arifah Pujonarti, Tiara Luthfie
Abstrak: Kejadian overweight dan obesitas pada anak usia sekolah di Jakarta Timur tahun 2013 tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi overweight dan obesitas di Kota Bogor dan Kota Bekasi. Anak usia sekolah yang mengalami overweight sebelum menarche, 60% lebih berakibat pada kejadian obesitas dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami penyakit diabetes mellitus serta dapat berlanjut menjadi penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan kejadian overweight dan obesitas pada siswa kelas 1 SD di Jakarta Timur tahun 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 157 siswa berusia 6-9 tahun dari 6 sekolah dasar di Jakarta Timur selama bulan MaretJuni 2016. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan dengan microtoise dan berat badan siswa menggunakan timbangan digital merk camry serta pengisian kuesioner mandiri oleh orangtua siswa. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat serta analisis multivariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan jajan merupakan faktor dominan kejadian overweight dan obesitas pada siswa. Siswa yang memiliki kebiasaan jajan sering berisiko 4,9 kali untuk mengalami overweight dan obesitas dibandingkan siswa yang memiliki kebiasaan jajan jarang. Untuk itu perlu adanya program penyuluhan pemilihan makanan dan jajanan, membiasakan sarapan pagi dan membawa bekal bagi siswa dan orangtua. Kata kunci : Kebiasaan jajan, overweight dan obesitas, anak usia sekolah The prevalence of overwight and obesity among school-aged children in East Jakarta at 2013 was higer than Bogor and Bekasi. School-aged children who had overweight before menarche, more than 60% of them will be obese and increasing the risk to have diabetes mellitus type 2 and cardiovarcular disease. The aim of this study is to investigate snacking frequences as dominant factor related to over nutrition among school-aged children at first years elementry school in East Jakarta 2016. A cross sectional study was perform on 157 participant aged 6-8 in 6 elementry school in East Jakarta during March to June 2016. Data collected by measurement of height using microtoise, weight using camry digital scale and self administered quesionnaire by the mothers of children. The analysis that used in this study are univariate, bivariate and multivariate analysis. The result showed that snacking frequences is a dominant factor of over nutrition among school-aged children. The students who had snacking frequances > 3 times/day increase 4,9 times of risk become over nutrition compared with children who had ≤ 3 times/day snacking frequances. Reseacher suggest the parents to reduce snacking frequences, routine breakfast and bring food box to school for children. Key words: snacking frequences, overweight, obesity, children.
Read More
S-9176
Depok : FKM-UI, 2016
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Apriliya Roza Werdani; Pembimbing; Diah Mulyawati Utari; Penguji: Triyanti; Kusharisupendi Djokosujono, Kusnandi; Tiara Luthfie
Abstrak: Kekurangan gizi merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak adekuat dan penyakit infeksi yang berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kekurangan gizi (wasting) pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Kekurangan gizi (wasting) diukur menggunakan indikator berat badan menurut panjang badan (BB/PB). Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri (berat badan dan panjang badan) dan wawancara kuesioner dengan responden (ibu dari subjek penelitian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17,0% anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang mengalami kekurangan gizi (wasting). Dari 153 anak usia 6-23 bulan, 44,4% mengalami infeksi saluran pernapasan akut dan/atau diare dalam 2 minggu terakhir, 47,7% tidak ASI eksklusif, 43,1% tidak mencapai minimum dietary diversity, 52,9% tidak mencapai minimum acceptable diet, 32,0% mengalami defisit asupan energi, dan 52,9% defisit asupan protein. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa penyakit infeksi (p-value =0,032) dan asupan energi (p-value =0,017) berhubungan signifikan dengan kekurangan gizi (wasting). Uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa asupan energi merupakan faktor dominan kekurangan gizi (wasting) pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2019 (OR=5,616; 95% CI : 1,193-26,438). Peneliti menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang untuk melakukan upaya penanggulangan penyakit infeksi, serta peningkatan capaian praktik ASI dan makanan pendamping ASI guna menunjang status gizi anak usia di bawah dua tahun di Kabupaten Tangerang.
Read More
T-5553
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Syabilila Indraswari; Pembimbing: Endang Laksminingsih; Penguji: Kusharisupeni Djokosujono, Triyanti, Anies Irawati, Tiara Luthfie
Abstrak: Kebutuhan zat besi pada remaja meningkat terkait dengan percepatan pertumbuhan, dan kehilangan darah karena menstruasi. Santri remaja putri rentan terkena anemia karena pola hidup pesantren yang jauh dari orang tua serta kegiatan yang cenderung padat sehingga membuat pola makan tidak teratur dan kurangnya asupan zat gizi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara suplementasi tablet Fe mingguan dan suplementasi tablet Fe mingguan ditambah harian saat menstruasi selama 8 minggu. Penelitian ini menggunakan Disain Quasi Eksperimental The Non Equivalent Control Group. Responden penelitian ini sebanyak 38 orang dimana 18 orang menerima suplementasi mingguan dan 20 orang menerima suplementasi mingguan ditambah setiap hari saat menstruasi. Pengukuran data pengetahuan, menstruasi, status gizi, pola konsumsi inhibitor, enhancer dan protein hewani dilakukan sebelum intervensi, data suplementasi diukur setelah intervensi dan data kadar hemoglobin diukur saat sebelum dan sesudah intervensi. Terjadi kenaikan kadar hemoglobin pada kedua kelompok setelah intervensi selama 8 minggu (kelompok 1 p=0,0005, perlakuan 2 p=0,0005). Kenaikan tersebut tidak berbeda antara kelompok perlakuan pertama dan kedua (p=0,797). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa suplementasi 8 minggu dengan tingkat kepatuhan konsumsi yang tinggi sudah cukup untuk menaikkan kadar hemoglobin darah. Selain itu faktor yang mempengaruhi peningkatan hemoglobin darah adalah konsumsi protein hewani, konsumsi inhibitor, konsumsi enhancer, lama menstruasi, pengetahuan, dan jenis program suplementasi tabet besi dimana faktor yang paling dominan adalah konsumsi protein hewani.

Female adolescent student in boarding school are vulnerable in having anemia because pesantren’s life style is full of activicities and the students is far from their parents its causes irregular eating habit and lack of nutrition in their meals. This research compared the differences of haemoglobin level after weekly Fe tablet supplementation and weekly Fe tablet plus daily during menstruation Fe supplementation for 8 weeks. This study uses the Quasi Experimental Design The Non Equivalent Control Group. A total of 38 respondents participaten in this study 18 of them received a weekly Fe tablet Supplementation, 20 other respondents got a Fe tablet weekly plus daily during their  menstruation cycle. There was a significant increase of haemoglobin level in both groups after the intervention for 8 weeks (group 1 p = 0.0005, group 2 p = 0.0005). This increase did not significant between the first and second group (p = 0.797). This study prove that 8 weeks of supplementation of Fe tablets with the high level of obedience in consuming the supplement is adequate in increasing the level of hemoglobin. The factors that can affects the increased number of hemoglobin are consumption of animal protein, consumption of inhibitors, consumption of enhancers, long menstruation cycle, knowledge, and the type of Fe tabet supplementation program.
Read More
T-5850
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hafshah Farah Fadhilah; Pembimbing: Kusharisupeni Djokosujono; Penguji: Ratu Ayu Dewi Sartika, Tiara Luthfie
Abstrak:
Penyakit diare menjadi permasalahan utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, diare juga menjadi penyebab utama gizi kurang yang bisa menimbulkan kematian. Banten merupakan sala satu provinsi dengan angka kejadian diare yang tinggi. Sedangkan daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Banten dengan kasus diare tertinggi untuk semua umur pada tahun 2019 adalah Kabupaten Lebak dengan total 50.270 kasus. Kelompok umur dengan jumlah kasus diare terbanyak adalah usia balita dengan total lebih dari 14.000 kasus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian diare terhadap karakteristikanak balita dan orang tua, personal hygine, dan sanitasi lingkungan. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 209 anak balita usia 24-59 bulan. Dengan variabel dependen yaitu kejadian diare dan variabel independen yaitu usia anak, jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan jajan, Kebiasaan Pemakaian Alas Kaki saat bermain di luar rumah, kebersihan kuku, dan kebiasaan BABS, sumber air minum, penyimpanan air bersih setelah dimasak, dan kepemilikan jamban. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara usia anak ( p- value = 0,001; OR = 2,990), pendidikan ibu dengan ( p- value = 0,027; OR = 0,404), kebiasaan ibu mencuci tangan dengan air mengalir ( p- value = 0,001; OR = 0,335), dan sumber air minum ( p- value = 0,005; OR = 0,329) dengan kejadian diare pada balita usia 24-59 bulan di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2020.

Diarrhea is a major problem in developing countries including Indonesia, diarrhea is also a major cause of malnutrition that can lead to death. Banten is one of the provinces with a high incidence of diarrhea. While the Regency / City area in Banten Province with the highest diarrhea cases for all ages in 2019 was Lebak Regency with a total of 50,270 cases. The age group with the highest number of cases of diarrhea is under five with a total of more than 14,000 cases. This study aims to determine the relationship between the incidence of diarrhea on the characteristics of children under five and their parents, personal hygiene, and environmental sanitation. This study used secondary data with a cross-sectional design with a total sample of 209 children under five aged 24-59 months. The dependent variable is the incidence of diarrhea and the independent variables are the age of the child, the sex of the child, the mother's education, the mother's occupation, family income, hand washing habits, snack habits, the habit of using footwear when playing outside the house, nail hygiene, and defecation habits. sources of drinking water, storage of clean water after cooking, and ownership of latrines. The results of the bivariate analysis in this study showed that there was a relationship between the child's age (p-value = 0.001; OR = 2.990), mother's education (p-value = 0.027; OR = 0.404), the mother's habit of washing hands with running water (p- value = 0.001; OR = 0.335), and drinking water sources (p-value = 0.005; OR = 0.329) with the incidence of diarrhea in toddlers aged 24-59 months in Karangkamulyan Village, Cihara District, Lebak Regency, Banten Province in 2020
Read More
S-11157
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Suci Reno Monalisa; Pembimbing: Endang Laksminingsih; Penguji: Asih Setiarini, Ratu Ayu Dewi Sartika, Anies Irawati, Tiara Luthfie
Abstrak: Pemberian MP-ASI yang berkualitas merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah stunting. Pemberian MP-ASI yang tidak berkualitas , memiliki efek buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak serta meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. MAD merupakan salah satu indikator penilaian MP-ASI, namun pada kenyataannya masih banyak anak dengan MAD tercapai yang dengan stunting. Tujuan Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kualitas pemberian MP-ASI pada anak stunting usia 6-23 bulan dengan Minimum Acceptable Diet (MAD) tercapai. Metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus, pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi, informan utama adalah 6 ibu yang memiliki anak balita stunting usia 6-23 bulan yang MAD tercapai, serta 17 orang informan penting yang terdiri dari anggota keluarga lain, kader Posyandu, penjual bubur MP-ASI/makanan matang dan petugas gizi Puskesmas. Penelitian dilakukan di 4 Kelurahan Jakarta Pusat pada bulan Februari-Maret 2020. Hasil penelitian yaitu MP-ASI dengan indikator MAD tercapai namun kualitasnya belum baik karena tidak memenuhi AKG anak, pengetahuan ibu terkait MP-ASI cukup baik, tidak ada kepercayaan makanan tabu , sebagian besar ibu membeli bubur MP-ASI dan makanan matang untuk MP-ASI anak, sumber rujukan utama ibu dalam praktek pemberian MP-ASI adalah buku KIA, tidak ada hambatan trasnpostasi dalam mendapatkan bahan makanan, penghasilan suami yang tidak tetap menjadi hambatan dalam membeli MP-ASI. . Disarankan agar Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat: melakukan Inovasi pembuatan aplikasi mobile, meningkatkan kegiatan penyegaran (refreshing) dan inovasi kegiatan sosialisasi MP-ASI , melakukan kegiatan inovasi dengan membentuk kelompok pendukung MP-ASI berkualitas, melakukan pembinaan, pemantauan ,penilaian dan menerbitkan sertifikat laik hygiene sanitasi jasaboga pada penjual bubur MP- ASI dan makanan matang.

Quality of complementary feeding practices is an effort to overcome stunting. Giving a poor quality complementary feeding ptactices, have a bad effect on child‟s health and growth. Minimum Acceptable Diet (MAD) is one of the indicators of complementary feeding assessment. This study was to represent the relationship between complementary feeding practices with stunting using MAD requirements. Qualitative research is conduct with case studies, data collection by in-depth interviews, and observations. Six mothers are the main respondent. The study was conducted in 4 Central Jakarta Sub-districts in February-March 2020. The results of the study are complementary feeding practices with poor quality. Maternal knowledge related to complementary feeding practices is quite, there is no belief in taboo, most of the mother buy complementary feeding. The basic references are mother and children healthcare handbook. From the results, there are no obstacles to get the food; the husband's income does not an resistance in buying complementary feeding. The conclusion of this study complementary feeding practices with poor quality.

 

Read More
T-5842
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive