Ditemukan 29909 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Marina Kartikawati; Pembimbing: Zulkifli Djunaidi; Penguji: Dadan Erwandi, Ridwan Zahdi Syaaf, Wawan Irawan, L. Kukuh Prabowo
Abstrak:
Latar Belakang : Budaya keselamatan tidak hanya berpengaruh kepada produktivitas namun juga persaingan antar usaha yang sejenis. Konsep budaya keselamatan merupakan sebuah konsep baru di sektor konstruksi yang memiliki karakteristik tenggang waktu penyelesaian yang sempit serta tingginya angka pergantian pekerja. PT. MK. Departemen Gedung memenangkan tender atas Proyek Renovasi Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan jangka waktu proyek selama 14 bulan (Choudhry et al. 2007) (Cooper 2002). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan budaya di PT. MK pada proyek Renovasi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SU-GBK). Metode : Metode pengambilan data secara kualitatif (FGD, observasi dan wawancara mendalam) dan diolah dengan metode kuantitatif untuk kemudian dilakukan analisis secara mendalam(indepth analysis) pada bulan Mei-Juli 2017. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan stratified random sampling yang ditentukan berdasarkan representasi di dalam populasi. Hasil : PT. MK Proyek Renovasi SU-GBK menitik beratkan perhatian kepada perencanaan sistem, namun persepsi dalam implementasi dan evaluasi sistem manajemen keselamatan masih memiliki nilai yang rendah. Manajemen dalam proyek telah menyadari pentingnya manusia dalam sebuah pekerjaan. Manusia / pekerja adalah aset penting bagi perusahaan. Namun hal ini belum dirasakan oleh sebagian besar pekerja karena nilai yang tinggi terdapat pada level manajemen dan pengawas. Kesadaran akan keselamatan yang dibangun oleh para pemimpin proyek (manajemen dan pengawas) masih dalam tahapan awal namun keselamatan kerja belum tercermin dalam keseharian / daily activities di proyek ini karena masih dalam tahapan menata organisasi. Kesimpulan : Tingkat kematangan budaya keselamatan di PT. MK Proyek Renovasi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SU-GBK) dapat dikategorikan ke dalam tingkat kalkulatif dengan rata-rata nilai adalah 3,19. Sistem manajemen keselamatan berjalan didasarkan data yang ada dengan kendali penuh pada manajemen tanpa partisipasi aktif dari pekerja. Organisasi dengan level kalkulatif merupakan organisasi yang belum siap dalam menjalankan budaya keselamatan. Kata Kunci : Budaya Keselamatan, Konstruksi, Keselamatan Kerja.
Read More
T-4947
Depok : FKM-UI, 2017
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Alfian Wahyu Utama; Pembimbing: Dadan Erwandi; Penguji: Baiduri Widanarko, Mufti Wirawan, Muthia Ashifa, Bimo Prasetyo
Abstrak:
Read More
Sektor industri konstruksi merupakan salah satu sektor yang memiliki risiko tertinggi terkait keselamatan dan kesehatan kerja. Tingkat kematangan budaya keselamatan dari suatu proyek dan lokasi kerja memiliki peran penting untuk terciptanya budaya kerja yang aman sehingga risiko kecelakaan kerja dapat diminimalisir dan dicegah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kematangan budaya keselamatan di salah satu proyek PT. T yang merupakan proyek ekspansi pabrik pembuatan pelumas desesuaikan dengan konsep safety culture , serta menganalis bagaimana budaya keselamatan diterapkan antara karyawan direct dan indirect, karyawan Main contractor dan karyawan subcontractor, antara karyawan dengan rentan usia dibawah 25 tahun dan karyawan dengan rentan usia diatas 25 tahun dan karyawan dengan masa kerja kurang dari 1 tahun dan karyawan dengan masa kerja lebih dari 1 tahun spesifik di proyek. Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan desain cross-sectional, menggunakan kuisioner, terhadap sampel 273 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Profil tingkat penerapan budaya keselamatan kerja yang diukur menunjukkan bahwa secara umum, budaya keselamatan di proyek PT. T berada pada tingkat baik dengan level generative. Tingkat kematangan budaya keselamatan antara karyawan direct dan indirect yang berlokasi di lapangan menunjukkan perbedaan signifikan, sedangkan hasil Analisis terhadap golongan kerja (main contractor dan subcontractor), usia, dan masa kerja tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Meskipun dari hasil analisis menyebutkan lokasi kerja sudah di level budaya keselamatan yang generative, dan kategori tersebut menjelaskan bahwa lingkungan kerja positif, pekerja harus selalu aktif mendukung program-program keselamatan yang sudah diatur oleh organisasi. Selanjutnya, pekerja perlu proaktif dalam mengimplementasi program-program safety culture yang sudah di tetapkan agar angka pencapaian program dapat terlihat dalam statistik. Statistik dan tren keselamatan inilah yang nantinya penting sebagai indikator terhadap penentuan budaya keselamatan yang lebih baik.
The construction industry is one of the sectors with the highest risks related to occupational safety and health. The maturity level of safety culture at a project and worksite plays a crucial role in establishing a safe working environment, thereby minimizing and preventing work-related accidents. This study aims to assess the safety culture maturity profile at one of PT. T’s projects (specifically the expansion of a lubricant manufacturing plant) based on the safety culture concept. Additionally, the study analyzes how safety culture is implemented among direct and indirect workers, main contractor and subcontractor employees, employees aged under 25 and those over 25, as well as those with less than one year of service and those with more than one year of service at the project site. A quantitative research approach was employed using a cross-sectional design and questionnaire distributed to 273 respondents. The results show that the overall safety culture maturity profile at PT. T’s project is classified as good, falling into the generative level. A significant difference was found in the safety culture maturity level between direct and indirect employees working on site, while analysis of employee group (main contractor vs. subcontractor), age, and length of service showed no statistically significant differences. Although the project was classified as having a generative level of safety culture—indicating a positive work environment—workers are expected to actively support safety programs established by the organization. Furthermore, workers need to be proactive in implementing safety culture initiatives so that program achievements are reflected in safety statistics. These safety statistics and trends will be essential indicators in shaping and improving future safety culture development.
T-7323
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Anugrah Budi Utama; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Robiana Modjo, Indri Hapsari Susilowati, Dwi Dian Oktaviani, Lorencius Kukuh Prabowo
Abstrak:
Tahun 2020 angka kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 221.740 kasus. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecelakaan adalah iklim keselamatan kerja. Iklim keselamatan dapat dipengaruhi oleh faktor demografi (umur, jenis kelamin, jabatan, tingkat pendidikan, dan masa kerja). Terkait dengan iklim keselamatan kerja, di PT X belum pernah dilakukan pada proyek pengelolaan alat. Proyek Y adalah pilot project pengelolaan alat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis iklim keselamatan kerja di konstruksi PT X proyek Y. Penelitian cross sectional ini menggunakan kuesioner NOSACQ-50 untuk mengukur iklim keselamatan dan wawancara untuk triangulasi dan validasi data. Total pekerja di Proyek Y adalah 114 pekerja. Semua pekerja menjadi responden kuesioner NOSACQ-50, sedangkan informan kunci terdiri dari lima orang. Tingkat iklim keselamatan kerja di konstruksi PT X proyek Y adalah 3,03 yang termasuk kategori baik. Ada perbedaan signifikan pada iklim keselamatan berdasarkan jabatan dan tingkat Pendidikan pekerja. Iklim kerja tidak berhubungan signifikan dengan umur pekerja, meskipun berhubungan signifikan dengan masa kerja
Read More
T-6426
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Samsu Riza Wibowo; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Dadan Erwandi, Indri Hapsari, Asep Saefulloh Hermawan, Ramzy Siddiq Amier
Abstrak:
Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir adalah penggunaan radiasi untuk mengiradiasi suatu bahan dengan tujuan sterilisasi, pengawetan atau polimerisasi dalam fasilitas iradiator. Peraturan BAPETEN terkait fasilitas iradiator telah diperbarui dari yang sebelumnya No. 11/Ka-BAPETEN/VI-99 menjadi No. 3 Tahun 2020. Dalam peraturan tersebut Budaya Keselamatan menjadi poin baru dalam Persyaratan Manajemen yang wajib diwujudkan oleh pemegang izin. Dari hasil analisis dengan pendekatan AHP didapatkan hasil penilaian tingkat kematangan budaya keselamatan yang over estimate dari responden. Berdasarkan datadata penelitian, fakta lapangan dan membandingkan dengan penelitian serupa sebelumnya pada fasilitas instalasi nuklir serta penilaian dari inspektur keselamatan nuklir sebagai perspektif eksternal, peneliti menetapkan tingkat kematangan budaya keselamatan PT X masuk dalam kategori Tahap 2 yaitu Kinerja keselamatan yang baik menjadi tujuan organisasi. Dari hasil analisis dengan pendekatan skala likert diketahui bahwa Akuntabilitas Keselamatan menjadi karakteristik yang paling kuat dan karakteristik yang perlu untuk ditingkatkan diantaranya Kepemimpinan dalam keselamatan, Keselamatan terintegrasi pada seluruh kegiatan dan Keselamatan didorong pembelajaran. Peneliti merekomendasikan PT X untuk mulai mengubah mindset keselamatan dalam konteks yang lebih luas, adanya sharing session untuk menyamakan persepsi tentang keselamatan, menyelenggarakan pelatihan soft skill terkait leadership dan menginisiasi pembentukan departemen K3.
Read More
T-6422
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
M. Rahmanda Lintang Putranto; Pembimbing: Zulkifli Djunaidi; Penguji: Mufti Wirawan, Chandra Satrya, Christofel, L. Kukuh Prabowo
Abstrak:
Konstruksi merupakan salah satu sektor yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi, pada tahun 2020 sektor ini menyumbang sebesar 55,2% angka kecelakaan. Faktor manusia menjadi salah faktor penyebab kecelakaan kerja, data menyatakan bahwa pada sektor konstruksi didapatkan 70% kecelakaan kerja terjadi karena tindakan tidak aman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat tingkat persepsi risiko dari Proyek Z PT X, melihat hubungan antara variable bebas dengan variable terikat, dan menjelaskan kondisi persepsi risiko dengan program yang telah dijalankan oleh Proyek Z. Penelitian ini adalah penelitian semi-kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 82 orang dengan besar sampel 67 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas persepsi dari pekerja di Proyek Z buruk (55,7%). Variabel risk voluntarily, immediacy of effect, knowledge of risk, catastrophic potential, dan severity of consequences memiliki persentase buruk paling besar, dan terdapat hubungan yang signifikan pada semua variabel penelitian. Hasil analisis multivariate menjelaskan 4 variabel memiliki hubungan paling bermakna yaitu immediacy of effect, catastrophic potential, common dread, dan severity of consequences. Untuk solusi jangka pendek proyek Z dapat melakukan peningkatan pengawasan pada pekerjaan yang memiliki risiko tinggi, untuk jangka Panjang Proyek Z bisa meningkatkan perencanaan terkait identifikasi bahaya dan risiko lalu mengkomunikasikan kepada seluruh pekerja
Construction is one of the sectors that has a high risk of work accidents, in 2020 this sector has 55.2% accident rate. Human factor is one of the factors causing work accidents, 70% of work accidents occur due to unsafe actions. The purpose of this study is to see the Project Z PT X risk perception level, the relationship between independent and dependent variable, and to explain the condition of risk perception that has been run by Project Z. This research is a semi-quantitative study with a cross-sectional design. The population of this study was 82 people with a sample size of 67 people. The results showed that most workers perception in Project Z were bad (55.7%). Risk voluntarily, immediacy of effect, knowledge of risk, catastrophic potential, and severity of consequences have the largest bad percentage, and there is a significant relationship on all research variables. Multivariate analysis explained that 4 variables had the most significant relationship, namely immediacy of effect, catastrophic potential, common dread, and severity of consequences. For short-term solutions, Project Z can improve supervision on high risk categorized job, for long term Project Z can improve hazard and risk identification and communicating them to all workers
Read More
Construction is one of the sectors that has a high risk of work accidents, in 2020 this sector has 55.2% accident rate. Human factor is one of the factors causing work accidents, 70% of work accidents occur due to unsafe actions. The purpose of this study is to see the Project Z PT X risk perception level, the relationship between independent and dependent variable, and to explain the condition of risk perception that has been run by Project Z. This research is a semi-quantitative study with a cross-sectional design. The population of this study was 82 people with a sample size of 67 people. The results showed that most workers perception in Project Z were bad (55.7%). Risk voluntarily, immediacy of effect, knowledge of risk, catastrophic potential, and severity of consequences have the largest bad percentage, and there is a significant relationship on all research variables. Multivariate analysis explained that 4 variables had the most significant relationship, namely immediacy of effect, catastrophic potential, common dread, and severity of consequences. For short-term solutions, Project Z can improve supervision on high risk categorized job, for long term Project Z can improve hazard and risk identification and communicating them to all workers
T-6300
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Andhika Stevianingrum; Pembimbing: Dadan Erwandi; Penguji: Fatma Lestari, Chandra Satrya, Astrid Wina Lestari, Siti Rahmatia Pratiwi
Abstrak:
Tesis ini membahas terkait gambaran tingkat kematangan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (Safety Culture Maturity Level) serta kinerja keselamatan di PT. X, sebuah perusahaan jasa pertambangan batubara. Penelitian dilakukan dengan pendekatan semi-kuantitatif dengan desain studi cross-sectional pada pekerja di jobsite A,B,C,D pada bulan April - Juni 2022. Variabel kematangan budaya K3 nantinya dilihat keterkaitannya terhadap kinerja keselamatan di PT.X. Hasil penelitian menunjukkan hasil tingkat kematangan budaya keselamatan di PT X pada level Proaktif dengan kinerja keselamatan berdasarkan tingkat kejadian kecelakaan yang dinilai baik, sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kematangan budaya keselamatan dengan kinerja keselamatan di PT.X
Read More
T-6395
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ovitya Nivo Firdareza; Pembimbing: Sjahrul Meizar Nasri; Penguji: Hendra; Hairuddin Bangun Prasetyo
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah pekerja konstruksi di proyek A PT. X tahun 2022 dengan adanya variabel-variabel confounding berupa karakteristik pekerja (usia, riwayat keturunan, masa kerja, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan stress) dan perilaku pekerja (kebiasaan merokok, konsumsi garam, dan penggunaan APD). Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 175 orang pekerja. Data intensitas kebisingan didapatkan dari pengukuran langsung menggunakan sound level meter. Data tekanan darah didapatkan dengan mengunakan data primer menggunakan tensimeter digital. Berdasarkan uji chi-square, terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan tekanan darah pekerja (P-value = 0,001 OR = 5,772 ). Variabel lain yang diamati tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tekanan darah.
This study aims to analyze the relationship between noise intensity and blood pressure of construction workers in project A PT. X in 2022 with confounding variables in the form of worker characteristics (age, hereditary history, years of service, Body Mass Index (BMI), and stress) and worker behavior (smoking behavior, salt consumption, and use of PPE). The study used quantitative research methods with a cross-sectional study design. The number of samples in this study were 175 workers. Noise intensity data obtained from direct measurements using a sound level meter. Blood pressure data was obtained using primary data using a digital sphygmomanometer. Based on the chi-square test, there is a significant relationship between noise intensity and worker?s blood pressure (P-value = 0.001 OR = 5.772 ). Other variables observed did not show a significant relationship with blood pressure.
Read More
This study aims to analyze the relationship between noise intensity and blood pressure of construction workers in project A PT. X in 2022 with confounding variables in the form of worker characteristics (age, hereditary history, years of service, Body Mass Index (BMI), and stress) and worker behavior (smoking behavior, salt consumption, and use of PPE). The study used quantitative research methods with a cross-sectional study design. The number of samples in this study were 175 workers. Noise intensity data obtained from direct measurements using a sound level meter. Blood pressure data was obtained using primary data using a digital sphygmomanometer. Based on the chi-square test, there is a significant relationship between noise intensity and worker?s blood pressure (P-value = 0.001 OR = 5.772 ). Other variables observed did not show a significant relationship with blood pressure.
S-11121
Depok : FKM-UI, 2022
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Clara Nisa Fanegi; Pembimbing: Hendra; Penguji: Abdul Kadir, Mufti Wirawan, Izzatu Milla, Tubagus Dwika Yuantoko
Abstrak:
Read More
Industri manufaktur kimia merupakan salah satu sektor industri yang memiliki potensi bahaya tinggi dan kompleksitas proses kerja yang menuntut implementasi sistem keselamatan kerja yang kuat. Salah satu aspek yang perlu dikaji secara mendalam adalah tingkat kematangan budaya keselamatan (safety culture maturity) yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kematangan budaya keselamatan di PT. XYZ serta mengidentifikasi perbedaan persepsi dan keterlibatan karyawan. Pengukuran dilakukan dengan instrument kuesioner yang terdiri dari berbagai dimensi dan elemen budaya keselamatan, serta didukung dengan data wawancara , diskusi kelompok dan tinjauan dokumen. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa tingkat kematangan budaya keselamatan PT. XYZ berada pada level 3 atau Calculative. Hasil ini menunjukkan bahwa Perusahaan telah memiliki sistem K3 yang terstruktur dan terdokumentasi, namun nilai – nilai keselamatan belum sepenuhnya diinternalisasi dalam perilaku kerja sehari – hari. Selain itu, ditemukan adanya perbedaan persepsi antar jabatan dan unit kerja, di mana keterlibatan pekerja lapangan dalam evaluasi dan pembelajaran keselamatan masih terbatas. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan antara lain efektivitas komunikasi keselamatan, partisipasi pekerja dalam analisis insiden kecelakaan, serta konsistensi pelaksanaan tindak lanjut dari temuan dan evaluasi risiko.
The chemical manufacturing industry is one of the industrial sectors with high hazard potential and complex work processes, requiring the implementation of a strong occupational safety system. One critical aspect that must be explored in depth is the level of safety culture maturity within a company. This study aims to analyze the maturity level of safety culture at PT. XYZ and identify the differences in perception and engagement among employees. The assessment was conducted using a questionnaire instrument consisting of various safety culture dimensions and elements, supported by data from interviews, focus group discussions, and document reviews. Based on the analysis results, the overall safety culture maturity level at PT. XYZ was found to be at level 3 or Calculative. This indicates that while the company has a structured and well-documented safety management system, safety values have not yet been fully internalized into daily work behaviors. In addition, the study found significant differences in perceptions across job levels and departments, where workers in operational roles had limited involvement in safety evaluation and organizational learning. Areas that require improvement include safety communication effectiveness, employee participation in incident analysis, and consistency in follow-up actions from findings and risk evaluations.
The chemical manufacturing industry is one of the industrial sectors with high hazard potential and complex work processes, requiring the implementation of a strong occupational safety system. One critical aspect that must be explored in depth is the level of safety culture maturity within a company. This study aims to analyze the maturity level of safety culture at PT. XYZ and identify the differences in perception and engagement among employees. The assessment was conducted using a questionnaire instrument consisting of various safety culture dimensions and elements, supported by data from interviews, focus group discussions, and document reviews. Based on the analysis results, the overall safety culture maturity level at PT. XYZ was found to be at level 3 or Calculative. This indicates that while the company has a structured and well-documented safety management system, safety values have not yet been fully internalized into daily work behaviors. In addition, the study found significant differences in perceptions across job levels and departments, where workers in operational roles had limited involvement in safety evaluation and organizational learning. Areas that require improvement include safety communication effectiveness, employee participation in incident analysis, and consistency in follow-up actions from findings and risk evaluations.
B-2546
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Hamas Musyaddad Abdul Aziz; Pembimbing: Zulkifli Djunaidi; Penguji: Mufti Wirawan, Indri Hapsari Susilowati, Yan Fuadi, M. Hadi Rachman
Abstrak:
Secara global, industri pertambangan telah lama dianggap sebagai salah satu industri paling berbahaya dengan risiko kesehatan dan keselamatan yang besar bagi para pekerjanya. Frekuensi kejadian kecelakaan kerja dapat di cegah dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja sekaligus perilaku perilaku tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, yang mulai menyadari pentingnya penerapan norma K3 di tempat kerja. Kematangan tingkat budaya keselamatan (safety maturity level) sangat penting untuk pencegahan perilaku tidak aman, terutama berbagai sector industry dengan tingkat cedera dan kematian yang tinggi. Konsep ini bertujuan untuk membantu organisasi dalam menetapkan tingkat kematangan budaya keselamatan mereka saat ini dan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan budaya keselamatan mereka, sehingga diketahui dimensi dan aspek budaya keselamatan yang perlu diperbaiki . Tujuan dari penelitian ini mendesain instrumen pengukuran budaya yang sesuai dengan kondisi di lingkungan PT. XYZ dengan 10 variabel penelitian commitment & support, Leadership, policy & strategy, engagement & involvement, value, safety cost, competency & training, information & communication dan safety performance, melakukan pengukuran budaya keselamatan pada PT. XYZ berdasarkan model tingkatan kematangan budaya keselamatan, dan melihat hubungan antar dimensi budaya keselamatan . Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah mix methode, kuantitatif dan studi literature untuk memilih dimensi budaya keselamatan yang dijadikan variable penelitian dengan jumlah sampel penelitian 123 orang. Hasil penelitian dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) . Hasil penelitian menunjukan penilaian terhadap safety maturity level dengan 10 (sepuluh) dimensi budaya keselamatan di PT.XYZ berada pada poin 3.56 (Compliant to Proactive), terdapat 9 (sembilan) hipotesis yang dapat diterima, terdapat hubungan yang bermakna antara Leadership (L) dengan Policy & Strategy (PS), dimensi Policy & Strategy (PS) dengan Safety Cost (SC), dimensi Commitment & Support (CS) dengan Process (P), dimensi Leadership (L) dengan Engagement & Involvement (EI), dimensi Safety Cost (SC) dengan Competency & Training (CT), dimensi Process (P) dengan Information & Communication (IC), dimensi Engagement & Involvement (EI) dengan Value (V), dimensi Competency & Training (CT) dengan Safety Performance (SP), Value (V) dengan Safety Performance (SP) dan 1 hipotesis yang tidak diterima, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dimensi Information & Communication (IC) dengan Safety Performance (SP).
Globally, the mining industry has long been considered one of the most dangerous industries with great health and safety risks to its workers. The frequency of work accidents can be prevented by planning, implementing and monitoring Occupational Safety and Health (K3) in the workplace as well as the behavior of workers in particular and the community in general, who are starting to realize the importance of implementing OSH norms in the workplace. Maturity level of safety culture (safety maturity level) is very important for the prevention of unsafe behavior, especially various industrial sectors with high rates of injury and death. This concept aims to assist organizations in determining the maturity level of their current safety culture and identify the actions needed to improve their safety culture, so that the dimensions and aspects of safety culture need to be improved . The purpose of this study is to design a cultural measurement instrument that is appropriate to the conditions in the PT. XYZ with 10 research variables commitment & support, Leadership, policy & strategy, engagement & involvement, value, safety cost, competency & training, information & communication and safety performance, measured safety culture at PT. XYZ is based on a safety culture maturity level model, and looks at the relationship between safety culture dimensions. The method used in this study is a mix method, quantitative and literature study to select the dimensions of safety culture which are used as research variables with research sample of 123 people. The results were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). The results of the study show that the assessment of the safety maturity level with 10 (ten) dimensions of safety culture at PT. XYZ is at point 3.56 (Compliant to Proactive), there are 9 (nine) hypotheses that can be accepted, there is a significant relationship between Leadership (L) and Policy & Strategy (PS), Policy & Strategy (PS) dimension with Safety Cost (SC), Commitment & Support (CS) dimension with Process (P), Leadership dimension (L) with Engagement & Involvement (EI), Safety Cost dimension (SC) with Competency & Training (CT), Process dimension (P) with Information & Communication (IC), Engagement & Involvement (EI) dimension with Value (V), Competency & Training (CT) dimension with Safety Performance (SP) , Value (V) with Safety Performance (SP) and 1 hypothesis which is not accepted, there is no significant relationship between Information & Communication (IC) and Safety Performance (SP) dimensions.
Read More
Globally, the mining industry has long been considered one of the most dangerous industries with great health and safety risks to its workers. The frequency of work accidents can be prevented by planning, implementing and monitoring Occupational Safety and Health (K3) in the workplace as well as the behavior of workers in particular and the community in general, who are starting to realize the importance of implementing OSH norms in the workplace. Maturity level of safety culture (safety maturity level) is very important for the prevention of unsafe behavior, especially various industrial sectors with high rates of injury and death. This concept aims to assist organizations in determining the maturity level of their current safety culture and identify the actions needed to improve their safety culture, so that the dimensions and aspects of safety culture need to be improved . The purpose of this study is to design a cultural measurement instrument that is appropriate to the conditions in the PT. XYZ with 10 research variables commitment & support, Leadership, policy & strategy, engagement & involvement, value, safety cost, competency & training, information & communication and safety performance, measured safety culture at PT. XYZ is based on a safety culture maturity level model, and looks at the relationship between safety culture dimensions. The method used in this study is a mix method, quantitative and literature study to select the dimensions of safety culture which are used as research variables with research sample of 123 people. The results were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). The results of the study show that the assessment of the safety maturity level with 10 (ten) dimensions of safety culture at PT. XYZ is at point 3.56 (Compliant to Proactive), there are 9 (nine) hypotheses that can be accepted, there is a significant relationship between Leadership (L) and Policy & Strategy (PS), Policy & Strategy (PS) dimension with Safety Cost (SC), Commitment & Support (CS) dimension with Process (P), Leadership dimension (L) with Engagement & Involvement (EI), Safety Cost dimension (SC) with Competency & Training (CT), Process dimension (P) with Information & Communication (IC), Engagement & Involvement (EI) dimension with Value (V), Competency & Training (CT) dimension with Safety Performance (SP) , Value (V) with Safety Performance (SP) and 1 hypothesis which is not accepted, there is no significant relationship between Information & Communication (IC) and Safety Performance (SP) dimensions.
T-6466
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Hana Fajrianti; Pembimbing: Mila Tejamaya; Penguji: Doni Hikmat Ramdhan, Abdul Kadir, Ferry Hermawan, Kusumo Drajad Sutjahjo
Abstrak:
Read More
Biaya Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) merupakan elemen penting dalam memastikan keselamatan kerja pada proyek konstruksi sipil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya SMKK berdasarkan Work Breakdown Structure (WBS), mengevaluasi alokasi biaya SMKK pada proyek konstruksi sipil, dan mengidentifikasi hubungan antara biaya SMKK dengan kejadian kecelakaan kerja. Penelitian dilakukan pada satu proyek bendungan dengan perhitungan ulang biaya berdasarkan WBS dan 20 proyek konstruksi sipil (gedung bertingkat, bendungan & irigasi, jalan & jembatan) tahun 2020–2023. Data dianalisis melalui dokumen proyek dan validasi oleh lima pakar keselamatan konstruksi menggunakan metode diskusi terfokus untuk memastikan relevansi identifikasi, pengendalian risiko, dan alokasi biaya sesuai Permen PUPR No. 8 Tahun 2023. Uji statistik Spearman digunakan untuk mengkaji hubungan biaya SMKK dan kecelakaan kerja. Hasil menunjukkan bahwa pendekatan berbasis WBS memungkinkan identifikasi kebutuhan spesifik dan alokasi biaya yang lebih akurat. Personel keselamatan mencatat alokasi terbesar (24,61%), sedangkan asuransi memiliki alokasi terkecil (0%). Rasio biaya SMKK per Rp1 miliar lebih proporsional dibandingkan persentase terhadap nilai kontrak, terutama untuk proyek besar. Korelasi antara biaya SMKK dan kecelakaan kerja tidak signifikan (p>0,05), tetapi proyek dengan alokasi SMKK lebih tinggi menunjukkan penurunan kecelakaan serius. Penelitian ini merekomendasikan pengaturan berbasis rasio biaya SMKK, prioritas pada pelatihan keselamatan, dan evaluasi cost-benefit penerapan SMKK dalam proyek konstruksi.
The cost of Construction Safety Management Systems (SMKK) is a critical element in ensuring workplace safety in civil construction projects. This study aims to analyze SMKK costs based on the Work Breakdown Structure (WBS), evaluate the allocation of SMKK costs in civil construction projects, and identify the relationship between SMKK costs and workplace accidents. The research was conducted on one dam project with a recalculation of costs based on WBS and 20 civil construction projects (high-rise buildings, dams & irrigation, roads & bridges) from 2020–2023. Data were analyzed through project documents and validated by five construction safety experts using a focused group discussion method to ensure the relevance of risk identification, risk control, and cost allocation in accordance with Permen PUPR No. 8 of 2023. Spearman’s statistical test was used to examine the relationship between SMKK costs and workplace accidents. The results show that the WBS-based approach enables the identification of specific needs and more accurate cost allocation. Safety personnel recorded the largest allocation (24.61%), while insurance had the smallest allocation (0%). The SMKK cost ratio per IDR 1 billion was found to be more proportional compared to a percentage of the contract value, especially for large-scale projects. The correlation between SMKK costs and workplace accidents was not statistically significant (p>0.05), but projects with higher SMKK allocations showed a reduction in serious accidents. This study recommends regulation based on SMKK cost ratios, prioritization of safety training, and a cost-benefit evaluation of SMKK implementation in construction projects.
T-7226
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
