Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 27555 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Fanny Indarto; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Asri C. Adisasmita, Peter Ian Limas
Abstrak: Latar Belakang : Banyak penelitian dengan subyek terbatas menyatakan keamanan pembedahan kanker kolorektal (KKR) selama pandemi COVID-19.Tidak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut. Tujuan : Mengetahui bukti keamanan dilakukannya operasi kanker kolorektal selama pandemi COVID-19. Metode : Pencarian publikasi menggunakan 5 database hingga tanggal 26 Mei 2021. Kriteria inklusi adalah dewasa di atas 18 tahun yang menjalani operasi KKR selama pandemi COVID-19 dari studi kohort, ditulis dalam bahasa Inggris. Duplikasi jurnal, artikel editorial dan komentar, menjadi kriteria eksklusi. Risiko bias dinilai dengan JBI. Rev-Man 5.4 dan STATA 16 digunakan untuk analisis data Kesimpulan : Tidak ditemukan bukti yang cukup kuat untuk mengatakan operasi KKR selama pandemi COVID-19 tidak aman. Perlu dilakukan tinjauan dengan studi yang lebih besar.
Read More
T-6247
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Laurentius Aswin Pramono; Promotor: Nurhayati Adnan; Kopromotor: Imam Subekti, Hamzah Shatri; Penguji: L. Meily Kurniawidjaja, Ratna Djuwita, Sabarinah, Felicia Kurniawan
Abstrak:
Pendahuluan Kanker tiroid seringkali disalahpahami sebagai kanker yang baik karena kesintasannya yang panjang. Oleh karena itu, pasien kanker tiroid jarang mendapat perhatian dan penilaian kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien kanker tiroid pasca-operasi dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan metode campuran (kualitatif dan kuantitatif) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit St Carolus terhadap 204 subjek kanker tiroid. Dilakukan wawancara menggunakan kuesioner ThyCaQoL (Thyroid Cancer Quality of Life), PNPC (Problems and Needs for Palliative Care), and SPICT (Supportive and Palliative Care Indicator Tools). Selanjutnya, dilakukan wawancara mendalam terhadap 10 subjek terpilih untuk mengeksplorasi kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif. Analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kai kuadrat, regresi logistik, dan regresi poisson. Hasil Sebanyak 67 dari 204 subjek (32,8%) mengalami penurunan kualitas hidup, dengan disfonia menetap sebagai faktor yang berhubungan. Durasi penyakit > 5 tahun memiliki kecenderungan kualitas hidup yang lebih baik. Sebanyak 24 dari 204 subjek (11,8%) memiliki kebutuhan perawatan paliatif. Kanker stadium IV, keluhan luka bekas operasi, refrakter radioablasi, dan penggunaan terapi target sebagai faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan perawatan paliatif. Kebutuhan perawatan paliatif berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk. Kesimpulan Penelitian ini menemukan 1 dari 3 pasien kanker tiroid mengalami penurunan kualitas hidup dan 1 dari 8 pasien kanker tiroid memiliki kebutuhan perawatan paliatif. Identifikasi dan model prediksi membantu klinisi memprioritaskan pasien yang dikonsultasikan untuk mendapatkan perawatan paliatif yang adekuat.

Introduction Thyroid cancer is often mislead as the “good cancer” since its overall survival rate is relatively high. Therefore, thyroid cancer patients are rarely evaluated for quality of life and the need for palliative care. Objective The aim of the study is to assess the quality of life and need for palliative care in post-operative thyroid cancer patients and its related factors. Methods A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and St Carolus Hospital Jakarta which interviewed 204 thyroid cancer patients with ThyCaQoL (Thyroid Cancer Quality of Life), PNPC (Problems and Needs for Palliative Care), and SPICT (Supportive and Palliative Care Indicator Tools) Questionnaires, from whom we also perform in-depth interview to 10 patients to explore the quality of life and need for palliative care. Descriptive statistics, chi square, logistic regression, and poisson regression were conducted to analyze the data. Results About 67 from 204 subjects (32.8%) experience decrease quality of life with permanent dysphonia as related factors. Disease duration of more than 5 years has better quality of life. About 24 from 204 subjects (11.8%) have need for palliative care with stage IV cancer, surgical scar complain, radio-iodine refractory, and targeted therapy with tyrosine kinase inhibitor as related factors. Need for palliative care associated with quality of life. Conclusion This study obtain 1 out of 3 thyroid cancer patients experience decrease quality of life and 1 out of 8 thyroid cancer patients have need for palliative care. Identification and prediction model can help clinicians to prioritize which patients need approach for adequate palliative care.
Read More
D-532
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fajaria Nurchandra; Promotor: Sudarto Ronoatmodjo; Kopromotor: Budi Anna Keliat, Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Evi Martha, Ratna Djuwita Hatma, Isbandi Rukminto Adi, Besral, Soewarta Kosen, Hariadi Wibisono
Abstrak:
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak pada berbagai sektor yang memungkinkan memicu terjadinya gangguan mental emosional (GME) dan penurunan kualitas hidup sehingga pembentukan ketangguhan sangat diperlukan. Studi ini ditujukan unutk menganalisis peranan ketangguhan (individu, keluarga dan komunitas) terhadap GME dan kualitas hidup individu selama pandemi Covid-19 di Jakarta Timur pada gelombang kedua. Studi explanatory sequential mixed-methods dengan pendekatan desain cross sectional dan metode kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Kualitas hidup diukur menggunakan Indonesian HRQoL, sedangkan GME diskrining menggunakan SRQ pada 300 responden yang terpilih dari teknik multistage cluster sampling. Exploratory qualitative dilakukan pada dua kelompok FGD dan tiga informan wawancara mendalam, sedangkan explanatory qualitative dilakukan pada enam kelompok FGD dan sembilan informan wawancara mendalam. Masyarakat memahami ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) sebagai konsep kamampuan menghadapi pandemi dengan memanfaatkan aspek-aspek di sekitar mereka, GME sebagai masalah mental, dan kualitas hidup sebagai kondisi kesehatan. Proporsi GME meningkat dua kali lipat dibandingkan situasi normal. Proporsi kualitas hidup buruk sebanyak 26,30%. Ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) yang buruk berperan terhadap terjadinya GME dan kualitas hidup buruk selama pandemi Covid-19. GME juga berperan terhadap kualitas hidup yang buruk. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh persepsi realistis dengan cara bersyukur, ikhlas, sabar, dan saling menguatkan, menerima keadaan, menerapkan protokol kesehatan, regulasi emosi-kognisi, kemampuan adaptasi, dan optimisme. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh usia pengambil keputusan keluarga, dukungan sosial dan kontrol diri. Peranan ketangguhan komunitas terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh kestabilan sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem politik/pemerintahan, dan sistem manajemen pandemi. Ketangguhan keluarga ditemukan paling berperan terhadap kualitas hidup. Sistem pemerintahan yang berkolaborasi dan responsif menentukan kestabilan komponen-komponen ketangguhan komunitas. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk memperkuat komponen ketangguhan keluarga dan sistem pemerintahan untuk menghadapi pandemi.

The Covid-19 pandemic has impacted various sectors that may trigger mental-emotional disorders (Gangguan Mental Emosional (GME)) and a decrease in quality of life, so the formation of resilience is urgently needed. This study aims to analyze the role of resilience (individual, family, and community) on GME and the quality of life of individuals during the Covid-19 pandemic in East Jakarta in the second wave. Explanatory sequential mixed-methods study with a cross-sectional design approach and qualitative methods with a Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Quality of life was measured using the Indonesian HRQoL, while GME was screened using the SRQ on 300 respondents selected from the multistage cluster sampling technique. Exploratory qualitative was conducted with two FGD groups and three in-depth interviews with informants. Meanwhile, explanatory qualitative was conducted with six FGD groups and nine in-depth interviews with informants. Communities understand resilience (individual, family, and community) as a concept of dealing with a pandemic by utilizing aspects around them, GME as a mental problem, and quality of life as a health condition. The proportion of GME has doubled compared to the normal situation. The proportion of poor quality of life is 26.30%. Poor resilience (individual, family, and community) contributes to the occurrence of GME and poor quality of life during the Covid-19 pandemic. GME also contributes to poor quality of life. The role of individual resilience to GME and quality of life is determined by realistic perceptions by being grateful, sincere, patient, and mutually reinforcing, accepting circumstances, implementing health protocols, emotional-cognition regulation, adaptability, and optimism. The role of individual resilience to GME and quality of life is determined by the age of family decision-makers, social support, and self-control. The role of community resilience to GME and quality of life is determined by the stability of the education system, health system, political/government system, and pandemic management system. Family resilience was found to have the most effect on the quality of life. Collaborative and responsive governance systems determine the stability of the components of community resilience. Therefore, it is recommended to strengthen the components of family resilience and government systems to deal with a pandemic.
Read More
D-477
Depok : FKM UI, 2023
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rini Mutahar; Promotor: Asri C. Adisasmita; Kopromotor: Denni Joko Purwanto, Ratna Djuwita; Penguji: Mardiati Nadjib, Mondastri Korib Sudaryo, Noorwati Sutandyo, Fachmi Idris, Misnaniarti
Abstrak:
Kemoterapi neoadjuvan, merupakan standar perawatan untuk kanker payudara stadium lanjut lokal (KPSLL). Terdapat hasil yang kontradiktif terhadap efektivitas kedua golongan rejimen kemoterapi neoadjuvan yaitu antrasiklin dan taksan pada pengoabatan KPSLL. Pada umumnya kemoterapi neoajuvan kanker payudara stadium lanjut lokal di RKS Dharmais menggunakan regimen berbasis antrasiklin. Namun belum ada penelitian lebih lanjut studi efektivitas klinis dan evaluasi ekonomi penggunaaan kemoterapi neoadjuvan berbasis antrasiklin dan taksan pada pasien Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal di RSK Dharmais, Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Efektivitas Klinis dan Evaluasi Ekonomi Pengobatan Kemoterapi Neoadjuvan pada Pengobatan Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal di RSK Dharmais Jakarta 2011 – 2016.
Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan rancangan studi kohort retrospektif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti riwayat medis dan billing pasien penderita kanker payudara saat berobat ke Rumah Sakit Darmais pada periode tahun 2011 hingga 2016. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik,  survival dan evaluasi ekonomi dengan ICER (incremental cost effectiveness ratio) .
Hasil penelitian menunjukkan Pasien kanker payudara stadium lanjut lokal di RSK Dharmais  yang menerima kemoterapi berbasis taksan memiliki risiko 1,516 kali lebih besar untuk mendapatkan respons klinis positif dibandingkan dengan pasien yang menerima kemoterapi berbasis antrasiklin. (RR adjusted 1,516; 95% CI: 0,601–3,826). Pasien dengan respon klinis yang negatif memiliki risiko kematian 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menunjukkan respon positif tstelah dikontrol oleh faktor perancu yaitu, jenis histopatologis dan  stadium ( ajusted hazard ratio   1,729;95% CI: 1,031–2,902). Pasien kanker payudara stadium lanjut lokal (KPSLL) yang melakukan kemoterapi neadjuvan berbasis antrasiklin memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar dibandingkan berbasis taksan untuk mengalami kematian setelah dikontrol oleh faktor perancu yaitu respon klinis, jenis istopatologis, stadium dan Subtipe molekular Luminal (adjusted hazard ratio  2,128 :95%CI:1,097-4,128). Nilai ICER (incremental cost effectiveness ratio) menunjukkan bahwa membutuhkan biaya sebesar Rp 3,1 juta untuk meningkatkan satu unit efektivitas (persentase jumlah pasien dengan respon klinis positif)  dengan pemakaian regimen berbasis taksan dibandingkan dengan antrasiklin.
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan Penilaian Teknologi Kesehatan dengan evaluasi ekonomi yang lebih komprehensif, khususnya dalam menilai intervensi kesehatan untuk penyakit kronis seperti kanker. Penelitian lanjutan diperlukan untuk lebih mendalami faktor-faktor perancu yang mungkin mempengaruhi hasil, seperti keterlambatan diagnosis dan pengobatan, riwayat terapi sebelumnya, dan status sosial ekonomi
Neoadjuvant chemotherapy is the standard treatment for locally advanced breast cancer (LABC). Contradictory findings exist regarding the effectiveness of two main types of neoadjuvant chemotherapy regimens, anthracycline and taxane, for treating LABC. At RSK Dharmais, anthracycline-based regimens are commonly used for LABC treatment. However, there is a lack of research on the clinical effectiveness and economic evaluation of anthracycline-based and taxane-based neoadjuvant chemotherapy regimens in patients with LABC at RSK Dharmais, Jakarta.
This study aims to assess the clinical effectiveness and economic evaluation of neoadjuvant chemotherapy for LABC at RSK Dharmais Jakarta from 2011 to 2016.
This study employed an observational analytic method with a retrospective cohort study design. Data collection was conducted by reviewing the medical records and billing data of breast cancer patients treated at RSK Dharmais during the 2011–2016 period. Logistic regression analysis, survival analysis, and economic evaluation using the Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER) were performed.
The results showed that patients with LABC at RSK Dharmais who received taxane-based chemotherapy had a 1.516-fold higher likelihood of achieving a positive clinical response compared to those receiving anthracycline-based chemotherapy (RR adjusted 1.516; 95% CI: 0.601–3.826). Patients with a negative clinical response had a 1.7-fold higher risk of death compared to those with a positive response after adjusting for confounding factors, such as histopathological type and cancer stage (adjusted hazard ratio 1.729; 95% CI: 1.031–2.902). Patients undergoing anthracycline-based neoadjuvant chemotherapy had a two-fold higher risk of death compared to those on taxane-based regimens, after controlling for confounding factors including clinical response, histopathological type, stage, and Luminal molecular subtype (adjusted hazard ratio 2.128; 95% CI: 1.097–4.128). The ICER analysis showed that it costs IDR 3.1 million to achieve one additional unit of effectiveness (percentage of patients with a positive clinical response) using taxane-based regimens compared to anthracycline-based regimens.
This study provides a basis for conducting a more comprehensive Health Technology Assessment, particularly in evaluating healthcare interventions for chronic diseases like cancer. Further research is needed to explore confounding factors that may influence outcomes, such as delays in diagnosis and treatment, prior therapy history, and socioeconomic status.






Read More
D-568
Depok : FKM UI, 2025
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Andree Kurniawan; Promotor: Ratna Djuwita; Ko Promotor: Asri C. Adisasmita, Sonar Soni Panigoro; Penguji: Noorwati Sutandyo, Fiastuti Witjaksono, Tirza Z. Tamin, Rachmat Sumantri, Dwi Savitri Rivami
Abstrak: Latar Belakang: Masih terbatas data hubungan sarkopenia dengan toksisitas kemoterapi dan kualitas hidup. Tujuan studi adalah untuk mengetahui peran sarkopenia terhadap toksisitas kemoterapi dan perubahan skor kualitas hidup setelah pasien kanker payudara Metode: Studi kohort prospektif pada pasien kanker payudara perempuan berusia 18-59 tahun yang menjalani kemoterapi pertama dilakukan evaluasi sarkopenia dengan analisa Bio-impedans dan dinamometer JAMAR. Evaluasi toksisitas kemoterapi dan kualitas hidup dengan kuesioner National cancer Institute common toxicity criteria dan kuesioner European Organization for Research and Treatment of Cancer Core Quality of life 30 dan BRE-23. Hasil: Sebanyak 128 subyek kanker payudara dengan median usia 47(25-59) tahun, 39,1% dengan status gizi gemuk, 56,3% dengan stadium 2, 51,6% belum menopause, dan 51,6% mendapat kemoterapi berbasis Taxan. Sarkopenia sebelum kemoterapi berisiko dengan toksisistas pasca kemoterapi pertama dengan adjusted rasio odds (OR) 1,74(0,62-4,86), pasca kemoterapi kedua adjusted OR 40,34 (2,54-641,19), dan pasca kemoterapi ketiga adjusted OR 3,98 (0,14-114,01). Sarkopenia berisiko terhadap perubahan skor kualitas hidup pasca tiga siklus kemoterapi untuk domain kehilangan nafsu makan dengan adjusted OR 2,23(0,27-18,63), domain konstipasi dengan adjusted OR 3,42(0,75-15,50), dan domain kesulitan finansial dengan adjusted OR 5,50(1,41-121,42). Simpulan: Sarkopenia sebelum kemoterapi berhubungan dengan toksisitas kemoterapi dan penurunan skor kualitas hidup untuk beberapa domain skala gejala
Background: There was still limited data whether sarcopenia related to chemotherapy toxicity and impacted to quality of life. The aim is to know the role of sarcopenia on chemotherapy toxicity and changed of quality of life after breast cancer patients. Methods: This prospective cohort study was conducted in breast cancer women patients with age 18 to 59-year old who underwent chemotherapy, will be evaluated sarcopenia with Bio-Impedans analysis and JAMAR dynamometer. Evaluation of chemotherapy toxicity and quality of life with National cancer institute common toxicity criteria and European Organization for research and treatment of cancer care quality of life 30 and BRE-23. Results: A total of 128 breast cancer subjects with median age 47(25-59) year old, 39.1% with obese, 56.3% with stage 2 disease. Sarcopenia before chemotherapy associated with toxicities after first, second, and third cycles of chemotherapy with adjusted OR 1.73(0.62-4.86); 40.34(2.54-641.19); and 3.98(0.14-114.01), respectively. Sarcopenia associated with changed of quality of life scores of loss of appetite, constipation, and financial loss domains with adjusted OR 2.23(0.27-18.63), 3.42(0.75-15.50), and 5.50(1.41-21.42) respectively after underwent three cycles of chemotherapy. Conclusion: Sarcopenia before chemotherapy associated with chemotherapy toxicity and decreased quality of life score for several domain of symptom scales
Read More
D-445
Depok : FKM-UI, 2021
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Sofi Mardiah; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Mondastri Korib Sudaryo, Mela Hidayat
Abstrak: Latar Belakang: Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih terbilang cukup tinggi, MMR (Maternal Mortality Rate) di Indonesia sendiri data tahun 2017 mencapai angka 177 per 100.000 kelahiran hidup. Near-miss didefinisikan sebagai ibu hamil atau ibu baru melahirkan (dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan) yang jiwanya terancam tetapi berhasil selamat karena pelayanan atau perawatan yang baik atau karena faktor kebetulan. Kejadian near-miss atau nyaris meninggal sangat dipengaruhi oleh kualitas layanan kesehatan terutama pada masa pandemi. Pandemi COVID 19 elah menimbulkan implikasi pada berbagai sektor termasuk sektor pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Tujuan: Mengetahui bagaimana hubungan pandemi COVID
Read More
T-6079
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Murdani Abdullah; Promotor: Bambang Sutrisna; Ko-Promotor: Aru W. Sudoyo, Bethi S. Hernowo; Penguji: Aziz Rani, Samsuridjal Djauzi, Ratna Djuwita, Siti Setiati, Septelia Inawati Wanandi
D-235
Depok : FKM UI, 2009
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Randita Shafira Putri; Pembimbing: Mondastri Korib Sudaryo; Penguji: Yovsyah, Fidiansjah
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada mahasiswa S1 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh dari kuesioner online yang disebar melalui media sosial. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Kecemasan diukur dengan menggunakan kuesioner GAD-7.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kecemasan ringan sebesar 37,8%, kecemasan sedang sebesar 27,3%, dan kecemasan berat sebesar 15,4%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara coping (PR=1,79 95%CI: 1,33-2,41; p=0,000) dan dukungan sosial (PR=1,85 95%CI: 1,38-2,48; p=0,000) dengan kecemasan pada mahasiswa S1 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia selama pandemi COVID19. Kemudian, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat ekonomi keluarga, riwayat penyakit, dan riwayat kontak COVID-19 dengan kecemasan pada mahasiswa S1 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia selama Pandemi COVID-19.
Read More
S-10808
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Vesvy Mandasari; Pembimbing: Renti Mahkota; Penguji: Ratna Djuwita, Aries Hamzah
Abstrak: Penyakit kanker kolorektal merupakan kanker usus besar dan rektum yang saat ini masih menjadi masalah kesehatan didunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko dan dominan dari kanker kolorektal. Desain studi yang digunakan adalah matched case control dengan matching umur menggunakan data rekam medis, kasus adalah pasien kanker kolorektal dan kontrol adalah pasien trauma dan patah tulang. Sampel berjumlah 122 orang dengan 61 pasangan kasus dan kontrol. Hasil analisis bivariat mc nemar chi square menunjukkan faktor risiko yang berhubungan adalah pola makan daging merah dengan OR=27 (95% CI 4,45-1105,4), asupan lemak tinggi dengan OR=2,2 (95% CI 0,967-5,542), dan asupan serat rendah OR=44 (95% CI 7,49-1776,9). Analisis multivariat conditional regresi logistic menunjukkan faktor paling dominan adalah asupan serat rendah dengan OR=26,8 (95% CI 3,44-209,5). Adapun faktor risiko yang tidak berhubungan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat keluarga, pendapatan keluarga, aktifitas fisik, obesitas, merokok dan alkohol. Diperlukan upaya pencegahan penyakit kanker kolorektal dengan cara memperbanyak asupan serat, mengurangi asupan lemak tinggi dan pola konsumsi daging merah.
Kata kunci : Kanker kolorektal, Matched case control, Faktor risiko

Colectal cancer disease is colon cancer and rectum until now is a health problem in the word, including in Indonesia yet. The purpose of this study is to investigate the risk factor and dominant factor of colorectal cancer. The design of study used was matched case control with age matching using the medical record data, the data of case were colorectal cancer patients and control were trauma and fracture patients. The calculate sample is 122 people were 61 pairs of cases and controls. The result of bivariate analysis of mc nemar chi square showed related risk factor was red meat diet with OR=27 (95% CI 4,45-1105,4), high fat intake with OR=2,2 (95% CI 0,967-5,542), and low fiber intake with OR=44 (95% CI 7,49- 1776,9). Multivariate analysis of conditional logistic regression showed the most important factor was low fiber intake with OR=26,8 (95% CI 3,448-209,5). The unrelated risk factors are gender, education level, family history, family income, physical activity, obesity, smoking and alcohol. It is necessary to prevent the prevention of colorectal cancer by increasing fiber intake, reducing fat intake and concumption pattern of read meat.
Keywords : Colorectal cancer, Matched case control, Risk factor
Read More
T-5033
Depok : FKM UI, 2017
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Hadiki Habib; Promotor: Mondastri Korib Sudaryo; Kopromotor: Besral, Martin Rumende; Penguji: Evi Martha, Syahrizal, Soroy Lardo;Tri Martani, Syamsul Maarif
Abstrak:
Rawat inap dan kematian di rumah sakit karena pneumonia meningkat pada saat pandemi COVID-19, baik karena COVID-19 maupun patogen lain dan perlu diidentifikasi faktor-faktor risikonya. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara bersamaan hubungan berbagai determinan biologi, gaya hidup, lingkungan dan pelayanan kesehatan terhadap sintas rawat inap pasien pneumonia pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan disain campuran. Pertama, dilakukan studi kuantitatif kohort retrospektif menggunakan analisis regresi cox, analisis interaksi dilakukan dengan metode stratifikasi dan multiplikasi. Data subjek penelitian diambil secara sampling acak sederhana dari rekam medis pasien pneumonia yang dirawat pada masa pandemi COVID-19 Mei 2020-Desember 2021 di RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kedua, dilakukan studi kualitatif sequential explanatory dengan disain studi kasus. Informasi dikumpulkan melalui wawancara mendalam bersama enam orang informan untuk menjelaskan dinamika determinan kesehatan dengan sintas rawat inap dari perspektif ketahanan rumah sakit. Terdapat 1945 subjek pneumonia, insiden kematian saat rawat inap 34,1%. Determinan biologi yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian adalah kondisi awal pneumonia berat (HR 1,8;IK95% 1,38-2,43), skor CCI ≥2 (HR 1,5;IK95% 1,16-2,08). komplikasi ≥2 (HR 5,9; 95%IK 2,9-11,9), tren kematian rawat inap meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Risiko kematian lebih rendah ada pada subjek dengan infeksi utama organ selain paru (HR 0,4;IK95% 0,35-0,51). Determinan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian adalah intubasi (HR 1,6;IK95% 1,27-2,05) dan lama tunggu di IGD ≥8 jam (HR1,4;IK95% 1,12-1,63), risiko kematian lebih rendah ada pada subjek yang mendapat perawatan intensif (HR 0,3;IK95% 0,25-0,41), terapi antikoagulan (HR 0,3;IK95% 0,27-0,44) dan terapi steroid pada pneumonia non-COVID-19 kondisi berat (0,7;IK95% 0,5-0,9). Pada subjek pneumonia COVID-19, risiko kematian selama rawat inap lebih rendah jika mendapatkan antibiotik empiris (HR 0,4;IK95% 0,26-0,58), terapi antikoagulan (HR 0,3;IK95% 0,23-0,4), dan terapi antivirus (HR 0,4;IK95% 0,3-0,5). Steroid (HR 0,4;IK95% 0,3-0,6), terapi plasma konvalesens (HR 0,2;IK95% 0,08-0,57), dan terapi anti interleukin-6 (HR 0,7; IK95% 0,46-1,03) menurunkan risiko kematian rawat inap pada pneumonia COVID-19 berat. Ketangguhan rumah sakit terjaga dengan adanya kebijakan zonasi, penerapan prinsip mitigasi risiko, dan modulasi layanan sesuai azas proporsionalitas, jejaring rumah sakit membantu mengurangi beban finansial melalui pemberian donasi atau hibah. Kerentanan rumah sakit antara lain kerapuhan infrastruktur, kecepatan kembali ke layanan reguler lebih lambat, rasa takut tenaga kesehatan dan triase pra-rumah sakit belum berjalan. Tidak terdapat ineraksi antara variabel etiologi pneumonia dengan fase lonjakan kasus, dan tidak terdapat interaksi antara variabel etiologi pneumonia dengan lama tunggu di IGD. Determinan biologi, lingkungan dan pelayanan kesehatan berhubungan dengan sintas rawat inap pasien pneumonia pada masa pandemi COVID-19. Ketahanan rumah sakit perlu dinilai dengan melihat dampak pandemi terhadap kematian pneumonia COVID-19 maupun pneumonia non-COVID-19. Pengelolaan lonjakan kasus akibat pandemi COVID-19 perlu mempertimbangkan prinsip zonasi, modulasi layanan yang proporsional, kesiapan psikologis tenaga kesehatan, kondisi finansial rumah sakit, dan kesiapan infrastruktur. Triase pra-rumah sakit merupakan faktor eksternal yang membantu meningkatkan ketahanan rumah sakit.

Hospital admissions and mortality due to pneumonia increased during the COVID-19 pandemic, both due to COVID-19 and other pathogens, Thus, risk factors need to be identified. The research was conducted to simultaneously analyze the relationship between various biological, lifestyle, environmental and health service determinants on the survival rate of pneumonia patients during the COVID-19 pandemic. This research uses mixed methods design. First, a quantitative retrospective cohort study was performed using cox regression analysis, interaction analysis was carried out using stratification and multiplication methods. Simple random sampling was done from medical records list of pneumonia patients who were treated during the COVID-19 pandemic in May 2020December 2021 at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Second, a sequential explanatory qualitative study was performed with a case study design. Information was collected through in-depth interviews of six informants to explain the dynamics of health determinants and inpatient survival from a hospital resilience perspective. There were 1945 subjects, the incidence of mortality during hospitalization was 34.1%. Biological determinants associated with an increased risk of mortality were initial conditions of severe pneumonia (HR 1,8; CI95% 1,38-2,43), CCI score ≥2 (HR 1,5; CI95% 1,16-2,08), complications ≥2 (HR 5,9; 95%CI 2,9-11,9), the trend of inpatient mortality increases with increasing age. The risk of death was lower in subjects with primary infection of organs other than the lungs (HR 0,4; 95% CI 0,35-0,51). Determinants of health care that are associated with an increased risk of death are intubation (HR 1,6; 95% CI 1,27-2,05) and waiting time in the ER ≥8 hours (HR 1,4; 95% CI 1,12-1,63), mortality risk was lower in subjects who received intensive care (HR 0,3;95%CI 0,25-0,41), anticoagulant therapy (HR 0,3;95%CI 0,27-0,44) and steroid therapy in severe non-COVID-19 pneumonia (0,7; 95%CI 0,5-0,9). In COVID-19 pneumonia subjects, the risk of death during hospitalization was lower if they received empiric antibiotics (HR 0,4; 95%CI 0,26-0,58), anticoagulant therapy (HR 0,3; 95%CI 0,23-0,4), and antiviral therapy (HR 0,4;95% CI 0,3-0,5). Steroids (HR 0,4; CI95% 0,3-0,6), convalescent plasma therapy (HR 0,2; CI95% 0,08-0,57), and anti-interleukin-6 therapy (HR 0,7; IK95% 0,46-1,03) reduces the risk of inpatient death in severe COVID-19 pneumonia. Hospital resilience is maintained by having zoning policies, implementing risk mitigation principles, and modulating services according to the principle of proportionality. Hospital networks help reduce financial burdens through providing donations or grants. Hospital vulnerabilities include the fragility of infrastructure, slower process of return to regular services, fearness among health workers and pre-hospital triage not adequately performed. There was no interaction between the pneumonia etiology variable and the surge phase of cases, and there was no interaction between the pneumonia etiology variable and the length of stay in the ER. Biological, environmental and health service determinants are associated to the inpatient survival rate of pneumonia during the COVID-19 pandemic. Hospital resilience needs to be assessed by looking at the impact of the pandemic on mortality from COVID-19 pneumonia and non-COVID-19 pneumonia. Management of the surge capacity due to the COVID-19 pandemic needs to consider zoning principles, proportional service modulation, psychological readiness of health workers, financial condition of hospitals, and infrastructure readiness. Prehospital triage is an external factor that helps improve hospital resilience. Keywords : Pneumonia; COVID-19; Pandemic; survival; hospital resilience

Read More
D-526
Depok : FKM-UI, 2024
S3 - Disertasi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive