Ditemukan 36949 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Rumah sakit merupakan suatu usaha pelayanan kesehatan yang perlu dikelola secara profesional. Dengan perubahan status rumah sakit pemerintah menjadi unit swadana, saat ini rumah sakit pemerintah tidak lagi dipandang sebagai suatu lembaga sosial melainkan sudah beralih menjadi lembaga sosio ekonomi. Dengan demikian rumah sakit pemerintah juga harus dikelola secara efektif dan efisien. Agar dapat mengelola keuangan secara efektif dan efisien diperlukan adanya informasi akuntansi yang akurat. Oleh karena itu sebagai syarat menjadi unit swadana harus menggunakan sistem akuntansi accrual basis dalam pengelolaan keuangan rupiah sakit.Rumah Sakit Umum Tangerang sudah menerapkan sistem akuntansi accrual basis untuk akuntansi pendapatan dan biaya rumah sakit. Hal ini didukung oleh pendapat dari Wakil Direktur Umum dan Keuangann. Sejauh ini Rumah Sakit Umum Tangerang belum pemah melakukan evaluasi terhadap jalannnya pelaksanaan sistem akuntansi seeara accrual. Untuk mengetahui sudah seberapa jauh pelaksanaan sistem accrual basis di Rumah Sakit Umum Tangerang perlu ditelaah secara mendalam.Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan sistem akuntansi pendapatan dan biaya di Rumah Sakit Umum Tangerang, setelah lima tahun menjadi unit swadana daerah. Metodologi yang dipakai adalah metode telaah data dan observasi langsung. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, menggunakan check list serta penelusuran dokumen. Kemudian dilakukan analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Dari hasil pcnelitian dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi accrual basis mulai diaplikasikan untuk akuntansi pendapatan dan biaya di Rumah Sakit Umum Tangerang ,walaupun masih dalam tahap awal. Masih banyak dijumpai berbagai kendala dalam pelaksanaannya, sehingga masih perlu terus menerus disempurnakan. Sementara itu untuk pertanggung jawaban keuangan rumah sakit ke pemerintah daerah masih menggunakan sistem akuntansi cash basis . Hal ini mengakibatkan sampai saat ini rumah sakit menggunakan dua sistem akuntansi dalam pengelolaan keuangannya.Sebagai saran untuk penyempumaan sistem akuntansi pendapatan dan biaya di Rumah Sakit Tangerang adalah dengan membuat pedoman tertulis yang teknis operasional untuk akuntansi pendapatan dan biaya sehingga dapat dijadikan acuan bagi staf akuntansi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Masih perlu disosialisaikan kembali akan pentingnya sistem akuntansi rumah sakit kepada seluruh staf di rumah sakit agar dapat dibuat suatu komitmen secara menyeluruh untuk menjalankan sistem akuntansi ini. Selain itu juga perlu dilakukan pendekatan kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan pengelolaan keuangan rumah sakit dengan menggunakan sistem akuntansi accrual basis, seperti yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negri No : 92 tahun 1993, sehingga dapat membantu rumah sakit untuk berkonsentrasi pada satu sistem akuntansi dalam pengelolaan keuangannya.Kepustakaan : 17 (1989-2000)
A hospital constitutes a health service that should be managed professionally. With the change of status of government hospitals into self-funding units, nowadays a government hospital is not any more considered as a social institute, but has changed into a socio-economic institute. Thus government hospitals should also be managed effectively and efficiently. In order to operate its finances in an effective and efficient way, accurate accounting information is needed Therefore as a condition to become a self-funding unit, an accrual basis accounting system should he used in the financial management of a hospital.The Tangerang General Hospital has applied an accrual basis accounting system for the hospital's accounting of income and expenditures. This is supported by the opinion of the Vice Director for General Matters and Finance. So far the Tangerang General Hospital has never carried out any evaluation on the course of the implementation of the accounting system in a accrual way. To know in how far the accrual basis system has been implemented an in-depth study is needed.This research has the aim to evaluate the implementation of the accounting system for income and expenditures at the Tangerang General Hospital, after it has become a regional self-funding unit for five years. The methodology used is that of data examination and direct observation. The data are obtained through in-depth interviews, by using checklists and document investigation. Afterwards a descriptive analysis was made with a qualitative approach.From the results of research the conclusion could be made that the accrual basis accounting system has been applied for the accounting of income and expenditures at the Tangerang General Hospital, although still at a beginning stage. Many obstructions are still found in its implementation, so that it still needs continuous completion. Meanwhile for the hospital's financial responsibility to the regional government the cash basis accounting system is still in use Therefore until now the hospital still uses a dual accounting system in its financial management.As a proposal for the perfection of the accounting system for income and expenditures at the Tangerang Hospital a technical operational written guide shoal be compiled for income and expenditure accounting, as reference for the accounting staff in carrying out their task and function. The importance of the accounting system for the hospital should be resocialized to the entire hospital staff in order that a comprehensive commitment can be made to implement this accounting system. Besides, the regional government should be approached to form a policy for financial hospital management by using the accrual basis accounting system, as cast in the Decree of the Minister for Home Affairs year 1992 year 1993, in order to assist the hospital in concentrating on one accounting system in its financial management.Bibliography: 17 (1989 - 2000)
Kebijakan Swadana sesuai Kepmendagri no.92/1993 dan Kepres no.38/1991 memberikan kewenangan Rumah Sakit dalam penggunaan pendapatan fungsionalya secara langsung, bertujuan terciptanya manajemen Rumah Sakit yang sehat dan mandiri, peningkatan peran serta dan tanggug jawab masyarakat dan perbaikan ksejahteraan karyawan. Kemudian UU no.1/2004 dan PP no.23/2005 yang memberikan fleksibilitas bagi Rumah Sakit dalam pola pengelolaan keuangannya yang disebut Badan Layanan Umum (BLU), bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum clan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sistem pengelolaan keuangan Swadana dan BLU dalam penganggaran dan pelaksanaan anggaran yang telah diterapkan di RSUD Tangerang. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan analisis terhadap dokumen-dokumen rumah sakit dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait di Rumah Sakit. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa penganggaran dalam pengelolaan keuangan Swadana menerapkan metode hystorical budgeuing dan penyustman anggaran seeara &dim up dan menggunakan format Rencana Kerja Atiggarau (RICA), dan harus mendapatkan pengesahem Bupati dan DPRD. Sedangkan penganggaran dalam pengelolaan keuangan BLU masih menerapkan metode hystorical budgeting dan penyusunan anggaran masih swam. buuom up, sehingga dalam metode dan prosedur penyusunan anggaran antara Swadana dan BLU harnpir sama yang diterapkan di RSUD Tangerang, seharusnya RSUD Tangerang telah menerapkan penganggaran berbasis kinerja sesuai &Ivau pola pengelolaan keuangan BLU. Sedangkan format isian reneana kerja telah sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), sehingga penganggaran RSUD Tangerang telah menerapkan Reneana Bisnis dan Anggaran yang sesuai dengati penganggaran BLU, dan penganggarannya hams diketahui Bupati dan tak memerlukan pengesahaan DPRD sehingga lebih efektif. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa palaksanaan anggaran Swadana harus mendapatkan persetujuan bupati dan pengesahan DPRD, dan harus sesuai dengan digit dan keIompok anggaran dan tertuang dalam Daftar Rencana Kerja (DRK) sehingga pelaksanaan anggaran Swadana sangat strik dan tidak boleh mengadakan pergeseran anggaran, sehingga tidak efisien dan saldo anggaran harus masuk ke kas Dearah dan penggunaannya hams persetujuan Bupati dan DPRD, sehingga tidalk efektif dan produktif. Sedangkan pelaksanaan anggaran BLU sangat fleksibel karena diberikan keleluasan dalam pengelolaan keuangan path batas-batas tertentu yang dapat dikeeualikan dari ketentuan yang berlaku umum, sehingga tidak harus sesuai dengan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran),dan menerapkan praktek bisnis yang sehat yang menyelanggarakan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian la.yanan yang bemutu dan berkesimbangunan, dan dapat mengadakan perubahan anggaran dengan diketahui Bupati dan tak perlu pengesahaan DPRD sehingga lebih efektif, serta saldo anggaran dapat dipergunakan sebagai investasi/belanja modal daft dapat dimasukkan ke dalam RBA tahun anggaran beikutnya sehingga pelaksanaan anggaran lebih efisien dan produktif.
Self-financing Policy according to the Domestic Minister Decree number 9211993 and the President Decree number 38/1991 provide hospital authorities to use its functional income directly. This policy is aimed at creating healthy hospital management and its self-adjusting, as well as exagurating societies participation and reponsibilities and employees' welfare as well. In addition to the constitution number 1/2004 and the government constitution number 23/2005 that gives flexibilities to the government office in financial management, by the name of Public Services Board (Badan Layanan Umum—BLU) is aimed at increasing services to the public in the frame of increasing public welfare and educating nation way of life. This research is aimed at knowing the comparison of the Self-financiang Management System and the Public Services Institution in budgeting plan and budgeting implementation run at the Tangerang Domestic Public Hospital. The research is qualitative descriptive, in which the data collection is done through analysis of existing documents and deep interview with related persons at the hospital. From the research it is found that budgeting in self-financing management uses hystorical budgetting system by its means butt= up and uses the form of Budgeting Work Plan assigned by Bupati and legislative. In the meantime, the budgeting and financial management of BLU is still using hystorical budgeting methode by its means the buttom-up line as assigned the similarity of methode in budgeting plan between self-financing and public service board implemented at Tangerang Hospital. Meanwhile, it is a must that Tangerang Domestic Hospital already implemented performance bases budgeting inline with the financial management system of BLU. While the form of working plan should be based on Budgeting and Business Plan (Rencana Bisnis dan Anggaran-RBA) as used in BLU financial system, in which it is assigned by Bupati needless the endorsement of legislative in order to be more efective. Through this research it is found that self-financing implementation should be assigned by Bupati and endorsed by the legislative strictly bases on the digit and budgeting group as listed in working plan (Daftar Rena= Kerja-DRIC). This is assigned that the use of self-financing budget is highly strick and nomore change of budgeting. This system causes inefficiency, infective and unproductive approved by namely financial rest should be posted into domestic treasurer book keeping while its uses should be assigned by Bupati and legislative. Principly bases of BLU budgeting implementation is highly flexible by giving full authorities in using finance by the frame that is generally ak.nowleged. By this system, the use of finance is not strictly follow the Budgeting Plan Document (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-DPA). But the manager has a flexibilities to implement a healthy business ethiques by riming organization function based on good and clean management system in providing quality and continually improvement of sevices. In practice, the manager can change the budgeting plan by assigned of Bupati and not necessarily endorsement of legislative while the budgeting rest can be used as investment and put into previous year budgeting plan to be more efficien, effective and productive.
RSUD Pasar Rebo bezmula hanya sebagai Rumah Sakit Rakyat pada tahun 1945, yang dikenal sebagai Pos PBK. PMI. Dalam perkembangannya mmah sakit ini menjadi rumah sakit khusus TBC pam sampai akhimya berkembang menjadi rumah sakit swadana pada tahun 1996. Perkembangan terakhir memmjukan adanya persiapan yang dilakukan oleh rumah sakit ini menuju organisasi yang lebih dinamis dan mandiri lagi yaitu bentuk organisasi BUMD yang diharapkan dapat lebih menjawab tantangan di masa depan.PKS adalah salah satu instalasi produksi di RSUD Pasar Rebo, pertama kali diselenggarakan pada tahun 1993 dengan hanya melayani 4 klinik yaitu klinik paru, umum, gigi dan mulut dan klinik Perloembangan terakhir tahun 2002 berkembang menjadi 16 pelayanan klinik spesialis dan subspesialis yang berapm. Pada awalnya PKS diselenggarakan untuk Iebih meningkatkan layanan kepada masyarakat sekaligus mendapatkan tambahan penghasilan untuk karyawaxmya dengan cara lebih mendayagunakan fasilitas yang idle pada sore hari. Didalam perkembangan organisasi yang lebih mandid dan target pasar menengah-atas yang tidak memerlukan subsidi maka diharapkan pula diperoleh dana tambahan untuk subsidi silang dan menjadi sumber pendapatan tambahan rumah sakit dari aktivitas penyelenggarasm PKS ini.Tujuan penelitian ini xmtuk melihat tingkat kinerja keuangan penyelenggaraan Instalasi PKS dengan melihat tingkat kemampuan pengernbalian biaya Instalasi PKS melalui pendapatan yang diperoleh dari pelayanan kepada pasiennya dan memdapatkan gambaran umum mengenai pemanfaatan neraca surplusnya.Penelitian merupakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan melakukan analisis biaya terhadap penyelenggaraan PKS dan dilakukan dengan metoda cross sectional. Analisis tingkat pengembalian biaya dilakukan melalui anaiisis biaya yang dilakukan dengan metode activity based costing untuk melihat aktivitas dan besarnya biaya aktivitas tersebut, Selanjutnya identitikasi sumber pendapatan untuk mendapatkan jumlah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas PKS. Perbandingan antara pendapatan dan biaya dari masing-masing poliklinik merupakan informasi tingkat kemampuan pengembalian biayanya (cost recovery rate=CRR). CRR di atas 100% berarti instalasi atau cost object telah mampu membiayai seluruh biaya yang menjadi bebannya melalui pendapatannya, sedangkan CRR di bawah 100% artinya cost object belum mampu membiyai seiuruh biaya yang menjadi bebannya atau masih mendapat subsidi. Surplus merupakan selisih antara pendapatan dan biaya cost object tersebut.Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa hanya 4 klinik dari 16 pelayamin klinik yang telah mencapai CRR di atas 100%, yaitu Klinik Anal; Bedah, Gigi dan Klinik Kebidanan Selain itu hasil penelitian ini tidak menemukan kebijakan khusus mengenai pemanfaalan dana neraca surplus dari penyelenggaraan PKS ini.Saran dari penelitian ini adalah melakukan pembenahan dan perbaikan terhadap pencatatan di pengelola anggaran, aturan mengisi fonnulir srruk pembqyaran PKS kenaikan tarif, cost containment, peningkatan mum produk dan promosi mengenai produk PKS.
In 1945 Pasar Rebo District General Hospital known as "hospital for the people", part of P3K Indonesia Red Cross division. The hospital was established as a TBC hospital and then converted to an autonomous (swadana) hospital since 1996. At the moment, the hospital is being prepared to be converted as a more dynamic and autonomous institution (BUMD) to respond any challenge in the future.One of production unit in Pasar Robo District General Hospital is Private Outpatient Department (PKS) established in 1993, which only provided four clinics: pulmonary clinic, general clinic, dental clinic and nutrition clinic. In 2001 number of clinics were 16 specialist and sub-specialist services. In the begirming Private Outpatient Department was set up to extend service for the public and to increase income for employees by utilizing idle facilities alter fomial oiiice hours, As a more self-suflicient institution and the clinics is expecting to catch up the middle-up socio economic market provides cross-subsidy.The aim of the study was to analyze financial performance of Private' Outpatient Department or its cost recovery rate and to obtain information about on how to use its surplus.The research is a descriptive-qualitative study using cost analysis on Private Outpatient Department services with cross-sectional design. Cost analysis was conducted by using activity based costing method. Total revenue from Private Outpatient Department was also identiiied. If cost recovery rate (CRR) more than l00%, meaning that the department potential to recover its costs and vice versa. Surplus was obtained by subtracting total cost from total revenue. It was concluded that only 4 (four) out of 16 (sixteen) clinics reached CRR more than 100% i.e. Pediatric, Surgery, Dental and Obstetric/gynecology clinics. And there was no panicular policy on using its surplus.It is recommended to Pasar Rebo District General Hospital to improve thc recording system on its expenses, to [ill in the billing sheet properly, to adjust the tariff to apply cost containment program, to improve product quality and product promotion.
Krisis moneter yang tidak kunjung selesai bahkan diikuti dengan krisis yang lainnya, memicu timbulnya dampak yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah peningkatan biaya kesehatan, sehingga menimbulkan beban ekonomi bagi orang yang membutuhkan. Begitu pula bagi perusahaan yang menjamin kesehatan para pegawainya seperti PT Pelindo II. RS Pelabuhan Jakarta yang merupakan penyelenggara pelayanan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan berserta keluarganya dari PT Pelindo R juga merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Pelindo II ikut bertanggung jawab untuk mengendalikan besarnya biaya yang timbul akibat kenaikan biaya pelayanan kesehatan.Sebelum diterapkan sistem kapitasi, PT Pelindo II melakukan cara pembayaran atas jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit berdasarkan jasa per-pelayanan (fee-for-service). Sehingga anggaran setiap tabus untuk jaminan kesehatan parapegawai dan pensiunan berserta keluarganya meningkat terus tanpa dapat diprediksi.Sejak bulan April, PT Pelindo II yang merupakan salah satu pelanggan utama dari RS Pelabuhan Jakarta menjadi peserta JPKM sehingga berkewajiban membayar premi kepada Badan Penyelenggara (Bapel) RS Pelabuhan, dirnana Bapel merupakan badan penyelenggara asuransi kesehatan/lembaga pembayar kepada provider (RS Pelabuahn Jakarta). Sementara itu RS Pelabuhan Jakarta menerima pembayaran kapitasi dari Bapel RS Pelabuhan.Agar sistem pembayaran kapitasi berjalan sesuai seperti yang diharapkan, maka manajemen rumah sakit mengeluarkan beberapa kebijakan untuk membantu pelaksanaan kapitasi sehingga dapat membantu rumah sakit merencanakan pelayanan kesehatan yang akan diberikan tanpa menanggung kerugian dan tidak mengurangi. kualitas pelayanan kepada pasien.Perubahan pembayaran dari fee-for-service menjadi kapitasi, diharapkan dapat menunutkan biaya pemeliharaan kesehatan. Disini peneliti menyoroti biaya resep obat yang ditulis oleh dokter baik full timer maupun part-tinter dalam menangani kasus 10 penyakit terbanyak kunjungannya di rawat jalan RS Pelabuhan Jakarta untuk pelanggan dari JPKM (pegawai dari pensiunan berserta keluarga dari PT Pelindo II). Penurunan biaya resep obat rawat jalan diharapkan dapat ikut mengendalikan biaya pemeliharaan kesehatan bagi peserta JPKM tersebut karena biaya obat rawat jalan untuk pasien kelompok ini menyerap 75% lebih dari keseluruhan biaya untuk pemeliharaan kesehatan selama 5 tahun terakhir, bahkan sampai 80% untuk tahun 2001.Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi berbentuk "pre post test evaluation" yang bersifat kuantitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari base data komputer Sistem Informasi RS Pelabuhan JakartaHasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah angka pemanfaatan di rawat jalan sesudah kapitasi mengalami penurunan sedikit dibandingkan sebelum kapitasi, yakni hanya 0,5%. Terjadi kenaikan penulisan obat generik baik oleh dokter full-timer maupun part-timer, masing-masing sebesar 4% dan 8%. Biaya rata-rata obat/resep yang ditulis dokter full-timer menurun secara bermakna terutama untuk penyakit hipertensi (p=0), gastritis (p=0)dan influenza (p=0,01).Jumlah resep yang bernilai lebih dan Rp. 200.000,- mengalami penurunan, dokter full timer sebesar ±6%, dokter part-timer 21,87%. Jumlah resep bernilai kurang atau sama dengan Rp. 200.000; meningkat untuk dakter 54,54%, perubahan ini dibuktikan bermakna terutama untuk penyakit hipertensi dan gastritis dan dokter part-timer sebesar 50,82%, yang bermakna pada 8 penyakit kecuali pharyngitis dan asthma bronchiale.Kesimpulan utama adalah tingkat pemanfaatan rawat jalan menurun kurang berarti sesudah diterapkan kapitasi dengan kebijakan pembatasan biaya resep terutama untuk penyakit kronis. Kenaikan penulisan obat generik terutama oleh dokter part-timer (8%), penurunan biaya rata-rata obat per-resep baik oleh dokter full-timer maupun part-timer serta terjadi penurunan jumlah resep obat yang mempunyai nilai biaya rata-rata obat per-resep lebih dari Rp. 200.000; untuk kedua jenis dokter. Peran dokter pengendali sangat besar dalam penurunan biaya resep obat rawat jalan.Saran peneliti, perlu dilakukan penelitian lanjutan dan peninjauan kembali kebijakan pembatasan obat terutama untuk pasien yang mempunyai penyakit kronikDaftar bacaan :23 (1985-2001)
The unfinished problem of the monetary crisis has triggered the development of other crisis where all together have brought about some unexpected impacts to the society_ One of the impacts is an increase in the health cost which creates a significant financial burden for those in need as well as for those companies which provide health insurance service for their employees. Pelabuhan Hospital, Jakarta, as an institution which provides health services for its employees and pensioners together with their families from PT Pelindo II, it also having a responsibility to manage its total cost as a consequence of the increase in the health cost.Prior to the application of the capitation system, PT Pelindo II had used the fee for service payment system. As the result, the management was not able to forecast the total health insurance cost for its employees and their families per year.Since the beginning of April 2002, PT Pelindo II, as one of the main customers of Pelabuhan Hospital, Jakarta, has become a JPKM member. As the consequence, PT Pelindo II is obliged to pay the premium to the organizing committee of Pelabuhan Hospital, Jakarta whereas, the organizing committee itself is a committee that manages the payment of the insurance to the Pelabuhan Hospital, JakartaEn order for the capitation system to work as expected, the hospital management has released a number of policies to support the implementation of this particular system as well as in planning the type of health service to be provided without affecting the quality of the services.The transformation of the fee for service type payment into the capitation system is expected to reduce the health cost. In the thesis, the writer highlights the prescription cost written by both fish-timer and part-timer doctors in handling 10 (ten) most common cases reported by the Out- patient Department of Pelabuhan Hospital, Jakarta for its customers from JPKM (employees, pensioners and theirs families from PT Pelindo II). The management expects that decline in the prescription costs at the out-patient department could provide a .contribution in controlling the health cost for JPKM members as the prescription cost for this particular group absorps more than 75% of the total health cost for the last five years period and the number once reached 80% in the year 2001.The study in thesis can be classified as a quantitative pre-post evaluation study where the data used are the secondary data taken from the database of the Information system department in Pelabuhan Hospital, JakartaThe result of this study shows that there is a minor change in the rate- utilization after the implementation of the capitation system (0,5%). There is also an increase in the generic type of medicine in the prescription for both full-time and part-time doctors, 4% for the full-timer and 8% for the part-timer. However, the average prescription written by full-time doctors has decrease significantly in particular for hypertensi (p=0), gastritis (p=0) and influenza (p=0,0l). In addition to that, there is also a decrease in the prescription with value of the Rp 200,000,- or more as prescribed by full-timer ( approximately 6%) and part-timer (21.87%). Meanwhile, there is an increase for the prescription with values less or equal to Rp 200,000, - for full-time doctor (64,34%) in cases like hypertension and gastritis, and this also happens for part-time doctor (50.82%) in 8 (eight) cases except for pharyngitis and asthma bronchiale.The main conclusion that can be drawn from this study is that the usage level of the capitation system in the out-patient department would only have a small impact to the rate-utilization. This small impact is mainly due to the management policy that restrict the prescription cost particularly for chronic cases, the increase in the prescription of the generic type medicine by the part-time doctor (8%), the decrease in the average medicine cost in prescription written by both full-time and part-time doctors, and the decrease in the prescription cost with average cost of more than Ap. 200,000,- for both full-timer and part-timer. In addition to that, it is also clear that the doctors, both full-timer and part-timer, play a significant role in reducing the prescription costs.Last but not least, the writer suggests that there is still a need for an advanced study in this system together with the review in the policy for the medicine restriction especially for those patients with chronical diseases.Bibliography :23 (1985-2001)
ABSTRAK Nama : Nikensari Koesrindartia ProgramStudi : Kajian Administrasi RumahSakit Judul : EVALUASI SISTEM ANTRIAN PENDAFTARAN ONLINE TERJADWAL WAKTU LAYANAN BAGI RUJUKAN BPJS DI POLIKLINIK RAWAT JALAN RSUD BUDHI ASIH TAHUN 2016 – 2017 Penelitian ini adalah Studi Kasus dilakukan dengan pendekatan kualitatif eksploratif yang secara umum bertujuan mengevaluasi Kebijakan Sistem Antrian Pendaftaran Online Terjadwal Waktu Layanan yang selanjutnya disebut sebagai (SI ALI JADUL) pada pasien rujukan BPJS di Poliklinik Rawat Jalan RSUD Budhi Asih Jakarta Timur. Penelitian dilakukan selama Bulan April – Mei 2017. Data kualitatif (primer) berupa FGD dan wawancara mendalam, dilengkapi data kuantitatif (sekunder) berupa dokumen data sampel penelitian Bulan September 2016 - April 2017 serta observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan SI ALI JADUL selama 8 bulan implementasi sebesar 70,14%. Distribusi pendaftaran pasien berasal dari poliklinik sebesar 59,07%, loket penjadwalan sebesar 15,10%, ,kontrol rawat inap sebesar 9,32%, pre-operasi sebesar 4,57%, Sistem Penjadwalan Rujukan Online ( SPRO) dari puskesmas sebesar 9,32% dan Web/Android sebesar 3,69%. Pada evaluasi kinerja, capaian efektifitas SI ALI JADUL, yaitu ketepatan waktu kehadiran pasien. Jumlah pasien terbanyak pada Kategori Hadir Tepat Waktu sebesar 73,08%, yaitu hadir di masa cetak SEP 30 menit sebelum slot penjadwalan jam layanan, Dan jumlah pasien paling sedikit pada Kategori Hadir Mendahului Waktu 240 menit atau lebih sebesar (0,06%) sebelum slot penjadwalan jam layanan. Capaian efisiensi SI ALI JADUL yaitu ketepatan waktu tunggu mendapatkan layanan. Peringkat pertama jumlah pasien terbanyak pada Kategori Waktu Tunggu Layanan (60-120 menit) sebesar 28,78% . Sedangkan Kategori Waktu Tunggu Layanan Tepat Waktu, sesuai SPM Rawat Jalan (≤ 60 menit) berada di peringkat keempat sebesar 16,13%. Identifikasi Critical Factor Succes SI ALI JADUL, didapatkan kategori High Priority sebesar 75%, kategori Medium Priority sebesar 20 % dan kategori Low Priorty sebsar 5 % . Kemudian dilakukan Analisa Fit/Gap SI ALI JADUL didapatkan Kategori Fit sebesar 45% , kategori Partial Fit sebesar 25 % dan kategori Gap sebesar 25%. Kata Kunci : CFS; Evaluasi ; Fit/Gap Analysis; Sistem Antrian Pendaftaran Online Terjadwal Waktu Layanan (SI ALI JADUL)
ABSTRACT Nama : Nikensari Koesrindartia Programme Study : Study of Hospital Administration Judul : EVALUATION OF ONLINE APPOINTMENT REGISTRATION SYSTEM WITH SCHEDULED SERVICING TIME FOR BPJS PATIENTS ON OUTPATIENT CLINICS AT RSUD BUDHI ASIH FOR 2016 - 2017 This research is a studied case that conducted with qualitative and explorative approachs with main objective is to evaluate a policy implementation of Online Appointment Registration System with Scheduled Servicing Time (SI ALI JADUL) for BPJS patients in outpatient Clinics at RSUD Budhi Asih East Jakarta for 2016 – 2017.This research has been conducted in 2 months (April-May 2017) and sampled data taken from RSUD Budhi Asih East Jakarta. Qualitative data taken from Focus Group Discussion and exhaustive interviewed. Equipped with Quantitative secondary data such as reviewed internal documentation and site observation. Result of this research is found that average utilization of SI ALI JADUL online system during 8 months implementation is 70,14%. Distribution of patients registration from polyclinic registration is 59,07%, Scheduled on-site registration is 15,10%, inpatient controlling registration is 9,32%, pre-operation registration is 4,57%.Online appointment source from government primary health care (Puskesmas) through Online Scheduled Appointment Patient System (SPRO) is 9,32% and data from web internet and android application is 3,69%. From performance evaluation of effectivity of SI ALI JADUL shown that patients who visit to hospital have 3 visiting time category i.e.: Advanced time, accurate time, and delayed time category. The most patients is accurate time category (73,08%), this category for patients who came in =<30 minutes before clinic servicing time. The less patients is advanced time category (0,06%), this category for patients who came in =<240 minutes before clinic servicing time. From performance evaluation of efficiency of SI ALI JADUL is accuracy of patients waiting time to be serviced.The first rank is waiting time category 60-120 min. (28,78%), The fourth rank is accurate time category =<60 min. (16,13%). Critical Factor Success for Successful of SI ALI JADUL online system have 3 category i.e.: High priority is 75%, Medium priority is 20%, and Low priority is 5%.Then from Fit/Gap analysis of SI ALI JADUL found that Fit category is 45%, Partial Fit category is 25% and Gap category is 25%. Key Words : CFS – Evaluation - Fit/GapAnalyze – Online Appointment Registration System With Scheduled Servicing Time
